Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan sebagai suatu kegiatan nyata berencana, menjadi menonjol sejak


selesainya Perang Dunia II. Dengan merdekanya bangsa-bangsa yang tadinya berada dibawah
jajahan negara kolonial, maka sejak saat itu pulalah mereka mulai berkesempatan untuk
membenahi nasib masing-masing, dalam arti membangun negara dan kehidupan rakyatnya.
Negara yang baru merdeka menurut para ahli ekonomi barat, harus dibebaskan dari
lingkaran setan kemiskinan. Paradigma pembangunan yang berlaku pada masa itu, yang juga
dikenal sebagai paradigma modernisasi, memandang pembangunan sebagai suatu perspektif
yang tunggal arah, dan bersifat evolusioner. Para ahli pembangunan merumuskan keadaan
keterbelakangan dalam bentuk perbedaan yang dapat dilihat, dan kuantitatif antara negara-
negara miskin dan kaya di satu pihak, dan antara sektor tradisional dengan sektor modern di
negara-negara miskin itu sendiri.
Jarak yang terdapat antara negara kaya dengan negara miskin itu hendak dijembatani
melalui pembangunan yang diartikan sebagai suatu proses peniruan dalam tahapan-tahapan
yang begitu rupa sehingga bertingkat pula sektor-sektor yang ada maupun negaranya sendiri
pada masyarakat tradisional akan memiliki kualitas yang modern.1

BAB II
1
Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan ; Pengenalan Teori Dan Penerapannya Ed. Revisi 7,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009, hal 23 s/d 26

1
PEMBAHASAN

A. Paradigma Dan Teori Awal Pembangunan


Paradigma merupakan dasar berpikir kita dalam melihat suatu realitas sehingga
mampu memengaruhi apa yang dipilih, dilihat dan diketahui. Kekuatan paradigma terletak
pada kemampuan memahami masalah sehingga dapat menuntun kita memahami apa yang
kita lihat, bagaimana cara melihatnya. Sehingga kita mampu menemukan metode serta solusi
pemecahannya.
Pembangunan adalah perubahan menuju pola-pola masyarakat yang memungkinkan
realisasi yang lebih baik dari nilai-nilai kemanusiaan yang memungkinkan suatu masyarakat
mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya dan terhadap tujuan politiknya,
dan yang memungkinkan warganya memperoleh kontrol yang lebih terhadap diri mereka
sendiri.
Semenjak di perkenalkan hingga digunakan, konsep pembangunan di negara-negara
dunia ketiga diklaim sebagai awal paradigma pembangunan dilaksanakan. Munculnya
berbagai ide dan gagasan pembaharuan terhadap kondisi pembangunan masyarakat dan
negara dibeberapa njegara dunia ketiga, meruipakan alasan terhadap paradigma ini.
P[aradigma awal pembangunan pada mulanya banyak terinspirasi oleh tiga teori besar
tentang perubahan sosial pada masyarakat, yakni teori modernisasai, teori ketergantungan,
dan teori sistem dunia
Paradigma awal pembangunan yang berlangsung di negara berkembang (miskin)
merupakan sebuah aksioma yang melekat tentang pembangunan yang dianggap sebagai
proses pertumbuhan, proses medernisasi, dan proses distribusi sosial. Berawal adari
perbedaan ekonomi yang mencolok pasca Perang Dunia II, timbul keinginan kuat untuk
mencari solusi dengan konsep dan gagasan mengubah keadaan menjadi lebih baik. Untuk
mencapai arah itu diperlukan usaha dan strategis yang progresif agar mampu mengatasi
keadaan secara menyeluruh disegala bidang, yang disebut modernisasi. Dengan semangat
perubahan yang diusung, modernisasi harus bisa membebaskan lingkaran kemiskinan dan
ketinggalan individu dan masyarakat.
Pada tahap berikutnya, pemahaman yang keliru ini dicoba dipertahankan dengan
membiarkan negara-negara miskin bergelut dengan masalah kemiskinan dan keterpurukannya
sendiri, sambil menyodorkan formula baru untuk keluar dari masalah yang dihadapi, yaitu
dengan teori ketergantungan. Mereka berasumsi bahwa praktik modernisasi ternyata belum

