Dosen:
Prof. Ir. Muhammad Syahril B. Kusuma, Ph.D.
Dr. Arno Adi Kuntoro, ST., MT.
Asisten:
Andronikus Riansi Lumembang 15015042
Dwina Miranti Chastra 15015055
Ulfah Musyfah 15015089
Disusun oleh:
Muhammad Wahyudi Fortuna 15016012
LEMBAR PENGESAHAN
Dosen : Prof. Ir. Muhammad Syahril B. Kusuma, Ph.D. dan Dr. Arno Adi
Kuntoro, ST., MT.
telah diperiksa dan disetujui memenuhi ketentuan serta layak untuk dinilai sebagai syarat
kelulusan mata kuliah SI-2231 Rekayasa Hidrologi semester II tahun ajaran 2017/2018.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
karunia-Nya,penulis dapat menyelesaikan tugas besar ini dengan sebaik-baiknya. Laporan
Tugas Besar SI-2231 Rekayasa Hidrologi ini dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan
mata kuliah SI-2231 Rekayasa Hidrologi, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Tugas besar ini berisi metode, proses
perhitungan, dan hasil aplikasi dari mata kuliah Rekayasa Hidrologi yang dipelajari pada
semester genap tahun akademik 2017/2018 oleh mahasiswa Program Studi Teknik Sipil
angkatan 2018.
Proses membuat laporan ini terdapat banyak kendala, mulia dari kesibukan
akademik dan pencarian serta pengolahan data. Namun, disini penulis berusaha
memberikan hasil terbaik dalam pengerjaan tugas besar ini.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada berbagai pihak
yang telah berpartisipasi dan membantu serta memberikan dukungan dalam penulisan
tugas besar ini, teruatama kepada kedua orangtua, yang selalu mendoakan dan
memberikan dukungan kepada penulis dalam setiap proses penulisannya, dosen mata
kuliah SI-2231 Rekayasa Hidrologi, yaitu Bapak Prof. Ir. Muhammad Syahril B.
Kusuma, Ph.D. dan Dr. Arno Adi Kuntoro, ST., MT., yang telah memberikan bantuan
dalam pembuatan Tugas Besar ini, asisten Tugas Besar SI-2231 Rekayasa Hidrologi
Penulis menyadari bahwa laporan tugas besar ini masih belum sempurna, baik
dari segi isi dan metode penulisan. Oleh karena itu, penulis tetap mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca sekalian apabila memang masih terdapat kesalahan dalam penulisan
tugas besar SI-2231Rekayasa Hidrologi ini. Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada pembaca dan semoga Laporan Tugas Besar ini bermanfaat.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Data Curah Hujan Stasiun losarang .................................................................. 43
Tabel 3. 2 Data Curah Hujan Stasiun ujung berung .......................................................... 44
Tabel 3. 3 Data Curah Hujan Stasiun bentar kawung ....................................................... 44
Tabel 3. 4 jarak antara stasiun hujan ................................................................................ 45
Tabel 3. 5 Data Curah Hujan Stasiun losarang Lengkap .................................................... 46
Tabel 3. 6 Data Curah Hujan Stasiun ujung berung Lengkap ............................................ 46
Tabel 3. 7 Data Curah Hujan Stasiun bentar kawung Lengkap ......................................... 47
Tabel 3. 8 Luas Daerah Pengaruh Tiap Stasiun ................................................................. 48
Tabel 3. 9 Error Thiessen dan Aritmatik ............................................................................ 49
Tabel 3. 10 Temperatur Rata-Rata Bulanan ...................................................................... 50
Tabel 3. 11 kelembaban Rata-Rata Bulanan ..................................................................... 51
Tabel 3. 12 Lama Penyinaran Rata-Rata Bulanan ............................................................. 51
Tabel 3. 13 Kecepatan Angin Rata-Rata Bulanan .............................................................. 52
Tabel 3. 14 Tabel Hubungan Suhu, ea, w, dan f(t) ................................................... 53
Tabel 3. 15 Radiasi Matahari Ekstraterestrial (Ra) terhadap Lintang (LL) .......... 55
Tabel 3. 16 Faktor Koreksi Penmann berdasarkan Bulan ................................................. 58
Tabel 3. 17 Perhitungan Evaporasi .............................................................................. 59
Tabel 3. 18 Pemodelan NRECA ......................................................................................... 60
Tabel 3. 19 Hasil Perhitungan Menggunakan Metoda Nreca ........................................... 62
