Anda di halaman 1dari 15

Korelasi Nilai Status Oksidan dan Antioksidan pada Organ Korti dan Perubahan Fungsi Sel

Rambut Luar yang Diukur dengan Pemeriksaan DPOAE pada Koklea Tikus yang Terpapar
Bising.

Abstrak.

Gangguan pendengaran akibat bising dapat menimbulkan gangguan kulaitas hidup dan
meyebabkan kerusakan mekanis dan dekompensasi metabolik. DPOAE merupakan suatu
pemeriksaan untuk menilai fungsi sensori sel rambut luar. SOD dan MDA merupakan marker
terjadinya stres oksidatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat korelasi antara
pemeriksaan DPOAE dan ekspresi SOD dan MDA pada tikus yang terpapar bising. Penelitian
ini dilakukan pada 27 ekor tikus yang terbagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 (kontrol)
kelompok 2 dan kelompok 3 merupakan kelompok dengan paparan bising secara berturut-turut
100 dB dan 110 dB. Hasil dari penelitian ini menunjukkan penurunan ekspresi SOD dan nilai
DPOAE serta peningkatan ekspresi MDA pada tikus yang terpapar bising dan terdapat korelasi
antara pemeriksaan DPOAE dengan ekspresi SOD dan MDA.

Pendahuluan

Kebisingan dapat menyebabkan gangguan pendengaran baik yang didapat dari pekerjaan
maupun lingkungan sehari-hari (bukan dari pekerjaan) (Hong, 2013; Basner, 2013; Mathur,
2018). Selain gangguan pendengaran, kebisingan juga dapat menimbulkan gangguan kualitas
hidup seperti gangguan tidur, kelelahan, gangguan kehidupan sosial, kemampuan bekerja bahkan
dapat menyebabkan hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya (Kowalska, 2012; Hong,
2013; Basner, 2013 ; Neitzel, 2017). Diperkirakan sekitar 1,3 miliar populasi dunia menderita
gangguan pendengaran dan 10% dari seluruh populasi dunia beresiko menderita Noise Induced
Hearing Loss (NIHL) (Basner, 2013; Stucken, 2014).

Kerusakan sel rambut koklea dan kerusakan sinap merupakan penyebab utama NIHL
(Kurabi 2017). Secara umum kerusakan koklea pada NIHL disebabkan oleh dua mekanisme
yaitu kerusakan mekanik dan gangguan metabolik (Choi, 2011 ; Krug, 2015). Otoacoustic
Emission (OAE) merupakan emisi akustik yang dihasilkan oleh getaran aktif electro-motile dari
sel rambut luar pada organ korti (Zimatore, 2013). Emisi yang dihasilkan merupakan respon dari
rangsangan yang berasal dari berbagai frekuensi, sehingga hal ini dapat menjadi indikator fungsi
sensori sel rambut luar pada koklea (Kemp, 2009). Distortion product Otoaccoustic Emissions
(DPOAEs) adalah hasil dari proses intermodulasi aktif pada koklea yang dimediasi oleh sel
rambut luar dan diperoleh secara bersamaan yang menandakan rangsangan dua nada murni.
(Saurini, 2004)

1
Kerusakan sel rambut koklea bersifat reversibel disebut sebagai temporary threshold shift
(TTS) dan kerusakan sel rambut yang permanen atau hilangnya sel rambut luar dan sinaps
disebut dengan Permanent threshold shift (PTS). Ketika struktur sel rambut telah rusak secara
keseluruhan akan terjadi penumpukan Reactive Oxygen Spesies (ROS) dan menyebabkan
stimulasi aktif jalur stres intraseluler sehingga terjadi proses apoptosis dan nekrosis sel (Kurabi,
2017). ROS bekerja melalui 2 jalur yaitu jalur stres seluler dan mekanisme pertahanan. Ketika
terjadi ketidak seimbangan produksi antara ROS dan mekanisme antioksidan maka akan terjadi
stres oksidatif (Yuan, 2014). Malondialdehyde (MDA) merupakan suatu zat yang dihasilkan
ketika ROS bekerja pada membran lipoprotein dan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) pada
tingkat sel dan subseluler, sehingga pengukuran MDA dapat memberikan gambaran sejauh mana
kerusakan yang terjadi. Superoxide Dismutase (SOD) merupakan suatu enzime katalisator yang
mengubah superoxyde radical menjadi molekul hidrogen peroksida yang kurang berbahaya dan
molekul oksigen. Kemudian enzim antioksidan berikutnya dalam jalur seluler yaitu Glutathione
peroxidase (GSH-Px) dan katalase (CAT) mengkatalisis reaksi pemecahan hidrogen peroksida
menjadi air sehinga pengukuran ketiga enzim ini dapat mengetahui status antioksidan pada
pekerja yang terpapar bising (Pinar, 2011).

