PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting adalah masalah gizi kronis pada balita yang ditandai dengan tinggi
badan anak yang lebih pendek dari anak dengan usia yang sama.Menurut World
Health Organization (WHO), stunting adalah kondisi dimana nilai Z-score tinggi
badan menurut umur (TB/U) berdasarkan standar pertumbuhan mencapai kurang dari
-2 standar deviasi (SD).
Menurut World Health Organization, stunting dapat menyebabkan perkembangan
kognitif atau kecerdasan, motorik, dan verbal berkembang secara tidak optimal,
peningkatan risiko obesitas dan penyakit degeneratif lainnya, peningkatan biaya
kesehatan, serta peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.Anak yang memiliki
tingkat kecerdasan yang tidak maksimal akibat stunting pada akhirnya dapat
menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar
ketimpangan di suatu negara.
Perkembangan kognitif merupakan aspek yang berfokus pada keterampilan
berpikir, termasuk belajar, pemecahan masalah, rasional, dan mengingat yang sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan siswa di sekolah.
Stunting (kerdil) adalah suatu kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan usianya. Menurut Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, balita stunting memiliki nilai Z-score kurang dari
-2SD atau standar deviasi (stunted) dan kurang dari -3SD (severely stunted). Menurut
Bloem, stunting merupakan suatu bentuk kegagalan pertumbuhan (growth faltering)
akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama sejak masa
kehamilan sampai anak berusia 24 bulan. Keadaan tersebut diperparah dengan kejar
tumbuh (catch up growth) yang tidak terimbangi secara adekuat.
Menurut WHO, dalam jangka pendek, stunting dapat menyebabkan peningkatan
kejadian kesakitan dan kematian, tidak optimalnya perkembangan kognitif atau
kecerdasan, motorik, dan verbal, serta peningkatan biaya kesehatan. Dampak jangka
panjang dari stunting yaitu postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa, peningkatan
risiko obesitas dan penyakit degeneratif lainnya, menurunnya kesehatan reproduksi,
tidak optimalnya kapasitas belajar dan performa saat masa sekolah, dan tidak
maksimalnya produktivitas dan kapasitas kerja.
Pada kondisi stunting dapat terjadi gangguan pada proses pematangan neuron
otak serta perubahan struktur dan fungsi otak. Stunting di awal kehidupan seorang
anak dapat menyebabkan kerusakan permanen pada perkembangan kognitif yang
diikuti dengan perkembangan motorik dan intelektual yang kurang optimal sehingga
cenderung dapat menimbulkan konsekuensi terhadap pendidikan, pendapatan, dan
produktivitas pada masa dewasa sehingga berpotensi menurunkan pertumbuhan
ekonomi. Stunting sebagai salah satu indikator gizi yang tidak adekuat memiliki
dampak yang sangat signifikan terhadap prestasi belajar anak. Stunting menyebabkan
kemampuan berpikir dan belajar anak terganggu dan pada akhirnya menurunkan
tingkat kehadiran dan prestasi belajar anak.
Terdapat hubungan yang signifikan antara stunting dengan IQ sebagai salah satu
tanda perkembangan otak, dimana skor IQ pada anak stunting .lebih rendah
dibandingkan dengan anak non stunting. Sementara itu, tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkatan stunting (early, moderate, severe) dengan skor IQ.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Otak ?
2. Bagaimana Fisiologi dari Otak ?
3. Bagaimana Cara Pengukuran Stunting?
4. Bagaimana Cara pengukuran Antropometri ?
5. Bagaiman Contoh Kasus Anak stunting sesuai Umurnya ?
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab Gangguan Kognitif pada anak yang mengalami Stunting
2. Mengetahui Anatomi dan Fisiologi dan Struktur Otak Manusia
3. Mengetahui Patofisiologi terjadinya gangguan Kognitif pada anak Stunting
4. Mengetahui cara pengukuran Stunting
5. Mengetahui contoh kasus anak Stunting
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Otak
Otak adalah sebuah organ yang sangat kompleks yang dapat dikatakan memberi
kita masukan sensorik, untuk melayani sebagai pencetor dan koordinator motor tivity,
dan sebagai penyimpanan untuk pengalaman, kecerdasan, dan perilaku moral dan
sosial.
