Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar
Sarjana Keperawatan Jurusan Keperawatan
pada Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Alauddin Makassar
Oleh
IRAWATI
NIM. 703 001 090 30
menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar hasil karya penyusun ini sendiri. Jika
dibuatkan oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang
Penyusun,
IRAWATI
NIM. 70300109030
ii
KATA PENGANTAR
Alahamdulillah rabbil alamin, puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT,
karena atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penyusunan skripsi ini
Makassar. Tidak lupa pula kami haturkan salam dan taslim kepada baginda besar
Muhammad SAW beserta para sahabat dan pengikutnya yang telah membawa
Ayahanda Ismail dan Ibunda Sarina. Terima kasih atas segala pengorbanan,
kesabaran, kasih sayang, dukungan, semangat, dan do’a restu disetiap langkah ini,
dari tahap persiapan sampai pada tahap penelitian. Namun Alhamdulillah atas
bimbingan, arahan, kerja sama, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak
Dalam kesempatan ini dengan penuh rasa hormat penulis haturkan terima
iv
1. Prof. DR. H. A. Qadir Gassing HT, M.S. selaku rektor UIN Alauddin
Makassar.
2. PJS Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Prof. Dr. H. Ahmad M. Sewang, M.A,
Dekan II, Dra. Hj. Faridha Yenny Nonci, M.Si, Apt, dan Pembantu Dekan III,
Drs. Wahyudin G., Mag serta seluruh dosen dan staf yang telah memberikan
serta penguji I dan Bapak Drs. Supardin., M.Hi selaku penguji II yang telah
ini.
5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Keperawatan yang tak sempat dituliskan
namanya satu per satu yang telah berjasa mengajar dan mendidik penulis dari
v
8. Kedua adikku tersayang (Irma dan Ilham) yang selalu memberi dukungannya
Najma, Novi, Itha, Obhe, Icha, Ida dan Nurul, Suhud, Heri,Febri dan Ijal)
proses konsultasi dan proses lain dalam perjalanan skripsi selalu bersama-
sama.
Penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, besar harapan penulis kepada pembaca atas kontribusinya baik berupa
saran dan kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis memohon do’a dan berharap
semoga ilmu yang telah diperoleh dan dititipkan dapat bermanfaat bagi orang
serta menjadi salah satu bentuk pengabdian dimasyarakat nantinya. Insya Allah,
Amin.
Penulis,
IRAWATI
vi
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1
E. Pengumpulan Data............................................................ 43
B. Pembahasan ...................................................................... 64
A. Kesimpulan ....................................................................... 80
B. Saran ................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 5 Persuratan
xi
ABSTRAK
NAMA : IRAWATI
NIM : 703 001 09030
JUDUL : Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Cacingan pada
Anak Di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Antang
Makassar (dibimbing oleh Alfi Syahar Yakub dan
Nurhidayat Jafar)
Penyakit-penyakit infeksi di Indonesia pada umumnya masih cukup tinggi.
Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi cacingan yakni
cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminthiasis). Hal ini
terjadi mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris dengan tingkat sosial
ekonomi, pengetahuan, keadaan sanitasi lingkungan dan hygiene masyarakat
masih rendah serta beriklim tropis sehingga sangat memungkinkan untuk
terjadinya infeksi dan penularan cacing. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui hubungan personal hygiene dengan kejadian cacingan pada anak di
wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar.
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian observasional dengan
pendekatan case control yakni suatu penelitian (survey) analitik dimana dilakukan
identifikasi subjek (kasus) yang telah terkena penyakit (efek), kemudian ditelusuri
secara retrospektif ada atau tidak adanya faktor resiko yang berperan. Populasi
dalam penelitian ini adalah semua anak yang terdiagnosa cacingan pada bulan
Januari sampai Mei 2013 sebanyak 40 kasus dan sebanyak 40 anak yang tidak
cacingan di wilayah kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar. Teknik
penarikan sampel adalah dengan menggunakan total sampling dengan kriteria
inklusi dan eksklusi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan rumus statistik
uji Chi-square dengan derajat kemaknaan (α=0,05) dan untuk melihat kejelasan
tentang dinamika hubungan antara faktor resiko dan efek dilihat melalui nilai rasio
odds (OR).
Berdasarkan analisis Chi-square dengan uji pearson chi-square antara
variabel personal hygiene dengan kejadian cacingan diperoleh nilai ρ sebesar
0,000. Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 21,000, 95%CI 4,5-99,1), maka
hipotesis alternatif diterima. Sehingga personal hygiene merupakan faktor resiko
terjadinya efek sebab OR > 1.
Kesimpulan yang dapat ditarik adalah ada hubungan personal higiene
dengan kejadian cacingan pada anak. Oleh sebab itu sosialisasi tentang personal
higiene dan pemberian obat cacing tetap dilaksanakan puskesmas dalam rangka
mencegah terjadinya peningkatan prevalensi kecacingan dimasa mendatang.
xii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
tinggi. Salah satu penyakit yang insidennya masih tinggi adalah infeksi
cacingan yakni cacing usus yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted
helminthiasis). Hal ini terjadi mengingat bahwa Indonesia adalah negara agraris
2003).