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini kami ingin
mengetahui bagaimana kerusakan sel rambut luar koklea yang diukur dengan menilai perubahan
status oksidan dan antioksidan pada organ korti apakah memiliki korelasi dengan perubahan
fungsi sel rambut luar yang diukur dengan DPOAE pada tikus yang terpapar bising.

Metode dan material

Penelitian ini menggunakan randomized post test only control group laboratory
experimental design yang dilakukan pada 27 ekor tikus rattus norvegicus jantan galur murni
dengan berat 200-300 gram dan dinyatakan sehat oleh dokter hewan. Suasana lingkungan
dikondisikan dengan suhu kandang dipertahankan 20 0C-26 0C dan kelembapan udara 30-70%
dan dipastikan mendapat sumber cahaya, makanan dan minuman yang cukup (Guide for the care
and use of laboratory animals, 2011). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari lembaga etik
penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (No.509/TGL/KEPK FK USU-
RSUP HAM /2018).

Kelompok percobaan dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari 9 ekor tikus pada
setiap kelompoknya. Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol yang tidak mendapat

2
perlakuan bising; kelompok 2 dan kelompok 3 merupakan kelompok tikus yang mendapat
perlakuan bising secara berturut-turut 100 dB dan 110 dB. Perlakuan bising dilakukan dengan
menempatkan tikus pada kotak dengan ukuran (64,5 x 45 x 40) cm terbuat dari gabus dilapisi
oleh busa, speaker diletakkan menempel pada atap penutup kotak dan dasar kotak dibuat lubang
untuk mengukur intensitas, pengukuran intensitas bising menggunakan alat sound level meter
yang dilakukan di delapan titik dimana kandang tikus akan ditempatkan dengan perbedaan
bising tidak melebihi 1 dB yang diukur menggunakan sound level meter. Rekaman suara bising
yang diberikan pada frekuensi 1-10.000Hz dan amplifier digunakan untuk mengatur intensitas
(dB) sesuai tombol volume dan sound level meter. Bising diberikan selama 2 jam setiap hari
selama 2 hari.

Pemeriksaan DPOAE dilakukan sebanyak dua kali, yaitu menghitung nilai SNR (Signal
to Noise Ratio) sebelum dilakukan perlakuan dan setelah perlakuan bising selesai. Alat DPOAE
yang digunakan adalah merk Elios Elito Otodia (Echodia Ltd., London, UK). Sebelum
pemeriksaan dilakukan tikus terlebih dahulu dianestesi dengan menggunakan Ketamin dengan
dosis 90mg/kgBB dan Xylazine dengan dosis 10mg/KgBB yang disuntikkan secara
intraperitonial (Institute for Animal Studies veterinarians Albert Einstein College of medicine,
2014; Toydemir, 2015). Setelah pemeriksaan DPOAE, semua tikus diterminasi dan dilakukan
nekropsi tulang temporal. Tulang temporal yang diambil difiksasi dengan larutan buffer formalin
10%, kemudian dengan menggunakan EDTA selama 4 minggu diharapkan terjadi dekalsifikasi.
Selanjutnya Setiap sampel jaringan disiapkan dalam blok parafin dan diiris menjadi bagian
setebal 4 μm dan ditempatkan di dalam kaca objek untuk kemudian diwarnai dengan
hematoxylin-eosin dan pewarnaan imunohistokimia yaitu SOD dengan antibodi primer (SOD-2
(A-2) (Santa Cruz Biotechnology, Inc. cat#sc-133134)) dan MDA dengan anti-malondialdehyde
antibody (abcam cat#ab6463) untuk menilai ekspresi kedua protein tersebut pada organ korti
koklea. Penghitungan ekspresi SOD dan MDA menggunakan mikroskop olimpus XC 10 dengan
menggunakan pembesaran 40x yang dilakukan oleh 2 orang pemeriksa secara terpisah (peneliti
dan ahli patologi anatomi) dengan metode double-blind (Haryuna 2018) . Ekspresi SOD dan
MDA dinilai dengan skor luas (P) dan Intensitas (I) dari warna coklat pada sitoplasma. Skor
intensitas: 1-3, skor luas 0: 0%; 1, <10%; 2, 10% –50%; 3,> 50% dan skor immune-reactive
didapatkan dari perkalian P dan I, menghasilkan skor dari 0–9 (Tan, 2005).

Semua data yang terkumpul di analisa secara statistik menggunakan uji ANNOVA untuk
menilai perbedaan pada setiap perlakuan dan dilakukan juga analisa bivariat dengan

3
menggunakan uji pearson untuk menilai korelasi antara pemeriksaan DPOAE dengan ekspresi
SOD dan MDA.