B. Anatomi Otak
Bagian
terbesar otak
adalah
Cerebrum, yang terhitung seperlima dari total berat keseluruhan otak. Cerebelum
adalah bagian terbesar berikutnya , dna batang otak, yang terdiri dari medulla, pons ,
dan otak bagian kecil , adalah yang terkecil. Diencephalon adalah sedikit bagian dari
fungsi yang berbeda yang biasanya dijelaskan dalam cerebrum.
Serebrum terbentuk dari dua bagian (kiri kanan), atau belahan, yang masing-
masing memiliki banyak lipatan, atau lipatannya. Hasilnya disebut giri , dan
downlipatan yang dangkal disebut infolding dalam, disebut celah, dapat ditemukan di
beberapa bagian dan membagi menjadi lobus. Permukaan luar otak ditutupi lapisan
tebal neuron 2,5 sampai 4,0 mm yang mengandung materi abu-abu, disebut korteks
serebral. Sebagian besar terdiri dari saluran myelinated, materi putih atau tubuh
bermedula. Korteks , karena berisi sejumlah besar neuron, berfungsi sebagai daerah
yang memberikan tanggapan terhadap sensasi/ rangsangan, sebagi sumber aktivitas
motorik , dan berisi daerah-daerah yang bertanggung jawab atas nilai-nilai moral dan
sosial.
Dalam istilah medularia yang dimaksud adalah semua serat miselium ( materi putih )
pada otak . Basal ini terdiri dari basal dalam tubuh abu-abu yang besar dan kaku.
Tigas jenis serat tersusun dalam tubuh yang berserat. Yaitu Commissural fibers ,
Projection fibers , dan Assocition fibers.
The Diencephalon
Tiga bagian yang menyusun diencephalon : Epithalamus , Thalamus , dan
Hipothalamus.
▪ Epithalamus
Bagian Epithalamus dari diechephalon terdiri dari kelenjar pineal ( tubuh ) dan
habenular nuclei.
▪ Thalamus
Thalamus memiliki sekitar 80% dari diancephalon. Sekitar 70% dai semua otak yang
telah diperiksa, kedua otak thalamusnya terhubung ke gars tengah oleh massa
menengah . Thalamus terdiri dari kelompok-kelompok neuron yang disebut nuklei
dan tampak berfungsi terutama sebagai stasiun pemancar ke otak untuk semua jenis
masukan sensoris kecuali penciuman. Hal ini juga dapat memberikan kesadaran akan
rasa sakit.
▪ The Hypothalamus
Midbrain adalah batang otak yang tingginya 1,5 cm. Bagian anteriornya terdiri dari
dua bundel besar serat yang disebut cerebral peduncles (basis pedunculi). Peduncle
membawa serat proyeksi motorik dari otak besar ke sumsum tulang belakang ke otak
kecil. Hanya posterior dari peduncles terletak substatia nigra, yang telah disebutkan
sebelumnya sehubungan dengan ganglia basal. Bagian posterior otak tengah
mengandung nukleus merah, sekelompok badan sel neuron yang menimbulkan jalur
motorik (saluran rubrospinal) yang menyampaikan impuls yang berkaitan dengan
tonus otot ke otot rangka, dan colliculi. Colliculi superior menerima impuls dari
korteks oksipital (visual) . Colliculi inferior adalah bagian dari jalur pendengaran itak
besar. Beberapa serat melewati colliculus superior, menghasilkan gerakan mata sebagi
respons terhadap bunyi, Badan sel yang menimbulkan saraf kranial ketiga
(okulomotor) dan keempat ( trochelar) terletak di otak tengah. Lesi pada otak tengah
biasanya mempengaruhi refleks pendengaran dan visual, jika peducles terlibat makan
menghasilkan defisit dalam gerakan sukarela.