2012).
penduduk terinfeksi Ascaris, 740 juta terinfeksi cacing tambang, 795 juta
sedang berkembang.
2
(Depkes, 2010).
Johnny S., dokter spesialis anak dari Rumah Sakit dr. Oen, Surakarta
ketika musim hujan. Hal ini dikarenakan anak-anak sering kali bermain
ditempat yang becek. Jika kebersihan mereka tidak diawasi oleh orang tua,
infeksi cacingan dapat menimbulkan kekurangan gizi berupa kalori dan protein,
serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya daya tahan tubuh dan
Ada beberapa hal yang seringkali diabaikan oleh para orang tua, yang
justru menjadi penyebab masuknya cacing kedalam tubuh anak adalah personal
hygiene pada diri anak yang dianggap tidak penting, namun sering kali luput
(Mufidah, 2012).
hygiene dan 96,8 persen tidak hygiene. Sedangkan penelitian yang dilakukan
persen siswa tidak baik, penggunaan alas kaki sebanyak 42 persen siswa baik
dan 58 persen siswa tidak baik dan kebiasaan cuci tangan siswa sebanyak 37
persen siswa baik dan 63 persen siswa tidak baik. Jadi personal higiene siswa
berdasarkan kriteria kebersihan kuku, penggunaan alas kaki dan kebiasaan cuci
tangan siswa adalah sebanyak 28 persen siswa baik dan 72 persen siswa tidak
antara kebersihan kuku, penggunaan alas kaki dan kebiasaan cuci tangan siswa
oleh Veny Hadju (1996, dalam Waqiah, 2010) didaerah pemukiman kumuh di
4
Makassar, dengan hasil bahwa terdapat 92 persen anak terinfeksi oleh Ascaris
kecacingan.
anak usia sekolah dasar yang menderita cacingan pada tahun 2011 yakni
mencapai 149 orang anak sedangkan pada tahun 2012 jumlah penderita infeksi
cacingan adalah 195 orang anak. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
Makassar.
Makassar.
Antang Makassar.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi
terjadinya cacingan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
oleh adanya cacing di dalam usus manusia. Penyakit ini mudah menular
dari satu orang ke orang lain. Walaupun banyak dijumpai pada anak-anak,
Panjang cacing yang betina 20-40 cm dan cacing jantan 15-31 cm.
telur ini sudah terdapat larva. Telur infektif ini dapat hidup lama
3) Epidemiologi
makanan atau minuman dan dapat pula melalui tangan yang kotor
(Depkes, 2006).
11
Triachuriasis. Cacing ini pernah ditemukan pada babi dan kera. Cacing
Indonesia 75-90% .
Cacing betina 3,5-5 cm dan jantan 3,0-4,5 cm. Tiga per lima,
anterior tubuh halus seperti benang, dua per lima bagian posterior
tubuh lebih tebal, berisi usus dan perangkat alat kelamin. Cacing
tumpul dan vulva terletak pada ujung anterior bagian yang tebal
dari tubuhnya.
mikron. Telur ini di tanah dengan suhu optimum dalam waktu 3-6
(hospes), kemudian larva akan keluar dari dinding telur dan masuk
12
dan siap bertelur sekitar 30-90 hari. Cacing dewasa dapat hidup
3) Epidemologi
tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan
sumber infeksi.
c. Cacing tambang
terjadi pada semua negara tropis dan subtropis yang tanahnya secara
sepasang benda kitin. Alat kelamin pada yang jantan adalah tunggal
bentuk lonjong dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur
lobus. Telur ini ditanah pada suhu 0oC, dapat hidup dalam
waktu/hari dan dapat hidup dalam beberapa hari pada suhu 45oC
sedang pada suhu optimum 23oC-33oC dalam waktu 24-48 jam telur
akan menetas dan keluar larva rhabditiform yang makan dari bahan
yang terbuka. Dalam waktu 3-5 hari, larva menjadi lebih panjang
dan kurus dengan mulut tertutup dan runcing. Larva ini disebut
optimum dalam waktu 2 minggu, dan larva ini akan mati bila
pada luka tempat bekas tempat isapan. Infeksi oleh cacing tambang
a. Stadium larva :
b. Stadium dewasa :
kehilangan darah.
Sumanto, 2010)
c) Epidemologi
dengan memakai sandal atau sepatu (alas kaki) bila keluar rumah
(Gandahusada, 2006).
a) Personal hygiene
penyakit pada diri sendiri maupun orang lain (Tarwoto dan Wartonah,
b) Sanitasi lingkungan
anak akibat paparan penyakit cacingan diare, tipus dan polio. Khusus
(Sudarianto, 2012).
4. Akibat Cacingan
gejala-gejala tertentu seperti lemah, letih, loyo dan lemas. Hal ini
Hal ini dikarenakan tubuh kekurangan gizi. Ketika cacing berada dalam
d) Nyeri di Perut
(Isro’in, 2012).