Hasil

Sebelum dilakukan pewarnaan imunohistokimia terlebih dahulu dilakukan pewarnaan


Hematoxylin Eosin (HE) untuk mendapatkan potongan koklea yang lebih tepat. Pewarnaan HE
yang dimaksud dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Gambaran organ korti koklea Rattus novergicus (panah merah) dengan pewarnaan hematoxylin-eosin dibawah
pembesaran 40.

Dijumpai penurunan ekspresi SOD pada kelompok tikus yang mendapat paparan bising
baik pada kelompok dengan paparan bising 100 dB (kelompok 2) maupun 110 dB (kelompok 3)
dibandingkan dengan pada kelompok kontrol (kelompok 1). Pada gambar 2 warna coklat pada
sitoplasma menunjukkan ekspresi SOD dimana terlihat penurunan intensitas warna coklat pada
organ korti koklea kelompok 3 dibandingkan dengan kelompok 2 dan kelompok 1. Semakin
tinggi intensitas bising yang diberikan nilai rata-rata ekspresi SOD semakin menurun. Hal ini
dapat terlihat pada tabel 1. Pada uji ANOVA seperti yang terlihat pada tabel 2 dan uji Post Hoc
pada tabel 3 dijumpai perbedaan bermakna pada nilai Ekspresi SOD antara kelompok 1 dengan
kelompok 2 dan 3 (P< 0,05), tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna antara kelompok 2
dengan kelompok 3 pada nilai SOD (P> 0,05).

4
A B C
Gambar 2 Ekspresi SOD dengan pembesaran 400 pada tiap kelompok yaitu A; Kelompok 1, B; Kelompok 2 dan C; Kelompok 3,
tanda panah menunjukkan ekspresi SOD pada organ korti koklea yang ditandai dengan warna coklat pada sitoplasma.

Tabel 1. Nilai rata-rata ekspresi SOD pada setiap kelompok


N Mean Std.
Deviation
kelompok 1 9 9,22 1,856
kelompok 2 9 6,56 2,833
kelompok 3 9 4,22 1,641
Total 27 6,67 2,948
Tabel 2 Hasil Uji ANOVA terhadap Ekspresi SOD pada Setiap Kelompok
kelompok Perbedaan rerata ± Standar Deviasi Nilai p
kelompok 1 9,22 ± 1,856 ,000*
kelompok 2 6,56 ± 2,833 ,000*
kelompok 3 4,22 ± 1,641 ,000*
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)
Tabel 3 Hasil Uji Post Hoc terhadap Ekspresi SOD pada Setiap Kelompok
kelompok Rerata ± Standar Perbedaan Nilai p
Deviasi rerata
kelompok 1 kelompok 2 9,22 ± 1,856 2,667 ,047*
kelompok 3 6,56 ± 2,833 5,000 ,000*
kelompok 2 kelompok 3 4,22 ± 1,641 2,333 ,096
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)

Dari hasil penelitian dijumpai nilai rata-rata MDA semakin meningkat signifikan pada
kelompok 2 dan kelompok 3 dibandingkan kelompok 1. Pada gambar 3 warna coklat pada
sitoplasma menunjukkan ekspresi MDA dimana terlihat peningkatan intensitas warna coklat
pada organ korti koklea kelompok 3 dibandingkan dengan kelompok 2 dan kelompok 1.
Semakin tinggi intensitas bising yang diberikan semakin tinggi ekspresi MDA yang
ditunjukkkan. Hal ini dapat terlihat pada tabel 4. Uji ANOVA seperti yang terlihat pada tabel 5
dan uji Post Hoc pada tabel 6 menunjukan adanya perbedaan bermakna pada nilai ekspresi MDA
pada kelompok 1 dengan kelompok 2 dan 3 (P< 0,05), tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna
antara kelompok 2 dengan kelompok 3 pada nilai MDA (P> 0,05).
5
A B C

Gambar 3 Ekspresi MDA dengan pembesaran 400 pada tiap kelompok yaitu A; Kelompok 1, B; Kelompok 2 dan C; Kelompok 3,
tanda panah menunjukkan ekspresi MDA pada organ korti koklea yang ditandai dengan warna coklat pada sitoplasma.

Tabel 4. Nilai rata-rata ekspresi MDA pada setiap kelompok.


