Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
KETENTUAN JALAN

1.1 Pengertian Jalan dan Trase


Fasilitas yang dibutuhkan oleh semua orang salah satu-nya adalah jalan. Jalan
adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapanya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada
permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta
di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (UU RI No 38
Tahun 2004, Pasal 1 ayat 4). Dalam merencanakan jalan baru, trase jalan sangat
dibutuhkan untuk menentukan bentuk jalan yang akan dirancang. Trase jalan adalah
garis-garis lurus saling berhubungan yang tedapat pada peta topografi suatu muka tanah
dalam perencanaan jalan baru.
Alinemen horizontal atau trase suatu jalan adalah proyeksi sumbu jalan tegak
lurus bidang kertas yang terdiri dari garis lurus dan garis lengkung. Garis lengkung
horizontal adalah bagian lengkung dari jalan yang ditempatkan di antara dua garis lurus.
Dalam merencanakan alinyemen horisontal perlu diketahui hubungan antara kecepatan
rencana dengan lengkung dan hubungan keduanya dengan superelevasi.
Biasanya terdapat beberapa trase jalan yang dibuat, sehingga pada akhirnya
dipilih salah satu trase yang dapat memenuhi syarat suatu perencanaan jalan. Ada
beberapa cara untuk memilih trase yang dapat memenuhi syarat bahwa suatu jalan
digunakan, terutama jalan yang dibangun di area pegunungan dan hutan, yaitu.
a. Trase diusahakan jalur terpendek
Jalur yang dibuat harus yang paling pendek, karena akan berpengaruh pada ke
ekonomisan-nya. Jalan yang dibangun perlu mementingkan kualitas bagus dan
biaya yang relatif murah.
b. Tidak terlalu curam
Salah satu syarat dalam merencanakan jalan adalah memberikan kenyamanan
bagi pengguna jalan. Jalan yang terlalu curam akan membuat kendaraan menjadi
berat akibat adanya gaya sentrifugal.
2

c. Sudut luar tidak terlalu besar


Sudut luar dalam menarik trase jalan akan sangat mempengaruhi keadaan jalan
yang dibangun. Hal ini akan berpengaruh pada bentuk tikungan yang dibuat.
Terdapat beberapa kategori untuk besaran sudut luar (β) untuk tikungan yaitu:
1) Full circle (dengan nilai (β) < 20°)
2) Spiral circle (dengan nilai (β) > 20° hingga < 90°)
3) Spiral-Spiral (dengan nilai (β) > 90°)
d. Galian dan timbunan
Besar timbunan dan galian perlu ditentukan terlebih dahulu, agar biaya yang
dikeluarkan untuk melaksanakan suatu bangunan jalan tidak lebih besar dari yang
tersedia.
1.1.1 Bagian Jalan
Jalan yang dibuat dibagi menjadi beberapa bagian, dan dengan fugsi
masingmasing. Bagian-bagian jalan berdasarkan PP Nomor 34 Tahun 2006.

Gambar 1.1 Rumaja, rumija, dan ruwasja di lingkungan jalan antar kota.
(PP No. 034, 2006).
3

a. Rumaja (Ruang manfaat jalan)


Rumaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan
kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan yang bersangkutan
berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri. Ruang manfaat jalan hanya
diperuntukan bagi median, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar,
lereng, dan bangunan pelengkap lainnya. Ruang manfaat jalan memiliki
spesifikasi sebagai berikut:
1) Jalan bebas hambatan
a) Lebar paling kecil sebesar 42,5 meter.
b) Tinggi paling kecil sebesar 5 meter.
c) Dalam paling kecil sebesar 1,5 meter.
2) Jalan raya
a) Lebar paling kecil sebesar 38 meter.
b) Tinggi paling kecil sebesar 5 meter.
c) Dalam paling kecil sebesar 1,5 meter.
3) Jalan sedang
a) Lebar paling kecil sebesar 13 meter.
b) Tinggi paling kecil sebesar 5 meter.
c) Dalam paling kecil sebesar 1,5 meter.
4) Jalan kecil
a) Lebar paling kecil sebesar 8,5 meter.
b) Tinggi paling kecil sebesar 5 meter.
c) Dalam paling kecil sebesar 1,5 meter.
b. Rumija (Ruang milik jalan)
Ruang milik jalan merupakan ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan
dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang diperuntukkan bagi
ruang manfaat jalan, peleberan jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang
serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar,
kedalaman, dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar
sebagai berikut:
4