21
(Daud, 2001).
demikian maka kebersihan menjadi hal yang tidak dapat terpisahkan dari
ajaran ibadah dan puasa, bahkan Islam menjadikan sebagai bagian dari
ِ النَّظَافَةُ ِمهَ إ
اْل إي َما ِن
Artinya:
bersifat lahiriah seperti wudhu dan mandi, ataupun kesucian yang sifatnya
atau benda yang mengandung bakteri, sedang sesuatu yang kotor atau
Terjemahnya:
shalat sedang saat itu ia dalam keadaan tidak suci/berhadas kecil, maka
atau sebagian atau seluruh kepala, kedua kaki sampai kedua mata kaki dan
dalam keadaan junub. Dengan demikian maka seorang muslim yang akan
melaksanakan shalat atau menghadap Allah swt. harus bersih dari najis dan
sangat penting. Dan selain digunakan untuk sholat berwudhu dan membaca
dari bakteri atau najis yang melekat pada tubuhnya dan makana yang
Terjemahnya:
diri dari kotoran batin, sedang menyucikan diri dari kotoran lahir adalah
mandi atau berwudhu. Ini berarti bahwa Islam ditegakkan atas prinsip
berarti ia telah menyucikan diri lahir dan bathin dari segala kesalahan dan
Selain hadis dan ayat tersebut di atas masih banyak ayat yang
pakaian dan badan belum berarti jika jiwa masih ternodai oleh dosa. Ada
adalah hati atau jiwa, biarlah badan atau pakaian kotor karena Tuhan tidak
dibenarkan oleh ayat ini jika kita memahaminya dalam arti hakiki. Lebih
dipahami dari petunjuk ayat ini bahwa seseorang yang bertugas melayani
a) Perawatan kulit
d) Perawatan rambut
d) Mencegah penyakit
secara lama dan atau yang kotor dari pakaian, maupun pakaian dalam,
secara bersih helai demi helai dengan menggunakan air yang mengalir
lingkungan dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih,
kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku dan mencuci tangan
kotor. Kebersihan tangan sangat penting karena tidak ada bagian tubuh
penyebab penyakit.
Cuci tangan pakai sabun adalah salah satu cara yang paling
merupakan penyebab utama kematian anak. Setiap tahun, lebih dari 3,5
juta anak tidak dapat hidup hingga usianya yang ke-5 karena diare dan
pneumonia.
Selain itu, perilaku cuci tangan pakai sabun, baik sebelum dan
Meski sudah sering cuci tangan, ternyata ada cara cuci tangan
yang benar. Cara cuci tangan yang benar adalah dengan mencuci
f) Gosok jari di tengah telapak tangan lalu bilas dengan air dan lap
tubuh. Tanah gembur (pasir, humus) merupakan tanah yang baik untuk
Oleh karena itu, pemakaian alas kaki saat keluar rumah ataupun
mencegah infeksi pada luka dan masuknya telur cacing pada kaki yang
3. Kebersihan Kuku
Telur cacing sering kali terselip pada kuku yang kotor. Kondisi
ini sering terjadi pada anak yang sering bermain ditanah serta pada
makanan, telur cacing yang melekat dibawah kuku yang panjang dan
kotor akan ikut tertelan bersama makanan yang dimakan. Oleh karena
jaringan yang kering disekitar kuku maka dioleskan lotion atau minyak
4. Kebersihan Jajanan
kelompok usia dan kelas sosial, termasuk anak usia sekolah dan
anak usia sekolah suka jajan (91,1 persen), selain nilai gizi makanan
bagi anak sekolah, nilai gizi dan nilai keamanan maka makanan
Afandi, 2012).
yang tidak sehat salah satu diantaranya adalah cacingan yang mencapai
31
40-60 persen. Akibat perilaku yang tidak sehat ini dapat pula
tidak dapat dikontrol oleh orang tua, tidak terlindung dan dapat
tercemar oleh debu dan kotoran yang mengandung telur cacing, juga
melalui tangan, transmisi telur cacing juga dapat melalui makanan dan
tertutup rapat. Telur cacing yang ada di tanah/debu akan sampai pada
makanan tersebut jika diterbangkan oleh angin atau dapat juga melalui
(Maryanti, 2006).
32
tumbuh dalam tanah liat yang lembab dan tanah dengan suhu optimal
± 30ºC (Depkes R.I, 2004 dalam Dachi, 2005). Tanah liat dengan
dan tanah gembur seperti pasir atau humus, dan untuk Ancylostoma
(Gandahusada, 2006).
33
BAB III
KERANGKA KONSEP
Cacingan adalah salah satu jenis penyakit infeksi yang disebabkan oleh
adanya cacing di dalam usus manusia yang ditularkan melalui tanah (Soil
duodenale/Necator americanus).
Infeksi cacing usus dapat terjadi dengan menelan telur cacing, karena
mulut dengan berbagai alat, minuman atau makanan yang terkontaminasi atau
kontak langsung dengan tubuh pada saat anak melakukan aktifitasnya. Anak
personal hygiene yang terdiri dari kebiasaan mencuci tangan, pemakaian alas
Personal Hygiene:
Sanitasi Lingkungan
Keterangan :
B. Kerangka Keja
Menentukan Populasi
Penelitian
Menentukan Sampel
yang Memenuhi Kriteria
Inklusi
Kontrol Kasus
(≠cacingan) (cacingan)
Melakukan Penelitian
Menggunakan Instrumen
Penelitian Berupa
Kuesioner
Analisa Data
Penyajian Data
Membuat kesimpulan
hasil penelitian
36
1. Personal hygiene
Kriteria Objektif
b. Buruk : Jika hanya 2 kriteria atau tidak ada kriteria yang terpenuhi.
air besar dan setelah bermain ditanah menggunakan sabun dan air mengalir
Kriteria Objektif
b. Buruk : Jika hanya 1 kriteria atau tidak ada kriteria yang terpenuhi.
