Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN PUSTAKA

1 DEFINISI

Adanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang “f” dengan


frekuensi antara 350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7

Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri
multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya
mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya
tidak ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi
uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut
gelombang “f” yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui
nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV
sehingga irama QRS tidak teratur. 5, 6

2 PREVALENSI

Prevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan


populasi usia lanjut dan insiden penyakit kardiovaskular. Pada umur dibawah 50
tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat lebih dari 9% pada usia 80
tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita. 1

AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian


stroke emboli. Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan
sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada
studi Framingham resiko terjadinya stroke emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF
non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF valvular dibandingkan dengan
kontrol. 1

3 ETIOLOGI

AF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural


akibat penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF juga menderita
penyakit jantung koroner. Walaupun hanya ±10% dari seluruh kejadian infark
miokard akut yang mengalami AF, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan
angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang menjalani operasi pintas koroner,
sepertiganya mengalami episode AF terutama pada tiga hari pasca operasi.
Walaupun sering menghilang secara spontan, AF pasca operatif tersebut akan
memperpanjang lama tinggal di rumah sakit. 1,4

Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah lama


diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF dan
mempunyai resiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli.
Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian AF ditemukan pada satu
diantara lima pasien. AF juga dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis
akut dan jarang pada tumor jantung seperti miksoma atrial. Aritmia jantung lain
seperti sindroma Wolff Parkinson White dapat berhubungan dengan AF. Hal yang
menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori
ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma ini, akan mengeliminasi AF
pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan AF misalnya takikardia
atrial, AVNRT ( Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia ) dan bradiaritmia
seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya. 1,4

AF juga dapat timbul sehubungan dengan penyakit sistemik nonkardiak.


Misalnya pada hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi sistemik ditemukan
45% dan diabetes melitus 10% dari pasien AF. Demikian pula pada beberapa
keadaan lain seperti penyakit paru obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi
pada sekitar 3% pasien AF tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut
dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan resiko
tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada
kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat. 1,4

Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan


kejadian AF tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan
jantung maupun kelainan diluar jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan
dengan kejadian AF dibagi bersadarkan : 1,4

3.1 Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF :


 Penyakit Jantung Koroner
 Kardiomiopati Dilatasi
 Kardiomiopati Hipertrofik
 Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik
 Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW,
sick sinus syndrome
 Perikarditis

3.2 Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF :

 Hipertensi sistemik
 Diabetes melitus
 Hipertiroidisme
 Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal
primer, emboli paru akut
 Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien
yang sensitive melalui peniggian tonus vagal atau adrenergik.

4 KLASIFIKASI

 Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari 3 :


 Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan
kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia
 Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi
ada kelainan sitemik yang dapat menimbulkan aritmia
 Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha
konversi ke irama sinus 3 :
 Paroksismal :
Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya
tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun

 Persisten :
Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan
intervensi pengobatan atau tindakan
 Permanen :
Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi
pengobatan AF tetap tidak berubah
 Dapat pula dibagi sebagai 3 :
 Akut  bila timbul kurang dari 48 jam
 Kronik  bila timbul lebih dari 48 jam

5 PATOFISIOLOGI


Aktivasi fokal  fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis

Multiple wavelet reentry  timbulnya gelombang yang menetap dari
depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial
premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.
1, 4

Gambar 2. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel


kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa
otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah
pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium
mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan
ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding
atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur
konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya
merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.2

6 DIAGNOSIS
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti
yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat
beraktivitas, sesak npas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat
mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner.
Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada AF akan menurunkan curah
jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien
dengan disfungsi ventrikel kiri. 1, 4 , 7, 8

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi :


Anamnesis :1
 Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanya timbulnya
( episode pertama, paroksismal, persisten, permanen )
 Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar,
lemah, sesak nafas terutama saat beraktivitas, pusing, gejala yang
menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
 Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya
hipertiroid.

