Anda di halaman 1dari 18

ACC Nilai

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK


KELARUTAN
Tujuan Percobaan :
1. Mempelajari kelarutan suatu zat
2. Memprediksi kepolarannya
Pendahuluan
Kelarutan menyatakan jumlah maksimal zat yang dapat larut dalam pelarut. Pelarutan
zat melibatkan zat terlarut (solute) dan zat pelarut (solvent). Zat yang akan dilarutkan tidak
sepenuhnya larut. Zat pelarut memiliki kapasitas tertentu untuk melarutkan zat terlarut.
Bidang farmasi kelarutan sangat penting, karena dapat mengetahui dapat membantu dalam
memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi obat, membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu pembuatan larutan
farmasetis (dibidang farmasi) dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji
kelarutan (Syukri,1999).
Zat yang tidak larut nantinya akan membentuk kristal-kristal yang akan mengendap
didasar wadah. Melarutnya suatu zat ditentukan oleh gaya antar molekul yang dimiliki oleh
setiap zat, jika gaya yang dimiliki setiap zat mirip maka zat akan lebih mudah untuk larut.
Gaya antar molekul ini berhubungan dengan kepolaran yang dimiliki oleh setiap senyawa.
Oleh karena itu percobaan ini dilakukan untuk menentukan kelarutan zat dan memprediksi
kepolaran yang dimiliki oleh setiap zat (Fessenden, 1995).
Kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah banyaknya suatu zat dapat larut
secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi tertentu, dan dinyatakan dalam satuan
mol/liter. Batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan,
artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan
dikurangi,  akan terjadi larutan yang belum jenuh. Kesetimbangan tergantung pada suhu
pelarutan (Sukardjo, 1997).
Materi atau zat memiliki tiga fase yaitu padat, cair dan gas. Fase ini sangat
dimungkinkan untuk memiliki sembilan tipe larutan yang berbeda yaitu padat dalam padat,
padat dalam cairan, padat dalam gas, cair dalam cairan, dan sebagainya namun, larutan yang
lazim kita kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas
dalam gas. Larutan akan mengandung dua komonen yaitu solute dan solvent. Solute adalah
substansi yang dapat melarutkan dan solvent adalah substansi yang dapat dilarutkan.
contohnya sebuah larutan NaCl. NaCl adalah bertindak solute dan air sebagai solvent
(Sukardjo, 1997).
Larutan adalah campuran yang homogen dari dua atau lebih zat. Larutan memiliki
komposisi dan ukuran partikel yang sama. Larutan tidak terdapat bidang batas antara zat
pelarut dan zat terlarut. Larutan dapat dibagi menjadi 3, yaitu: larutan tak jenuh, larutan jenuh
dan larutan lewat jenuh. Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute kurang dari
yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh. Larutan tak jenuh terjadi apabila hasil kali
konsentrasi ion kurang dari Ksp. Larutan jenuh yaitu terjadi kesetimbangan antar solute dan
solvent (terjadi jika hasil konsentrasi ion sama dengan Ksp). Larutan lewat jenuh yaitu
larutan yang mengandung lebih banyak zat terlarut. Zat yang memiliki struktur kimia yang
mirip umumnya dapat dengan mudah larut, sedangkan yang tidak memiliki kemiripan maka
akan sulit untuk bercampur (Sukardjo, 1997).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarutnya. Kelarutan dari
senyawa kovalen dalam air adalah sifat yang dipengaruhi oleh ikatan hidrogen. Senyawa
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air cenderung lebih mudah larut dalam air.
Senyawa seperti glukosa banyak mengandung gugus OH- dan dapat larut dalam air. Air juga
dapat melarutkan fenol, alkohol, aldehida dan keton, yang mengandung oksigen & nitrogen
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Sikloheksena tidak dapat membentuk
ikatan hidrogen dan tidak dapat memecah ikatan hidrogen yang terdapat didalam air sehingga
sikloheksena sulit larut dalam air (Fessenden, 1995).
Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute daripada
yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi
melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh
merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu
dinaikan. Umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan
(Syukri,1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan antara lain :
a. Sifat dari solute dan solvent
Substansi polar cenderung lebih miscible atau soluble dengan substansi polar lainnya.
Substansi nonpolar cenderung untuk miscible dengan substansi nonpolar lainnya, dan tidak
miscible dengan substansi polar.
b. pH
Suatu zat asam lemah atau basa lemah akan sukar terlarut, karena tidak mudah terionisasi.
Semakin kecil pKanya maka suatu zat semakin sukar larut, sedangkan semakin besar pKa
maka suatu zat akan akan mudah larut.
c. Suhu
Kenaikan temperatur akan meningkatkan kelarutan zat yang proses melarutnya melalui
penyerapan panas/kalor (reaksi endotermik) dan akan menurunkan kelarutan zat yang proses
melarutnya dengan pengeluaran panas/kalor (reaksi eksotermik).
d. Solution aditif.
Additif baik dapat meningkatkan atau mengurangi kelarutan zat terlarut dalam pelarut
tertentu.
(Sukardjo, 1997).
Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen
dipolnya. Hildebrand membuktin bahwa pertimbangan tentang dipol momen saja tidak cukup
untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan
hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas.
Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, dll yang mengandung oksigen dan nitrogen
yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi
gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut
yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang
berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik dan
tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. itu zat terlarut ionik dan
polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Minyak dan lemak
larut dalam benzen, tetrakloroda dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut
dalam pelarut nonpolar (Martin, 1993).
Peristiwa bercampurnya dua zat menunjukkan adanya interaksi diantara kedua zat.
Interaksi ini dapat berupa gaya antarmolekul dan intramolekul. Gaya antarmolekul adalah
gaya tarik yang terjadi antar molekul, sedangkan gaya intramolekul adalah gaya yang terjadi
pada atom-atom dalam molekul. Gaya intramolekul dapat menstabilkan molekul sedangkan
gaya antarmolekul dapat menentukan sifat-sifat yang dimiliki oleh setiap molekul, misalnya
seperti titik didih, titik leleh dan kelarutan. Gaya antarmoleku bersifat sangat lemah
dibandingakan dengan gaya intramolekul sehingga dibutuhkan energi yang lebih kecil untuk
menguapkan cairan daripada untuk memutuskan ikatan dalam molekul (Chang, 2005).
Gaya antarmolekul dapat dibagi menjadi Gaya London (Van der Waals), interaksi
dipol-dipol, ikatan hidrogen, dan interaksi ion-ion,
1. Gaya London (Van der Waals)
Gaya London adalah gaya yang terjadi pada molekul non polar yang ditarik oleh
interaksi dipol-dipol yang rendah. Gaya ini timbul dari dipol yang diinduksi dalam satu
molekul oleh molekul lain. Elektron dari satu molekul ditarik ke inti dari molekul lain dengan
tarikan yang lemah
2. Gaya Van Der Walls
Gaya Van Der Walls merupakan interaksi antar dipol-dipol (molekul polar). Dua atom
yang saling mendekat akan timbul tolakan antar kedua inti dan antara kedua perangkat
elektron. Jarak antara kedua molekul menjadi lebih besar akan menyebabkan gaya tarik antar
kedua molekul berkurang.
3. Ikatan Hidrogen
Ikatan hidrogen adalah ikatan yang mengandung hidrogen yang mengikat oksigen,
nitrogen dan fluor. Interaksi ini merupakan interaksi yang paling kuat. contoh ikatan hidrogen
yaitu pada H2O, NH3, dan HF. Molekul yang memiliki ikatan hidrogen dalam keadaan cair
memiliki tarikan yang sangat kuat. senyawa yang hanya mengandung karbon dan hidrogen
tidak memiliki ikatan hidrogen.
(Fessenden, 1995).
Kelarutan suatu zat dapat dipengaruhi pH atau tingkat keasaman. Zat ada yang lebih
larut didalam asam atau basa dibandingkan didalam air. Larutan yang bersifat basa umumnya
lebih larut didalam larutan asam dibandingkan dengan air atau sebaliknya. Larutan yang
bersifat asam lebih larut didalam larutan basa dibandingkan dengan air (Martin, 1993).
Material Safety Data Sheet (MSDS)
1. Benzofenon
Benzofenon memiliki rumus kimia C13H10O. Benzofenon adalah zat padat yang tidak
berwarna, tidak berasa dan berbau yang manis seperti mawar. Benzofenon memiliki sifat fisik
dan sifat kimia, diantaranya berat molekul 182,22 g/mol, titik didih 305,4 ºC, dan titik lebur
49 ºC. Benzofenon bersifat iritasi dan sensitisasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan
pertama jika terjadi kontak kulit, yaitu kulit segera disiram dengan banyak air setidaknya 15
menit. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas. Kulit yang teriritasi ditutup dengan
emolien. Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan sebelum digunakan kembali, segera
dapatkan perawatan medis (Sciencelab, 2018).
2. Akuades
Akuades merupakan zat yang tidak berwarna, tidak berbau, dan memiliki wujud cair.
Akuades dikenal juga dengan sebutan air dengan pH netral yaitu 7. Air memiliki rumus
molekul H2O. Air memiliki sifat fisik dan sifat kimia, diantaranya adalah massa molar 18,02
g/mol, densitas yang dimiliki akuades adalah 1 g/cm3, tekanan uapnya sebesar 2,3 kPa pada
20°C dan kepadatan uapnya mencapai 0,62, titik leburnya sebesar 0 °C, sedangkan titik
didihnya sebesar 100 °C pada tekanan 1 atm, dan bentuk molekul air adalah heksagonal. Air
merupakan pelarut universal karena dapat melarutkan berbagai jenis zat dengan sifat polar.
Molekul air memiliki ikatan hidrogen sehingga interaksi antar molekulnya kuat. Air bukanlah
zat kimia yang berbahaya sehingga tidak ada dampak atau bahaya akibat terkena air
(Sciencelab, 2018).
3. Metanol
Metanol memiliki rumus kimia CH3OH. Metanol adalah zat cair yang mudah terbakar,
tidak berwarna, tidak berasa dan berbau seperti alkohol yang menyengat saat mentah.
Metanol memiliki sifat fisik dan sifat kimia, diantaranya berat molekul 32,04 g/mol, titik
didih 64,5 ºC, titik lebur -97,8 ºC, tekanan uap 12,3 kPa pada 20 ºC, dan terbakar pada suhu
464 ºC. Metanol bersifat iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi
kontak kulit, yaitu kulit segera disiram dengan banyak air setidaknya 15 menit. Pakaian dan
sepatu yang terkontaminasi dilepas. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien. Pakaian dan
sepatu dicuci dan dibersihkan sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis
(Sciencelab, 2018).
4. Heksana
Heksana memiliki rumus kimia C6H14. Heksana adalah zat cair yang mudah terbakar,
tidak berwarna, tidak berasa dengan bau yang seperti petroleum dan bensin. Heksana
memiliki sifat fisik dan sifat kimia, diantaranya berat molekul 86,18 g/mol, titik didih 68 ºC,