37
Yaitu kebiasaan responden menggunakan alas kaki setiap keluar rumah dan
Kriteria Objektif
4. Kebersihan kuku
Yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh responden untuk memotong dan
membersihkan kuku tangan dan kuku kaki sekali seminggu serta tidak
Kriteria Objektif
kukunya.
b. Buruk : Jika hanya 1 kriteria atau tidak ada kriteria yang terpenuhi.
38
5. Kebersihan Jajanan
Kriteria Objektif
6. Kebiasaan Defekasi/BAB
Yaitu suatu tindakan yang dilakukan responden buang air besar atau
defekasi di WC dan mencuci tangan setelah buang air besar dengan sabun
Kriteria Objektif
7. Infeksi cacing
didiagnosis oleh petugas kesehatan selama lima bulan terakhir yang diambil
Makassar.
Kriteria Objektif
D. Hipotesis Penelitian
Makassar.
2. Ada hubungan antara kebiasaan memakai alas kaki dengan cacingan pada
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
jenis atau macam penelitian yang dipilih untuk mencapai tujuan penelitian
(Notoatmodjo, 2005).
terkena penyakit (efek), kemudian ditelusuri secara retrospektif ada atau tidak
penelitian kasus kontrol (case control), sering juga disebut retrospektife study.
pasien (anak) dengan efek atau penyakit tertentu (yang disebut sebagai kasus)
B. Jadwal Penelitian
1. Populasi
(Sugiyono, 2012).
terdiri dari dua kelompok yaitu populasi kasus (case) dan populasi kontrol
(control).
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
42
populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul
D. Teknik Sampling
1) Sampel kasus
2) Sampel kontrol
E. Pengumpulan Data
1. Data Primer
2. Data Sekunder
1) Pengolahan Data
a. Seleksi
b. Editing
c. Koding
tersebut.
d. Tabulasi
2) Analisa Data
berikut:
45
a. Analisa Univariat
yang diteliti
b. Analisa Bivariat
Square (X2) dengan batas kemaknaan (α) 0,05 dengan menggunakan sistem
komputerisasi SPSS for Windows. Chi Square adalah teknik statistik yang
melihat kejelasan tentang dinamika hubungan antara faktor resiko dan efek
penelitian berdasarkan pada tingkat signifikan (nilai ρ), yaitu jika nilai ρ ≤
(faktor pencegah).
G. Penyajian Data
H. Etika Penelitian
ditimbulkan.
47
asal subyek dalam kuesioner dan alat ukur apapun untuk menjaga
responden.
BAB V
A. Hasil Penelitian
adanya hubungan antara personal hygiene dengan kejadian cacingan pada anak
sebanyak 40 anak menjadi kasus dan 40 anak sebagai kontrol dan memenuhi
kriteria inklusi yang telah ditetapkan. Dimana teknik pengambilan sampel adalah
dengan cara total sampling yang merupakan suatu cara pengumpulan sampel
dimana semua populasi dijadikan sebagai sampel atau objek penelitian. Hasil
membagikan kuesioner yang kemudian diisi oleh responden. Setelah semua data
dan dianalisa secara univariat dan bivariat. adapun hasil penelitian ini disajikan
analisis univariat dan analisis bivariat. Berikut ini peneliti akan menyajikan
1. Karakteristik Responden
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik
di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa Antang Makassar
Tahun 2013
Cacingan Tidak Cacingan
Karakteristik (case) (control)
N % n %
Jenis kelamin
Laki-laki 22 55 22 55
Perempuan 18 45 18 45
Jumlah 40 100 40 100
Umur
5-8 tahun 16 40 16 40
9-12 tahun 24 60 24 60
Jumlah 40 100 40 100
Pendidikan
SD 40 100 40 100
Jumlah 40 100 40 100
Sumber: Data Primer dan Sekunder
pada kelompok kasus dan kontrol yaitu pada kelompok umur 9-12 tahun
penelitian ini adalah seluruh responden duduk dibangku sekolah dasar (SD)
sebanyak 40 anak atau 100 persen dari kelompok kasus dan kelompok
kontrol.
52
2. Analisis Univariat
persen memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik dalam lima bulan
atau 50 persen anak yang memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik dan
yang buruk.
53
kebiasaan memakai alas kaki yang baik dalam lima bulan terakhir yaitu
sebanyak 2 anak atau 5 persen dan yang memiliki kebiasaan memakai alas
kaki yang buruk dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 38 anak atau 95
memakai alas kaki yang baik sebanyak 22 anak atau 55 persen dan yang
memiliki kebiasaan memakai alas kaki yang buruk sebanyak 18 anak atau 45
persen.