Pemeriksaan Fisik :1
 Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah
 Tekanan vena jugularis
 Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal
jantung kongestif
 Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung
 Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
 Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim
jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung. 1

Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ),
hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia. 1

Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor
pulmonal. 1

Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk
melihat trombus di atrium kiri. 1

Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila
laju irama ventrikel sulit dikontrol. 1

Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol
laju irama jantung. 1

Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi
elektrofisiolagi. 1

Gambar 3. Sumber : www.withrop.com. Tahun 2009

7 PENATALAKSAAN

Tujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah


mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan
komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah
pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan
pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke
irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit
sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif
pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan. 1

7.1 Kardioversi

Pengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala,


memperbaiki hemodinamik, menigkatkan kemampuan latihan, mencegah
remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi dapat
dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi farmakologis kurang
efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Resiko tromboemboli atau
stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga
rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya. 1, 13

Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia


1

Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, Kuinidin


Tipe IB Lidokain, Meksiletin
Tipe IC Flekainid, Moricizin, Propafenon
Tipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )
Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, Sotalol
Tipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )
Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006

Pasien AF dengan hemodinamik yang stabil akibat laju irama ventrikel


yang cepat disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop perlu segera dilakukan
kardioversi elektrik. Kardioversi elektrik dimulai dengan 200 Joule. Bila tidak
berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 Joule. Pasien dipuasakan dan dilakukan
anestesi dengan obat anestesi kerja pendek. 1, 12

7.2 Terapi Ablasi

Kateter ablasi merupakan pilihan terapi bagi orang-orang yang tidak dapat
mentolerir obat-obatan atau bila gagal mempertahankan irama jantung normal. 10

7.3 Permanen Pacemaker

Sebuah alat pacu jantung adalah alat yang mengangkut impuls listrik ke otot
jantung untuk memepertahankan denyut jantung yang adekuat. Alat pacu jantung
yang ditanamkan pada pasien dengan AF yang memiliki detak jantung yang
lambat. Pada alat pacu jantung tersebut memiliki generator denyut dan penyalur
yang mengirimkan impuls dari generator denyut ke otot jantung serta merasakan
aktivitas listrik jantung. 10

7.4 Terapi Pembedahan

Pasien dengan AF kronis tidak berkurang dengan pengobatan atau pasien


yang memiliki kondisi lain yang memerlukan operasi jantung dapat menjadi
kandidat untuk terapi pembedahan. Selama prosedur Maze serangkaian potongan
tepat dibuat dikanan dan kiri atrium untuk membatasi impuls listrik ke jalur yang
ditetapkan untuk mencapai nodus AV. 10, 12

Pembedahan vena pulmonalis merupakan modifikasi dari prosedur Maze


dimana ahli bedah menggunakan sumber energi alternatif untuk menciptakan lesi.
Sumber energy alternative yang digunakan selama operasi vena pulmonalis
meliputi radio frekuensi, kriotermi, microwave, laser. Tujuan dari keempat sumber
energi tersebut adalah utnuk mengahasilkan lesi dan akhirnya jaringan parut untuk
memblokir impuls listrik yang abnormal dan untuk memicu konduksi yang normal
dari impuls listrik melalui jalur yang seharusnya. 10

7.5 Pengobatan Profilaktik dengan Obat Antiaritmia Untuk Mencegah


Rekurensi

AF yang berlangsung lebih dari 3 bulan merupakan salah satu prediktor


terjadinya rekurensi. Obat antiartimia yang sering dipergunakan untuk
mempertahankan irama sinus : 1

Tabel 6. Dosis Obat Untuk Mempertahankan Irama Sinus Pada FA

Obat Dosis Harian Efek Samping


Amiodaron 100-400 mg Fotosensitivitas, toksikosis paru, polineuropati, kel GI,
bradikardia, torsade de pointes (jarang)
Disopyramide 400-750 mg Torsade de pointes, gagal jantung, glaucoma, retensi urin,
mulut kering
Dofetilide 500-1000 mg Torsade de pointes
Flecainide 200-300 mg Takikardia ventricular, gagal jantung kongestif, konduksi
nodal AV berubah (konversi menjadi fluter atrial)
Procainamide 1000-4000 mg Torsade de pointes, lupus like syndrome, gejala GI
Propafenon 450-900 mg Takikardi ventricular, gagal jantung kongestif, konduksi
nodal AV berubah (konversi menjadi fluter atrial)
Quinidine 600-1500 mg Torsade de pointes, keluhan sal cerna, konduksi nodal AV
berubah
Sotalol 240-320 mg Torsade de pointes, gagal jantung kongestif, bradikardia,
penyakit paru bronkospastik yang merupakan eksaserbasi
dari obstruksi kronik, bradikardia
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 2006

7.6 Pengontrolan Laju Irama Ventrikel

Obat-obat yang sering dipergunakan untuk mengontrol laju irama ventrikel


adalah digoksin, antagonis kalsium ( verapamil, diltiazem ) dan penyekat beta.
Laju irama yang dianggap terkontrol adalah di antara 60-80 x/menit pada saat
istirahat dan 90-115 x/menit pada saat aktivitas. 1

