Anda di halaman 1dari 11

Sabtu, 19 Oktober 2013

KONSEP GENDER DALAM KESEHATAN REPRODUKSI WANITA

DEFINISI GENDER

Gender merupakan Peran sosial dimana peran laki-laki dan perempuan


ditentukan perbedaan fungsi,   perandan tanggung jawab laki-laki dan perempuan
sebagai hasil konstruksi sosial yang dapat berubah atau diubah sesuai perubahan
zaman peran dan kedudukan sesorang yang dikonstrusikan oleh masyarakat. dan
budayanya karena sesorang lahir sebagai laki-laki atau perempuan. (WHO 1998). 

Gender adalah suatu konsep budaya yang berupaya untuk membuat


perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal peran, perilaku, mentalitas
dan karakteristik emosional.

Gender adalah peran dan kedudukan seseorang yang dikonstruksikan oleh


budaya karena seseorang lahir sebagai perempuan atau lahir sebagai laki-laki. 
Contoh :Sudah menjadi pemahaman bahwa laki-laki itu akan menjadi kepala
keluarga, pencari nafkah, menjadi orang yang menentukan bagi perempuan.
Seseorang yang lahir sebagai perempuan, akan menjadi ibu rumah tangga, sebagai
istri, sebagai orang yang dilindungi, orang yang lemah, irasional, dan emosional.

 dikenal ada tiga jenis peran gender sebagai berikut. :


1. Peran produktif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, menyangkut
pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa, baik untuk dikonsumsi
maupun untuk diperdagangkan. Peran ini sering pula disebut dengan peran
di sector publik.
2. Peran reproduktif adalah peran yang dijalankan oleh seseorang untuk
kegiatann yang berkaitan dengan pemeliharaan sumber daya manusia dan
pekerjaan urusan rumah tangga, seperti mengasuh anak, memasak,
mencuci pakaian dan alat-alat rumah tangga, menyetrika, membersihkan
rumah, dan lain-lain. Peran reproduktif ini disebut juga peran di sektor
domestik.
3. Peran sosial adalah peran yang dilaksanakan oleh seseorang untuk
berpartisipasi di dalam kegiatan sosial kemasyarakatan, seperti gotong-
royong dalam menyelesaikan beragam pekerjaan yang menyangkut
kepentingan bersama.
Perbedaan peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan
secara sosial . Gender berhubungan dengan persepsi dan pemikiran serta tindakan
yang diharapkan sebagai perempuan dan laki-laki yang dibentuk
masyarakat,bukan karena biolologis.

Definisi Seksualitas
1. Seksualitas/jenis kelamin adalah karakteristik biologis-anatomis
(khususnya system reproduksi dan hormonal) diikuti dengan karakteristik
fisiologis tubuh yang menentukan seseorang adalah laki-laki atau
perempuan (Depkes RI, 2002:2).
2. Seksualitas/Jenis Kelamin (seks) adalah perbedaan fisik biologis yang
mudah dilihat melalui cirri fisik primer dan secara sekunder yang ada pada
kaum laki-laki dan perempuan(Badan Pemberdayaan Masyarakat, 2003).
3. Seksualitas/Jenis Kelamin adalah pembagian jenis kelamin yang
ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu 9handayani,
2002 :4).
4. Seks adalah karakteritik genetic/fisiologis atau biologis seseorang yang
menunjukkan apakah dia seorang perempuan atau laki-laki (WHO, 1998).
Menurut Badan Pemberdayaan Masyarakat, Perbedaan antara Gender dan
Jenis Kelamin/seksualitas

Jenis Kelamin Gender


Tidak dapat berubah, contohnya alat Dapat berubah, contohnya peran
kelamin laki-laki dan perempuan dalam kegiatan sehari-hari, seperti
banyak perempuan menjadi juru
masak jika dirumah, tetapi jika di
restoran juru masak lebih banyak laki-
laki.
Tidak dapat dipertukarkan, contohnya Dapat dipertukarkan
jakun pada laki-laki dan payudara
pada perempuan
Berlaku sepanjang masa, contohnya Tergantung budaya dan kebiasaan,
status sebagai laki-laki atau contohnya di jawa pada jaman
perempuan penjajahan belanda kaum perempuan
tidak memperoleh hak pendidikan.
Setelah Indo merdeka perempuan
mempunyai kebebasan mengikuti
pendidikan
Berlaku dimana saja, contohnya di Tergantung budaya setempat,
rumah, dikantor dan dimanapun contohnya pembatasan kesempatan di
berada, seorang laki-laki/perempuan bidang pekerjaan terhadap perempuan
tetap laki-laki dan perempuan dikarenakan budaya setempat antara
lain diutamakan untuk menjadi
perawat, guru TK, pengasuh anak
Merupakan kodrat Tuhan, contohnya Bukan merupakan budaya setempat,
laki-laki mempunyai cirri-ciri utama contohnya pengaturan jumlah a nak
yang berbeda dengan cirri-ciri utama dalam satu keluarga
perempuan yaitu jakun.