54
c. Kebersihan Kuku
kebersihan kuku yang baik dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 9 anak
atau 22,5 persen dan yang memiliki kebersihan kuku yang buruk sebanyak
31 anak atau 77,5 persen. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki
kebersihan kuku yang baik sebanyak 29 anak atau 72,5 persen yang
memiliki kebersihan kuku yang buruk sebanyak 11 anak atau 27,5 persen.
55
d. Kebersihan Jajanan
kebersihan jajanan dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 1 anak atau 2,5
persen dan yang memiliki jajanan yang tidak bersih sebanyak 39 anak atau
jajanan yaitu sebanyak 20 anak atau 50 persen dan yang memiliki jajanan
e. Kebiasaan Defekasi/BAB
kebiasaan defekasi/BAB yang baik dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak
5 anak atau 12,5 persen dan yang memiliki kebiasaan defekasi/BAB yang
buruk sebanyak 35 anak atau 87,5 persen. Sedangkan pada kelompok kontrol
atau 47,5 persen dan yang memiliki Kebiasaan Defekasi/BAB yang buruk
f. Personal Hygiene
memiliki personal hygiene baik dalam lima bulan terakhir sebanyak 2 anak
atau 5 persen dan yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 38 anak
hygiene baik dalam lima bulan terakhir sebanyak 21 anak atau 52,5 persen
dan yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 19 anak atau 47,5
persen.
3. Analisis Bivariat
variabel yang diteliti. Uji yang dilakukan dalam mencari hubungan antara
(OR). Adapun hasil analisis tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.8 Hasil Uji Chi-Square dan Uji OR Hubungan Personal Hygiene
dengan Kejadian Cacingan di Wilayah Kerja
Puskesmas Tamangapa Antang Makassar
(n= 40)
memiliki personal hygiene baik dalam lima bulan terakhir sebanyak 2 anak
atau 5 persen dan yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 38 anak
hygiene baik dalam lima bulan terakhir sebanyak 21 anak atau 52,5 persen
dan yang memiliki personal hygiene buruk sebanyak 19 anak atau 47,5
persen.
nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 21,000, 95%CI 4,5-99,1), maka hipotesis
terjadinya efek sebab OR > 1. Nilai OR sebesar 21,0, hal ini berarti anak
59
Cacingan
anak atau 5 persen memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik dalam lima
bulan terakhir dan terdapat 38 anak atau 95 persen yang memiliki kebiasaan
atau 50 persen anak yang memiliki kebiasaan mencuci tangan yang baik dan
yang buruk.
Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 19,000, 95%CI 4,0-89,6), maka
60
faktor resiko terjadinya efek sebab OR > 1. Nilai OR sebesar 19,0 hal ini
berarti anak yang tidak mencuci tangan sebelum makan, setelah BAB dan
Cacingan
memiliki kebiasaan memakai alas kaki yang baik dalam lima bulan terakhir
yaitu sebanyak 2 anak atau 5 persen dan yang memiliki kebiasaan memakai
alas kaki yang buruk dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 38 anak atau
memakai alas kaki yang baik sebanyak 22 anak atau 55 persen dan yang
memiliki kebiasaan memakai alas kaki yang buruk sebanyak 18 anak atau 45
persen.
61
memakai alas kaki dengan kejadian cacingan diperoleh nilai ρ sebesar 0,000.
Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 23,222, 95%CI 4,92-109,67), maka
23,2 hal ini berarti anak yang tidak memakai alas kaki memiliki
kebersihan kuku yang baik dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 9 anak
atau 22,5 persen dan yang memiliki kebersihan kuku yang buruk sebanyak
31 anak atau 77,5 persen. Sedangkan pada kelompok kontrol yang memiliki
kebersihan kuku yang baik sebanyak 29 anak atau 72,5 persen yang
memiliki kebersihan kuku yang buruk sebanyak 11 anak atau 27,5 persen.
62
Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 9,081, 95%CI 3,3-25,1), maka
resiko terjadinya efek sebab OR > 1. Nilai OR sebesar 9,081 hal ini berarti
anak dengan kuku yang kotor memiliki kemungkinan 9,1 kali lebih besar
bersih.
Tabel 5.12 Hasil Uji Chi-Square dan Uji OR Hubungan Kebiasaan Jajan
dengan Kejadian Cacingan di Wilayah Kerja Puskesmas Tamangapa
Antang Makassar (n= 40)
kebersihan jajanan dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak 1 anak atau 2,5
persen dan yang memiliki jajanan yang tidak bersih sebanyak 39 anak atau
jajanan yaitu sebanyak 20 anak atau 50 persen dan yang memiliki jajanan
Karena nilai ρ < 0,05 yaitu 0,000 (OR= 39,000, 95%CI 3,3-25,1), maka
resiko terjadinya efek sebab OR > 1. Nilai OR sebesar 39,0 hal ini berarti
anak yang memiliki jajanan yang tidak bersih kemungkinan 39 kali lebih
yang bersih.
kebiasaan defekasi/BAB yang baik dalam lima bulan terakhir yaitu sebanyak
5 anak atau 12,5 persen dan yang memiliki kebiasaan defekasi/BAB yang
buruk sebanyak 35 anak atau 87,5 persen. Sedangkan pada kelompok kontrol
atau 47,5 persen dan yang memiliki kebiasaan defekasi/BAB yang buruk
BAB dengan kejadian cacingan diperoleh nilai ρ sebesar 0,001. Karena nilai
ρ < 0,05 yaitu 0,001 (OR= 6,333, 95%CI 2,1-19,1), maka hipotesis alternatif
sebab OR > 1. Nilai OR sebesar 6,3 hal ini berarti anak dengan kebiasaan
B. Pembahasan
terdapat 21 anak atau 52,5 persen memiliki personal hygiene yang baik.