1) Jalan bebas hambatan 30 (tiga puluh) meter;


2) Jalan raya 25 (dua puluh lima) meter;
3) Jalan sedang 15 (lima belas) meter; dan
4) Jalan kecil 11 (sebelas) meter.
c. Ruwasja (Ruang pengawasan jalan)
Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang
penggunaanya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu
pandangan bebas pengemudi konstruksi jalan dan fungsi jalan. Dalam hal ruang
milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan
ukuran sebagai berikut:
1) Jalan arteri primer 15 (lima belas) meter;
2) Jalan kolektor primer 10 (sepuluh) meter;
3) Jalan lokal primer 7 (tujuh) meter;
4) Jalan lingkungan primer 5 (lima) meter;
5) Jalan arteri sekunder 15 (lima belas);
6) Jalan lokal sekunder 3 (tiga) meter;
7) Jalan lingkungan sekunder 2 (dua) meter;
8) Jembatan 100 (seratus) meter kea rah hilir dan hulu.
5

Tabel 1.1 Dimensi ruang jalan bebas hambatan untuk jalan tol (Peraturan Bina
Marga No. 007 BM 20090
Bagian- Komponen
JBH Dimensi Minimum
bagian jalan Geometri
Jalan tol
Antarkota Perkotaan Layang/Trowongan
Lebar badan
30,0 22,0
jalan
RUMAJA
Tinggi 5,00 5,00
Kedalaman 1,50 1,50
RUMIJA Lebar 30 40 30 20
RUWASJA Lebar 75 75 40 100

Tabel 1.2 Standar kelas jalan berdasarkan fungsi,dimensi kendaraan dan


MST
Dimensi Kendaran
Muatan Sumbu
Kelas Maksimum yang Diizinkan
Fungsi Jalan Terberat yang
Jalan Lebar Panjang Tinggi
Diizinkan (ton)
(mm) (mm) (mm)
Arteri dan
I 2500 18000 4200 10
Kolektor
Arteri, Kolektor,
II Lokal, dan 2500 12000 4200 8
Lingkungan
Arteri, Kolektor,
III Lokal, dan 2100 9000 3500 8
Lingkungan
Khusus Arteri >2500 >18000 4200 >10
6

d. Bahu jalan
Bagian jalan yang berdampingan dan sama tinggi dengan perkerasan jalan. Bahu
jalan berfungsi menahan perkerasan terhadap gerakan ke samping, sebagai jalur
darurat pada waktu kendaraan mendahului dan berhenti dan untuk menyediakan
ruang pejalan kaki.
e. Saluran samping jalan
Bagian jalan yang berdampingan dengan bahu, yang berfungsi sebagai saluran
drainase.
f. Badan jalan
Bagian jalan dimana jalur lalulintas, bahu dan saluran samping dibangun.
1.1.2 Fungsi Hirarki dan Kelas Jalan
Fungsi dan peranan jalan dibedakan menjadi tiga bagian yaitu jalan arteri, jalan
kolektor, dan lokal. Ketiga jenis jalan tersebut masing-masing dibagi menjadi dua bagian
yaitu jalan primer dan sekunder. Jalan primer adalah untuk jalan luar kota dan jalan
sekunder adalah untuk jalan yang berada di dalam kota. Berikut adalah penjelasan
tentang klasifikasi jalan menurut fungsi hirarki jalan pada PP Nomor 34 Tahun 2006.
a. Berdasarkan fungsi jalan
1) Jalan arteri
Jalan arteri merupakan jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien.
2) Jalan kolektor
Jalan kolektor merupakan jalan yang melayani angkutan
pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan
rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
3) Jalan lokal
Jalan lokal merupakan jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-
ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan
masuk tidak dibatasi.
4) Jalan lingkungan
7

