Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan iklim adalah perubahan jangka panjang dalam
distribusi pola cuaca secara statistik sepanjang periode waktu mulai
dasawarsa hingga jutaan tahun. Salah satu aspek yang mempengaruhi
perubahan iklim tersebut ialah keadaan alam, dimana alam di Indonesia tidak
dapat direkayasa dan bagaimana keadaan tersebut akan terjadi. Salah satu
keadaan alam yang sangat berpengaruh pada perubahan iklim ialah
kondisi hidrologi. Kondisi Hidrologi sangat erat keterkaitannya dengan
perubahan iklim karena berdampak cukup besar pada peristiwa cuaca ekstrem
yang semakin banyak atau sedikit. Pentingnya pemantauan dan evaluasi
perubahan iklim melalui data klimatologi dan data Hujan sangat penting
untuk mengetahui fenomena alam mulai dari berubahnya pola iklim
dunia,banjir hingga curah hujan yang tidak menentu dari tahun ke tahun.
Untuk membantu perkiraan cuaca maka banyak stasiun iklim dan curah
hujan yang di dirikan di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Stasiun
tersebut di dirikan oleh beberapa instansi terkait seperti Badan
Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika wilayah IV dan Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Instansi tersebut menyajikan
data meteorologi dan data hujan berdasarkan stasiun pengamatan yang
tersebar luas di berbagai wilayah di Sulawesi Selatan. Namun dalam
perkembangan teknologi saat ini posisi stasiun tersebut tergolong belum
termoderenisasi, tercatat manual, dan tersebar hanya pada instansi yang
memiliki data tersebut serta tidak mudahnya kita mengakses data-data
hidrologi tersebut. Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Meteorologi dan Klimatologi program
Sarjana Universitas Lampung tahun 2019. Selain itu, manfaat dari makalah
ini adalah memberikan gambaran kondisi iklim 30 tahun terakhir di Provinsi
Sulawesi Selatan.

1
1.2 Rumusan Masalah
2.1 Apa pengertian iklim?
2.2 Apa unsur – unsur iklim?
2.3 Apa saja klasifikasi iklim?
2.4 Apa itu Provinsi Sulawesi Selatan?
2.5 Bagaimana iklim Provinsi Sulawesi Selatan?

1.3 Tujuan
2.1 Mengetahui pengertian iklim
2.2 Mengetahui unsur – unsur iklim
2.3 Mengetahui klasifikasi iklim
2.4 Mengetahui Provinsi Sulawesi Selatan
2.5 Mengetahui iklim Provinsi Sulawesi Selatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Iklim

Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun yang
penyelidikannya dilakukan dalam waktu yang lama (minimal 30 tahun) dan
meliputi wilayah yang luas. Matahari adalah kendali iklim yang sangat
penting dan sumber energi di bumi yang menimbulkan gerak udara dan arus
laut. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di bumi ini yang ditentukan oleh
letak geografis. Secara umum kita dapat menyebutnya sebagai iklim tropis,
lintang menengah dan lintang tinggi. Kendali iklim yang lain, misalnya
distribusi darat dan air, tekanan tinggi dan rendah, massa udara, pegunungan,
arus laut dan badai.Perlu Anda ketahui bahwa ilmu yang mempelajari tentang
iklim disebut Klimatologi, sedangkan ilmu yang mempelajari tentang keadaan
cuaca disebut Meteorologi. Cuaca rata-rata dengan jangka waktu yang lebih
lama dikenal sebagai iklim. Aspek cuaca ini diteliti lebih lanjut oleh ahli
klimatologi, untuk tanda-tanda perubahan iklim. Unsur-unsur iklim yang
menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan
klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah
hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang

3
didasarkan atas tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian,
penerbangan atau kelautan.
Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik
menurut waktu maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu
serta faktor pembatas bagi kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu
klasifikasi iklim untuk wilayah Indonesia (Asia Tenggara umumnya)
seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan curah hujan sebagai kriteria
utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan bahwa dengan
adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia
telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan
adanya korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan
indeks suhu atau presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian
iklim.
Klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan
perbedaan iklim yang terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi
relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang), letak geografi, dan kondisi
topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.Klasifikasi iklim biasanya
terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim mempengaruhi
vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan.Klasifikasi iklim yang paling
umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini berlaku
untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan
ekologi. Beberapa negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk
mengatasi variasi iklim tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih
sering menggunakan sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson (SF), yang
ternyata disukai untuk kajian-kajian kehutanan danpertanian. Sistem SF
didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu disusun oleh Mohr, namun
diperhalus kriterianya.