Nilai OR sebesar 21,0, hal ini berarti anak yang memiliki personal
baik.
ada hubungan yang significant antara perilaku personal higiene siswa dengan
yang personal hygienenya kurang baik. Hasil penelitian Asror (2005) juga
nilai (ρ value=0,001).
bahwa personal hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk (portal
hygiene yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah penyebaran infeksi
hygiene yang baik merupakan cara terbaik orang tua dalam mengajarkan
ِ النَّظَافَةُ ِمهَ إ
اْل إي َما ِن
Artinya:
“Kebersihan merupakan sebagian dari iman.” (H.R. Muslim)
bakteri atau benda yang mengandung bakteri, sedang sesuatu yang kotor
cacingan dan terdapat 19 anak atau 47,5 persen pada kelompok kontrol
memiliki personal hygiene yang buruk. Hal ini dapat terjadi karena cacingan
67
faktor lain seperti sanitasi lingkungan yang buruk dan tingkat kemiskinan
seseorang. Seperti yang dijelaskan oleh Peter Hotez (2008) bahwa semakin
yang kumuh terutama didaerah kota atau daerah pinggiran (Hotes, 2008).
Sedangkan menurut Phiri (2000) yang dikutip Peter J. Hotes (2008) bahwa
terdapat 38 anak atau 95 persen yang tidak mencuci tangan sebelum makan,
setelah BAB dan setelah bermain ditanah dengan air mengalir menggunakan
yang mencuci tangan. Melalui hasil analisa data dengan menggunakan uji
Nilai OR sebesar 19,0 hal ini berarti anak yang tidak mencuci tangan
mencuci tangan dengan infestasi cacing usus pada siswa sekolah dasar
jari-jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut atau makan nasi tanpa
cuci tangan dimana tangan yang kotor atau yang terkontaminasi dapat
bersama tinja pada tempat yang lembab dan tidak terkena sinar matahari,
telur tersebut tumbuh menjadi infektif. Infeksi cacing gelang terjadi bila telur
yang infektif masuk melalui mulut bersama makanan atau minuman dan
69
dapat pula melalui tangan yang kotor (tercemar tanah dengan telur cacing).
tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah
Dari penelitian ini juga terdapat 2 anak atau 5 persen pada kelompok
kasus yang mencuci tangan sebelum makan, setelah BAB dan setelah
terdapat 20 anak yang tidak mencuci tangan sebelum makan, setelah BAB
anak walaupun sudah mencuci tangan karena mereka mencuci tangan hanya
dengan air saja tanpa memakai sabun, sehingga kuman-kuman masih ada
yang menempel ditangan. Ada juga responden yang menurut mereka nanti
pada saat akan makan makanan pokok baru mereka mencuci tangan
sedangkan pada saat akan makan selain makanan pokok yakni jajan, mereka
cuci tangan dengan menggunakan air saja merupakan hal yang umum
penggunaan yang benar, semua sabun memiliki efektifitas yang sama dalam
dan sabun maka secara otomatis tubuh kita akan terlindung dari bibit
anak atau 55 persen. Melalui hasil analisa data dengan menggunakan uji
Nilai OR sebesar 23,2 hal ini berarti anak yang tidak memakai alas
tanpa menggunakan alas kaki dan jika kebersihan serta pemeliharaan kaki
semua negara tropis dan subtropis yang tanahnya secara luas terkontaminasi
dengan tinja manusia dan orang-orang sering berjalan tanpa alas kaki.
Depkes RI (2001) juga menjelaskan telur dan larva cacing banyak terdapat di
tanah. Semakin sering kontak dengan tanah maka resiko terinfeksi cacing
semakin besar.
anak yang memakai alas kaki tetapi masih mengalami cacingan dan
sebanyak 18 anak pada kelompok kontrol yang tidak memakai alas kaki. Hal
ini dapat terjadi karena perilaku makan anak dalam kehidupan sehari-hari
(2003) yang menyatakan bahwa perilaku makan dalam kehidupan sehari-hari dapat
72
penyakit ke dalam tubuh, termasuk telur cacing. Pemakaian alas kaki dapat
anak pada umumnya tidak dapat dilepaskan dari tanah sementara itu pada
cacingan diperoleh sebanyak 31 anak atau 77,5 persen kelompok kasus yang
kontrol terdapat 29 anak dengan persentasi 72,5 persen yang memiliki kuku
yang bersih. Hasil uji statistik chi-square didapatkan ρ value < 0,05 (ρ =
Nilai OR sebesar 9,1 hal ini berarti anak dengan kuku yang kotor
kuku dengan kejadian penyakit cacingan pada siswa Sekolah Dasar Negeri
pada kuku yang kotor. Kondisi ini sering terjadi pada anak yang sering
bermain ditanah serta pada orang dewasa yang bekerja dikebun atau
cacingan bisa saja melalui kuku jari tangan yang panjang yang kemungkinan
pertama yang berbicara tentang bakteri dan kotoran yang dimasukkan dalam
desentri. Banyak bakteri yang hidup di bawah kuku yang panjang dan kotor.