Ciptaan Tuhan, contohnya perempuan Buatan manusia, contohnya laki-laki


bisa haid, hamil, melahirkan dan dan perempuan berhak menjadi calon
menyusui sedang laki-laki tidak. ketua RT, RW, dan kepala desa
bahkan presiden.

DISKRIMINASI GENDER

Diskriminasi gender diartikan oleh Volart (2004, h.1) adalah pembedaan yang
dilakukan oleh individu atau komunitas tertentu yang didasarkan pada jenis
kelamin, diskriminasi gender pada umumnya memberatkan posisi jenis kelamin
perempuan dimana pembedaan ini didasarkan pada pandangan atau persepsi
bahwa perempuan memiliki status dan kemampuan yang lebih
rendahdibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki.

Volart (2004, h.4) menguraikan diskriminasi gender menjadi dua tipe, yaitu :
a. Tipe diskriminasi gender secara sosial Tipe diskriminasi ini berdasarkan
stigma sosial tertentu yang memberikan label bahwa perempuan memiliki
tingkat pendidikan yang lebih rendah serta kurang berkompeten
dibandingkan laki-laki sehingga ada pembatasan atas akses terhadap posisi
tertentu.
b. Tipe diskriminasi gender secara akses sumber dayaTipe diskriminasi ini
membedakan akses atau jalan masuk terhadap sumber-sumber daya yang
ada di organisasi sepertipromosi, wewenang dan lain sebgainya.

Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender


1. Marginalisasi (peminggiran).
Merupakan suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang
mengakibatkan kemiskinan Peminggiran banyak terjadi dalam bidang ekonomi.
Misalnya banyak perempuan hanya mendapatkan pekerjaan yang tidak terlalu
bagus, baik dari segi gaji, jaminan kerja ataupun status dari pekerjaan yang
didapatkan. Hal ini terjadi karena sangat sedikit perempuan yang mendapatkan
peluang pendidikan. Peminggiran dapat terjadi di rumah, tempat kerja,
masyarakat, bahkan oleh negara yang bersumber keyakinan, tradisi/kebiasaan,
kebijakan pemerintah, maupun asumsi-asumsi ilmu pengetahuan (teknologi).
contoh : guru TK dan pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerjaan rendah
sehingga berpengaruh terhadap gaji / upah yang diterima.
2. Subordinasi (penomorduaan),
Anggapan bahwa perempuan lemah, tidak mampu memimpin, cengeng dan lain
sebagainya, mengakibatkan perempuan jadi nomor dua setelah laki-laki.
contoh : masih sedikit jumlah wanita yang bekerja pada peran dan posisi
pengambilan keputusan kepenentu kebijakan dibandingkan dengan laki-laki.
3. Stereotip (citra buruk)
Pandangan buruk terhadap perempuan. 
contoh : perempuan yang pulang larut malam adalah pelacur, jalang dan berbagai
sebutan buruk lainnya.
4. Violence (kekerasan),
Serangan fisik dan psikis. Perempuan, pihak paling rentan mengalami kekerasan,
dimana hal itu terkait dengan marginalisasi, subordinasi maupun stereotip diatas. 
Perkosaan, pelecehan seksual atau perampokan contoh kekerasan paling banyak
dialami perempuan.
5. Beban kerja berlebihan /beban ganda/ double burden
Tugas dan tanggung jawab perempuan yang berat dan terus menerus. 
contoh : seorang perempuan selain melayani suami (seks), hamil, melahirkan,
menyusui, juga harus menjaga rumah. Disamping itu, kadang ia juga ikut mencari
nafkah (di rumah), dimana hal tersebut tidak berarti menghilangkan tugas dan
tanggung jawab diatas.

Keterkaitan Antara Gender dengan Kesehatan Reproduksi.


Pendekatan gender dalam kesehatan mengenali bahwa faktor sosial budaya, serta
hubungan kekuasaan antar laki-laki dan perempuan, merupakan faktor penting
yang berperan dalam mendukung atau mengancam kesehatan seseorang. Hal ini
dinyatakan dengan jelas oleh WHO dalam koferensi perempuan sedunia ke IV
diBejing pada tahun 1995.