titik lebur -95 ºC, tekanan uap 17,3 kPa pada 20 ºC, dan terbakar pada suhu 225 ºC. Heksana
merupakan bahan yang permeator jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama yang dapat
dilakukan yaitu kulit dicuci dengan sabun dan air. Kulit yang terkontaminasi ditutup dengan
emolien, dan segera dapatkan perawatan medis. (Sciencelab, 2018).
5. Etanol
Etanol adalah zat cair yang mudah terbakar, berasa pedas, berbau asam, dan tidak
berwarna. Etanol memiliki nama lain etil alkohol dengan rumus kimia CH 3CH2OH. Etanol
mempunyai sifat fisik dan sifat kimia, yaitu berat molekul 46,07 g/mol, titik didih 78,5 ºC,
titik lebur -114,1 ºC, suhu kritis 243 ºC, tekanan uap 5,7 kPa pada 20 ºC, dan suhu terbakar
pada 363 ºC. Penanganan dari sifat mudah terbakar yaitu jauhkan etanol dari panas dan dari
nyala api (Science Lab, 2018).
6. 1-butanol
1-butanol adalah zat cair yang mudah terbakar, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak
berwarna. 1-butanol memiliki rumus kimia CH3CH2CH2CH2OH. 1-butanol mempunyai sifat
fisik dan sifat kimia, yaitu berat molekul 74,12 g/mol, titik didih 99,5 ºC, titik lebur -114,7
ºC, tekanan uap 1,3 kPa pada 20 ºC, dan suhu terbakar pada 406,1 ºC. Penanganan dari sifat
mudah terbakar yaitu jauhkan 1-butanol dari nyala api terbuka dan bunga api panas. 1-
butanol dapat menyebabkan iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama yang dapat
dilakukan jika terjadi kontak kulit, yaitu segera siram kulit dengan banyak air. Kulit yang
teriritasi ditutupi dengan emolien. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepaskan.
Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan sebelum digunakan kembali, serta dapatkan
pertolongan medis (Sciencelab, 2018).
7. Asam Benzoat
Asam benzoat memiliki rumus kimia C6H5COOH. Asam benzoat adalah zat padat yang
tidak berasa, tidak berbau, dan tidak berwarna. Asam benzoat mempunyai sifat fisik dan sifat
kimia, yaitu berat molekul 122,12 g/mol, titik didih 249,2 ºC, dan titik lebur -122,4 ºC. Asam
benzoat bersifat iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit,
yaitu kulit segera disiram dengan banyak air. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien.
Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas. Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan
sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab, 2018).
8. Anilin
Anilin memiliki rumus kimia C6H5NH2. Anilin adalah zat cair yang berasa terbakar,
berbau aromatik seperti amina, dan tidak berwarna. Anilin mempunyai sifat fisik dan sifat
kimia, yaitu berat molekul 93,13 g/mol, titik didih 184,1 ºC, dan titik lebur -6 ºC. Anilin
bersifat iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit, yaitu
kulit segera disiram dengan banyak air. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien. Pakaian
dan sepatu yang terkontaminasi dilepas. Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan sebelum
digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab, 2018).
9. Fenol
Fenol memiliki nama lain benzenol dengan rumus kimia C 6H5OH. Fenol adalah zat
padat yang dapat terbakar pada suhu tinggi, berasa terbakar, berbau aromatik, dan tidak
berwarna. Fenol memiliki sifat fisik dan sifat kimia, yaitu berat molekul 94,11 g/mol, titik
didih 182 ºC, titik lebur 42 ºC, suhu kritis 694,2 ºC, dan suhu terbakar pada 715 ºC.
Penanganan dari sifat dapat terbakar pada suhu tinggi yaitu wadah dijaga tetap kering, dan
terisi, jauhkan dari panas dan dari sumber nyala api (Sciencelab, 2018).
10. Natrium Hidroksida 1,0 M
Natrium hidroksida memiliki rumus kimia NaOH. Natrium hidroksida adalah zat cair
yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Natrium hidroksida memiliki sifat fisik
dan sifat kimia, diantaranya berat molekul 40 g/mol, titik didih 1388 ºC, dan titik lebur 323
ºC. Natrium hidroksida bersifat iritasi jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika
terjadi kontak kulit, yaitu kulit segera disiram dengan banyak air setidaknya 15 menit.
Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien.
Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan sebelum digunakan kembali, segera dapatkan
perawatan medis (Sciencelab, 2018).
11. Asam Klorida 1,0 M
Asam klorida memiliki rumus kimia HCl. Asam klorida adalah zat cair yang tidak
berwarna, tidak berasa dan berbau pedas. Asam klorida memiliki sifat fisik dan sifat kimia,
diantaranya titik didih 108,58 ºC, dan titik lebur -62,25 ºC. Asam klorida bersifat iritasi jika
terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit, yaitu kulit segera disiram
dengan banyak air setidaknya 15 menit. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas.
Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien. Pakaian dan sepatu dicuci dan dibersihkan
sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab, 2018).
12. Dietil Eter
Dietil eter memiliki rumus kimia C4H10O. Dietil eter adalah zat cair yang tidak
berwarna, berasa manis terbakar dan berbau manis tajam. Dietil eter memiliki sifat fisik dan
sifat kimia, diantaranya titik didih 34,6 ºC, dan titik lebur -116,3 ºC. Dietil eter bersifat iritasi
jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit, yaitu kulit segera
disiram dengan banyak air setidaknya 15 menit. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi
dilepas. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien. Pakaian dan sepatu dicuci dan
dibersihkan sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab,
2018).
13. Aseton
Aseton memiliki nama lain asam pyroacetic dengan rumus kimia C3H6O. Aseton adalah
zat cair yang mudah terbakar, tidak berwarna, berbau harum fruity seperti permen, dan berasa
pedas manis. Aseton memiliki sifat fisik dan sifat kimia, yaitu berat molekul 58,08 g/mol,
titik didih 56,2 ºC, titik lebur -95,35 ºC, suhu kritis 235 ºC, dan suhu terbakar pada 465 ºC.
Penanganan dari sifat mudah terbakar yaitu jauhkan aseton dari panas dan dari nyala api
(Sciencelab, 2018).
14. Metilen Klorida
Metilen klorida memiliki rumus kimia CH2Cl. Metilen klorida adalah zat cair yang
tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau. Metilen klorida memiliki sifat fisik dan sifat
kimia, diantaranya titik didih 39,75 ºC, dan titik lebur -96,7 ºC. Metilen klorida bersifat iritasi
jika terjadi kontak kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit, yaitu kulit segera
disiram dengan banyak air setidaknya 15 menit. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi
dilepas. Kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien. Pakaian dan sepatu dicuci dan
dibersihkan sebelum digunakan kembali, segera dapatkan perawatan medis (Sciencelab,
2018).
15. Kloroform
Kloroform adalah zat cair yang tidak berwarna, berbau agak manis, dan berasa terbakar.
Kloroform memiliki rumus kimia CHCl3. Kloroform memiliki sifat fisik dan sifat kimia,
yaitu berat molekul 119,38 g/mol, titik didih 61 ºC, titik lebur -63,5 ºC, suhu kritis 263,33 ºC,
dan tekanan uap 21,1 kPa pada 20 ºC. Kloroform termasuk zat yang iritan dan permeator
terhadap kulit. Pertolongan pertama jika terjadi kontak kulit yaitu segera siram kulit yang
teriritasi dengan banyak air, kulit yang teriritasi ditutup dengan emolien, dan dapatkan
pertolongan medis segera. Pakaian dan sepatu yang terkontaminasi dilepas dan dicuci dengan
bersih sebelum digunakan kembali (Sciencelab, 2018).
Prinsip Kerja
A. Kelarutan Suatu Padatan
Kelarutan suatu padatn menggunakan prinsip like dissolve like. Padatan senyawa organik
yang bersifat polar hanya akan bereaksi dengan pelarut polar dan akan larut didalamnya,
sedangkan padatan yang bersifat non-polar hanya akan bereaksi dengan pelarut non-polar dan
akan larut didalamnya.
B. Kelarutan Alkohol
Alkohol yang terbentuk dari atom O dan atom H akan bereaksi dengan pelarut yang
memiliki atom O dan atom H pula. Unsur penyusun senyawa yang sama antar senyawalain
akan menunjukkan polaritas yang sama pula. Pengaruh ini menyebabkan alkohol akan lebih
larut dalam pelarut yang memiliki polaritas yang hampir sama dengan alkohol dan tersusun
oleh atom O dan atom H.
C. Kelarutan asam-basa organik
Senyawa asam akan membentuk reaksi dengan senyawa basa dan sebaliknya, senyawa
basa akan membentuk reaksi dengan senyawa asam. Prinsip ini sesuai dengan teori asam basa
dimana dalam reaksinya, asam akan memberikan proton kepada senyawa basa, atau basa
akan memberikan elektron dari senyawa asam.
D. Bercampur atau tidak bercampur
Konsep bercampur atau tidak bercampur digunakan jika zat terlarut berupa cairan.
Bercampurnya suatu larutan ditandai dengan terbentuknya satu fase dalam larutan, sementara
larutan dikatakan tidak bercampur apabila terbentuknya dua fase pada larutan tersebut.
Alat
Alat-alat yang diperlukan pada percobaan ini diantaranya gelas arloji, pipet pasteur,
dan tabung reaksi.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan kali ini diantaranya benzofenon, akuades,
metanol, heksana, etanol, 1-butanol, asam benzoat, anilin, fenol, NaOH 1,0 M, HCl 1,0 M,
dietil eter, aseton, dan kloroform.
Prosedur Kerja
A. Kelarutan suatu padatan
Asam benzoat masing-masing sekitar 40 mg (0,04 g) dimasukkan kedalam 4 tabung
reaksi yang bersih dan kering. Tabung reaksi diberi label. Tabung reaksi pertama
ditambahkan 1 ml air. Tabung reaksi kedua ditambahkan 1 ml etanol. Tabung reaksi ketiga
ditambahkan 1 ml heksana dan tabung reaksi empat digunakan sebagai kontrol. Campuran
pada tabung reaksi 1-3 diaduk dengan pengaduk selama 1 menit, diamkan selama 30 detik.
Sampel diamati apakah larut, tidak larut atau larut sebagian dengan membandingkan
banyaknya sisa padatan dalam tabung 1-3 terhadap tabung 4. Hasil pengamatan dicatat pada
lenbar pengamatan. Larutan (bagian cairan) pada tabung reaksi 1-3 dipipet menggunakan
pipet pasteur pada masing masing 3 tabung reaksi, dilakukan dengan hati hati supaya sisa
padatan (bila ada) tidak ikut dipipet. Cairan yang dipindahkan dari tabung reaksi 1-3
diuapkan dengan penangas air hingga seluruh cairan menguap, dan diamati apakah ada
padatan yang tersisa, jika ada padatan dalam tabung reaksi sampelnya tidak larut, jika tidak
ada atau hanya sedikit padatan dalam tabung reaksi sampelnya larut.
B. Kelarutan alkohol
Pelarut air masing-masing sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Metanol
ditambahkan tetes demi tetes sampai total 10 tetes pada tabung pertama, setiap penambahan
satu tetes metanol diamati dan dikocok. Larutan diamati jika terbentuk dua fase atau bola cair
mengindikasikan kedua cairan tidak bercampur atau tidak larut. Percobaan ini diulangi
dengan mengganti etanol dengan 1-butanol, dan ter-butanol. Percobaan ini diulangi kembali
dengan mengganti pelarut air dengan heksana.