2
mampu mewujudkan perubahan yang diinginkan, dan mengatasi problematika yang terjadi
kala itu.
Banyak kalangan yang menilai masa awal pertumbuhan dan perkembangan ini
sebagai masa-masa awal pemikiran tentang konsep pembangunan yang linear. Paradigma
atau pemikiran awal mengenai pembangunan tersebut lahir melalui teori-teori besar
pembangunan yang berkembang pada saat itu, yakni teori modernisasi, teori ketergantungan,
dan system dunia.
1. Teori Modernisasi
Teori Modernisasi lahir sekitar tahun 1950-an. Teori ini melihat masyarakat pada
posisi dikotomi, Menurut teori modernisasi, negara yang belum maju masih tradisional,
belum bsa lepas dari nilai-nilai ketradisionalannya yang belum modern sehingga tidak
menopang pembangunan.
Teori modernisasi merupakan teori yang didewakan negara-negara berkembang,
termasuk Indonesia. Menurut Yudistira teori modernisasi adalah suatu deskripsi dan
eksplanasi tentang proses transformasi dari masyarakat yang tradisional atau berkembang
menuju masyarakat modern. Menurut Edward F. Borgotta dan Maria Borgotta ciri
masyarakat modern ditandai dengan kecendrungan mereka menganggap teori modernisasi
sebagai salah satu perspektif sosiologi yang berorientasi pada pembangunan dan
keterbelakangan. Perhatian utama teori ini, yaitu pada cara masyarakat dulu dan sekarang
yang telah modern diwesternisasikan melalui proses pertumbuhan ekonomi dan perubahan
sosial, politik, dan struktur budaya.
Modernisasi sendiri menganut tiga asumsi pokok yakni :
1) Mempercayai kondisi tradisional serta modern sebagai kondisi yang
dikotomis.
2) Percaya bahwa faktor-faktor penyebab keterbelakangan adalah faktor non
material
3) Bersifat positivistik
Modernisasi bersifat universal sehingga perubahan sosial yang linier akan tercapai
jika masyarakat tradisional membangun dengan cara yang dipakai masyarakat modern.
Modernisasi akan melahirkan perubahan-perunbahan yang subtansial, baik dalam ilmu
pengetahuan, pikiran maupun bentuk organisasi sosial yang ada dalam masyarakat.

3
Teori modernisasi mengusung semangat pembangunan mengubah masyarakat dari era
tradisional menuju masyarakat modern. Mulai dari nilai, ekonomi, budaya, sosial dan politik
yang dipercaya masyarakat-masyarakat berkembang.2
2. Teori Ketergantungan
Teori ini merupakan penggabungan antara pandangan liberal dan sosialis. Asumsi
yang coba dikembangkan dalam teori ini hanya sebatas memberikan kesempatan kepada
negara-negara baru untuk berkembang melalui penyediaan fasilitas penunjang bagi negara
maju.
Hubungan ketergantungan dalam teori ini digambarkan sebagai posisi saling
membutuhkan dan saling mengisi. Bahwasanya keberhasilan pembangunan suatu negara
tidak akan tercapai tanpa bantuan dan ketergantungan pihak lain. Teori ini memberi pelabelan
kata terbelakang bagi suatu negara dengan kondisi teknologi dan ekonomi yang rendah
diukur dari sistem kapitalis. Disadari atau tidak, dibanyak negara, khususnya negara
berkembang, teori ketergantungan paling banyak dianut dan bertahan hingga kini. Sebut saja
di negara-negara Amerika Latin, Asia dan Pasifik, dampak dari pengaruh ketergantungan
teori ini sangat kuat. Teori ini mencengkeram hampir seluruh sendi-sendi kehidupan negara.
Negara-negara tersebut senantiasa menaruh harap pada bantuan negara kaya/maju sebagai
modal pembangunan masyarakat dan negaranya.
Santos menyatakan bahwa ada tiga bentuk ketergantungan, yaitu : ketergantunagan
kolonial, ketergantungan industri keuangan, dan ketergantungan teknologi industri.3
3. Teori Sistem Dunia
Lahirnya teori sistem dunia merupakan reaksi atas teori dependensi. Teori ini pertama
kali muncul oleh gagasan wellerstein yang mengkritisi penjelasan teori dependensi. Dasar
pemikiran wellerstein adalah sejarah dunia zaman dahulu yang dikuasai oleh sistem-sistem
kecil dalam dalam bentuk kerajaan atau sistem lain yang tidak saling berhubungan, kemudian
terjadi penggabungan, baik melalui penaklukkan militer maupun sukarela. Belajar dari
sejarah ini, Wellerrstein beranggapan bahwa dengan perkembangan teknologi perhubungan
dan bidang lain , muncullah sistem perekonomian dunia yang menyatu. Sistem perekonomian
ini menghubungkan kawasan-kawasan yang ada di dunia melalui pertukaran di pasar. Sistem
perekonomian dunia inilah yang sekarang muncul sebagai kekuatan yang menggerakkan
negara-negara di seluruh dunia.

