Anda di halaman 1dari 5

Nama Anggota

Della Mivandha P3.73.24.1.19.007


Kharisma Tanfirul Qullub P3.73.24.1.19.013
Lola Puti Ayuni P3.73.24.1.19.015
Rahma Majidah Prasanti P3.73.24.1.19.021
Rezty Aisyah P3.73.24.1.19.023
ARTIKEL SATU : Pendidikan Rendah Picu Pernikahan Dini

JAKARTA, KOMPAS Jumlah remaja putri usia 15-19 tahun yang menikah dan
melahirkan masih tinggi. Jika tak ada upaya nyata mengatasi hal itu, pengendalian
lonjakan penduduk, pembangunan keluarga sejahtera, serta tingginya kematian bayi dan
ibu melahirkan jadi makin sulit.

Dua anak bisa dicapai jika umur melahirkan pertama perempuan adalah 25 tahun, kata
peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kependudukan BKKBN Muhammad
Dawam, di Jakarta, Senin (24/3).

Berdasarkan survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012, 12,8 persen perempuan
umur 15-19 tahun sudah menikah dan 0,6 persen sudah bercerai. Jika pada 2012 ada 10,7
juta remaja putri pada kelompok umur itu, artinya 1,4 juta orang di antaranya sudah
menikah dan 155.000 dari jumlah itu menikah pada usia 10-14 tahun.

Satu dari 10 remaja putri umur itu sudah pernah melahirkan atau sedang hamil. Sebagian
kecil dari mereka bahkan sudah punya tiga anak. ”Remaja di perdesaan, berpendidikan
rendah, tidak bekerja, dan status ekonomi rendah punya kecenderungan hamil di usia
remaja,” kata peneliti Pusdu BKKBN lain, Mugia B Raharja.

Pernikahan usia remaja jadi persoalan serius pembangunan kependudukan Indonesia.


Makin muda usia pernikahan, makin panjang rentang usia subur perempuan, makin besar
pula potensi punya anak banyak.

Kehamilan pada usia remaja meningkatkan risiko kehamilan dan persalinan. Alat
reproduksi perempuan belum siap untuk hamil hingga usia 20 tahun. Risiko kematian ibu
melahirkan dan bayi saat lahir pun besar. Belum lagi soal kesiapan psikologis mereka
menjadi orangtua.

Mugia mengingatkan perlunya menaikkan batas usia nikah remaja dari 16 tahun untuk
putri dan 19 tahun bagi putra, seperti dalam UU No 1/1974 tentang Perkawinan. Hal ini
untuk menutup celah pernikahan remaja, walau masih ada peluang dispensasi nikah.
Menurut Dawam, tingkat pendidikan yang tinggi dan terbukanya pasar kerja bagi
perempuan adalah faktor kunci meningkatkan usia pernikahan dan kehamilan pertama
remaja.

Namun, upaya itu harus diiringi peningkatan akses pendidikan, ketersediaan sekolah-guru,
serta membangun mimpi yang tinggi remaja putri perdesaan. Mereka bisa bekerja di
bidang apa pun, bukan hanya tenaga kerja wanita di luar negeri, buruh pabrik atau penjaga
toko.(MZW)