Pons
Pons memiliki panjang sekitar 2,5 cm dan mudah di kenali oleh massa besar serat
yang membentuk tonjolan yang mencolok pada aspek anteriornya. Tonjolan disebut
pons basal dan teridiri dari serat turun ke sumsum tulang belakang ( serat
kortikospinal ) dan serat yang lewat dari spinapsis di pons otak kecil (serabut
pontocerebellar). jalur yang terakhir memberitahu otak kecil apa yang dimaksudkan
otak selama aktivitas sukarela dan merupakan bagian dari sistem yang digunakan otak
kecil untuk menggordinasikan dan memperbaiki aktivitas otot. Bagian posterior pons,
yang disebut tegmentum, berisi bundel serat sensorik besar yang naik ke thalamus dan
inti saraf kranial 5 (trigeminal), 6 (abducent),7 (wajah), dan 8 (vestibulocohlear).
sebuah pusat peranapasan yang dikenal sebagai pusat pnemotoksik terletak di dalam
pons. Ini adalah bagan dari mekanisme kontrol yang memungkinan keluarnya udara
(ekspirasi) dari paru-paru.
Medulla ( medulla oblongata) adalah inferior sekitar 3cm dari batang otak. Ini
terus menerus memalui foramen magnum tengkorak dengan sumsum tulang belakang.
Yang menonjol di bagian anterior pons adalah serat kortikodpinalis terlibat dalam
gerakan spontan. Beberapa nukleus yang jelas (gracile,cuneate) ada dibagian posterior
medula.
Itu adalah area untuk sinapsis jalur naik yang membawa informasi sensorik. Inti
saraf kranial 9 (glossopharynngeal), 10 (vagus), 11 (aksesori), dan 12 (hypoglossal)
terletak di medula. Beberapa bagian dari inti saraf kranial membentuk apa yang
disebut sebagai pusat vital medula. Pusat-pusat ini meliputi :
▪ Cardiac Centers ( Pusat Jantung )
▪ Respiratory Centers (Pusat pernafasan)
▪ Vasomotor Centers ( Pusat Vasilatator dan Vasoconstrictor )
3. The Cerebellum ( Otak Kecil )
terletak pada aspek posterior batang otak , melekat padanya oleh tiga pasang
pendela otak yang mengandung serabut saraf aferen dan eferen. Vermis yang
ditempatkan secara terpusat mendukung dua belahan otak kecil yang ditempatkan
secara lateral. Lipatan kecil berlimpah di semua bagian otak kecil dan dikenal sebagai
folia. Folia ini memungkinkan konvolusi otak kecil memberikan area permukaan yang
sangat luas untuk penempatan neuron. Penutup luar materi abu-abu, korteks
serebelar , menutupi tubuh meduler materi putih. Nukleus terletak kurang lebih secara
terpusat di dalam organ.
Untuk pertimbangan dalam hal pengembangan filogenetik dan koneksi yang
dibuat , otak kecil dapat di bagi menjadi tiga bagian yang terdiri dari :
Vestibulocerebellum
Spinocerebellum
Pontocerebellum
C. Fisiologi Otak
1. Cerebrum (Telecephalon)
Dibagi oleh beberapa celah menjadi hemisfer dan lobus (frontal,parietal hunian,
temporal)
Sebuah materi abu-abu dari luar otak besar adalah korteks, dan itu dibagi
menjadi daerah bernomor (Brodmann) sesuai dengan perbedaan
fungsional dan struktural.
Are fungsional kortikal digambarkan sebagai berikut :
▪ Frontal Lobes : Area 4 , area motor primer untuk pergerakan spontan
; area 24 dan 31, area motor tambahan untuk pergerakan spontan ;
area 6, area premotor untuk kontaksi kelompok otot ; area 8, area
untuk pergerakan mata : area 9 hingga 12 , area prefrontal untuk
kecerdasan , moral dan indra sosial juga emosi.