8 ALGORITME PENATALAKSANAAN AF

Dalam penatalaksanaan AF perlu diketahui apakah AF tersebut


paroksismal, persisten atau permanen. Hal tersebut penting untuk penatalaksanaan
selanjutnya apakah perlu dilakukan kardioversi atau cukup dengan pengendalian
laju irama ventrikel. 1

8.1. AF yang baru ditemukan atau episode pertama AF


Gambar 6. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

8.2 Paroksismal Rekuren


Gambar 7. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

8.3 AF Persisten Rekuren

Gambar 8. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006

9 KOMPLIKASI
AF dapat mengakibatkan terjadi beberapa komplikasi yang dapat
meningkatkan angka morbiditas maupun mortalitas. Pada pasien dengan sindroma
WPW dan konduksi yang cepat melalui jalur ekstranodal yang memintas nodus
atrioventrikular, dimana pada saat terjadi AF disertai pre-eksitasi ventrikular,
dapat berubah menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan kematian mendadak.
Pada keadaan seperi ini ablasi dengan radiofrekuensi sangat dianjurkan. AF yang
disertai dengan laju irama ventrikel yang cepat serta berhubungan dengan keadaan
obstruksi jalur keluar dari ventrikel atau terdapat stenosis mitral, dapat
menyebabkan terjadinya hipotensi dan perubahan keadaan klinis. Beberapa
komplikasi lain dapat terjadi pada flutter atrial dengan laju irama ventrikel yang
cepat. Laju ventrikel yang cepat ini bila tidak terkontrol dapat menyebabkan
kardiomiopati akibat takikardia persisten. Diantara komplikasi yang paling sering
muncul dan membahayakan adalah tromboemboli, terutama stroke. 1,4

Tabel 7. Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009


Risk Factors Relative Risk
Prior stroke or TIA 2.5
History of hypertension 1.6
Heart failure and/or reduced left ventricular function 1.4
Advanced age 1.4
Diabetes 1.7
Coronary artery disease 1.5
Beberapa keadaan yang berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya stroke pada
pasien dengan fibrilasi atrial adalah :

 Usia > 65 tahun


 Hipertensi
 Penyakit Jantung Reumatik
 Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack )
 Diabetes melitus
 Gagal Jantung Kongestif
 Karakteristik gambaran TEE :
 Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri
 Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt
 Atheroma aortic kompleks

10 PROGNOSIS

Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama


sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian
juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin
bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan irama
jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi
kontrol rate dan antikoagulan.9

Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada


kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi
cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat
menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada komponen
atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan
pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan
terjadinya gagal jantung saat terjadi AF. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta, Hal 1537-42

2. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Edisi 9. EGC. Jakarta, Hal 151-202

3. Rani A. 2007. Panduan Pelayanan Medik Departemen Penyakit Dalam.


RSUP DR Cipto Mangunkusumo. Jakarta, Hal 64-5
4. Davey Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga. Jakarta. Hal 162-4

5. Ismudiati, Lily R. 1996. Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta. Hal 277-9

6. Gray H. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Erlangga. Jakarta. Hal 169-171

7. Alpert, Joseph S. 1981. Manual Of Coronary Care. Second editions.


HAL. USA. Hal 51-3

8. Mansjoer A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. FKUI.


Jakarta. Hal 459-71

9. Rosenthal, Lawrence, Mcmanus David D. Atrial fibrillation. Tersedia di


http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 12 Desember 2009.

10. Stein David W, Shuman Tracy C. Atrial Fibrillation. Tersedia di


http://www.emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 1 Desember 2009

11. Sovari Ali A, Kocheril Abraham G. Fibrilasi Atrium, Diagnosis dan


Penatalaksanaan. Tersedia di http://www.prematuredoctor.com. Diakses
tanggal 15 November 2009.

12. Syafei Hendarmin. Kardiovarsi Fibrilasi Atrium Pasca Bedah Katup


Mitral dan Valvuloplasti Balon Mitral. Tersedia di http://www.perki.com.
Diakses tanggal 15 November 2009.

13. Gilang LYH. Amiodaron Harapan Penderita Fibrilasi Atrium. Tersedia di


http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 November 2009.

14. Anonim. Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.winthrop.org. Diakses


tanggal 15 November 2009.

15. Anonim. Cardiac Electrophysiology. Tersedia di


http://www.cardiology.htm. Diakses tanggal 15 November 2009.

16. Nattel Stanley. Diagram Of Electrical Activity During Atrial Fibrillation.


Tersedia di http://www.nature.com. Diakses tanggal 15 November 2009.

Anda mungkin juga menyukai