1. Jenis Kelamin, Gender, dan Kesehatan


Pola kesehatan dan penyakit pada laki-laki dan perempuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Perempuan sebagai kelompok cenderung mempunyai
angka harapan hidup yang lebih panjang dari pada laki-laki, yang secara umum
dianggap sebagai faktor biologis. Namun dalam kehidupannya perempuan lebih
banyak mengalami kesakitan dan tekanan dari pada laki-laki. Walaupun
faktoryang melatar belakanginya berbeda-beda pada berbagai kelompok sosial,
haltersebut menggambarkan bahwa dalam menjalani kehidupannya perempuan
kurang sehat dibandingkan laki-laki. Penjelasan terhadap paradoks ini berakar
pada hubungan yang kompleks antara faktor biologis jenis kelamin dan sosial
(gender) yang berpengaruh terhadap kesehatan. Sejumlah penelitian menunjukkan
bahwa berbagai penyakit menyerang laki-laki dan perempuan pada usia yang
berbeda, misalnya penyakit kardiovaskuler ditemukan pada usia yang lebih tua
pada perempuan dibandingkan laki-laki.Beberapa penyakit, misalnya animea,
gangguan makakn dan gangguan pada ototserta tulang lebih banyak ditemukan
pada perempuan daripada laki-laki. Berbagai penyakit atau gangguan hanya
menyerang perempuan, misalnya gangguan yang berkaitan dengan kehamilan dan
kanker serviks, sementara ituhanya laki-laki yang terkena kanker prostat.
Kapasitas perempuan untuk hamil dan melahirkan menunjukkan bahwa mereka
memerlukan pelayanan kesehatan reproduksi yang berbeda, baik dalam
keadaansakit maupun sehat. Perempuan memerlukan kemampuan untuk
mengendalikan fertilitas dan melahirkan dengan selamat, sehingga akses terhadap
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas sepanjang siklus hidupnya
sangat menentukan kesejahteraan dirinya. Kombinasi antara faktor jenis kelamin
dan peran gender dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya seseorang dapat
meningkatkan resiko terhadap terjadinya beberapa penyakit, sementara di sisi lain
memberikan perlindungan terhadap penyakit lainnya. Perbedaan yang timbul
dapat berupa keadaan sebagai berikut :

a. Perjalanan penyakit pada laki-laki dan perempuan.


b. Sikap laki-laki dan perempuan dalam menghadapi suatu penyakit.
c. Sikap masyarakat terhadap laki-laki dan perempuan yang sakit.
d. Sikap laki-laki dan perempuan terhadap pengobatan dan akses pelayanan
kesehatan.
e. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.

Sebagai contoh, respon tetrhadap epidemi HIV/AIDS dimulai dengan pemberian


fokus pada kelompok resiko tinggi, termasuk pekerja seks komersial. Laki-laki
dianjurkan untuk menjauhi pekerja seks komersial atau memakai kondom. Secara
bertahap, fokus beralih pada perilaku resiko tinggi, yang kemudian menekankan
pentingnya laki-laki menggunakan kondom. Hal ini menghindari isu gender dalam
hubungan seksual, karena perempuan tidak menggunakan kondom tetapi
bernegosiasi untuk penggunaanya oleh laki-laki. Dimensi gender tersebut tidak
dibahas, sampai pada saat jumlah ibu rumah tangga biasa yang tertular penyakit
menjadi banyak. Dewasa ini, kerapuhan perempuan untuk tertular HIV/AIDS
dianggap sebagai akibat dari ketidaktahuan dan kurangnya akses terhadap
informasi. Ketergantungan ekonomi dan hubungan seksual yang dialkukan atas
dasar pemaksaan. Tejadinya tindak kekerasan pada umumnya berkaitan dengan
gender. Secara umum pelaku kekerasan biasanya laki-laki, yang merefleksikan
keinginan untuk menunjukkan maskulinitas, dominasi, serta memaksakan
kekuasaan dan kendalinyaterhadap perempuan, seperti terlihat pada kekerasan
dalam rumah tangga (domestik). Karena itu kekerasan terhadap perempuan sering
disebut sebagai “kekerasan berbasis gender”.

2. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Laki-Laki


Sehubungan dengan peran gender, laki-laki tidak terlalu tertarik untuk
mempelajari kesehatan seksual dan reproduksinya. Sehingga pengetahuan mereka
cenderung terbatas. Hal ini menyebabkan laki-laki kurang berminat mencari
informasi dan pengobatan terhadap penyakit, misalnya : Infeksi Menular Seksual
(IMS).