▪ Parietal Lobes : Area 3,1 dan 2 , area sensorik umum untuk aktivitas
motorik umum dan penerimaan indera somestik ; area 5 dan 7 a dan
b , area asosiasi parietal untuk interpretasi sensorik.
▪ Occipital Lobes : Area 17, area visual dimana jalur retina akhirnya
berakhir; area 18 dan 19 , area asosiasi visual untuk interpretasi
pengalaman visual.
▪ Temporal Lobes : Area 41, area pendengaran dimana serat koklea
berakhir; are 42, area asosiasi pendengaran untuk interpretasi
pengalaman pendengaran, fungsi bahasa dan memori.
▪ Broca’s speech area : menempati area 44 dan 45 dan sangat penting
untuk pembentukan kata-kata.
2. The white matter of the cerebrum ( tubuh medula )
Mengandung serat dan ganglia basal.
▪ Serat asosiasi menghubungkan berbagai bagian belahan otak
▪ Serabut komisura menghubungkan hemisfer
▪ Serat proyeksi masuk atau keluar dari otak besar
▪ Ganglia basal, mengontrol fungsi motorik,tonus otot, dan gerakan
ritmis
3. The diencephalon includes the thalamus and the hypothalamus
▪ Thalamus merupakan pusat sensorik menuju otak besar
▪ Hipotalamus adalah pusat homeostasis suhu, keseimbangan air ,
fungsi hipofisis, dan asupan makanan juga untuk sekresi lambung
dan ekpresi emosional.
4. The Midbrain
▪ Berisi peduncle serebral yang mentransmisikan sert dari cerebrum
ke serebelum dan sumsum tulang belakang
▪ Membawa Colliculi mengintegrasikan visual,pendengaran, dan
meluruskan releks
5. Pons
Pons berfungsi sebagai alat untuk mentransmisikan serat motorik dari serebrum
ke serebelum dan berisi pusat pernapasan yang menyebabkan ekspirasi norma.
6. The Medula (oblongata)
Mengandung pusat vital untuk pernapasan, detak jantung,dan pembagi pembuluh
darah; pusat paru-paru untuk bersin,batuk,muntah dan tertidur juga melintasi saluran
serat.
7. The Reticular
Retikular adalah materi abu-abu di medula, pulpen dan otak tengah dan
berhubungan dengan autosal organisme.
8. The Immature Brain
Otak yang belum matang ditandai sebagai berikut :
▪ Ada peningkatan kemampuan memetabolisme bahan, konten lipid,
protein,asam amino ,konten amina, dan enzim juga penurunan kadar
asam nukleat saat otak matang.
▪ Neuron tidak menyadari rangsangan penuh ,fasilitasi, dan aktivitas
listrik untuk periode variabel setelah pembentukan. Aktivitas refleks
dan intoleratif minimal saat lahir dan menjadi lebih maju setelah
lahir.
9. Cerebellum (Otak Kecil)
Fungsi secara umum cerebellum adalah membandingkan niat dan kinerja
berkaitan dengan aktivitas dan gerakan otot dan memastikan bahwa gerakan tersebut
akurat dan terkoordinasi serta bergerak debgan kekuatan dan arah yang tepat. Ini
beroprasi sepenuhnya pada tingkat alam bawah sadar.
3. Infeksi Kronis
Penyakit infeksi akut akibat infeksi sistemik seperti penumonia, diare persisten,
disentri dan penyakit kronis seperti kecacingan mempengaruhi pertumbuhan linear.
Infeksi akan menyebabkan asupan makanan menurun, gangguan absorpsi nutrien,
kehilangan mikronutrien secara langsung, metabolisme meningkat, kehilangan nutrien
akibat katabolisme yang meningkat, gangguan transportasi nutrien ke jaringan. Pada
kondisi akut, produksi proinflamatori seperti cytokin berdampak langsung pada
remodeling tulang yang akan menghambat pertumbuhan tulang.20Sebuah penelitian
di Peru menunjukkan infeksi parasit merupakan faktor risiko sebagai penyebab
perawakan pendek.