Jalan lingkungan merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan


di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan
perdesaan.
b. Berdasarkan administrasi jalan
1) Jalan nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalam sistem
jaringan jalan primer yang menghubungkan antaribukota provinsi, dan jalan
strategis nasional, serta jalan tol.
2) Jalan provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
3) Jalan kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan jalan primer
yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan,
antaribukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal,
antarpusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan
sekunder dalam wilayah kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4) Jalan kota
Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukiman yang berada di dalam kota.
5) Jalan desa
Jalan desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
antarpermukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
8

c. Berdasarkan kelas jalan


1) Jalan kelas I
Kelas I merupakan jalan yang dilewati oleh kendaraan yang memiliki
dimensi lebar < 2500 mm, panjang < 18000 mm, tinggi < 4200 mm dan
muatan sumbu terberat 10 ton.
2) Jalan kelas II
Kelas II merupakan jalan yang dilewati oleh kendaraan yang memiliki
dimensi lebar < 2500 mm, panjang < 12000 mm, tinggi < 4200 mm dan
muatan sumbu terberat 8 ton.
3) Jalan kelas III
Kelas III merupakan jalan yang dilewati oleh kendaraan yang memiliki
dimensi lebar < 2100 mm, panjang < 9000 mm, tinggi < 3500 mm dan
muatan sumbu terberat <8 ton.
4) Jalan khusus
Jalan khusus merupakan jalan yang dilewati oleh kendaraan yang
memiliki dimensi lebar < 2500 mm, panjang < 18000 mm, tinggi < 4200
mm dan muatan sumbu terberat > 10 ton. Serta kecepatan rata-rata 60 kpj.
Adapun maksud dari pengeompokkan jalan menurut kelas jalan dari Peraturan
Bina Marga No 038/TBM/1997 tentang Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota yaitu
sebagai berikut:
a. Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan jalan untuk
menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton.
b. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan
kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.
9

Adapun pengertian jaringan jalan menurut UU 22 tahun 2009 tentang “Lalu


Lintas Dan Angkutan Jalan” yang dimaksud dengan “jaringan jalan” adalah satu
kesatuan jaringan yang terdiri atas system jaringan primer dan system jalan sekunder
yang terjalin dalam hubungan hierarkis.
Tabel 1.3 Klasifikasi jalan menurut kelas jalan (TBM, 1997)
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat
MST (ton)

I >10

Arteri II 10

III A 8

III A
Kolektor 8
III B
10

1.2 Bagan Alir

Mulai

1. Menentukan titik awal


2. Menentukan jarak minimum
3. Menentukan sudut azimuth
4. Mencari data kontur
5. Menentukan jarak minimum

1. Menarik garis searah dengan sudut


azimuth
2. Membuat multikriteria pembobotan
3. Mulai penilaian pembobotan

No

Terpenuhi

YES

Trase Terpilih

Selesai

Gambar 1.2 Bagan alir pemilihan trase.


11

1.3 Pengertian Tiap Kriteria


a. Kriteria Teknis
1) Kondisi Topografi dan Geologi
Keadaan topografi adalah keadaan yang menggambarkan kemiringan
lahan, atau kontur lahan, semakin besar kontur lahan berarti lahan tersebut
memiliki kemiringan lereng yang semakin besar. Kondisi topografi untuk
perencanaan trase harus memenuhi aturan alinyemen horizontal dan
vertikal yang baik. Sedangkan kondisi geologi terletak pada tanah
stabil/tidak mudah longsor, tidak terdapat banyak patahan ataupun sesar
dan diupayakan melewati tanah keras yang mengandung sedikit air.
2) Desain Trase
Trase adalah garis tengah atau sumbu jalan yang merupakan acuan dalam
perencanaan jalan baru. Desain trase yang dirancang harus memenuhi
persyaratan dan kriteria desain (geometri, lalulintas, perkerasan) yang
baik. Desain trase yang baik ditinjau dari berbagai aspek yaitu
perpotongan jalan dengan sungai maupun jalan rel harus tegak lurus,
lintasan sependek mungkin, jumlah maupun volume galian dan timbunan,
memiliki pekerjaan tanah yang paling sedikit dan memiliki jumlah dan
panjang jembatan paling pendek atau murah.
3) Kemudahan pelaksanaan (rekayasa teknologi)
Trase yang baik semaksimal mungkin akan terhindar dari kendala
pekerjaan di lapangan (teknis maupun nonteknis) sehingga metode
pekerjaan dan teknologi yang digunakan pun tidak sulit.
4) Dampak terhadap lalu lintas
Trase jalan yang dibuat akan mempengaruhi dampak lalulintas dari
jumlah kendaraan yang melewati jalan tersebut, jumlah kemacetan
maupun keamanan dan kenyamanannya.
12