Tabel 3. 20 Pemodelan NRECA ......................................................................................... 64
Tabel 3. 21 Debit andalan 75%,80%,90% .......................................................................... 66
Tabel 3. 22 Curah Hujan Maksimum ................................................................................. 67
Tabel 3. 23 periode ulang dari data curah hujan lapangan ................................................ 67
Tabel 3. 24 periode ulang dari data curah hujan regional ................................................ 68
Tabel 3. 25 Curah Hujan Maksimum Metode Gumbel Modifikasi.................................... 70
Tabel 3. 26 Curah Hujan Maksimum Meode Log Pearson III ............................................ 70
Tabel 3. 27 error metode gumbel dan metode log person .............................................. 71
Tabel 3. 28data DAS .......................................................................................................... 72
Tabel 3. 29 Debit Banjir Rencana ...................................................................................... 73
Tabel 3. 30 Perhitungan Hidrofraf Sintesis menggunakan SCS ......................................... 76
Tabel 3. 31 Data perhitungan Routing .............................................................................. 79
Tabel 3. 32 Routing Reservoir (1) ...................................................................................... 79
Tabel 3. 33 Routing Reservoir (2) ...................................................................................... 81
Tabel 3. 34 Data dan Koefisien Perhitungan Muskingum ................................................. 82
Tabel 3. 35 Perhitungan Routing Saluran Metode Muskingum ........................................ 83
DAFTAR GRAFIK
Grafik 3. 1 Grafik Korelasi Debit Sintetis dan aktual ......................................................... 61
Grafik 3. 2 Grafik Debit Sintetis selama 10 Tahun ............................................................ 65
Grafik 3. 3 Grafik Debit Sintetis vs Probabilitas ................................................................ 66
Grafik 3. 4 periode ulang berdasarkan curah hujan regional ........................................... 68
Grafik 3. 5 Grafik Perbandingan q/qp terhadap t/Tp........................................................ 77
Grafik 3. 6 Grafik Perbandingan debit pada masing-masing periode ulang ..................... 77
Grafik 3. 7 Grafik Debit sintesis pada periode ulang 100 tahun ...................................... 78
Grafik 3. 82S/dt + Q vs Q bendung ................................................................................... 80
Grafik 3. 9 Inflow dan Outflow Routing Reservoir ............................................................ 82
Grafik 3. 10 Perbandingan antara Debit masuk dan Debit keluar .................................... 84
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Diagram Alir Alur Kerja ................................................................................. 11
BAB I
PENDAHULUAN
Selain itu, laporan ini juga sebagai salah satu syarat wajib lulus mata kuliah SI-
2231- Rekayasa Hidrologi, Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan
Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
1.2 Tujuan
Lokasi yang digunakan untuk penelitian pada pengerjaan tugas besar ini adalah
wilayah sungai Cimanuk Cisanggarung dengan induk sungai Cimanuk dan stasiun debit
Cikeruh Jatiwangi. Lokasi ini terletak di di propinsi Jawa Barat, kabupaten Majalengka,
kecamatan Palasa dengan koordinat 06o 54’ 56” LS 108o 18’ 07” BT.Luas daerah
pengaliran sungai ini sebesar 103 km2.
Penulisan laporan terdiri dari 4 bab yaitu bab 1 yaitu pendahuluan, bab 2
teori dasar, bab 3 pengolahan data, dan bab 4 kesimpulan dan saran. Pada bab 1
akan dijelaskan latarr belakang, tujuan, local studi, sistematika penulisan, dan alur
kerja laporan. Bab 2 menjelaskan teori-teori yang berhubungan dengan pengerjaan
laporan. Bab 3 menjelakan pengolahan laporan sehingga diperoleh tujuan dari
laporan. Bab 4 berisi kesimpulan yang menjawab tujuan laporan dan saran
mengenai pengerjaan laporan selanjutnya.
BAB II
TEORI DASAR
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah semua daerah dimana semua airnya yang jatuh
di daerah tersebut akan mengalir menuju ke dalam suatu sungai yang dimaksudkan.