4
2.2 Unsur – Unsur Iklim

1. PenyinaranMatahari
Matahari merupakan pengatur iklim di bumi yang sangat penting dan
menjadi sumberenergi utama di bumi. Energi matahari dipancarkan ke
segala arah dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Penyinaran
Matahari ke Bumi dipengaruhi oleh kondisi awan dan perbedaan sudut
datang sinar matahari.

2. Suhu Udara
Suhu udara adalah keadaan panas atau dinginnya udara yang sifatnya
menyebar dan berbeda-beda pada daerah tertentu. Persebaran secara
horizontal menunjukkan suhu udara tertinggi terdapat di daerah tropis
garis ekuator (garis khayal yang membagi bumi menjadi bagian utara dan
selatan) dan semakin ke arah kutub suhu udara semakin dingin. Sedang
persebaran secara vertikal menunjukkan, semakin tinggi tempat, maka
suhu udara semakin dingin. Alat untuk mengukur suhu disebuttermometer.

3. Kelembapan Udara (humidity)


Dalam udara terdapat air yang terjadi karena penguapan. Makin tinggi
suhu udara, makin banyak uap air yang dikandungnya. Hal ini berarti,
makin lembablah udara tersebut. Jadi, Humidity adalah banyaknya uap air
yang dikandung oleh udara. Alat pengukurnya adalah higrometer.

4. Per-Awanan
Awan merupakan massa dari butir-butir kecil air yang larut di lapisan
atmosfer bagian bawah. Awan dapat menunjukkan kondisi cuaca.

5. Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah hujan yang jatuh di suatu daerah selama waktu
tertentu. Untuk mengetahui besarnya curah hujan digunakan alat yang
disebut penakar hujan (Rain Gauge).

5
6. Angin
Angin adalah udara yang berggerak dari daerah yang bertekanan tinggi
(maksimum) ke daerah yang bertekanan rendah (minimum). Perbedaan
tekanan udara disebabkan oleh adanya perbedaan suhu udara. Bila suhu
udara tinggi, berarti tekanannya rendah dan sebaliknya. Alat untuk
mengukur arah dan kecepatan angin disebut anemometer.

2.3 Klasifikasi Iklim

1. Iklim Matahari
Dasar perhitungan untuk mengadakan pembagian daerah iklim matahari
ialah banyaknya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi.
Menurut teori, makin jauh dari khatulistiwa, makin besar sudut datang
sinar matahari, sehingga makin sedikit jumlah sinar matahariyang diterima
oleh permukaan bumi. Pembagian daerah iklim matahari didasarkan pada
letak lintang adalah sebagai berikut :
a. Daerah Iklim Tropis : 0 derajat LU-23,5 derajat LU dan 0 derajat
LS-23,5 derajat LS
b. Daerah Iklim Sedang  : 23,5 derajat LU-66,5 derajat Lu dan 23,5
derajat LS-90 derajat LS
c. Daerah Iklim Dingin  : 66,5 derajat LU-90 derajat LU dan 66,5
derajat LS-90 derajat LS

Pembagian daerah iklim menurut iklim matahari didasarkan 1


teori, bahwa temperatir udara makin rendah jika letaknya makin
jauh dari khatulistiwa. Maka dari itu, ada ahli yang menyebut iklim
matahari sebagai iklim teoritis. Menurut kenyataanya, temperatur
beberapa tempat menyimpang dari teori tersebut.