b. Kriteria Ekonomis
1) Kebutuhan Dana
Jalan harus dibuat dengan lintasan sependek mungkin sehingga biaya
yang diperlukan tidak terlalu besar. Menghindari adanya pekerjaan galian
timbunan yang terlalu banyak dengan mempertimbangkan kemiringan
memanjang dan panjang landai kritis.
2) Manfaat Ekonomi
Trase jalan nantinya akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
c. Kriteria Non-teknis
1) Trase jalan tidak menerobos (tidak melewati batas jarak minimal
gangguan/kebisingan dan getaran) cagar alam, cagar budaya, sumber
mata air, dan hutan, agar tidak mengganggu habitat asli dalam suatu
ekosistem sehingga pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan
jalan tidak merusak tatanan hidup yang berakibat fatal pada lingkungan
sekitar jalan raya di masa yang akan datang.
2) Pembangunan jalan sebisa mungkin tidak dibangun di daerah padat yang
sudah dibangun (built up area) maupun lahan-lahan produktif tinggi
(pertanian, perkebunan, industri) agar mudah dalam proses pembebasan
tanah (lahan) dan agar tidak berdampak pada pengurangan pasokan yang
nantinya berakibat pada berkurangnya pendapatan masyarakat sehingga
tidak terjadi konflik masyarakat.
d. Kriteria Tata Ruang
1) Ketersediaan lahan.
Lahan yang dibutuhkan dalam pembuatan trase jalan harus
diperhitungkan agar jalan dapat dibangun. Oleh karena itu, tersediannya
lahan yang cukup sangat berpengaruh dalam kemudahan pelaksanaan
pembuatan trase jalan.
13

2) Dampak perkembangan terhadap wilayah lain


Trase jalan yang direncanakan juga harus mendukung pusat
pengembangan wilayah sesuai rencana umum tata ruang wilayah dan
menunjang arah potensi pengembangan kota di masa yang akan datang,
namun tetap mengedepankan aspek lingkungan.
1.3.1 Pembobotan Tiap Kriteria
Tiap kriteria memiliki nilai pembobotannya masing-masing sesuai dengan sub
kriteria yang akan dibahas. Berikut nilai pembobotan ditiap sub kriteria yang akan
digunakan.
Tabel 1.4 Pembobotan kriteria teknis
Kriteria Interval penilaian sub kriteria

A. Teknis

1. Trase tidak memenuhi aturan alinyemen horizontal


dan vertikal,melewati daerah tanah sangat lunak
dan muka air yang rendah

2. Trase tidak memenuhi aturan alinyemen horizontal


dan vertikal,melewati daerah tanah lunak / tidak
stabil

3. Trase tidak memenuhi aturan alinyemen


Kondisi topografi horizontal dan vertikal,melewati daerah tanah
A1
dan geologi sedang/cukup stabil

4. Trase cukup memenuhi aturan alinyemen


horizontal dan vertikal,melewati daerah tanah
sedang/cukup stabil,

5. Trase jalan memenuhi aturan alinyemen


horizontal dan vertikal,melewati daerah tanah
keras/stabil,dan melewati kontur yang renggang
14