Aliran air tersebut tidak hanya berupa air permukaan yang mengalir di dalam alur sungai,
tetapi termasuk juga aliran di lereng-lereng bukit yang mengalir menuju alur sungai
sehingga daerah tersebut dinamakan daerah aliran sungai. Daerah ini umumnya dibatasi
oleh batas topografi, yang berarti ditetapkan berdasarkan air permukaan. Batas ini tidak
ditetapkan berdasarkan air bawah tanah karena permukaan air tanah selalu berubah sesuai
dengan musim dan tingkat kegiatan pemakaian.
Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan
yang dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh
dan terkumpul dalam sistem tersebut. Air pada DAS merupakan aliran air yang
mengalami siklus hidrologi secara alamiah. Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu
perjalanan air dari permukaan laut ke atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan
kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti tersebut, air tersebut akan tertahan
(sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah sehingga akan dimanfaatkan oleh
manusia atau makhluk hidup.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap)
ke dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan
tertampung sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanahuntuk kemudian
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah, untuk selanjutnya masuk
ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang selanjutnya
akan membentuk kelembaban tanah. Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat
diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai
daerah konservasi sedangkan DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS
bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air.
Karena itu, setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di
daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material
terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain, ekosistem DAS bagian hulu
mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain
dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi
focus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai
keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.
Adapun bentuk umum dan karakteristik dari DAS diantaranya :
a. Bentuk Bulu Burung
Memiliki ciri khas dimana anak sungai terletak di kiri dan
kanan sungai utama, cenderung memiliki debit banjir kecil
karena anak-anak sungainya yang terletak di kiri dan kanan
sungai utama berbeda-beda, Namun memiliki waktu banjir yang
relative lama.
b. Bentuk Radial
Memilki bentuk menyerupai kipas, debit banjir terjadi
pada titik pertemuan anak-anak sungainya meskipun tidak
berlangsung lama.
c. Bentuk Paralel
Gambar 2.
Bentuk DAS ini mempunyai corak dimana 2 jalur aliran
1 Ilustrasi
sungai yang sejajar, kemudian bersatu di bagian hilir sehingga
DAS
debit banjir pun akan terjadi pada daerah hilir.
Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfir menjadi butir air yang
cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena
pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak lepas dari
kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas dari pengaruh
kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara. Hujan
adalah presipitasi yang jatuh ke bumi dalam bentuk air. Hujan dibedakan dari ukuran
butir (0,08 – 8 mm), dan kejadiannya. Menurut ukuran diameternya: hujan gerimis (<2
mm), rintik-rintik (2-4 mm) dan deras (>4 mm). (Muin N.S.2008). Indonesia memiliki
daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan
daerah tropis, walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan
yang cukup besar.
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak
terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah hujan.
Curah hujan (mm) merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan bulanan adalah
curah hujan rata – rata selama 1 (satu) bulan yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di
atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, runoff dan infiltrasi.
Rata-rata curah hujan bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing
bulan dengan periode minimal 10 tahun.sedangkan normal curah hujan bulanan adalah
nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. Hingga saat ini
terdapat beberapa cara untuk mengukur curah hujan, mulai dari cara yang sederhana
hingga cara yang kompleks. Masing-masing cara memiliki kelebihan dan kekurangan
sesuai dengan tingkat kesulitan dan ketelitian yang dihasilkan cara tersebut. Terdapat tiga
metode yang digunakan untuk menentukan curah hujan rata-rata pada suatu DAS, yaitu:
1. Rata-rata aljabar
Metoda ini digunakan dengan menjumlahkan curah hujan dari seluruh
tempat pengukuran selama satu periode tertentu dan membaginya dengan
banyaknya tempat pengukuran.
𝑹𝟏 + 𝑹𝟐 + 𝑹𝟑 + ⋯ + 𝑹𝒏
𝑹𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒓𝒂𝒕𝒂 =
𝒏
Dimana:
R = Besarnya curah hujan pada masing-masing stasiun
n = Banyaknya stasiun
2. Poligon Thiessen
Pada metoda ini, luas daerah yang mewakili stasiun dimasukkan kedalam
perhitungan curah hujan rara-rata.