N Mean Std.
Deviation
kelompok 1 9 2,44 1,130
kelompok 2 9 5,67 2,598
kelompok 3 9 7,11 3,333
Total 27 5,07 3,137

Tabel 5 Hasil Uji ANOVA terhadap Ekspresi MDA pada Setiap Kelompok
kelompok Rerata ± Standar Deviasi Nilai p
kelompok 1 2,44 ± 1,130 ,002*
kelompok 2 5,67 ± 2,598 ,002*
kelompok 3 7,11 ±3,333 ,002*
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)
Tabel 6 Hasil Uji Post Hoc terhadap Ekspresi MDA pada Setiap Kelompok
kelompok Rerata ± Standar Perbedaan Nilai p
Deviasi rerata
kelompok 1 kelompok 2 2,44 ± 1,130 3,222 ,037*
kelompok 3 5,67 ± 2,598 4,667 ,002*
kelompok 2 kelompok 3 7,11 ±3,333 1,444 ,711
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)

Nilai rata-rata DPOAE ditemukan menurun pada kelompok tikus yang mendapat paparan
bising baik pada kelompok 2 maupun kelompok 3 dibandingkan dengan kelompok 1. Hal ini
dapat terlihat pada tabel 7. Pada uji ANOVA seperti yang terlihat pada tabel 8 dan uji Post Hoc
pada tabel 9 dijumpai perbedaan bermakna pada nilai DPOAE antara kelompok 1 dengan
kelompok 2 dan 3 (P< 0,05), tetapi tidak dijumpai perbedaan bermakna antara kelompok 2
dengan kelompok 3 (P> 0,05).

Tabel 7. Nilai rata-rata SNR pada setiap kelompok


N Mean Std.

6
Deviation
kelompok 1 9 9,689 2,2718
kelompok 2 9 4,511 1,4461
kelompok 3 9 4,600 2,0785
Total 27 6,267 3,1053

7
Tabel 8 Hasil Uji ANOVA terhadap nilai SNR pada setiap kelompok.
kelompok Rerata ± Standar deviasi Nilai p
kelompok 1 9,689 ± 2,2718 ,000*
kelompok 2 4,511 ± 1,4461 ,000*
Kelompok 3 4,600± 2,0785 ,000*
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)

Tabel 9 Hasil Uji post Hoc terhadap nilai SNR pada setiap kelompok.
kelompok Rerata ±Standar Perbedaan Nilai
Deviasi rerata p
kelompok 1 kelompok 2 9,689 ± 2,2718 5,1778 ,000*
kelompok 3 4,511 ± 1,4461 5,0889 ,000*
kelompok 2 kelompok 3 4,600± 2,0785 0,0889 ,995
*Bermakna secara statistik (p < 0.05)

Pada penelitian ini seperti terlihat pada tabel 10 dan 11 dijumpai korelasi positif antara
ekspresi SOD dengan nilai SNR sebaliknya ditemukan korelasi negatif antara ekspresi MDA
dengan nilai SNR pada kelompok 3, tetapi tidak menemukan adanya korelasi bermakna antara
ekspresi SOD dan ekspresi MDA dengan nilai SNR pada kelompok 2 seperti yang terlihat pada
tabel 12 dan 13.

Tabel 10 Korelasi Ekspresi SOD dan Nilai SNR kelompok 3


Kelompok 3 Mean ± SD r P Value
SOD 4,22 ± 1,641 0,733 0,025*
SNR 4,600 ± 2,0785
* Perbedaan bermakna secara statistik
Tabel 11 Korelasi Ekspresi MDA dan Nilai SNR kelompok 3
Kelompok 3 Mean ± SD r P Value
MDA 7,11 ± 3,333 -0,678 0,045*
SNR 4,600 ± 2,0785
* Perbedaan bermakna secara statistik
Tabel 12 Korelasi Ekspresi SOD dan Nilai SNR kelompok 2
Kelompok 2 Mean ± SD r P Value
SOD 6,56 ± 2,833 0,99 0,800
SNR 4,511 ± 1,4461