1. Tidak memenuhi persyaratan dan kriteria desain


yang baik,perpotongan jalan dan sungai
menyerong,perpotongan dengan rel di tikungan

2. Tidak memenuhi persyaratan dan kriteria desain


A2 Desain trase
yang baik,perpotongan jalan dan sungai, terlalu
dekat dengan hambatan, perpotongan jalan dan
sungai menyerong,perpotongan dengan rel tegak
lurus

3. Tidak memenuhi persyaratan dan kriteria desain


yang baik,perpotongan jalan dan sungai
menyerong,perpotongan dengan rel tegak lurus

4. Memenuhi persyaratan dan kriteria desain yang


baik,perpotongan jalan dan sungai tegak lurus,
perpotongan rel tegak lurus, ekonomis

5. Memenuhi semua persyaratan dan kriteria desain

1. Pelaksanaan sangat sulit dilakukan karena banyak


sekali kendala dari segi biaya maupun metode
pelaksanaan yang digunakan

2. Pelaksanaan sulit dilakukan karena masih banyak


kendala-kendala yang susah diselesaikan dari
Kemudahan berbagai aspek
A3
pelaksanaan 3. Masih ada beberapa kendala-kendala yang yang
menghalangi kemudahan dalam pelaksanaan,
terutama biaya

4. Pelaksanaan yang dilakukan mudah dan lancar


karena biaya yang murah, desain trase bagus dan
metode pelaksanaan mudah
15

5. Pelaksanaan yang dilakukan sangat lancar tidak


ada kendala sama sekali

1. Sama sekali tidak memberi dampak apapun


terhadap lalu lintas yang ada

2. Dampak lalu lintas yang dihasilkan sangat kecil dan


hampir tidak berpengaruh pada lingkungan
A4 Dampak lalu lintas sekitarnya

3. Dampak dihasilkan lumayan namun tidak terlalu


berpengaruh

4. Dampak yang dihasilkan besar terhadap jumlah arus


kendaraan yang dilewati

5. Dampak lalu lintas sangat besar dan teratur dari


jumlah kendaraan, segi wisata, kota, peningkatan
penduduk dan lain-lain
16

Tabel 1.5 Pembobotan kriteria non teknis


Kriteria Interval penilaian sub kriteria

B. Non Teknis

1. Dampak terjadinya konflik dengan masyarakat


sangat tinggi sehingga dapat menyebabkan masalah
besar

Konfik sosial dan 2. Dampak terjadinya konflik dengan masyarakat


B1
masyarakat tinggi sehingga dapat menyebabkan pertingkaian

3. Dampak terjadinya konflik dengan masyarakat


rendah, tidak terjadi konflik dan bisa negosiasi
dengan mudah

4. Dampak terjadinya konflik dengan masyarakat


cukup rendah, konflik dapat ditanganin secara ganti
rugi

5. Dampak terjadinya konflik dengan masyarakat tidak


ada

1. Kondisi lingkungan yang dilewati trase jalan sangat


berbahaya, karena dapat merusak ekosistem hewan
maupun tumbuhan

2. Kondisi lingkungan yang dilewati trase jalan


Lingkungan dan
B2 berbahaya, persentase rusaknya lingkungan akibat
fisik
pembangunan masih cukup tinggi

3. Kondisi lingkungan yang dilewati trase tidak


berbahaya, tetapi masih memungkinkan terjadinya
kerusakan pembangunan meskipun rendah
17

4. Kondisi lingkungan yang dilewati trase tidak


berbahaya, tetapi masih memungkinkan terjadinya
kerusakan ekosistem meskipun rendah

5. Kondisi lingkungan yang dilewati trase jalan aman


dan tidak akan ada dampak kerusakan ekosistem

1. Keamanan di lokasi buruk, kecelakaan dan


kejahatan masih terjadi dengan persentase tinggi

2. Keamanan di lokasi buruk, kecelakaan dan


kejahatan masih terjadi dengan persentase cukup
Keamanan dan
tinggi
B3 vandalisme
3. Keamanan di lokasi sedikit baik, kecelakaan dan
kejahatan masih terjadi