C. Kelarutan asam-basa organik


Asam benzoat masing masing sekitar 30 mg (0,03 g) dimasukkan ke dalam tiga tabung
reaksi yang kering. Tabung reaksi diberi label. Tabung reaksi pertama ditambahkan 1 ml air.
Tabung reaksi kedua ditambahkan 1 ml NaOH 1,0 M, dan tabung reaksi ketiga ditambahkan
1 ml HCL 0,1 M. Campuran pada setiap tabung reaksi diaduk dengan pengaduk selama 10-
20 detik, lalu didiamkan dan diamati. percobaan ini diulangi dengan mengganti asam benzoat
dengan 1 ml anilin dan 1 ml fenol.
D. Bercampur atau tidak bercampur
Air ditambahkan ke dalam 5 tabung reaksi masing-masing 1 ml. Tabung reaksi pertama
ditambahkan 1 ml etanol. Tabung reaksi kedua ditambahkan 1 ml sikloheksana. Tabung
reaksi ketiga ditambahkan 1 ml aseton. Tabung reaksi keempat ditambahkan 1 ml etil asetat,
dan Tabung reaksi kelima ditambahkan 1 ml kloroform. Tabung reaksi masing-masing
dikocok sekitar 10-20 detik untuk menentukan apakah kedua cairan bercampur atau tidak
bercampur. Hasil pengamatan dicatat pada lembar pengamatan.
Waktu yang Dibutuhkan

No Kegiatan Waktu
1 Kelarutan suatu padatan 30 menit
2 Kelarutan alkohol 30 menit
3 Kelarutan asam-basa organik 30 menit
4 Bercampur atau tidak bercampur 30 menit
Total waktu 120 menit