Tabel 13 Korelasi Ekspresi MDA dan Nilai SNR kelompok 2


Kelompok 2 Mean ± SD r P Value
MDA 5,67 ± 2,598 -0,475 0,197

8
SNR 4,511 ± 1,4461

Diskusi
Pada penelitian ini kami menggunakan tikus putih Rattus norvegicus jantan. Sebagian
besar penelitian biologi tentang gangguan pendengaran sensorineural telah dilakukan pada
kucing, chinchilla, gerbil, marmut dan tikus. Kucing adalah hewan yang sangat kuat, sehingga
berguna untuk rekaman elektrofisiologi jangka panjang. Chinchillas sering digunakan karena
jangkauan pendengaran mereka hampir identik dengan manusia tetapi lebih rentan terhadap
trauma akustik dari pada manusia. Rentang pendengaran bagian atas pada marmut dan gerbil
sedikit lebih tinggi dari pada pada manusia, tetapi koklea mereka dapat digunakan untuk
rekaman fisiologis dan analisis anatomi. Seiring dengan perkembangan pesat dalam biologi
molekuler dan genomik, penelitian telah bergeser dari penggunaan hewan tersebut diatas ke arah
penggunaan tikus, khususnya, strain bawaan di mana efek variabilitas genetik sangat berkurang
(Salvi & Boetcher, 2008). Pada penelitian yang dilakukan oleh Milon, menemukan bahwa tikus
betina secara signifikan lebih terproteksi terhadap NIHL dibandingkan dengan tikus jantan
(Milon, 2018).
Penelitian ini memakai frekuensi kebisingan1 – 10 KHz karena penelitian yang pernah
dilakukan oleh Heffner menunjukkan frekuensi pendengaran tikus berkisar antara 1-72 KHz, dan
sensitifitas pendengaran tikus terbaik pada frekuensi 8KHz (Heffner,1980). Intensitas yang
diberikan adalah 100 dB dan 110 dB selama 2 jam hal ini mengikuti penelitian sebelumnya
yaitu bising dengan intensitas 100 dB selama 2 jam telah terjadi perubahan yang bermakna
terhadap ekspresi protein calcineurin, NFAT1c,dan indeks apoptosis (Haryuna, 2016).
Pada penelitian ini terdapat penurunan ekspresi SOD dan peningkatan ekspresi MDA
pada kelompok dengan paparan bising dan terdapat perbedaan bermakna ekspresi SOD dan
ekspresi MDA pada tikus yang terpapar bising dibandingkan dengan kelompok kontrol. Semakin
tinggi intensitas bising yang diberikan semakin tinggi ekspresi MDA dan semakin rendah
ekspresi SOD yang didapat jika dibandingkan dengan kelompok tanpa paparan bising. Paparan
bising menyebabkan kebutuhan energi meningkat. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
ROS. Kerusakan koklea terjadi akibat produksi ROS secara berlebihan sehingga mengaktifkan
mekanisme antioksidan endogen seperti SOD. Peningkatan produksi Superoxide Anion Radical
(O2 • -) dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada sel-sel rambut dan / atau
meningkatkan produksi ROS yang lebih berbahaya, termasuk hidrogen peroksida (melalui reaksi
yang dikatalisis oleh SOD) dan Hydroxil Radical (melalui Reaksi Fenton dan Haber-Weiss)

9
(Bielefeld, 2005). Hydroxil Radical ini akan menginisiasi terjadinya proses peroksidasi lipid
secara langsung terhadap struktur polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang terkandung pada
dinding membran sel dan mitokondria. Produk akhir peroksidasi lipid seperti MDA dan4-
hydroxyalkenal (HAE) merupakan indikator stres oksidatif yang telah terbukti ditemukan dalam
sel-sel rambut, sel-sel penyokong, neuron ganglion spiralis dan stria vaskularis setelah pajanan
bising. (Poirrier, et al., 2010).
Hasil yang didapat pada penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
terhadap chinchilla yang diberikan paparan bising sebesar 4 kHz dengan intensitas 150 dB SPL
selama 2 jam yang menemukan peningkatan level MDA pada deretan sel rambut luar koklea
(Henderson, Hu & Bielefeld, 2008). Penelitian Demirel dkk menemukan peningkatan MDA
pada paparan bising yang berarti adanya stres oksidatif melalui jalur peroksidasi lipid (Demirel,
2009).
Penelitian terhadap jaringan koklea marmut didapati peningkatan konsentrasi MDA
secara bermakna akibat pajanan bising sebesar 176 dB SPL dengan frekuensi 1.05 - 20.3 kHz
selama 72 jam dibandingkan dengan kelompok kontrol. Setelah dilakukan analisis dengan
mikroskop elektron, sel-sel rambut luar dan stereosilia mengalami kerusakan lebih banyak pada
daerah basal turn dan second turn dari koklea. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah-daerah
tersebut lebih rawan dibandingkan daerah apex dari koklea (Xiong, et al., 2012).
Dehghani dkk menemukan kadar MDA pada serum dan jaringan liver yang meningkat
secara bermakna pada tikus albino galur Wistar setelah pajanan bising (100 dB, 700 - 5700 Hz, 8
jam/hari selama 8 hari dan 14 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak terpajan
bising) (Deghani, 2013).
Berbagai jenis kerusakan koklea terutama terjadi pada sel rambut luar dapat disebabkan
oleh paparan bising sehingga terjadi gangguan pendengaran. Paparan bising menyebabkan stres
oksidatif yang mengakibatkan terjadinya apoptosis dan nekrosis sel. Kematian sel koklea, terjadi
akibat kebisingan, obat-obatan ototoksik, dan penuaan terjadi baik melalui peningkatan produksi
ROS atau penipisan pertahanan antioksidan. Ketidakseimbangan dalam rasio ROS / antioksidan
dapat menyebabkan kematian sel karena kerusakan protein, DNA, dan membran sel. Selain itu,
ROS diduga dapat bertindak sebagai pemicu apoptosis. Kematian sel apoptosis telah terlibat
sebagai proses kematian sel utama dalam perluasan kerusakan sel rambut setelah paparan
kebisingan. (Bielefeld, 2005) Penelitian Nasezadeh et al yang dilakukan pada tikus dengan
pemberian bising 100 dB selama 14 hari menemukan bahwa telah terjadi kerusakan berat pada
sel rambut luar koklea dan kerusakan ringan pada sel rambut dalam dan sel-sel penunjang dan
peningkatan aktifitas enzim antioksidan seperti SOD, CAT dan GPX pada tikus yang terpapar