4. Keamanan di lokasi baik, terjadinya kecelakaan di


lokasi masih rendah

5. Keamanan di lokasi sangat baik, wilayah tersebut


jarang terjadi kecelakaan maupun kejahatan lainnya
18

Tabel 1.6 Pembobotan kriteria ekonomis


Kriteria Interval penilaian sub kriteria

C. Ekonomis

1. Dana yang dibutuhkan untuk membuat trase sangat


mahal dari segi material maupun pelaksanaannya
sulit

2. Dana yang dibutuhkan untuk membuat trase mahal


C1 Kebutuhan dana dari segi material maupun pelaksanaan

3. Dana yang dibutuhkan untuk membuat trase lumayan


mahal dari segi material maupun pelaksanaan

4. Dana yang dibutuhkan untuk membuat trase murah


dari segi material maupun pelaksanaan

5. Dana yang dibutuhkan untuk membuat trase sangat


murah dari segi material, dan mudah dalam
pelaksanaannya

1. Trase jalan yang dibangun tidak memiliki manfaat


yang ekonomis, cenderung pemborosan dari segi
waktu dan bahan bakar

2. Trase jalan yang dibangun memiliki sedikit


keuntungan pada jarak yang dilalui lebih pendek
tetapi masih boros bahan bakar
C2 Manfaat ekonomis
3. Trase jalan yang dibangun memiliki keuntungan
yang cukup tinggi pada jarak yang ditempuh maupun
bahan bakar yang dibutuhkan

4. Trase jalan yang dibangun jika dilewati akan


menghemat waktu dan biaya untuk bahan bakar akan
lebih ekonomis
19

5. Trase jalan yang dibangun sangat ekonomis dari


menghemat waktu, jarak yang lebih cepat menuju
tujuan maupun bahan bakar

Tabel 1.7 Pembobotan kriteria tata ruang


Kriteria Interval penilaian sub kriteria

C. Tata Ruang

1. Lahan yang tersedia sangat sedikit

2. Lahan yang tersedia sedikit, masih bisa diatasi dengan


melakukan penggusuran lahan, tetapi beresiko
D1 Ketersediaan lahan 3. Lahan yang tersedia cukup banyak, sehingga bisa
dilakukan pembuatan trase jalan di wilayah tersebut

4. Lahan yang tersedia banyak, banyak alternatif jalur


trase yang dapat dibuat

5. Lahan yang tersedia sangat banyak, pembuatan trase

jalan akan lancar tanpa hambatan dan alternatif trase


sangat banyak

1. Lokasi berada sangat jauh dengan kota atau wilayah


pemukiman

2. Lokasi berada jauh dengan kota atau wilayah


pemukiman
Dampak
3. Lokasi berada lumayan dekat dengan kota atau
D2 perkembangan
wilayah pemukiman, sehingga trase jalan dapat
terhadap wilayah
memberikan dampak meskipun rendah

4. Lokasi berada dekat dengan kota atau wilayah


pemukiman, dampak yang diberikan cukup besar
kepada kota yang dekat dengan trase jalan
20

5. Lokasi berada sangat dekat dengan kota atau


wilayah pemukiman, dampaknya sangat besar dan
menyebabkan kemajuan

1.3.2 Pemilihan trase


Trase jalan yang akan digunakan akan dilakukan pembobotan nilai berdasarkan
empat jenis kriteria yang sudah dijelaskan diatas. Trase jalan yang dinilai adalah tiga
alternatif trase jalan yang sudah dibuat.
Tabel 1.8 Penilaian pada setiap alternatif trase jalan.
Nilai Nilai x Bobot
Kriteria Bobot
1 2 3 4 1 2 3 4
A. Teknis
Kondisi geologi dan
3 5 4 3 10% 0.30 0.50 0.40 0.30
topografi
Desain trase 2 4 4 3 10% 0.20 0.40 0.40 0.30
Kemudahan pelaksanaan 3 3 3 3 5% 0.10 0.15 0.15 0.15
Dampak terhadap lalu
5 4 3 2 5% 0.25 0.20 0.15 0.10
lintas
30% 0.85 1.25 1.10 0.85
B. Non Teknis
Konfik sosial dan
2 4 4 5 5% 0.10 0.20 0.20 0.25
masyarakat
Lingkungan dan fisik 3 3 3 3 5% 0.15 0.15 0.15 0.15
Keamanan dan
3 4 4 2 5% 0.15 0.20 0.20 0.10
vandalisme
15% 0.40 0.55 0.55 0.50
C. Ekonomis
Konfik sosial dan
3 5 3 2 20% 0.60 1.00 0.60 0.40
masyarakat
21