6
2. Iklim Fisis
Iklim fisis adalah iklim yang dipengaruhi alam sekitar. Misalnya,
daratan, lautan, pegunungan , dataran rendah, dataran tinggi, angin,
laut, maupun letak geografis. Berikut adalah pembagian Iklim fisis :
• Iklim Kontinental atau Iklim Darat, iklim ini terjadi di daerah yang
sangat luas, sehingga angin yang terpengaruh terhadap daerah tersebut
adalah angin darat yang kering. Di daerah ini, pada siang hari terasa
panas sekali dan pada malam hari terasa sangat dingin. Curah hujannya
sangat rendah, sehingga kadang-kadang terbentuk gurun pasir.
Misalnya Gobi, Tibet, Arab, Sahara, Kalahari, Australia Tengah, dan
Nevada.
• Iklim Laut, iklim ini terdapat di daerah eropa tropis dan subtropis.
Angin yang berpengaruh terhadap daerah tersebut adalah angin laut
yang lembab. Ciri-ciri iklim laut adalah curah hujan yang rata-rata
tinggi. Suhu tahunan dan harian yang hampir sama, sifatnya banyak
hujan.
• Iklim Dataran Tinggi, iklim ini mengalami perubahan suhu harian
dan tahunan, takanan rendah, sinar matahari terik dan hanya
mengandung sedikit uap air.
• Iklim Pegunungan, iklim initerdapat di daerah pegunungan. Di
daerah pegunungan udaranya sejuk dan hujan sering turun. Hujan
terjadi karena awan yang naik ke lereng pegunungan mengalami
kondensasi sehingga turun hujan. Hujan seperti ini disebut hujan
orografis.

3. Iklim Musim
Letak geografis indonesia yang diapit oleh Benua Asia di sebelah utara
dan Benua Australia di sebelah selatan, menyebabkan di indonesia
terdapat Iklim musim. Iklim musim ini erat kaitannya dengan pola
angin musim di Indonesia. Pada bulan April-Oktober, ketika bertiup
angin musim timur, terjadi musim kemarau. Sebaliknya ketika bertiup
angin musim barat, terjadi musim penghujan.

7
4. Iklim Koppen
Koppen mengadakan pembagian daerah iklim berdasarkan temperaturn
dan hujan. Menurut keadaan temperatur dan curah hujannya,
permukaan dibagi menjadi bebberapa daerah iklim.

2.4 Provinsi Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan terletak di 0°12′ – 8° Lintang Selatan dan 116°48′ –


122°36′ Bujur Timur. Luas wilayahnya 62.482,54 km². Provinsi ini berbatasan
dengan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat di utara, Teluk Bone dan
Sulawesi Tenggara di timur, Selat Makassar di barat, dan Laut Flores di
selatan.

Cikal bakal berdirinya Provinsi Sulawesi Selatan diawali dengan lahirnya UU


Nomor 21 Tahun 1950 tentang pembentukan Provinsi Administratif Sulawesi.
Sepuluh tahun kemudian pemerintah mengeluarkan UU Nomor 47 Tahun
1960 yang mengesahkan terbentuknya Provinsi Sulawesi Selatan dan
Tenggara. Selanjutnya, melalui UU Nomor 13 Tahun 1964 pemerintah
memisahkan Sulawesi Tenggara dari Sulawesi Selatan. Terakhir berdasarkan
UU Nomor 26 Tahun 2004 berdiri Provinsi Sulawesi Barat yang juga
sebelumnya merupakan bagian dari wilayah administrasi Provinsi Sulawesi
Selatan.

8
Gambar 1.1 Peta Provinsi Sulawesi Selatan
Sumber: https://peta-kota.blogspot.com/2011/06/peta-provinsi-sulawesi-selatan.html