10
bising. Mereka juga menemukan bahwa telah terjadi peningkatan level MDA pada kelompok
tikus dengan paparan bising (Nasezadeh,2017).
ROS adalah salah satu mekanisme yang mendasari gangguan pendengaran yang
disebabkan oleh kebisingan (NIHL). Manganese superoxide dismutase (Mn-SOD), enzim
antioksidan yang bekerja di dalam mitokondria, mengubah superoksida beracun menjadi
hidrogen peroksida. Penelitian yang dilakukan oleh Tuerdi menyelidiki peran Mn-SOD dalam
NIHL dengan memeriksa tingkat gangguan pendengaran dan kerusakan sel rambut setelah
paparan kebisingan dengan intensitas 120 dB selama 4 jam selama 14 hari pada tikus tipe
C57BL / 6 tipe wild type (WT) dan tikus Mn-SOD heterozygous knockout (HET). Mereka
menemukan Ambang batas ABR rata-rata sama pada semua frekuensi pada kedua kelompok 1
jam setelah paparan kebisingan, tetapi secara signifikan lebih buruk, terutama pada 4 kHz, pada
hari ke 7 dan ke 14 setelah paparan bising pada tikus HET dibandingkan dengan tikus WT.
Kerusakan sel rambut luar secara signifikan lebih besar di semua belokan koklea pada tikus HET
dibandingkan dengan tikus WT. Secara kolektif, temuan ini menunjukkan bahwa Mn-SOD
memainkan peran penting dalam melindungi koklea dari kerusakan yang disebabkan oleh
kebisingan (Tuerdi,2017).
NIHL merupakan penurunan pendengaran permanen yang terjadi secara bertahap setelah
paparan kebisingan intensitas tinggi yang menyebabkan kerusakan sel rambut luar dan
stereosilia. (Nandi & Dhatrak, 2008). Distortion product Otoaccoustic Emissions (DPOAEs)
adalah hasil dari proses intermodulasi aktif pada koklea yang dimediasi oleh sel rambut luar dan
diperoleh secara bersamaan yang menandakan rangsangan dua nada murni (Saurini, 2004).
Sehingga untuk menilai fungsi sel rambut luar dapat dinilai dengan pemeriksaan DPOAE.
Pada penelitian ini menemukan bahwa semakin tinggi intensitas bising yang diberikan
semakin rendah nilai SNR yang didapat, terdapat perbedaan yang bermakna nilai SNR antara
kelompok 1 dengan kelompok 2 dan kelompok 3, hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Nassiri et al yang dilakukan pada tikus dengan intensitas bising 65 dB, 85
dB, 95 dB dan 105 dB selama 3 jam dan 8 jam perhari dimana mereka menemukan korelasi
negatif dari nilai SNR dengan intensitas bising yang diberikan, semakin tinggi intensitas bising
yang diberikan semakin rendah nilai SNR yang didapat dengan perbedaan yang bermakna
(Nassiri, 2016).
Pada penelitian ini ditemukan korelasi positif yang bermakna antara nilai SNR dengan
ekspresi SOD dan korelasi negatif yang bermakna antara nilai SNR dengan ekspresi MDA pada
kelompok 3 tetapi tidak menemukan korelasi yang bermakna antara nilai SNR dengan Ekspresi
SOD dan MDA antar kelompok 1 dan 2. Hal ini dapat diartikan apabila telah terjadi penurunan

11
nilai SNR maka didapati nilai ekspresi SOD yang semakin rendah dan nilai ekspresi MDA yang
semakin tinggi. Setiap terjadinya kerusakan fungsi sel rambut luar telah didapati perubahan nilai
oksidan dan antioksidan.
Peningkatan level MDA pada kelompok kelinci yang diberi pajanan bising 100 dB
selama 1 jam yang menunjukkan hubungan yang kuat antara gangguan pendengaran akibat
bising dengan sistem antioksidan (Derekoy, 2001) . Proses peroksidasi lipid pada membran sel
rambut luar marmut ditemukan meningkat setelah paparan bising sebesar 4 kHz dengan
intensitas 115 dB SPL, yang pada akhirnya menyebabkan kematian sel rambut luar (Henderson,
et al., 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Yildirim, et al. (2007) terhadap pekerja tekstil yang
terpapar bising menunjukkan level MDA secara bermakna lebih tinggi dibanding kontrol.
Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa pajanan bising menyebabkan gangguan
pendengaran serta peningkatan stres oksidatif dan keduanya memiliki hubungan.