3. Pengaruh Gender Terhadap Kesehatan Reproduksi Perempuan


Menikah pada usia bagi perempuan berdampak negtif terhadap kesehatannya.
Namun menikah di usia muda kebanyakan bukanlah keputusan mereka,
melainkan karena ketidakberdayaannya (isu gender). Di beberapa tempat di
Indonesia, kawin muda dianggap sebagai takdir yang tak bisa ditolak. Perempuan
tidak berdaya untuk memutuskan kawin dan dengan siapa mereka akan menikah.
Keputusan pada umumnya ada di tangan laki-laki; ayah ataupun keluarga laki-laki
lainnya.
Salah satu kasus yang terkait dengan masalah gender yaitu :
Seorang gadis umur 17 tahun, mengalami perdarahan. Setelah dirawat disebuah
rumah sakit selama dua jam, dia meninggal dunia. Gadis tersebut merupakan
korban aborsi yang dilakukan oleh seorang dukun. Usaha lain sebelum
melakukanaborsi adalah minum jamu peluntur, pil kina, dan pil lainnya yang
dibeli di apotek. Kemudian dia datang ke seorang dokter kandungan. Dokter
menolak melakukan aborsi karena terikat sumpah dan hukum yang
mengkriminalisasi aborsi.
Si gadis minta tolong dukun paraji untuk menggugurkannya. Rupa-rupanya tidak
berhasil, malah terjadi perdarahan. Ia masih sempat menyembunyikan inisemua
kepada kedua orang tuanya, selama 4 hari berdiam di kamar dengan alasan sedang
datang bulan. Ia tidak berani bercerita pada siapa-siapa apalagi pada ibu dan
bapaknya. Cerita itu berakhir dengan amat tragis, gadis itu tidak tertolong. Kasus
tersebut menggambarkan ketidakberdayaan si gadis. Ia memilih mekanisme
defensif dan menganggapnya sebagai permasalahan dirinya sendiri. Ia
menyembunyikan keadaannya karena malu dan merasa bersalah. Masyarakat akan
menyalahkan karena dia tidak mengikuti apa yang disebut moral atau aturan
sehingga ia memilih mati meskipun tidak sengaja.
Aborsi merupakan dilema bagi perempuan, apa pun latar belakang penyebab
kehamilannya dan apa pun status ekonominya. Untuk menuntut hak
reproduksinya dia harus mendapat dukungan seperti bantuan dari komunitasnya
atau dukungan emosional dan tanggung jawab bersama dari orang yang paling
dekat (pacarnya). Dalam konteks ini, maka jelas bahwa persoalan hak reproduksi
pada akhirnya adalah persoalan relasi antara laki-laki yang berbasis gender serta
masyarakat dan negara sebagai perumus, penentu, dan penjaga nilai bagi realisasi
hak reproduksi perempuan.
Pada contoh kasus tersebut merupakan bentuk kekerasan yang berbasis gender
yang memiliki alasan bermacam-macam seperti politik, keyakinan, agama, dan
ideologi gender. Salah satu sumber kekerasan yang diyakini penyebab pada kasus
tersebut adalah kekerasan dari laki-laki terhadap perempuan adalah ideologi
gender, misalnya perempuan dikenal lemah lembut, emosional, cantik, dan
keibuan.
Sementara laki-laki dianggap lebih kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Bentuk
kekerasan ini merupakan dilanggarnya hak reproduksi akibat perbedaan gender.
Perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang
sangat panjang. Perbedaan ini dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan
dikonstruksikan secara sosial dan budaya. Pada akhirnya perbedaan ini dianggap
sebagai ketentuan Tuhan yang tidak bisa diubah dan dianggap sebagai perempuan.
Kekerasan rumah tangga dalam berbagai bentuk sering terus berlangsung
meskipun perempuan tersebut sedang mengandung. Konsekuensi paling
merugikanbagi perempuan yang menjadi korban kekerasan adalah dampak
terhadap kondisi kesehatan mentalnya. Dampak ini terutama menonjol pada
perempuan korban kekerasan seksual. Dalam tindak perkosaan, misalnya, yang
diserang memang tubuh perempuan. Namun, yang dihancurkan adalah seluruh jati
diri perempuan yaitukesehatan fisik, mental psikologi, dan sosialnya.
Kekerasan domestik biasanya merupakan kejadian yang kronis dalam kehidupan
rumah tangga seorang perempuan. Cedera fisik dapat sembuh setelah diobati,
tetapi cedera psikis mental (seperti insomnia, depresi, berbagai bentuk
psikosomatik sakit perut yang kronis sampai dengan keinginan bunuh diri) akan
selalu dapat terbuka kembali setiap saat Dampak psikologis yang paling sulit
dipulihkan adalah hilangnya kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain.
Selain itu juga ada kecenderungan masyarakat untuk selalu menyalahkan
korbannya. Hal ini dipengaruhi oleh nilai masyarakat yang selalu ingin tampak
harmonis. Bahkan, walaupun kejadian dilaporkan, usaha untuk melindungi
korbandan menghukum para pelaku kekerasan sering mengalami kegagalan.
Kondisi tersebut terjadi karena kekerasan dalam rumah tangga, khususnya
terhadap perempuan, tidak pernah dianggap sebagai masalah pelanggaran hak
asasi manusia.
Padahal kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya merupakan kejahatan terhadap
individu dan masyarakat yang pelakunya seharusnya dapat dipidana, tetapi sulit
ditangani (pihak luar) karena dianggap sebagai urusan internal rumah tangga.