4. Defisiensi Hormon
Growth hormon (GH) atau hormon pertumbuhan merupakan hormon esensial
untuk pertumbuhan anak dan remaja. Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis akibat perangsangan dari hormon GH-releasing faktor yang dihasilkan oleh
hipotalamus. GH dikeluarkan secara episodik dan mencapai puncaknya pada malam
hari selama tidur.
GH berefek pada pertumbuhan dengan cara stimulasi produksi insulin-like
growth faktor 1 (IGF-1) dan IGF-3 yang terutama dihasilkan oleh hepar dan kemudian
akan menstimulasi produksi IGF-1 lokal dari kondrosit. Growth hormon memiliki
efek metabolik seperti merangsang remodeling tulang dengan merangsang aktivitas
osteoklas dan osteoblas, merangsang lipolisis dan pemakaian lemak untuk
menghasilkan energi, berperan dalam pertumbuhan dan membentuk jaringan serta
fungsi otot serta memfasilitasi metabolisme lemak.Somatomedin atau IGF-1 sebagai
perantara hormon pertumbuhan untuk pertumbuhan tulang.
Hormon tiroid juga bermanfaat pada pertumbuhan linier setelah lahir.
Menstimulasi metabolisme yang penting dalam pertumbuhan tulang, gigi dan otak.
Kekurangan hormon ini menyebabkan keterlambatan mental dan perawakan pendek.
Hormon paratiroid dan kalsitonin juga berhubungan dengan proses penulangan
danpertumbuhan tulang. Hormon tiroid mempunyai efek sekresi hormon
pertumbuhan, mempengaruhi kondrosit secara langsung dengan meningkatkan sekresi
IGF-1 serta memacu maturasi kondrosit.
Hormon glukokortikod diperlukan dalam meningkatkan glukoneogenesis,
meningkatkan sintesisglikogen, meningkatkan konsentrasi gula darah dan balance
nitrogen negatif. Pada gastrointestinal memiliki efek meningkatkan produksi pepsin
dilambung, meningkatkan produksi asam lambung, menghambat vitamin D sebagai
mediator untuk mengabsorpsi kalsium. Glukokortikoid pada jaringan berdampak
menurunkan kandungan kolagen pada kulit dan tulang, menurunkan kolagen pada
dinding pembuluh darah serta menghambat formasi granuloma. Efek glukokortikoid
lainnya diperlukan dalam pertumbuhan normal, kelemahan otot, menghambat
pertumbuhan skeletal dan menghambat pengeluaran hormon tiroid.
Sex steroid (estrogen dan testoteron) merupakan mediasi percepatan pertumbuhan
pada masa pubertas. Jika terjadi keterlambatan pubertas maka terjadi keterlambatan
pertumbuhan linier.19Hormon ini tidak banyak berperan pada masa prapubertas, hal
ini dapat dilihat dengan tidak terdapatnya gangguan pertumbuhan pada pasien dengan
hipogonad, sebelum timbulnya pubertas
5. Kelainan Kromosom
Penyakit genetik dan sindrom merupakan etiologi yang belum jelas diketahui
penyebabnya berhubungan dengan perawakan pendek. Beberapa gangguan
kromosom, displasia tulang dan suatu sindrom tertentu ditandai dengan perawakan
pendek. Sindrom tersebut diantaranya sindrom Turner, sindrom Prader-Willi, sindrom
Down dan displasia tulang seperti osteochondrodystrophies, achondroplasia,
hipochondroplasia.
6. Malnutrisi
Penyebab perawakan pendek yang paling umum di seluruh dunia adalah
malnutrisi. Protein sangat essensial dalam pertumbuhan dan tidak adanya salah satu
asam amino menyebabkan retardasi pertumbuhan, kematangan skeletal dan
menghambat pubertas.