2
Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007 hal 63 s/d 70
3
Ibid., hal 72 s/d 73

4
Menurut wellerstein, suatu negara bisa “naik atau turun kelas”. Dengan teori ini kita
dapat menjelaskan perkembangan negara-negara baru yang sangat pesat sehingga berhasil
menjadi negara maju, seperti Korea Selatan, Taiwan, hongkong, dan singapura. Inti dari teori
wellerstein ini adalah tiga strategi bagi terjadinya kenaikan kelas negara-negara dalam sistem
perekonomian dunia, yakni: pertama, kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan
yang datang. Kedua, kenaikan kelas terjadi melalui undangan bekerjasama dengan
perusahaan-perusahaan multinasional. Ketiga, kenaikan kelas terjadi karena kebijaksanaan
negara untuk memandirikan negaranya.4
Ada beberapa kritikan yang ditujukan pada teori ini, salah satunya adalah pendapat
yang menyatakan bahwa teori ini kurang memberi perhatian kepada struktur internal dari
negara-negara yang ada. Teori ini beranggapan bahwa negara-negara bergantung pada sistem
dunia yang merupakan hasil interaksi dari seluruh negara-negara yang ada.

B. Kritik Paradigma Pembangunan : Kemajuan Atau Kemunduran


Istilah pembangunan merupakan suatu ideologi yang berawal dari proses komunikasi.
Ideologi yang dimaksud yakni, sebuah paham atau aliran pemikiran yang mengandung misi
atau kepentingan tertentu.
Dalam pengertian politik, ideologi berarti seperangkat ide atau kekhususan definisi
realitas yang muncul dari atau melekat terhadap kepentingan yang sangat kuat. Hal yang
perlu diwaspadai adalah ketika ideologi ini dipahami secara sederhana, baik sengaja maupun
tidak karena akan menciptakan fanatisme paham yang berlebihan. Mengenai halk ini,
argumentasi R. William patut digaris bawahi, Penyalahgunaan teori akan dapat
mengakibatkan penerapan yang bersifat khayali (idealisme) atau ideologi fanatik yang
berlebihan. Akibatnya, konsep ini membawa permasalahan baru bagi pembangunan itu
sendiri. Mencermati keadaan ini ada dua pemikiran yang menjadi perhatian, yakni ; banyak
pihak menilai konsep tersebut sebagai upaya memisahkan masyarakat dari akar sejarah dan
konteks sosialnya, negara akan berkembang dalam kontrol kepentingan tertentu sehingga
membuka ruang munculnya ketergantungan negara.
Di Indonesia, sebagian besar masyarakat akhirnya tidak mampu bersikap kritis
terhadap pemahaman dan permasalahan yang dihadapinya. Sebaliknya, negara dalam hal ini
para elit politik sibuk dengan urusan kepentingannya masing-masing.
Perkembangan paradigma pembangunan selama ini, pada dasarnya hanya
memperbesar jurang pemisah dan perbedaan antara negara kaya dan negara miskin secara
4
Ibid., hal 75 s/d 76

5
ekonomis dan politis. Pola hubungan yang dinamis hanya menyisahkan tingkat
ketergantungan yang tinggi. Arus perdagangan, industri, dan keuangan, berada dalam
persekutuan ekonomi dan politis, sebagai suatu jaringan internasional yang luas dan dikuasai
oleh negara-negara Barat. Program bantuan keuangan dan bantuan teknis yang diusung oleh
dalil paradigma ini, lambat laun membatasi ruang gerak kemajuan suatu bangsa. Yang
berkembang kemudian adalah terminologi internasional mulai dari perdagangan, ekonomi,
keuangan menjadi bentuk korporasi internasional, yang bersifat ketergantungan dari para
penerima program bantuan tersebut.
Menurut ahli ekonomi,secara umum perencanaan pembangunan pada paradigma awal
adalah terpusat, dikendalikan oleh pemilik kekuasaan, tujuannya tidak sesuai dengan hakikat
pembangunan yang mestinya menyiratkan suatu perubahan masyarakat secara luas.
Hasil kajian kritikus sosial menyimpulkan bahwa gejala paradigma tersebut adalah
bentuk kemunduran paradigma yang berkembang selama ini.5