Kondisi semacam ini dapat menularkan penyakit, yakni ketika kita setelah
berak tidak mencuci tangan dengan bersih hingga bakteri yang ada pada
74
semua penyakit yang dibawa lalat terutama telur cacing seperti ascaris
(cacing gelang, yaitu cacing yang hidup di dalam usus halus manusia) dan
Dari penelitian ini juga di dapatkan pada kelompok kasus ada 9 anak
atau 22,5 persen yang memiliki kuku yang bersih tetapi masih mengalami
cacingan dan pada kelompok kontrol terdapat 11 anak atau 27,5 persen yang
memiliki kuku yang kotor tetapi tidak mengalami cacingan. Hal ini dapat
hidup yang teratur, meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani,
sebelum makan tetapi tidak terbiasa memotong kuku secara rutin yakni
karena telur cacing dapat masuk kedalam tubuh melalui kotoran yang berada
dibawah kuku pada saat makan. Hal ini sesuai dengan teori Gandahusada,
terdapat 39 anak atau 97,5 persen yang memiliki jajanan yang tidak bersih
Nilai OR sebesar 39,0 hal ini berarti anak yang memiliki jajanan yang
dikontrol oleh orang tua, tidak terlindung dan dapat tercemar oleh debu dan
oleh anak SD terkait perilaku jajanan yang tidak sehat salah satu diantaranya
adalah cacingan yang mencapai 40-60 persen. Akibat perilaku yang tidak
76
sehat ini dapat pula menimbulkan persoalan yang lebih serius seperti
Dari penelitian ini juga terdapat 1 anak atau 2,5 persen pada kelompok
kasus yang memiliki kebiasaan jajan yang baik tetapi mengalami cacingan
jajan yang buruk. Hal ini dapat terjadi karena anak yang terutama pada usia
sekolah dasar sangat suka jajan, sehingga walaupun anak membeli jajanan
yang bersih tetapi ketika memakan jajanan tersebut anak tidak mencuci
dengan teori Nadesul (2000) yang mengatakan bahwa tidak mencuci tangan
Peneliti berpendapat hampir semua anak usia sekolah suka jajan, akan
tetapi kebiasaan jajan yang tidak sehat seperti membeli jajanan disembarang
tempat dan tidak terbungkus atau tertutup dapat memicu anak mengalami
cacingan, sebab penularan telur cacing dapat melalui jajanan yang tidak
tertutup atau terbungkus yang sebelumnya telah dihinggapi lalat atau telah
Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat 19 anak atau 47,5 persen yang
77
memiliki kebiasaan BAB yang baik. Melalui hasil analisa data dengan
% CI : 2,1-8,9.
Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Maryanti (2006) bahwa perilaku
defekasi (buang air besar) yang kurang baik dan di sembarang tempat diduga
menjadi faktor risiko dalam infeksi cacing. Secara teoritik, telur cacing
kecoa, dan sebagainya), dan bagian- bagian tubuh dapat terkontaminasi oleh
Penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain: tipus,
dan buang air kecil harus di dalam jamban, jangan disungai atau di
Dari penelitian ini juga diperoleh sebanyak 5 anak atau 12,5 persen
pada kelompok kasus memiliki kebiasaan BAB yang baik tetapi mengalami
kebiasaan BAB yang buruk. Hal ini dapat terjadi disebabkan faktor sanitasi
pengelolaan limbah.
jika setelah defekasi/BAB tidak mencuci tangan dengan sabun maka besar
cacing masih menempel ditangan. Hal ini sesuai dengan teori yang
sabun setelah dari kamar mandi/WC, selalu mencuci tangan dengan sabun
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian cacingan pada anak
value < 0,05 (ρ = 0,000) dan anak yang memiliki personal hygiene yang
nilai ρ value < 0,05 (ρ = 0,000) dan anak yang tidak mencuci tangan sebelum
makan, setelah BAB dan setelah bermain ditanah memiliki resiko 19 kali
tangan.
Makassar dengan nilai ρ value < 0,05 (ρ = 0,000) dan anak yang tidak
81
memakai alas kaki memiliki resiko 23,2 kali lebih besar mengalami cacingan
4. Ada hubungan antara kebersihan kuku dengan kejadian cacingan pada anak
value < 0,05 (ρ = 0,000) dan anak dengan kuku yang kotor memiliki resiko
9,1 kali lebih besar mengalami cacingan dibandingkan dengan anak yang
5. Ada hubungan antara kebiasaan jajan dengan kejadian cacingan pada anak di
< 0,05 (ρ = 0,000) dan anak yang memiliki kebiasaan jajan yang buruk
nilai ρ value < 0,05 (ρ = 0,001) dan anak dengan kebiasaan defekasi/BAB
yang buruk memiliki resiko 6,3 kali lebih besar mengalami cacingan
baik.