9
2.5 Analisis Iklim 30 Tahun Terakhir

Tabel 1.1 Data iklim 30 tahun terakhir Sulawesi Selatan


Tahun Tx Tn RR RH_avg
1989 31,9 24,6 198 77,9
1990 29,6 21,9 231 74,2
1991 33 24,2 223 79,3
1992 31,9 18,8 214,3 75,2
1993 30,1 19,4 203,3 74,9
1994 33,1 20,8 235,6 73,7
1995 33,2 24,4 206,3 74,6
1996 34 23,9 141,3 75,0
1997 31,8 23,7 126,3 67,3
1998 33,04 24,4 125 74,4
1999 33,6 24,3 148 72,1
2000 34 20,2 208 87,3
2001 31,1 16,8 339,8 70,4
2002 31,9 18,8 178 67,3
2003 32 24 254,4 76,3
2004 29,6 25,3 201,4 73,7
2005 37,08 19,2 203,3 86,3
2006 35,4 19,8 182,9 77
2007 35,8 22,7 281,4 80,9
2008 34,7 21,6 204,8 82,8
2009 35,4 22 242,3 80,9
2010 35,1 30,1 312 87
2011 34,4 20,9 288,7 81
2012 35,4 20,7 207,7 83,4
2013 34,2 21,3 331 83,6
2014 35,6 19,5 228,2 78,2
2015 37,7 19,2 281,8 75,2
2016 32,1 23,6 189 75,9
2017 31,8 23,7 311 77,9
2018 33,05 23,9 197 73,3
2019 32,5 21,2 50 74,2
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

Dari Tabel 1.1 dapat diketahui bahwa Iklim Sulawesi Selatan


termasuk tropis basah. Suhu udara rata-rata 26,8°C dengan
kelembaban udara 77,1°C. sedangkan curah hujan rata-rata
217,5 mm3 dengan rata-rata hari hujannya 159 hari. Secara umum
Sulawesi Selatan memiliki dua musim yaitu musim kemarau (Mei

10
- Oktober) dan musim hujan (Nopember-April), dari dapat dilihat
bahwa curah hujan tiap tahun di Provinsi Sulawesi Selatan selalu
tinggi, Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh adanya daerah tekanan rendah
di sekitar laut Flores dan daerah konvergensi di wilayah Selat Makassar. Selain
itu, suhu muka laut yang hangat di perairan Sulawesi Selatan dan kelembaban
yang juga sangat tinggi menyebabkan potensi pertumbuhan awan hujan sangat
signifikan di wilayah Sulawesi Selatan, khususnya pesisir Barat. Curah hujan
teringgi terjadi pada tahun 2001 yang mana curah hujan mencapai angka 300mm,
sementara pada tahun 2019 Provinsi Sulawesi Selatan masih mengalami kemarau
yang cukup panjang.
Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia umumnya ditandai adanya
perubahan temperatur rerata harian, pola curah hujan, tinggi muka laut, dan
variabilitas iklim (misalnya El Niño dan La Niña, Indian Dipole, dan sebagainya).
Perubahan ini memberi dampak serius terhadap berbagai sektor di Indonesia,
misalnya kesehatan, pertanian, perekonomian, dan lain-lain. Beberapa studi
institusi, baik dari dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa iklim di
Indonesia mengalami perubahan sejak tahun 1960, meskipun analisis ilmiah
maupun data-datanya masih terbatas. Perubahan temperatur rerata harian
merupakan indikator paling umum perubahan iklim. Peningkatan temperatur
rerata harian tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pola curah hujan
yang umumnya ditentukan sirkulasi monsun Asia dan Australia. Dengan sirkulasi
monsun, Indonesia memiliki dua musim utama yang berubah setiap setengah
tahun sekali (musim penghujan dan kemarau). Perubahan temperatur rerata harian
juga dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pola curah hujan secara ekstrem.
Salah satu fenomena yang mengonfirmasi terjadinya peningkatan temperatur di
Indonesia adalah melelehnya es di Puncak Jayawijaya, Papua. Di samping
mengakibatkan kekeringan atau banjir ekstrem, peningkatan temperatur
permukaan atmosfer juga menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur air laut
yang berujung pada ekspansi volum air laut dan mencairnya glestser serta es pada
kutub. Pada tahap selanjutnya, tinggi muka air laut mengalami kenaikan yang
berisiko terhadap penurunan kualitas kehidupan di pesisir pantai. Kenaikan rerata
tinggi muka laut pada abad ke-20 tercatat sebesar 1,7 mm per tahun secara global,