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝐴1 + 𝐴2 + ⋯ + 𝐴𝑛
𝐴1 𝑅1 + 𝐴2 𝑅2 + ⋯ + 𝐴𝑛 𝑅𝑛
=
𝐴
Gambar 0.1 Poligon Thiessen
𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 = 𝑅1 𝑊1 + 𝑅2 𝑊2 + ⋯ + 𝑅𝑛 𝑊𝑛
∑ 𝐴𝑖 𝑅𝑖
𝑅𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 =
𝐴𝑖
Hujan limpasan adalah aliran air yang terjadi di atas permukaan tanah pada saat
kondisi tanah jenuh oleh infiltrasi air. Setiap tanah mempunyai kemampuan masing –
masing untuk dapat dilalui oleh air (kapasitas infiltrasi). Jika kapasitas infiltrasi melebihi
titik maksimumnya (lebih besar dari intesitas air yang masuk ke tanah), maka akan terjadi
hujan limpasan.
Aliran limpasan dari hujan adalah bagian dari hujan yang mengalir di atas
permukaan tanah selama hujan dan sesaat sebelumnya. Faktor yang mempengaruhi
limpasan hujan dikelompokkan menjadi dua, yaitu elemen meteorologi dan daerah
limpasan:
a. Elemen Meteorologi
• Jenis presipitasi
• Intensitas curah hujan
• Lamanya curah hujan
• Distribusi curah hujan dalam daerah pengaliran
Metode yang dahulu digunakan untuk melakukan estimasi debit maksimum untuk
desain, yaitu dengan menggunakan perumusan empiris, dianggap tidak dapat
diaplikasikan lagi dalam dunia engineering sekarang. Saat ini lebih digunakan konsep
deterministik dalam melakukan estimasi debit desain yang diperlukan.
Salah satu metode yang cukup sederhana dan mudah untuk digunakan adalah
dengan Unit-Hydrograph Concept. Biasanya, metode ini digunakan pada saat kedalaman
diperkirakan sekitar 1 cm (atau 1 mm). Dalam konsep ini, diasumsikan bahwa bentuk
fisik dari daerah aliran adalah konstan (sama di setiap titik). Faktor-faktor yang perlu
dilihat pada saat menggunakan metode ini adalah, sebagai berikut:
2.5 Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah keseluruhan jumlah air yang berasal dari permukaan tanah,
air, dan vegetasi yang diuapkan kembali ke atmosfer oleh adanya pengaruh faktor–faktor
iklim dan fisiologi vegetasi.Evapotranspirasi merupakan kombinasi proses kehilangan air
dari suatu lahan bertanaman melalui proses evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah
proses dimana air diubah menjadi uap air (vaporasi) dan selanjutnya uap air tersebut
dipindahkan dari permukaan bidang penguapan ke atmosfer (vapor removal). Evaporasi
terjadi pada berbagai jenis permukaan seperti danau, sungai, lahan pertanian, tanah,
maupun dari vegetasi yang basah. Transpirasi adalah vaporisasi di dalam jaringan
tanaman dan selanjutnya uap air tersebut dipindahkan dari permukaan tanaman ke
atmosfer.
Di dalam evatransportasi ada yang disebut dengan evapotranspirasi potensial.
Evapotranspirasi potensial adalah nilai yang menggambarkan kebutuhan lingkungan,
sekumpulan vegetasi, atau kawasan pertanian untuk melakukan evapotranspirasi yang
ditentukan oleh beberapa faktor, seperti intensitas penyinaran matahari, kecepatan angin,
luas daun, temperatur udara, dan tekanan udara. Evapotranspirasi potensial juga
menggambarkan energi yang didapatkan oleh kawasan tersebut dari matahari. transpirasi
sebanding dengan seberapa banyak karbon yang diserap oleh kawasan vegetasi karena
transpirasi juga berperan perpindahaan CO2 dari udara ke daun.
Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi ini merupakan komponen penting
yang perlu diperhitungkan untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman
(pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi karena proses tersebut
dapat mengurangi simpanan air di dalam badan-badan air, tanah, dan tanaman. Oleh
karena itu, data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi, perencanaan
irigasi atau untuk konservasi air. Evapotranspirasi ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain:
a. Radiasi surya (Rd): Komponen sumber energi dalam memanaskan
badan-badan air, tanah dan tanaman. Radiasi potensial sangat
ditentukan oleh posisi geografis lokasi
b. Kecepatan angin (v): Angin merupakan faktor yang menyebabkan
terdistribusinya air yang telah diuapkan ke atmosfir, sehingga proses
penguapan dapat berlangsung terus sebelum terjadinya keejenuhan
kandungan uap di udara
c. Kelembaban relatif (RH): Parameter iklim ini memegang peranan
karena udara memiliki kemampuan untuk menyerap air sesuai
kondisinya termasuk temperatur udara dan tekanan udara atmosfir
d. Temperatur: Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan
Radiasi. Suhu ini dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman
ataupun juga suhu atmosfir. Proses terjadinya evaporasi dan
transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi yang disuplai oleh
matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman.