Hasil
A. Kelarutan suatu padatan
No Hasil Pemanasan
Pelarutan Gambar
. Sebelum Sesudah
1.
Asam benzoat + air Tidak Larut Tidak Larut
Asam benzoat + metanol Tidak Larut Larut
sebelum

Asam benzoat + heksana Tidak larut Tidak Larut

sesudah
2.
2-naftol + air Tidak larut Tidak larut
sebelum

2-naftol + metanol Larut Larut

2-naftol + heksana Tidak larut Tidak Larut sesudah

3.
Kolesterol + air Tidak larut Tidak Larut

Kolesterol + metanol Tidak larut Tidak larut sebelum

Kolesterol + heksana Tidak larut Larut


sesudah

B. Kelarutan alkohol
No. Pelarutan Hasil Gambar
1.
Etanol + air Larut

1-butanol + air Tidak larut

Ter-butanol + air Larut

Metanol + air Larut

2.
Etanol + heksana Tidak larut

1-butanol + heksana Larut

Ter-butanol + heksana Larut


Metanol + heksana Tidak larut

C. Kelarutan asam-basa organik


No. Pelarutan Hasil Gambar
1.
Asam benzoat + air Larut

Asam benzoat + NaOH 1,0


Larut
M

Asam benzoat + HCl 1,0 M Tidak larut

2.
Anilin + air Tidak larut

Anilin + NaOH 1,0 M Tidak larut

Anilin + HCl 1,0 M Tidak larut


3.
Fenol + air Larut

Fenol + NaOH 1,0 M Larut

Fenol + HCl 1,0 M Larut

D. Bercampur atau tidak bercampur


No. Yang bercampur Hasil Gambar
1. Air Etanol Bercampur

2. Air Sikloheksana Tidak bercampur

3. Air Aseton Bercampur

4. Air Etil asetat Tidak bercampur


5. Air Kloroform Tidak bercampur

Pembahasan
Kelartutan merupakan seberapa banyak zat terlarut yang dapat larut dalam suatu pelarut.
Zat dapat larut, atau tidak dapat larut tergantung pada sifat molekul nya. molekul polar akan
larut dalam pelarut polar, sedangkan molekul nonpolar akan larut dalam pelarut non polar
(Fessenden, 1995). Percobaan kelarutan ini menunjukkan suatu zat dapat larut atau tidak
dalam suatu pelarut. Percobaan pertama yaitu dalam menentukan kelarutan suatu padatan
menggunakan asam benzoat (molekulnya polar) yang dilarutkan dengan air, metanol, dan
heksana pada tabung reaksi yang berbeda beda. Asam benzoat juga ditempatkan pada tabung
reaksi tanpa ditambahkan pelarut apapun. Asam benoat yang tidak diberikan perlakuan
apapun digunakan sebagai kontrol, yaitu untuk pembanding terhadap tabung reaksi dengan
pelarut yang berbeda beda.
Asam benzoat yang dilarutklan pada air pada tabung pertama mengalami tidak larut
karena pada tabung reaksi terdapat endapan (sisa dari nasam benzoat) pada tabung reaksi.
Asam benzoat yang dilarutkan pada metanol mengalami tidak larut karena pada tabung reaksi
kedua ini asam benzoat yang berbentuk padatan sebagian larut saat ditambahkan metanol.
Asam benzoat pada pelarut heksana tidak mengalami kelarutan karena pada tabung reaksi,
padatan asam benzoat masih tertinggal atau tidak larut dalam heksana. Peristiwa larut atau
tidak larutnya asam benzoat ini disebabkan oleh interaksi antar molekulnya dengan molekul
pelarutnya. Hasil percobaan ini terdapat dua yang berbeda dengan literatur. Asam benzoat
yang merupakan molekul polar seharusnya larut saat ditambahkan atau dilarutkan pada air
dan metanol. Air dan metanol mempunyai molekul polar dengan gaya interaksi antar
molekulnya ikatan hidrogen. Asam benzoat tidak dapat larut dalam heksana karena heksana
mempunyai molekul yang non polar. Peristiwa ini yang menyebabkan asam benzoat tidak
dapat larut dalam pelarut heksana.
Bahan kedua pada percobaan kelarutan suatu padatan menggunakan 2-naftol. Naftol
yang dilarutkan dalam air larut sebagian. Campuran antara naftol dan air pada tabung reaksi
masih terdapat beberapa endapan. Naftol juga di reaksikan dengan metanol dan data yang
didapat naftol dapat larut sebagian dalam metanol. Naftol pada tabung ketiga juga larutkan
dengan heksana dan menunjukkan tidak larut. Naftol merupakan molekul polar karena
mempunyai gugus –OH dengan jenis interaksinya ikatan hidrogen. Air dan metanol juga
molekul polar yang juga mempunyai ikatan hidrogen yang menyebabkan 2-naftol seharusnya
dapat larut dalam metanol dan air. Heksana yang merupakan pelarut non polar seharusnya
tidak dapat melarutkam naftol.
Bahan ketiga ialah kolesterol yang dilarutkan pada air, metanol, dan heksana. Kolesterol
mempunyai molekul nonpolar. Kolesterol yang di reaksikan pada air dan metanol tidak akan
larut dimana pada hasil percobaan kolesterol tidak larut pada air, dan menggumpal pada
metanol. Kolesterol yang dilarutkan pada heksena mengalami pelarutan sebagian dimana
terdapat kolesterol yang larut pada heksena. Sifat sifat dari bahan seperti asam benzoat, 2-
naftol, dan kolesterol masuk kedalam molekul polar atau nonpolar dapat dilihat dari struktur
molekulnya. Asam benzoat memoliki gugus –COOH dan 2-naftol memiliki gugus -OH, yang
berarti interaksi antar molekulnya hydrogen bond sedangkan molekul kolesterol tidak
memiliki gugus fungsi yang polar. Struktur dari ketiga bahan dapat dilihat pada gembar
dibawah ini :
COOH OH