11
namun kenaikan tersebut tidak terjadi secara seragam. Bagi Indonesia yang diapit
oleh Samudera Hindia dan Pasifik, kenaikan tinggi muka laut yang tidak seragam
dapat berpengaruh pada pola arus laut. Selain perubahan terhadap pola arus,
kenaikan tinggi muka laut yang tidak seragam juga meningkatkan potensi
terjadinya erosi, perubahan garis pantai, mereduksi wetland (lahan basah) di
sepanjang pantai, dan meningkatkan laju intrusi air laut terhadap aquifer daerah
pantai. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Bappenas (ICCSR, 2010) dan
Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI) pada tahun 2011, gelombang badai
(storm surge); pasang surut, serta variabilitas iklim ekstrem seperti La Niña yang
termodulasi oleh kenaikan tinggi muka laut juga turut berkontribusi dalam
memperparah bahaya penggenangan air laut di pesisir. Analisis awal terhadap
data-data simulasi gelombang menunjukkan bahwa rerata tinggi gelombang
maksimum di perairan Indonesia pada periode monsun Asia berkisar antara 1 m
hingga 6 m. Untuk Laut Jawa, tinggi gelombang maksimum, terutama Januari dan
Februari mencapai 3,5 m. Hal ini menambah risiko banjir di daerah Pantai Utara
Jawa (Pantura) karena bertepatan dengan puncak musim penghujan di Indonesia.
Selain risiko banjir di pantai, gelombang ekstrem juga berdampak buruk terhadap
distribusi barang antar pulau yang banyak menggunakan transportasi laut. Di sisi
lain, analisis yang dilakukan terhadap fenomena El Niño dan La Niña (Sofian,
2010) menunjukkan bahwa kedua fenomena tersebut akan lebih banyak
berpeluang terjadi di masa mendatang dengan periode dua hingga tiga tahun sekali
yang diduga disebabkan perubahan iklim. Perubahan iklim di Indonesia
berdampak cukup besar terhadap produksi bahan pangan, seperti jagung dan padi.
Produksi bahan pangan dari sektor kelautan (ikan maupun hasil laut lainnya)
diperkirakan akan mengalami penurunan yang sangat besar dengan adanya
perubahan pada pola arus, temperatur, tinggi muka laut, umbalan, dan sebagainya.
Indonesia bahkan berada pada peringkat 9 dari 10 negara paling rentan dari
ancaman terhadap keamanan pangan akibat dampak perubahan iklim pada sektor
perikanan (Huelsenbeck, Oceana, 2012). Akibat dampak perubahan iklim dan
pengasaman laut (ocean acidification) pada ketersediaan makanan hasil laut,
Indonesia berada pada peringkat 23 dari 50 negara paling rentan berdasarkan
kajian yang sama.

12
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Curah hujan yang tinggi disebabkan oleh adanya daerah tekanan rendah di
sekitar laut Flores dan daerah konvergensi di wilayah Selat Makassar. Selain
itu, suhu muka laut yang hangat di perairan Sulawesi Selatan dan kelembaban
yang juga sangat tinggi menyebabkan potensi pertumbuhan awan hujan
sangat signifikan di wilayah Sulawesi Selatan, khususnya pesisir Barat.
Perubahan temperatur rerata harian merupakan indikator paling umum
perubahan iklim. Peningkatan temperatur rerata harian tersebut berpengaruh
secara signifikan terhadap pola curah hujan yang umumnya ditentukan
sirkulasi monsun Asia dan Australia. Dengan sirkulasi monsun, Indonesia
memiliki dua musim utama yang berubah setiap setengah tahun sekali
(musim penghujan dan kemarau). Perubahan temperatur rerata harian juga
dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pola curah hujan secara ekstrem.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2012. Pengertian Iklim. http://google.co.id/. Diakses pada tanggal 8


Desember 2019 pukul 2:44.

BMKG.2015. Data Online Pusat Database. http://dataonline.bmkg.go.id/home.


Diakses pada tanggal 8 Desember 2019 pukul 3:46.

Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan.2019. Rata-Rata Suhu Udara,


Kelembaban. https://sulsel.bps.go.id/statictable/2015/09/28/103/rata-rata-suhu-
udara-kelembaban-tekanan-udara-kecepatan-angin-curah-hujan-dan-penyinaran-
matahari-menurut-stasiun-di-provinsi-sulawesi-selatan-2013.html Diakses pada
tanggal 8 Desember 2019 pukul 3:55

14

Anda mungkin juga menyukai