Dari definisi sebelumnya, curah hujan adalah hasil akumulasi hujan yang jatuh ke
suatu daerah yang diamati selama periode tertentu yang dinyatakan dalam satuan mm per
periode waktu. Besaran curah hujan ini dapat digunakan untuk mengetahui curah hujan
ekstrim yang dapat menimbulkan banjir atau bangunan runtuh.
Untuk dapat menetukan debit banjir rencana ini, perlu didapatkan intensitas curah
hujan terutama bila digunakan metode rasional. Setelah diperoleh data intensitas curah
hujan, diambil data maksimum harian, bulanan, atau tahunan untuk menetukan curah
hujan maksimun di suatu wilayah dengan periode ulang tertentu.
Metode-metode statistik dapat digunakan untuk mendapatkan nilai curah hujan
maksimum suatu wilayah sekaligus untuk menentukan debit banjir.
Curah hujan maksimum dijadikan sebagai curah hujan untuk perancangan. Adapun
beberapa metode perhitungan untuk menentukan curah hujan desain, yaitu:
b. Gumbel
𝑆
𝑋𝑡 = 𝑋𝑟𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 + (𝑌 − 𝑌𝑛 )
𝑆𝑛 𝑡
𝑇−1
𝑌𝑡 = − ln[− ln( )]
𝑇
Dimana: Xt = Standardize Variable
Yt = Reduced Mean
Nilai Yn dan Sn didapat dari tabel hubungan Mean of Reduced Variate (Yn) dengan
Standard Deviation of Reduce Variate (Sn) serta dengan jumlah tahun pengamatan (n).
Sedangkan nilai Yt didapat dari tabel hubungan periode ulang (T) dengan reduced variate
(Yt) dengan langkah perhitungan sebagai berikut:
1) Hitung harga X
2) Hitung harga simpangan baku (S)
3) Cari koefisien Yn dan Sn yang sesuai dengan jumlah data
4) Hitung Yt berdasarkan T yang dicari
5) Hitung curah hujan dengan periode ulang T
Untuk melakukan analisis hidrograf dari sebuah DAS, akan sangat mudah
dilakukan jika data-data hidrograf aliran sungai lengkap. Tetapi kenyataannya, sangat
sedikit DAS yang memiliki data-data aliran sungai yang lengkap. Padahal, jika data
tersebut lengkap akan diperoleh korelasi antara karakteristik fisik DAS dengan sifat
pengaliran direct runoff. Apabila data yang tersedia hanya berupa data hujan dan
karakteristik DAS, salah satu metoda yang disarankan adalah menghitung debit banjir
dari data hujan maksimum harian rencana dengan cara superposisi hidrograf satuan
sintetis. Konsep hidrograf satuan sintetis, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1932
oleh L.K. Sherman. Sejak itu muncul berbagai Hidrograh lainnya dan jumlahnya sampai
saat ini terus betambah. Terdapat beberapa metoda perhitungan hidrograf sintetis dan unit
hidrograf sintetis yang telah dikembangkan, yaitu:
a. Snyder Unit Hydrograph
Perumusan Hidrograf Satuan Sintesis Snyder dilakukan dengan
menentukan parameter-parameter berikut:
Lag time (tp/tL): waktu dari pusat massa kelebihan curah hujan
sampai puncak pada hidrograf.
Time of rise (tR): waktu dari permulaan curah hujan sampai
puncak hidrograf
Time to peak (Tp): waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
debit puncak
Time of concentrarion (tc): waktu dari equilibrium watershed
dimana outflow seimbang dengan outflow atau waktu untuk
sebuah gelombang untuk menjalar dari titik terjauh dari
watershed menuju outlet
Time base (Tb): durasi total direct run off
Perhitungan untuk hidrograf Snyder adalah sebagai berikut:
1. Menentukan lag time
𝒕𝒑 = 𝑪𝟏 𝑪𝒕 (𝑳 × 𝑳𝒄 )𝟎,𝟑 (𝒋𝒂𝒎)
Dimana: tp= lag time (jam)
L= panjang aliran utama (km)
Lc= jarak antara titik berat DAS dengan outlet yang
diukur sepanjang aliran utama (km)
Pada kasus ini, ambil C1=0.75 dan Ct= 1,8-2.2 (semakin curam DAS,
semakin tinggi nilainya).