C. Potret Pembangunan Di Indonesia


Paradigma pembangunan senantiasa di pengaruhi oleh sumber kekuasaan sebagai
kekuatan penetrasinya. Pengaruh pemikiran arus utama (maenstream) yang berkembang
sangat sulit dielakan. Begitu kuatnya posisi pemikiran tersebut sehingga berhasil menjadi
salah satuh kekuatan dominan dalam merencanakan, mengelola, melaksanakan bahkan
mengedalikan pratik pembangunan.
Di indonesia, hasil pembangunan itu belum memperlihat perkembangan signifikan
bagi kebutuhan rakyat banyak. Sejak orde baru hingga era reformasi, pergeseran pendekatan
pembangunan yang menyebabkan permasalahan krusial pembangunan belum mendapatkan
perhatian serius dari pemerintah. Proses pembangunan yang dilakukan lebih kuat diwarnai
oleh perspektif politik dan ekonomi daripada perspektif budaya. Hal ini terlihat dengan
adanya usaha memobilitas masyarakat dalam memanfaatkan sumber- sumber potensi lokal
untuk kepentingan politik tertentu. Masyarakat hanya dipandang sebagai modal
pembangunan, bukan sebagai mitra pembangunan.
Sementara itu, pola kebijakan pembangunan oleh pemerintah (Inpres Desa
Tertinggal ( IDT) jaring pengaman sosial (JPS), Takesra / Kukesra, kredit Usaha Koperasi
(KUK), UP2K, Bantuan lansung tunai. Merupakan contoh nyata dari strategi pembangunan
yang diseragamkan di seluruh indonesia yang hanya mampu bertahan dan memberi efek

5
Ibid., hal 77 s/d 83

6
sementara, walaupun harus diakui pemerintah memunyai sense of responbility terhadap
permasalahan rakyatnya, kebijakan yang ditempuh cenderung bernuansa pada pola
pendekatan top down planning yang telaah di desain diatas. Lagi- lagi rakyat hanya
ditempatkan sebagai objek pembangunan semata, bukan sebagai entitas sosial yang diakui
keberadaanya, bahkan tragisnya lagi, proses pengambilan keputusanm pun tidak memihak
kepada rakyat, tetapi bermuara pada pemusatan kekuatan palitis secara ssebagai sebuah
sepihak. Proses pembangunan sendiri sebuah strategi dalam menemukan solusi memecahkan
tidak bertumpu pada usaha memberdayakan masyarakat dalam arti luas (sosial budaya,
ekonomi, politik, dan HAM) yang memberi manfaat.
Pembangunan yang notabene dari oleh rakyat tidak menunjukan keberpihakannya
kepada keadialan dan kemakmuran rakyat.Akibatnya pemerintah semakin kuat posisinya
dihadapan rakyat, sebaliknya sebagian besar rakyat, yang kehilangan daya tawar (borgaining
posistion), masih berkutat dengan permasalahannya sendiri, sementara kemiskinan,
penganguran dan ketidakadilan semakin akrab merajalela diberbagai kehidupan, ketidak
berdayaan dan keterpurukan baik secra ekonomi, sosial, politik, maupun budaya menjadi
potret suram kegagalan pemerintah.
Hal lain yang dianggap penting untuk disikapi oleh kita adalah pergeseran pola
kebijakan pemerintah, dari kekuasaan yang sentralistis menuju desentralisasi (pendelegasian
wewenang). Hal ini haruslah dimaknai sebagai peluang dan tantangan pembangunan.
Pergeseran ini sesungguhnya mengindikasikan political will pemerintah untuk mengatasi
permasalahan pembangunan bagi rakyatnya secara menyeluruh. Keinginan inilah yang
kemudian dianggap beberapa pihak mampu membawa angin segar bagi perubahan yang
menyeluruh. Pada tataranya persoalan- persoalan (kemiskinan, pengangguran dan
ketidakberdayaan) yang diakibatnya pratik pembangunan yang tidak partisipatif untuk
sementara dipercaya mampu ditanggulangi. Namun, pergeseran tersebut tidak serta merata
berpengaruh pada semangat mebangun tiap- tiap daerah. Konsep desentralisasi yang
dimanifestasikan dalam pratik pemerintah dengan otonomi yang dimiliki daerah, tidak juga
membawa perubahan peningkatan kesejateraan rakyatnya. 6