Klasifikasi malnutrisi berdasarkan respon jaringan atau terhambatnya
pertumbuhan dibedakan menjadi 2 tipe yaitu tipe 1 yang terdiri dari salah satu
defisiensi zat besi, yodium, selenium, tembaga, kalsium, mangan, tiamin, riboplavin,
piridoksin, niasin, asam askorbat, retinol, tokoferol, kalsiterol, asam folat, kobalamin
dan vitamin K. Tipe 2 diakibatkan oleh kekurangan nitrogen, sulfur, asam amino
esensiil, potasium, sodium, magnesium, seng, phospor, klorin dan air.
Malnutrisi tipe 1 dikenal dengan functional nutrisi sedangkan tipe 2, membentuk
jaringan dan energi untuk menjalankan fungsi tubuh.Malnutrisi tipe 1 disebabkan
asupan yang kurang sehingga konsentrasi di jaringan berkurang, menimbulkan gejala
dan tanda klinis yang khas, konsentrasi dalam jaringan bervariasi, mekanisme
metabolik yang spesifik sehingga mudah dilakukan pemeriksaan laboratorium, tidak
menyebabkan kehilangan berat badan atau gagal tumbuh, disimpan di dalam tubuh,
menunjukkan efek sebagai pengganti nutrisi in vitro maupun in vivo dan konsentrasi
bervariasi pada air susu ibu (ASI).
Malnutrisi tipe 2 sulit untuk didiagnosis karena tanda dan gejala tidak khas
seperti tipe 1. Nutrisi tipe 2 berfungsi membangun jaringan sehingga jaringan tidak
akan terbentuk bila terjadi defisiensi nutrisi tersebut bahkan akan terjadi katabolisme
jaringan dan seluruh komponen jaringan akan diekskresikan. Apabila jaringan akan
dibangun kembali maka seluruh komponen harus diberikan dengan seimbang dan
saling ketergantungan. Tidak disimpan di dalam tubuh sehingga tergantung dari
asupan setiap hari. Beberapa nutrisi seperti phospor, seng dan magnesium sangat kecil
jumlahnya di dalam makanan sehingga konsentrasi yang tinggi diperlukan dengan
cara fortifikasi pada beberapa makanan untuk proses penyembuhan.
Pertumbuhan tinggi badan merupakan interaksi antara faktor genetik,
makronutrien maupun mikronutrien selama periode pertumbuhan. Nutrisi memegang
peranan penting terhadap kontrol mekanisme pertumbuhan linier. Penelitian pada
binatang menunjukkan restriksi pemberian energi dan protein menyebabkan
penurunan konsentrasi IGF-1 dalam darah dan akan kembali normal setelah diberikan
energi yang sesuai. Hubungan antara status nutrisi dan IGF-1 pada manusia tampak
penurunan kadar IGF-1 pada anak dengan malnutrisi seperti kwarsiorkor atau
marasmus.
7. Riwayat Pemberian ASI
Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi memerlukan masukan zat-zat
gizi yang seimbang dan relatif besar. Namun, kemampuan bayi untuk makan dibatasi
oleh keadaan saluran pencernaannya yang masih dalam tahap pendewasaan. Satu-
satunya makanan yang sesuai dengan keadaan saluran pencernaaan bayi dan
memenuhi kebutuhan selama berbulan-bulan pertama adalah ASI.
Pemberian ASI yang kurang sesuai dapat menyebabkan bayi menderita gizi
kurang dan gizi buruk. Padahal kekurangan gizi pada bayi akan berdampak pada
gangguan psikomotor, kognitif dan sosial serta secara klinis terjadi gangguan
pertumbuhan. Dampak lainnya adalah derajat kesehatan dan gizi anak Indonesia
masih memprihatinkan.
Anak yang tidak mendapatkan ASI berisiko lebih tinggi untuk kekurangan zat
gizi yang diperlukan untuk proses pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan selanjutnya
akan mengakibatkan terjadinya stunting pada anak.
