Anda di halaman 1dari 6

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan,

menjelaskan pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana

pelayanan kesehatan reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau oleh

masyarakat, termasuk keluarga berencana (Kemenkes., 2015).

Menurut Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010 usia reproduksi perempuan pada

umumnya adalah usia 15-49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran

atau menjarangkan kelahiran, wanita atau pasangan ini lebih diprioritaskan untuk

menggunakan kontrasepsi KB. Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana

dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang sedang atau pernah menggunakan alat

kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor

(Depkes RI., 2009).

Kontrasepsi hormonal merupakan jenis kontrasepsi yang paling disukai oleh

para peserta keluarga berencana (KB). Berdasarkan data pada bulan Februari 2012,

Peserta KB Baru secara Nasional sebanyak 1.256.250 peserta. yaitu peserta IUD

(Intra Uterine Device) 6,62 %, peserta Implan 7,13 %, peserta Suntik 50,74 %, dan

peserta Pil 27,56 %. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kontrasepsi hormonal

terutama jenis kontrasepsi suntik dan kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi

yang memiliki peserta terbanyak dengan menempati peringkat pertama dan kedua

(BKKBN., 2012).

Persentase pasangan usia subur di Kalimantan Selatan pada tahun 2016

sebesar 2.448.052 orang, peserta KB baru 269.608 (11,01 %), peserta kondom
2

1.945 (0,72 %), peserta pil 36.299 (13,46 %), peserta implan 7.558 (2,80 %), dan

peserta suntikan 60.046 (22,27 %). Dan persentase pasangan usia subur di

Kalimantan Selatan peserta KB aktif 589.920 (76,99 %), perserta kondom 13.059

(2,21 %), peserta pil 264.630 (44,86 %), peserta implan 45.913 (7,78 %), dan

peserta suntikan 245.444 (41,61 %) (BKKBN,.2017).

Jumlah peserta KB aktif pada tahun 2011 di Kabupaten Tapin sebanyak

33.375 orang 84,11 % dengan jenis kontrasepsi yang banyak digunakan adalah

jenis pil 45,24 % dan suntik 38,34 %. Pada tahun 2012 jumlah perserta KB

aktif 17.713 orang 48,9 %, dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan

masih suntik 56,5 % dan pil 29,8 %. Pada tahun 2013 jumlah perserta KB

aktif 31,976 orang 87,3 %, dan jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan

masih suntik 56,1 % dan pil 42,1 %. Pada tahun 2014, jumlah peserta KB baru

sebesar 13.17 % dan jumlah peserta KB aktif sebesar 86.29 %. Selama tahun 2015,

jumlah peserta KB baru tercatat 5.131 orang (Dinkes Tapin., 2015).

Masa reproduksi wanita memiliki 3 periode yaitu kurun reproduksi muda (15-

19 tahun) merupakan tahap menunda kehamilan, kurun reproduksi sehat (20-35

tahun) merupakan tahap untuk menjarangkan kehamilan, kurun reproduksi tua (36-

49 tahun) merupakan tahap untuk mengakhiri kehamilan (Depkes RI., 2009).

Hasil survei menggambarkan peserta keluarga berencana (KB) aktif wanita

pengguna kontrasepsi hormonal berupa suntikan tahun 2013 menempati urutan

pertama dengan persentase 49,42 %, diikuti pengguna pil dengan persentase 24,76 %

dan implan sebanyak 10,14 % (Juliatri., 2015).

Kontrasepsi hormonal merupakan kontrasepsi yang dalam penggunaannya

mempunyai efektifitas atau tingkat kelangsungan pemakaian tinggi serta angka


3

kegagalan rendah bila dibandingkan dengan metode kontrasepsi sederhana. Selain

memiliki efektifitas tinggi, pemakaian kontrasepsi hormonal juga harus

memperhatikan efek samping (Diana., 2014).

Kandungan estrogen dan progesteron yang terdapat pada kontrasepsi akan

mempengaruhi peningkatan jumlah kortisol dalam saliva. Kortisol akan

mempengaruhi sistem saraf simpatis melalui reseptor α dan β adrenergic sehingga

menyebabkan peningkatan sekresi saliva yang berujung pada peningkatan pH dan

volume saliva (Sauer JR, 2000).