D. Model Pembangunan Yang Relevan

6
Ibid., hal 100 s/d 103

7
Berdasarkan pemikiran sebelumnya, model pembangunan yang berousat pada
rakyatnya perlu diwujudkan segera. Bersamaan dengan munculnya kesadara para ilmuan,
pengamat, dn pelaksana ( praktisi) pembangunan mengenai model pembangunan yang
relevan, Jact Rothman ( suharto, 2005) menyusun dan merumuskan 3 model tersebut dalam
praktik pembangunan pada masyarakat yakni:
a. Model pengembangan Lokal ( locality development Model). Model ini berasumsi
bahwa perubahan dalam masyarakat dapat dilakukan dengan partisipasi aktif
masyarakat lokal ( nilai sosial budaya) Model ini berupaya menumbuhkan
motivasi, perencanaan, dan tindakan tepat dari partisipasi aktif warga setempat
dalam mencaai tujuan pembangunan. Model ini sebagai upaya pemecahan dan
pengembangan partisipasi pada tingkat bahwah ( grassroots), dan solusi untuk
menghindari distrorsi kepetingan atau hilangnya identitas lokal. Hal ini di tempuh
melalui diskusi,musyawarah,komunikasi dan lokakarya yang melibatkan
kelembagaan organisasi dalam masyarakat dengan prinsip swadaya atau kerja
sama tujuan membuka orientasi pengetahuan, keterampilan, dan ilmu lainnya.
b. Model perencanaan sosial ( sosial planning modal) Model ini berangkat dari
asumsi bahwa suatu perubahan memerlukan analisi teknis dan rasional,
penyampain tujuan yang baik perlu didukung oleh perencanaan yang baik
pula.pleksitas permasalahan yang ada dalam masyarakat. Sehingga model ini
dianggap sebagai strategi pemecahan masalah ( problem solving) dengan
tindakan yang terarah. Karenanya, model ini mempunyai dan mengerjakan
permasalahan masyarakat dalam menemukan solusi dalam berbagai progam
kegiatan, seperti: kampanye anti narkoba, pemasaran sosial, anti korupsi,dll.
c. Model aksi Sosial ( Sosial Activity Model). Strategi dasar model ini mengagap
masyarakat terdiri dari kelompok- kelompok dan golongan- golongan ataupun
organisasi yang didasarkan pada etnis, suku, profesi,keterampilan, dan keahlian.
Model ini memperlakukan kelompok- kelompok tersebut sebagai sesuatu yang
inheren dalam masyarakat sehingga perlu diakui statusnya. Model ini bertujuan
mengadakan perubahan mendasar secara kelembagaan dan kebiasaan- kebiasaan
yang tidak bermanfaat. Engan pendekatan yang terorganisir, model ini melakukan
tindakan- tindakan konstruktif, terarah dan terencana untuk menyerap dan
mengartikulasikan kepentingan masyarakat.

8
Secara umum ketiga model pembangunan tersebut menegaskan bahwa prinsip
pembangunan menggunakan teknik partisipatif, rakyat menjadi pelaku ( subjek) utama dalam
mengelola, menguatkan dan memberdayakan kapasitas mereka. Dengan demikian , ketiga
model ini disepakati sebagai jalan keluar dalam mengnanggunglangi isu- isu pembangunan,
seperti: pendidikan,keterampilan dalam arti luas, pertanian , kesehatan, sanitasi, sarana ,dan
prasarana, serta lingkungan hidup.7

7
Ibid., hal 108 s/d 109

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Teori modernisasi adalah suatu deskripsi dan eksplanasi tentang proses transformasi
dari masyarakat yang tradisional atau berkembang menuju masyarakat modern.
Teori ketergantungan merupakan penggabungan antara pandangan liberal dan sosialis.
Asumsi yang coba dikembangkan dalam teori ini hanya sebatas memberikan kesempatan
kepada negara-negara baru untuk berkembang melalui penyediaan fasilitas penunjang bagi
negara maju.
Dengan teori sistem dunia ini kita dapat menjelaskan perkembangan negara-negara
baru yang sangat pesat sehingga berhasil menjadi negara maju, seperti Korea Selatan,
Taiwan, hongkong, dan singapura. Inti dari teori wellerstein ini adalah tiga strategi bagi
terjadinya kenaikan kelas negara-negara dalam sistem perekonomian dunia, yakni: pertama,
kenaikan kelas terjadi dengan merebut kesempatan yang datang. Kedua, kenaikan kelas
terjadi melalui undangan bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan multinasional. Ketiga,
kenaikan kelas terjadi karena kebijaksanaan negara untuk memandirikan negaranya.
B. Saran
Sebagai manusia yang selalu lalai dan lupa, tentu selalu membutuhkan kritik dan
saran yang dapat memberikan motivasi untuk inovasi selanjutnya. Semoga makalah
sederhana yang merupakan bentuk kecil dari sejuta karya besar ini dapat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi mereka yang haus akan tambahan pengetahuan dan mereka
yang menginginkan pengetahuan.

10
Daftar Pustaka

Sumadi Dilla, Komunikasi Pembangunan, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media,


2007)
Zulkarimen Nasution, Komunikasi Pembangunan ; Pengenalan Teori Dan
Penerapannya Ed. Revisi 7, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009)
http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/presenting/2142089-teori-awal
pembangunan/

11

Anda mungkin juga menyukai