8. Status Sosial Ekonomi Keluarga
Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial yaitu, keadaan penduduk,
keadaan keluarga, pendidikan, perumahan, dapur penyimpanan makanan, sumber air,
kakus. Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan,
pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim.
Rawan pangan dan gizi masih menjadi salah satu masalah besar bangsa ini.
Masalah gizi berawal dari ketidakmampuan rumah tangga mengakses pangan, baik
karena masalah ketersediaan di tingkat lokal, kemiskinan, pendidikan dan
pengetahuan akan pangan dan gizi, serta perilaku masyarakat. Kekurangan gizi mikro
seperti vitamin A, zat besi dan yodium menambah besar permasalahan gizi di
Indonesia. Dengan demikian masalah pangan dan gizi merupakan permasalahan
berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat.
Salah satu akibat kemiskinan adalah ketidakmampuan rumah tangga untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik. Hal ini berakibat
pada kekurangan gizi, baik zat gizi makro maupun mikro, yang dapat diindikasikan
dari status gizi anak balita salah satunya adalah stunting
Dampak Stunting
Dampak Stunting menurut WHO :
Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan
jangka panjang.
1. Dampak Jangka Pendek.
▪ Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian
▪ Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal
▪ Peningkatan biaya kesehatan.
2. Dampak Jangka Panjang.
▪ Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan
pada umumnya)
▪ Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya
▪ Menurunnya kesehatan reproduksi
▪ Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah
dan
▪ Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
Upaya Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs)
yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan
kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan
pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada
tahun 2025.
Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai salah
satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun
2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan
Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya
sebagai berikut:
1. Ibu Hamil dan Bersalin
▪ Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
▪ Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
▪ Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
▪ Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein,
dan mikronutrien (TKPM);
▪ Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
▪ Pemberantasan kecacingan;
▪ Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku
KIA;
▪ Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI
eksklusif; dan
▪ Penyuluhan dan pelayanan KB.
2. Balita
▪ Pemantauan pertumbuhan balita;
▪ Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)
untuk balita;
▪ Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
▪ Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
3. Anak Usia Sekolah
▪ Melakukan revitalisasi Usaha Kesehatan Sekolah (UKS);
▪ Menguatkan kelembagaan Tim Pembina UKS;
▪ Menyelenggarakan Program Gizi Anak Sekolah (PROGAS); dan
▪ Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba
4. Remaja
▪ Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), pola gizi seimbang,tidak merokok, dan mengonsumsi narkoba;
dan
▪ Pendidikan kesehatan reproduksi.
5. Dewasa Muda
▪ Penyuluhan dan pelayanan keluarga berencana (KB);
▪ Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular); dan
▪ Meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak
merokok/mengonsumsi narkoba.
F. Pengukuran STUNTING
Nilai skor-Z atau SD
▪ Ukuran antropometrik (BB-U, TB-U dan BB-TB) disajikan sebagai
nilai SD atau skor-Z di bawah atau di atas nilai mean atau median
rujukan
▪ Normal bila antara -2SD sampai +2SD
▪ Kurang bila <-2SD
▪ Lebih bila >+2SD
BAB III
TINJAUAN KASUS
→ Kesimpulan Penelitian
Kejadian stunting sebanyak 21,2% dan siswa yang mengalami keterlambatan usia
tulang sebanyak 42,4%. Proporsi siswa yang hasil metabolit pestisida dalam urinnya
positif lebih banyak pada yang terlibat dalam kegiatan pertanian (29,2%) dibanding
siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan pertanian (5,6%). Proporsi stunting lebih
banyak pada siswa dengan metabolit pestisida urin positif (26,7%) dibanding yang
negatif (19,6%). Siswa dengan usia tulang termasuk kategori terlambat lebih banyak
proporsinya pada yang metabolit pestisida urin positif (46,7%) dibanding yang negatif
(41,2%).
Kejadian stunting lebih banyak pada siswa yang mengalami keterlambatan usia
tulang (42,9%) dibanding siswa dengan usia tulang normal (5,3%). Terdapat
hubungan bermakna usia tulang dengan kejadian stunting (p=0,001).