2. Menentukan durasi curah hujan efektif, disini
diasumsikan nilai tR= 1 jam
𝒕𝒑
𝒕𝒆 =
𝟓, 𝟓
3. Menentukan time to peak (Tp) ditentukan oleh kondisi
berikut:
a) Jika te > tR, maka
𝑻𝒑 = 𝒕𝒑 + 𝟎. 𝟓
𝒕𝒑 = 𝒕𝒑 + 𝟎. 𝟐𝟓 (𝒕𝑹 − 𝒕𝒆)
b) Jika te< tR, maka
𝑻𝒑 = 𝒕𝒑 + 𝟎. 𝟓
4. Menentukan debit puncak (peak discharge)
𝑪𝟐 𝑪𝒑 𝟐. 𝟕𝟓𝑪𝒑
𝒒𝒑 = =
𝒕𝒑 𝒕𝒑
Dimana: C2= 2.75
Cp= 0.4 - 0.8 (disesuaikan dengan nilai Ct,
makin besar Ct, Cp makin kecil)
5. Menentukan debit puncak untuk hujan efektif I inci (25.4
mm) pada daerah seluas A km2
𝟐𝟓𝑨 𝒎𝟑
𝑸𝒑 = 𝒒𝒑 ( 𝒔)
𝟏𝟎𝟎𝟎
𝑄𝑝 = 𝐶 𝐼 𝐴
Debit Puncak
𝑄𝑝 = 𝐾 𝐶 𝐼 𝐴
d. Metode GAMA I
Hidrograf satuan sintetis Gama I dikembangkan oleh Sri Harto (1993)
berdasar perilaku hidrlogis 30 DAS di Pulau Jawa. Meskipun diturunkan dari data
DAS di Pulau Jawa, ternyata hidrograf satuan sintetis Gama I berfungsi baik untuk
berbagai daerah lain di Indonesia.
HSS Gama I terdiri dari tiga bagian pokok yaitu sisi naik (rising limb),
puncak (crest) dan sisi turun/resesi (recession limb). Gambar 3.4 menunjukkan
HSS Gama I. Dalam gambar tersebut tampak ada patahan dalam sisi resesi. Hal ini
WF : faktor lebar, perbandingan antara lebar DAS yang diukur di titik sungai yang
berjarak 0,75 L dengan lebar DAS yang diukur di sungai yang berjarak 0,25 L
dari stasiun hidrometri.
JN : jumlah pertemuan sungai
SIM : faktor simetri, hasi kali antara faktor lebar (WF) dengan luas DAS sebelah
hulu (RUA)
RUA : luas DAS sebelah hulu, perbandingan antara luas DAS yang diukur di
hulu garis yang ditarik tegak lurus garis hubung antara stasiun hidrometri
dengan titik yang paling dekat dengan titik berat DAS, melalui titik tersebut
D : kerapatan jaringan kuras, jumlah panjang sungai semua tingkat tiap satian
luas DAS
Dimana:
Φ indeks : indeks infiltrasi (mm/jam)
A : luas DAS (km2)
SN : frekuensi sumber
e. Metode Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa
sungai di Jepang (Soemarto, 1987). Penggunaan metode ini memerlukan beberapa
karakteristik parameter daerah alirannya, seperti :
Tenggang waktu dari permukaan hujan sampai puncak hidrograf (time of
peak)
Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time
lag)
Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
Luas daerah aliran sungai
Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)
Bentuk persamaan HSS Nakayasu adalah:
CA. Ro
Qp
3,6(0,3Tp T0,3 )
Dimana :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak
banjir(jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak
sampai 30%dari debit puncak (jam)
CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)
t Tp 1,5T0 , 3
2T0 , 3
Qd3 = Qp.0,3
Routing saluran merupakan teknik yang digunakan dalam memprediksi perilaku air
ketika melewati atau mengalir pada suatu saluran. Routing saluran juga digunakan untuk
studi banjir dan simulasi-simulasi lainnya yang berkaitan dengan air. Routing adalah
penelusuran, propagasi hidrograf di antara 2 buah titik yang dihubungkan oleh aliran air,
titik inflow dan outlow. Tujuan dari routing ini adalah sebagai berikut.