Kesimpulan.
Paparan bising dapat menyebabkan perubahan nilai ekspresi SOD, ekspresi MDA dan
nilai SNR. Semakin tinggi bising yang diberikan nilai ekspresi SOD dan nilai SNR akan
semakin menurun,sementara nilai ekspresi MDA yang dihasilkan semakin meningkat. Hal ini
membuktikan bahwa gangguan pendengaran akibat bising terjadi dari 2 mekanisme yaitu secara
mekanis dan dekompensasi metabolik sehingga terjadinya stres oksidatif. Penelitian ini telah
dapat membuktikan adanya korelasi antara nilai SNR dengan ekspresi SOD dan ekspresi MDA
pada kebisingan 110 dB (kelompok 3).

12
Referensi

Bielefeld, E.C., Hu, B.H., Harris, K.C. and Henderson D., 2005. Damage and
threshold shift resulting from cochlear exposure to Paraquat-generated superoxide. Hear
Res, 207(1-2), pp.35-42.

Basner M., Babisch W., Davis A., Brink M., Clark C., Janssen S., Stansfeld S.
2014 Auditory and non-auditory eff ects of noise on health. lancet.com, hh 1-8

Choi C.H., 2011 Mechanisms of noise-induced hearing loss and treatment. Korean
Academy of Audiology, 7 hh 124-32

Deghani A., Ranjbarian M., Khavanin A., rezazade-Azari M., Vosooghi S., 2013
Expossure to noise pollution and its effect on oxidants and antioxidant parameter in blood
and liver tissue of rat Zahedan J Res Med Sci 15(5) pp 13-17

Demirel R., Mollaoğlu H., Yeşilyurt H., Üçok K., Ayçiçek A., Akkaya M., Genç
A., Uygur R., Doğan M. 2004 Noise induces oxidative stress in rat. Eur J Gen Med, 6 1 hh
20-4

Derekoy, F.S., Dundar, Y., Aslan, R. and Cangal A., 2001. Influence of noise
exposure on antioxidant system and TEOAEs in rabbits. Eur Arch Otorhinolaryngol, 258,
pp.518-22.

Haryuna T. S. H. b, Riawan W., Reza M., Purnami N., Adnan A., 2016 Curcumin
prevents cochlear oxidative damage after noise exposure. International Journal of
Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 8 1 hh 175-8

IAS 2014 Recommended Methods of Anesthesia, Analgesia, and Euthanasia for


Laboratory Animal Species. Institute for Animal Studies veterinarians

Institute for Laboratory Animal Research Committee for the Update of the Guide
for the Care and Use of Laboratory Animals , 2011 Guide for the care and use of laboratory
animals. National Academy Press Washington, D.C. hh 1-220

Heffner H., 1980 Hearing in glires: domestic rabbi, cotton rat, feral house mouse,
andkangaroo rat J. Accoust.Soc. am. 68 (6) pp 1584-1599

Henderson, D., Bielefeld, E.C., Harris, K.C. and Hu, B.H., 2006. The role of
oxidative stress in noise-induced hearing loss. Ear Hear, 27(1), pp.1-19.

Henderson, D., Hu, B. and Bielefeld, E., 2008. Patterns and mechanisms of noise-
induced cochlear pathology. In: Schact, J., Popper, A.N. and Fay, R.R., eds. Auditory
trauma, protection, and repair. New York: Springer Science, pp.195-217.

Hong O., Kerr M. J., Poling G. L., Dhar S. 2013 Understanding and preventing
noise induced hearing loss disease. A Month Elsevire, hh 110-8

Krug E., Cieza M. A., Chadha S., Sminkey L., Morata T., Swanepoel D., Fuente
A., Williams W., Cerquone J., Martinez R., Stevens G., Peden M., Rao S., Agarwal P.,
Zeeck A., Bladey A., Arunda M., Ncube A. 2015 Hearing Loss Due To Recreational
Exposure To Loud Sounds: A Review. WHO hh 1 -16

13
Kemp D .T., 2009 Otoacoustic emissions. Centre for Auditory Research Elsevier,
hh 317-36

Kowalska M., Davis A. 2012 Noise-induced hearing loss Noise and Health 14 61
hh 274-80