(a).benzoic acid (b).naphthalen-2-ol

H3C
CH3
CH3
H3C
CH3

HO

(c). Kolesterol

Gambar 1. (a). Struktur Asam Benzoat, (b) Struktur 2-Naftol, (c) Struktur Kolesterol

Percobaan kedua ialah penentuan kelarutan alkohol. Alkohol memiliki ikatan hidrogen
yaitu ikatan yang terjadi pada atom N, O dan F. Ikatan ini dapat menyebabkan sampel
memiliki kelarutan yang besar. kelarutan alkohol juga dipengaruhi oleh kepolarannya.
Sampel yang digunakan yaitu etanol, metanol, 1-butanol dan ters-butanol dimana semua
sampel memiliki gugus –OH dengan jenis interaksi ikatan hidrogen. Air yang dimasukkan
kedalam sampel metanol, etanol, 1-butanol, dan ter-butanol dapat larut karena pada sampel
dan pelarut mempunyai interaksi yang sama yaitu ikatan hidrogen dan jenis molekulnya sama
yaitu polar. Data menunjukkan pada 1 butanol larut sebagian karena memiliki alkil yang
panjang. Perlakuan kedua yaitu ke empat sampel, metanol, etanol, 1-butanol, dan ter-butanol
dicampurkan pada larutan heksana. Sampel yang semuanya mempunyai molekul molar ketika
dicampur dengan larutan heksana yang bersifat non polar tidak akan larut atau terbentuk 2
fase. Data yang di hasilkan terdapat ketidak sesuaian dengan literatur, yaitu pada 1-butanol,
metanol, dan ter-butanol. Heksana yang dicampurkan ter-butanol juga terbentuk 1 fase
dengan larutan yang keruh. Larutan keruh yang terdapat pada ter-butanol yang dicampur
dengan heksana terjadi karena adanya zat yang masih tersisa pada tabung reaksi yang
menyebabkan larutan menjadi keruh. Struktur molekul sampel yang digunakan dalam
percobaan kelarutan alkohol ini sebagai berikut :
H3C
H3C OH
HO
H3C OH CH3 H3C OH H3C
(a) ethanol (b) butan-1-ol (c) 2-methylpropan-2-ol (d) methanol

Gambar 2. (a). Struktur etanol, (b) Struktur 1-butanol, (c) Struktur ter-butanol, (d) Struktur