Lingkungan dan fisik 3 4 3 1 15% 0.75 0.60 0.45 0.15


35% 1.35 1.60 1.05 0.55
D. Tata Ruang
Ketersediaan lahan 2 3 3 4 10% 0.20 0.30 0.30 0.40
Dampak perkembangan
5 4 3 2 10% 0.50 0.40 0.30 0.20
wilayah lain
20% 0.70 0.70 0.60 0.60
Total 100% 2.90 3.55 3.30 2.5

Trase jalan yang akan dibuat berjumlah empat buah trase alternatif. Setiap trase
jalan yang dibuat akan dinilai berdasarkan kriteria yang sudah disediakan. Berikut
gambar empat trase jalan yang sudah dibuat :
a. Trase 1

Gambar 1.3 Trase Jalan 1


Trase pertama tidak dipilih dengan alasan karena panjang jalan trase tersebut
sebesar 1925 m yang artinya trase tersebut tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan
yaitu sebesar 2000 m, serta yang menjadi pertimbangan penting adalah trase tersebut
terlalu dekat dengan pemukiman, hal itu dihindarkan karena kemungkinan terjadinya
kemacetan dijalan yang lain.
22

b. Trase 2

Gambar 1.4 Trase Jalan 2


Trase kedua memiliki panjang jalan sebesar 2033 m, panjang tersebut adalah
panjang terpendek kedua setelah trase ketiga, dengan panjang trase yang telah
memenuhi persyaratan dan memenuhi spesifikasi. Trase kedua dipilih dengan jarak
jalan dengan pemukiman dan hutan lindung sangat strategis, melewati kontur yang tidak
begitu rapat.
c. Trase 3

Gambar 1.5 Trase Jalan 3


Trase ketiga memiliki panjang jalan terpendek yaitu sebesar 2000 m yang artinya
trase tersebut telah memenuhi kriteria, akan tetapi trase ini tidak dipilih dengan alasan
kontur yang dilalui trase ketiga begitu rapat yang akan menyulitkan dalam
pelaksanaannya.
23

d. Trase 4

Gambar 1.6 Trase Jalan 4


Trase keempat memiliki panjang trase terbesar dari trase yang lainnya yaitu
sebesar 2052 m, akan tetapi trase tersebut memenuhi kriteria dengan panjang lebih dari
2000 m. Pada trase keempat tidak dipilih dengan alasan trase tersebut mengambil jalur
yang jauh yang menyebabkan borosnya bahan bakar kendaraan, trase tersebut terlalu
jauh dengan pemukiman, dan trase tersebut terlalu dekat dengan hutan lindung hal ini
juga akan meningkatkan tingkat kejahatan apabila pada daerah tersebut sangat sepi.
Maka dari itu, trase keempat tidak dipilih.
24

1.3.3 Kesimpulan
Dari hasil pembobotan yang sudah dilakukan pada empat alternative trase jalan
yang dibuat. Maka, trase jalan alternatif keempat adalah trase jalan yang paling tepat
untuk digunakan pada wilayah tersebut. Hal ini dikarenakan desain trase alternatif 4
memiliki panjang terpendek, jumlah tikungan sedikit, desain yang simple, jarak tikungan
dengan jalan dan hambatan yang memenuhi syarat, serta biaya yang dikeluarkan lebih
ekonomis.

Gambar 1.7 Trase terpilih

Anda mungkin juga menyukai