82
B. Saran
dalam sebulan kepada warga khususnya anak usia sekolah dasar tentang
Afandi, Alfid T. 2012. “Pengaruh Peer Group Support Terhadap Perilaku Jajanan
Sehat Siswa Kelas 5 Sdn Ajung 2 Kalisat Jember”.
http://journal.unair.ac.id/filerPDF/Alfid%20Tri%20A.doc Diakses 19 Juni
2013.
Al-Fanjari, Ahmad Syauqi. 2006. Nilai Kesehatan dalam Syarikat Islam. Cet. II;
Jakarta: Bumi Aksara.
Budi, 2012. Hubungan Antara Higiene Perorangan Dengan Infestasi Cacing Usus
Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri 119 Manado. http://idimanado.org/wp-
content/uploads/2012/07/HUBUNGAN-ANTARA-HIGIENE PERORAN
GAN-DENGAN-INFESTASI-CACING.pdf (Diakses 4 Agustus 2013).
Dachi, Rahmat. 2005. “Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593
Hatoguan Terhadap Infeksi Cacing Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten
Samosir”. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15363/1/mkides
2005-%20(5).pdf (Diakses 5 februari 2013).
Etjang, Indian. 2003 Mikrobiologi dan Parasitologi. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Fitri, J., Saam, Z., Hamidy, MY. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Risiko Infeksi
Kecacingan Murid Sekolah Dasar Di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten
Tapanuli Selatan Tahun 2012”
http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIL/article/view/964/957 (Diakses 25
Mei 2013).
Gandahusada, Sriasi, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran. Cet. VI; Jakarta: FKUI.
Hariyani. 2010. Hubungan Hygiene Sanitasi Perorangan Dengan Kejadian Penyakit
Cacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Yayasan Dinamika Indonesia Bantar
Gerbang Bekasi Jawa Barat. http://www.scribd.com/doc/45680536/69/
Hubungan-antara-hygiene-sanitasi-perorangan-dengan-Kejadian-penyakit-caci
ngan-pada-siswa-sekolah-dasar-yayasan-dinamika-indonesia-bantar gerbang -
bekasi-jawa-barat (Diakses 17 JULI 2013).
Haryati, Siti. 2004. Hubungan Praktek Kebersihan Diri Dan Higiene Perseorangan
Dengan Kejadian Kecacingan Perut Pada Pemulung Di Tpa Gunung Tugel
Kabupaten Banyumas. http://eprints.undip.ac.id/20264/1/2174.pdf (Diakses 4
Agustus 2013).
Hotez PJ, Broker S, Bethony JM,. 2004. Hookworm infection. England: J Media
Mandal, B., dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Ed. VI; Jakarta: Erlangga.
Mardiana dan Djarismawati. 2008. Prevalensi Cacing Usus pada Murid Sekolah
Dasar Wajib Belajar Pelayanan Gerakan Terpadu Pengetasan Kemiskinan
Daerah Kumuh di Wilayah DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. Vol. 7,
No. 2 Agustus 2008. http://www.ekologi.litbang.Depkes.go.id/data/
vol%207/5-Mardiana.pdf. Diakses 11 juni 2013.
Maryanti, 2006. “Hubungan Perilaku Pemakaian APD dan Kebersihan Diri Dengan
Kejadian Infeksi Cacing Tambang”. http://www.library@unair.ac.id Diakses
18 Juni 2013.
Mufidah, Fatchul. 2012. Cermat Penyakit-penyakit Yang Rentan Didderita Anak Usia
Sekolah. Jogjakarta: Flashbooks.
Nahdiyati. 2012. Studi Infeksi Kecacingan dan Anemia pada Siswa Sekolah Dasar Di
Daerah Endemik Malaria, Kabupaten Mamuju.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/mgmi/article/ download/428/370
(Diakses 25 mei 2013).
Nurjannah, Anna. 2012. “Gambaran Personal Hygiene Siswa Sekolah Dasar Negeri
Jatinangor”.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6730/1/09E017
27.pdf (Diakses 25 Mei 2013).
Rusmanto, Dwi. 2012. Hubungan Personal Hygiene Siswa Kelas 4, 5 dan 6 dengan
Prevalensi Kecacingan Siswa di Sekolah Dasar Negeri Rapadaya II
Kecamatan Omben Kabupaten Sampang.
http://alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/5577849953abs. pdf (Diakses 4
agustus 2013)
Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al Misbah: pesan, kesan dan keserasian Al-
Qur’an/M. Quraish Shihab. Jakarta: Lentera Hati.
Sumanto, Didik. 2010. “Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah.”
Skripsi. Demak. http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010
/article/view/463/512 (Diakses 5 februari 2013).
Tarwoto dan Wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nama:
Alamat:
Dengan ini saya menyatakan bersedia dan tidak keberatan menjadi responden di
pernyataan ini saya buat dengan suka rela dan tanpa paksaan dari pihak manapun
Makassar, 2013
( )
DAFTAR KUESIONER
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN INFEKSI
CACINGAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS TAMANGAPA ANTANG, MAKASSAR
A. Identitas Respnden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Agama :
Alamat :
Pendidikan :
Nama orang tua :
B. Panduan Wawancara
Data Perilaku Personal Hygiene
Beri tanda silang (x) pada jawaban yang dipilih
Kebiasaan Mencuci Tangan