Saliva adalah cairan dengan susunan yang dapat berubah-ubah dilihat dari

segi derajat keasaman (pH), elektronik dan protein yang ditentukan oleh irama siang

dan malam, sifat dan kekuatan rangsangan, diet, kadar hormon, gerak badan dan

obat-obatan (Amerogen., 1991).

Beberapa proses fisiologis yang dipengaruhi oleh pH dengan aktifitas

enzimatik, proses demineralisasi dan remineralisasi jaringan keras serta ikatan zat

asam. Penurunan pH dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi

elemen-elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan pH dapat terbentuk

kolonisasi bakteri dan juga meningkatkan pembentukan kalkulus (Etriyani, Nir.,

2006).

Pil kombinasi mengandung estrogen 20 – 100 mcg dan progestin 0,4 – 2 mg

dan 0,05 – 0,15 mg, efek dari estrogenik dan progestational dari pil kombinasi

mempunyai pengaruh pada organ – organ dan jaringan tubuh dan pil yang diberikan

dapat menyebabkan rangsangan yang lebih atau kurang, sehingga dengan adanya

pengaruh rangsangan yang lebih atau kurang tersebut mengakibatkan ketidakstabilan


4

homon yang diproduksi, hal itu berdampak pada kadar pH saliva karena kadar pH

mengalami penurunan dalam rongga mulut (Amalia., 2013).

Penggunaan kontrasepsi yang mengandung progesteron seperti suntik bisa

menyebabkan kenaikan jumlah progesteron dalam tubuh yang dapat mempengaruhi

saliva dan jumlah eksudasi dalam sulkus gingiva. Keadaan ini merupakan

predisposisi dari perluasan lesi radang sehingga akan memperberat radang kronis

pada jaringan gingiva (Handajani., 2010).

Menurut hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa pemakaian

kontrasepsi suntik depo provera dapat mempengaruhi pH dan volume saliva serta

angka leukosit cairan sulkus gingiva dan terdapat peningkatan jumlah leukosit pada

cairan sulkus gingiva dan status kebersihan rongga mulut berpengaruh terhadap

terjadinya radang pada gingiva (Wulandari., 2014).

Berdasarkan hasil survei data yang didapat dari Puskesmas Tapin Selatan

pada bulan Oktober tahun 2017 yaitu Suntik 1.613 peserta dan Pil 897 peserta. Di

Kecamatan tersebut ada 11 Desa dan hasil yang didapat dari Bidan Harapan Masa

pada bulan Oktober tahun 2017 yaitu Pil 89 peserta dan Suntik 76 peserta.

Dari kesimpulan di atas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

dengan judul “Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Pil dan suntik terhadap

pH Saliva di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten Tapin”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: “Apakah ada Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Pil dan Suntik

terhadap pH Saliva di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten

Tapin”?
5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Pil dan

Suntik terhadap pH Saliva di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan

Kabupaten Tapin”.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui rata-rata pH Saliva pada pemakaian kontrasepsi hormonal

pil di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten Tapin.

b. Untuk mengetahui rata-rata pH Saliva pada pemakaian kontrasepsi hormonal

suntik di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten Tapin.

c. Untuk mengetahui pengaruh pemakaian kontrasepsi hormonal pil dan suntik

terhadap pH Saliva di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan

Kabupaten Tapin.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang

Pengaruh Pemakaian Kontrasepsi Hormonal Pil dan Suntik terhadap pH Saliva

di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten Tapin.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau referensi

dalam penulisan proposal penelitian bagi mereka yang memerlukan, terutama

bagi mahasiswa Jurusan Keperawatan Gigi sehingga dapat dijadikan

perbandingan bagi penelitian selanjutnya.


6

2. Manfaat Secara Praktis

a. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi acuan dalam menyusun

perencanaan menjaga kesehatan dimasa yang akan datang.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk

memberi informasi tentang betapa pentingnya menjaga kesehatan gigi dan

mulut di Desa Harapan Masa Kecamatan Tapin Selatan Kabupaten Tapin.

Anda mungkin juga menyukai