Kurabi A., Keithley E. M., Housley G. D., Ryan A. F., Wong A. C. Y., 2017
Cellular mechanisms of noise-induced hearing loss Hearing Research. Science Direct, 349
hh 129-37

Mathur N. N., 2018 Noise induced hearing loss emedicine background,


pathophysiology, epidemiology. hh 1-5

Martin L. L. B., Martin G. K. 2013 Otoacoustic emissions disorders of peripheral


and central auditory processing. Handbook of Clinical Neurophysiology, Vol. 10 6 hh 115-
34

Millon B., Mitra S., Song Y.,Marguilles Z., Casserly R., Drake V., Mong J. A.,
Depireux D. A., Hertzano R., 2018 The impact of biological sex on the response to nois and
of otoprotective therapies against acoustic injury in mice. Biology of sex differences. 9(12)
pp 1-14

Nandi, Dhatrak. 2008. Occupational noise-induced hearing loss in India. Indian


Journal of Occupational and environmental,12:53-56.

Nassiri P,. Zare S., Pour M. R. M. E., Pourbakht A., Azam K., Golmohammadi T.,
2016 Assessment of the Effects of Different Sound Pressure Levels on Distortion Product
Otoacoustic Emissions (DPOAEs) in Rats. International Journal Of Occupational Hygiene,
8 hh 93-9

Nasezadeh P,. Shahi F, Fridoni M,. Seydi E,. Izadi M,. Salimi A,. 2017,. Moderate
O3/O2 therapy enhances enzymatic andnnon-enzymatic antioxidant in brain and cochlear
that protects noise-induced hearing loss. Free Radical Reasearch, pp 1-5

Neitzel R., Fligor B., 2017 Determination of risk of noise-induced hearing loss due
to recreational sound: review. WHO, hh 1-24

Pinar T., Atli A. K., Alacam H., Karabulu I., Soguksulu I., Atas A., Omar B. M.,
Amin N. A., Akyol O., 2011 The effects of noise on oxidative and antioxidative balance in
human erythrocytes international. Journal of Hematology and Oncology, 1 21 hh 10-8
Poirrier, A.L., Pincemail, J., Van Den Ackerveken, P., Lefebvre, P.P. and
Malgrange, B., 2010. Oxidative stress in the cochlea: An update. Current Medicinal
Chemistry, 17(31), pp.1-14.
Salvi, R. and Boettcher, F. A., 2008. Animal Models of Noise-Induced Hearing
Loss in Sourcebook of Models for Biomedical Research, pp. 289–301. doi: 10.1007/978-1-
59745-285-4_32.
Saurini P., Nola G., Lendvai D., 2004 Otoacoustic emissions: a new method for
newborn hearing screening. European Review for Medical and Pharmacological Sciences, 8
hh 129-33

14
Stuckena E. Z., Hong R. S., 2014 Noise-induced hearing loss: an occupational
medicine perspective. Curent Opinion Otolaryngology, 5 22 hh 388-93

Tan K. B., Putti T. C., 2005 Cyclooxygenase 2 expression in


nasopharyngealcarcinoma: immunohistochemical findings and potential. implications J Clin
Pathol 58 hh 535–8

Toydemir T., Kanter M., Erboga M., Oguz S., Erenoglu C., Antioxidative,
antiapoptotic and proliferative effect of curcumin on liver regeneration after partial
hepatectomy in rats. Toxicol. Ind. Health. 2015 31 hh162–172.

Tuerdi A,. Kinoshitaa M,. Kamogashiraa T,. Fujimotoa C,. Iwasakia S,. Shimizub
T,. Yamasobaa T,. 2017. Manganese superoxide dismutase influences the extent of noise-
induced hearing loss in mice. In Neuroscience Letters 642 pp 123–128

Xiong M., Lai H., Yang c., Huang W., Wang J., Fu X., He Q., 2012 Comparison of
the protective effects of radix astragali, α-lipolic acid, and vitamin E on accute acouctic
trauma. Clinical medicine insights; Ear, Nose throat 5 pp 25-31

Yildirim, I., Kilinc, M., Okur, E., Inanc, T.F., Kilic, M.A., Kurutas, E.B. and
Ekerbicer, H.C., 2007. The effects of noise on hearing and oxidative stress in textile
workers. Ind Health, 45(6), pp.743-9.

Yuan H., Wang X., Hill K., Jun Chen., Lemasters J., Yang S. M., Sha S. H., 2014
Autophagy attenuates noise-induced hearing loss by reducing oxidative stress hh 1-47.

Zimatore G., Stanzial D., Orlando M. P., 2013 Otoacoustic Emissions. Research
and Applications Intech hh 204-23

15

Anda mungkin juga menyukai