1) Peramalan banjir jangka pendek.
2) Perhitungan hidrograf satuan pada berbagai titik sepanjang sungai dari
hidrograf satuan di suatu titik di sungai tersebut.
3) Peramalan terhadap kelakuan sungai setelah terjadi perubahan keadaan
palung sungai (misalnya karena adanya pembangunan bendungan atau
pembuatan tanggul).
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk routing saluran adalah
metode Muskingum. Metode ini dikembangkan pertama kali oleh US Army Corp
Of Engineer dan Mc. Carthy, 1935 (dalam chow, 1964) untuk penulusuran banjir
di sungai muskingum di negara bagian Ohio, Amerika Serikat. Metode ini
menerapkan parameter tampungan (K) dan faktor pembobot X dengan cara
konvensional, baru kemudian menetapkan parameter penulusuran (Ci), dalam
penulusuran ini di anggap tidak ada aliran lateral yang masuk.
Penelusuran Banjir adalah suatu metode di mana variasi debit terhadap
waktu pada suatu titik pengamatan ditentukan. Tujuan Penelusuran Banjir adalah
- Prakiraan banjir jangka pendek
- Perhitungan hidrograf satuan untuk berbagai titik di sungai dan hidrograf
satuan di suatu titik di sungai tersebut.
- Prakiraan kelakuan sungai setelah melewati palung
- Derivasi hidrograf sintetik
Penelusuran banjir adalah merupakan prakiraan hidrograf di suatu ttik pada
suatu aliran atau bagian sungai yang didasarkan atas pengamatan hidrograf di titik
lain. Hidrograf banjir dapat ditelusuri lewat palung sungai atau lewat waduk.
𝑆𝑤 = 𝐾𝑋(𝐼 − 𝑂)
Sedangkan tampungan prismatik dirumuskan:
𝑆𝑝 = 𝐾𝑂
Dengan demikian maka:
𝑆 = 𝑆𝑤 + 𝑆𝑝
𝑆 = 𝐾𝑋(𝐼 − 𝑂) + 𝐾𝑂
𝑆 = 𝐾[𝑋𝐼 + (1 − 𝑋)𝑂]
Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑏 / /
𝑆= 𝑋𝐼 + (1 − 𝑋)𝑂
𝑎
Dengan:
b/a = K : Tetapan Tampungan (Storage Constant)
X : Faktor pembobot untuk I dan O, dimana jika;
X=0, untuk penelusuran reservoir, tampungan tergantung dari debit
keluaran
X=0,5, berarti bobot I dan O sama, untuk saluran uniform
m/n : pada umumnya dianggap sama dengan satu.
𝑡 − 2𝐾𝑋
𝐶 =
2𝐾 (1 − 𝑋) + 𝑡
𝑡 + 2𝐾𝑋
𝐶 =
2𝐾(1 − 𝑋) + 𝑡
2𝐾 (1 − 𝑋) − 𝑡
𝐶 =
2𝐾 (1 − 𝑋) + 𝑡
Pemilihan ditetapkan sedemikian sehingga diperoleh hidrograf yang baik.
Nilai biasanya diambil 2KX < t < K.
Prinsip dasar penyelesaian perhitungan banjir dengan metode muskingum
adalah kelengkapan data pengukuran debit pada bagian hulu dan hilir sungai yang
di dapatkan pada waktu yang bersamaan. Pengukuran ini sangat penting untuk
mendapatkan nilai tampungan yang terjadi pada penampung sungai yang ditinjau,
nilai ini yang akan digunakan untuk menentukan nilai X dan K, akan tetapi ,
dalam penelitian ini nilai X dan K tidak dihitung sesuai dengan perumusan yang
ada karena ketiadaan data pengukuran debit pada bagian hilir sungai. Nilai X dan
K ditentukan dengan cara coba-coba dengan menetapkan range untuk kedua
koefisien tersebut. X adalah nilai yang menunjukkan kemiringan suatu sungai ,
semakin curam kemiringannya maka nilai X semakin besar. Pada umunya nilai X
berkisar antara 0,1 – 0,3 . sedangkan K adalah harga dengan satuan waktu dan
juga disebut koefisien penampungan yang kira-kira sama dengan waktu
perpindahan banjir dalam bagian sungai yang ditinjau.