metanol

Percobaan berikutnya ialah menentukan kelarutan asam-basa organik. Percobaan


pertama ialah pelarutan asam benzoat dalam pelarut air dengan persamaan reaksi:
C7H6O2 + H2O → C7H5O2 + H3O+
Kelarutan dalam air ini seharusnya mengalami kelarutan sebagian, hal ini dikarenakan asam
benzoat merupakan asam lemah yang mempunyai gugus OH yang dapat membentuk ikatan
hidrogen dengan air. Kelarutan asam benzaot dalam NaOH merupakan kelarutan sempurna
dimana disini terjadi reaksi asam basa dengan persamaan:
C7H6O2 + NaOH → C7H5O2Na +H2O
Asam benzoate dapat larut dalam NaOH karena dalam reaksi ini terjadi reaksi penetralan
asam basa, NaOH merupakan senyawa polar dan asam benzoat memiliki gugus polar OH
dimana menurut prinsip like dissolve like senyawa polar akan melarutkan senyawa polar. Hal
ini juga terjadi ketika asam benzoat yang dilarutkan dalam HCl, yang seharusnya tidak larut
hal ini terjadi karena kepolaran dari HCl masih lebih lemah dari kepolaran NaOH sehingga
dalam NaOH asam benzoat lebih banyak larut. Hal ini juga dikarenakan kelarutan suatu zat
dapat dipengaruhi pH atau tingkat keasaman. Zat ada yang lebih larut didalam asam atau basa
dibandingkan didalam air. Larutan yang bersifat basa umumnya lebih larut didalam larutan
asam dibandingkan dengan air atau sebaliknya. Larutan yang bersifat asam lebih larut
didalam larutan basa dibandingkan dengan air (Martin, 1993). Percobaan berikutnya ialah
pelarutan anilin dengan air, menunjukkan bahwa tidak larut dengan air, dengan NaOH tidak
larut dan dengan HCl tidak larut. Hal ini dikarenakan jika ditinjau dari segi strukturnya anilin
merupakan senyawa dengan sifat nonpolar, sedangkan pelarut yang digunakan dalam
percobaan ini semuanya merupakan pelarut polar sehingga menurut prinsip like dissolve like
senyawa nonpolar hanya akan dapat larut dalam pelarut yang nonpolar juga. Percobaan
berikutnya ialah fenol yang direaksikan dalam air, NaOH dan HCl menunjukkan bahwa
dalam semua pelarut, fenol mengalami kelarutan. Hal ini dikarenakan dalam struktur fenol
terdapat gugus polar -OH dimana gugus ini akan berinteraksi dengan H 2O membentuk ikatan
hidrogen dan dalam NaOH yang merupakan senyawa polar (ionik) akan terjadi reaksi
penetralan, karena fenol sendiri merupakan asam lemah dengan persamaan reaksi:
C6H6O + NaOH → C6H5ONa + H2O
Fenol dapat larut dalam HCl dikarenakan HCl yang merupakan senyawa polar bertemu
dengan gugus polar -OH dari fenol dimana menurut prinsip like dissolve like dimana senyawa
polar hanya akan dapat larut dalam senyawa polar. Struktur dari sampel yang digunakan
yaitu:
OH

COOH

NH2
(a).benzoic acid (b )aniline (c) phenol

Gambar 2. (a). Struktur asam benzoat, (b) Struktur anilin, (c) Struktur fenol

Percobaan terakhir yaitu tentang bercampur atau tidak bercampur suatu larutan.Larutan
yang bercampur apabila di campurkan pada suatu pelarut dan membentuk 1 fase yang sama
disebut larutan yang homogen. Sampel yang digunakan yaitu air yang dicampur dengan
etanol, sikloheksena, aseton, etil asetat dan kloroform. Data menunjukkan pada sampel etanol
dan aseton saat dicampurkan pada air terbentuk satu fase atau dapat dikatakan larutan nya
bercampur. Peristiwa ini dikarenakan pelarut air yang memiliki sifat polar apabila di
campurkan dengan sampel molekul etanol memiliki sifat polar akan terjadi interaksi yaitu
ikatan hidrogen karena air dan etanol memiliki atom O dan H. Aseton dapat bercampur
karena aseton mempunyai gaya dipol dipol yang menunjukkan molekulnya polar. Sampel
sikloheksana, etil asetat, dan kloroform bersifat non polar sehingga tidak dapat bercampur
dengan air. Struktur yang dimiliki oleh sampel dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

O
H
H3C Cl
O
OH O
Cl
H3C H3C CH3 CH3 Cl
(a) ethanol (b) cyclohexane (c) Aseton (d) ethyl acetate (e) kloroform
Gambar 2. (a). Struktur etanol, (b) Struktur sikloheksana, (c) Struktur aseton, (d)
Struktur etil asetat, (e) Struktur kloroform
Kesimpulan
Percobaan kelarutan ini dapat disimpulkan bahwa interaksi antar molekul dalam dua zat
yang dicampurkan atau dilarutkan menentukan keluarutan dari dua zat tersebut.molekul polar
akan larut dalam pelarut polar sedangkan molekul non polar akan larut dalam pelarut
nonpolar. Kepolaran zat dapat diprediksikan dengan terbentuknya endapan atau terbentuknya
dua fase. Endapan yang dihasilkan menunjukkan bahwa zat bercampur memiliki kepolaran
yang berbeda.
Referensi
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Jakarta. Erlangga
Fessenden & Fessenden. 1995. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.
Martin, A. 1993. Farmasi Fisik, jilid II Edisi III. Jakarta: UI Press
Sciencelab. 2018. Material Safety Data Sheet [serial online]. https://www.msdsonline.com/
(diakses pada tanggal 19 Oktober 2018).
Sukardjo. 1997. Kimia Fisik Untuk Universitas. Jakarta: Gramedia Pustaka.
Syukri. 1999. Kimia Dasar. Bandung: ITB.
Tim Penyusun. 2018. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember: Universitas Jember.
Saran
Praktikan diharapkan datang tepat waktu, agar praktikum dapat berlangsung secara
efisien. Praktikan diharapkan memahami materi praktikum. Praktikan diharapkan lebih teliti
dalam menjalani praktikum.
Nama Praktikan
Nurul A’eni (171810301029)

Anda mungkin juga menyukai