Isu-isu gender dalam berbagai siklus kehidupan. Pada kesempatan ini ada 4
(empat) isu gender dalam berbagai kehidupan, yaitu :

Isu Gender Di Masa Kanak-Kanak. Isu gender pada anak-anak laki-laki,


misalnya: pada beberapa suku tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan
dengan alas an, misalnya laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga;
laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai
penyanggah orang tuanya di hari tua., Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut
pada masa kanak-kanak. Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta
perilaku yang mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan
didorong kearah itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data
menunjukkan bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami
kecelakaan.

Isu Gender Pada Anak Perempuan. Secara biologis bayi perempuan lebih tahan
daripada bayi laki-laki terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama
kehidupannya. Sebab itu jika data memperlihatkan kematian bayi perempuan
lebih tinggi dan bayi laki-laki, patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di
masa balita, kematian karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki,
karena sifatnya yang agresif dan lebih banyak gerak. Data Survey Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI 1991-2002/2003) menunjukkan : tren kematian bayi 
lebih tinggi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan, trend kematian anak
balita lebih tinggi pada balita laki-laki dari pada balita perempuan.

Isu Gender Di Masa Remaja. Isu gender yang berkaitan dengan remaja
perempuan, antara lain : kawin muda, kehamilan remaja, umumnya renmaja puteri
kekurangan nutrisi, seperti zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia
merupakan gejala umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi social
remaja puteri seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini
pada remaja puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya.
Belum lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada
resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap pelecehan
dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri maupun di luar
rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan dengan kerentanan mereka
yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku steriotipi maskulin, seperti merokok,
tawuran, kecelakaan dalam olah raga, kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual
sebelum nikah yang berisiko terhadap penyakit-penyakit yang berkaitan dengan
:IMS, HIV/AIDS.

Isu Gender Di Masa Dewasa. Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun
perempuan mengalami masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang
disebabkan karena factor biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan
menghadapi masalah kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya
serta ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi
dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal sepsis
(infeksi postpartum), perdarahan, ketidak berdayaan dalam memutuskan bahkan
ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”). Sebagai perempuan,
dia juga rentan terpapar penyakit yang berkaitan dengan IMS dan HIV/AIDS,
meskipun mereka sering hanya sebagai korban. Misalnya : metode KB yang
hanya difokuskan pada akseptor perempuan, perempuan juga rentan terhadap
kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan ditempat kerja, dan diperjalanan.

ISU Gender Di Masa Tua. Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan
biologis semakin menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan
dengan kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara
umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi soaial-
ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih terlantar lagi,
terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin banyak dan semakin
tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak diderita  oleh perempuan
di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada laki-laki. Depresi mental
juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena merasa ditinggalkan.

KRITIK dan SARAN

DAFTAR PUSTAKA

http://materi-kuliah-kebidanan-kespro-
melati.blogspot.co.id/2013/10/konsep-gender-dalam-kesehatan.html

Referensi : Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI,  Bahan informasi


pengarasutamaan gender.Edisi 2. Jakarta; Depkes RI, Modul pelatihan
pengarasutamaan gender bidang kesehatan, Jakarta, 2006
http://www.diskes.baliprov.go.id/id/ISU-GENDER-DALAM-BIDANG-
KESEHATAN

Anda mungkin juga menyukai