Kompas, 25 Maret 2014


TUGAS KELOMPOK

1. Lakukan Analisis artikel dan refleksi diri sendiri dang lingkungan sekitar tentang nilai dan
konsep pernikahan

2. Apa dampak dari sebuah pernikahan dini bagi kesehatan reproduksi?

3. Apa rencana anda sebagai calon bidan terkait nilai dan konsep pernikahan yang ada di
masyarakat ?

Jawaban

1. Setiap manusia perlu tahu bagaimana cara pengukuran diri terhadap suatu masalah. Biasanya
semakin dewasa umur seseorang maka semakin tahu cara bersikap dan bertindak mana yang
perlu dilakukan, bagaimana menghadapinya dan mana yang perlu disikapi dengan kritis. Seperti
halnya, terjun dalam dunia dan kehidupan yang berbeda, membuka lembaran dan siap
membentuk keluarga yang baru dengan kehidupan setelah pernikahan. Pernikahan adalah hal
yang sering orang lain dengar tetapi belum tentu semuanya tahu mengenai konsep pernikahan
dan apa saja yang perlu disiapkan di kehidupan setelahnya. Seseorang yang sudah merasa siap
dan matang dalam hal pengetahuan, mental, kemampuan finansial serta aspek diri yang
menunjang untuk terjun membentuk keluarga baru artinya dia sudah menyadari bagian dari
konsep pernikahan. Konsep pernikahan perlu adanya evaluasi serta sosialisasi, tidak hanya dalam
masyarakat saja, tetapi juga perlu ditanamkan dalam keluarga tentang cara membangun keluarga
yang harmonis, yang dapat menyesuaikan dalam berbagai kondisi lika-liku kehidupan baik suka
maupun duka.

Seseorang yang sudah siap terjun dalam kehidupan pernikahan perlu tahu mengenai konsep-
konsep tentang pernikahan. Banyak kasus yang terjadi khususnya di indonesia, pasangan suami-
istri terlibat dalam masalah pernikahan yang tidak harmonis, rata-rata disebabkan oleh masalah
finansial. Itu juga penyebabnya terkait ketidaksiapan unsur-unsur penunjang pernikahan dan juga
dari diri mereka yang tidak siap dan tidak mengetahui mengenai konsep pernikahan. Faktor
mental dan psikologis dari diri mereka juga termasuk ke dalam faktor ketidakharmonisan sebuah
kehidupan pernikahan. Banyak di sekitar daerah-daerah yang rata-rata budaya dalam kehidupan
mereka masih primitif, terjadi pernikahan dini yang menjadi tuntutan dalam budaya yang dianut
dan menjadi bagian penting dalam sosialisasi antar masyarakatnya. Mereka tidak mengetahui
mengenai resiko yang akan terjadi akibat pernikahan dini hal itu karena unsur budaya yang sudah
turun temurun dan melekat di masyarakat setempat. Akibatnya, anak-anak yang masih di bawah
umur yang menjadi korban dari tindakan tersebut. Kurangnya pemahaman mengenai konsep
pernikahan menjadi pemicu dari kondisi ini.

2. Pernikahan usia remaja jadi persoalann yang serius karena akan meningkatkan resiko
kehamilan dan persalinan, alat reproduksi belum siap hingga usia 20 tahun. Hal ini akan
menyebabkan resiko kematian ibu melahirkan dan bayi saat lahir pun besar.

3. Pentingnya kesadaran dari sejak dini mengenai konsep keluarga yang harmonis. Keluarga,
masyarakat dan kita sebagai tenaga kesehatan pun turut berperan besar untuk mencegah
pernikahan dini yang tidak didasari dengan pengetahuan yang cukup dan imbang sesuai dengan
kemampuan mental, fisik, dan finansial serta aspek pendukung lainnya. Untuk itu, perlunya
bimbingan dari kita sebagai bidan kepada masyarakat dalam melakukan sosialisasi mengenai
konsep keluarga dan pernikahan. Kita perlu membenahi dan meluruskan segala kesenjangan
yang ada di masyarakat tanpa perlu mengubah budaya yang sudah ada. Hal tersebut, dengan cara
kita melakukan pendekatan preventif yang persuasif kepada masyarakat mengenai dampak apa
yang terjadi jika konsep dari keluarga yang harmonis belum tertanam pada diri kita. Di samping
itu, kita juga perlu membimbing, melayani, memperhatikan masyarakat dalam konteks yang
lebih luas agar keterbukaan masyarakat kepada kita tercapai. Untuk itu, perlu juga dukungan
moral dan pendidikan serta attitude yang besar dari kita sebagai tenaga kesehatan, agar
masyarakat dapat memahami serta menerima secara perlahan tentang apa yang menjadi tujuan
dan apa yang disampaikan oleh kita.

Anda mungkin juga menyukai