BAB III
PENGOLAHAN DATA
b. Ubah satuan pengukuran menjadi UTM dengan cara memilih menu tools -
> configure -> projection -> UTM
i. Setelah titik outlet ditemukan, tentukan aliran sungai mana saja yang
mempengaruhi outlet tersebut. Dengan cara Klik DEM > DEM > Stream
Arcs, dan akan muncul tampilan sebagai berikut.
Compute Basin Data. Maka akan terlihat wilayah DAS saja beserta data-
data seperti luas DAS, panjang aliran sungai dan kemiringan aliran.
a. Langkah pertama adalah membuka file DXF yang diexport dari Global
Mapper pada Autocad dengan cara klik File > Open File(s) > Pilih file DXF
tersebut. Maka pada Autocad akan muncul peta DAS yang telah diolah di
WMS dan Global Mapper. Koordinat pada Autocad telah menyesuaikan
Gambar 3. 13 Peta DAS yang telah diolah di WMS dan Global Mapper
b. Tenentukan lokasi stasiun curah hujan yang akan kita gunakan. Pilih
lokasi stasiun curah hujan yang berada di sekitar DAS.
Untuk menggambarkan lokasi stasiun pengamatan curah hujan bisa
menggunakan lingkaran, dengan ketik Circle pada AutoCAD. Setelah itu
masukkan koordinat stasiun pengamatan curah hujan dalam UTM sebagai
koordinat pusat lingkaran, dan masukkan nilai jari jarinya.
Gambar 3. 16 Daerah Aliran Sungai yang sudah di bagi oleh poligon Thiessen
Perhitungan galat luas Daerah Aliran Sungai yang didapat dari WMS dan
Global Mapper :
Luas Asli = 103 km2
Luas di Global Mapper = 99,41 km2
Rata-rata curah hujan bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing
bulan dengan periode minimal 10 tahun, sedangkan normal curah hujan bulanan adalah
nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun. Hingga saat ini
terdapat beberapa cara untuk mengukur curah hujan, mulai dari cara yang sederhana
hingga cara yang kompleks.
𝟏 𝟏
𝑹 + 𝑹
(𝒅𝑨𝑩 )𝟐 𝑩 (𝒅𝑨𝑪 )𝟐 𝑪
𝑹𝑨 =
𝟏 𝟏
𝟐 +
(𝒅𝑨𝑩 ) (𝒅𝑨𝑪 )𝟐
𝑃 = 98.57449 𝑚𝑚
Losarang
BULAN
TAHUN
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
1999 153 184 103 148 108 35 33 6 0 77 209 247
2000 397 59 81 115 47 139 4 8 10 29 220 140
2001 312 110 61 118 14 99 16 34 7 94 305 38
2002 496 529 92 264 38 0 14 0 0 0 31 293
2003 125 218 79 75 87 4 0 0 70 163 133 129
2004 264 700 101 0 40 45 49 0 14 0 112 224
2005 278 104 19 51 108 39 23 0 14 0 10 134
2006 547 193 192 220 53 29 10 0 0 0 13 106
2007 253 385 221 149 37 93 2 0 0 80 119 384
2008 398 506 249 82 0 0 0 0 0 49 187 222
𝑹𝟏 + 𝑹𝟐 + 𝑹𝟑 + ⋯ + 𝑹𝒏
𝑹𝑹𝒆𝒈𝒊𝒐𝒏𝒂𝒍 𝑨𝒓𝒊𝒕𝒎𝒂𝒕𝒊𝒌 =
𝒏
𝐴1 𝐴2 𝐴3
𝑅𝑟𝑒𝑔𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 −𝑡ℎ𝑖𝑒𝑠𝑠𝑒𝑛 = 𝑥𝑅1 + 𝑥𝑅2 + 𝑥𝑅3 + ⋯
𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
Luas pengaruh curah hujan setiap stasiun pada daerah aliran sungai
ditentukan dengan menggunakan metode poligon thiessen, yaitu membagi
DAS kedalam tiga wilayah yang sesuai dengan letak stasiun-stasiun pada
DAS. Dengan bantuan software AutoCAD didapatkan hasil pembagian luas
pengaruh masing masing stasiun. Berikut tahap-tahapnya:
Karena Error Thiessen lebih besar dari dari Error Aritmatik, maka
metoda yang dipakai adalah metoda Aritmatik.
3.3 Evapotranspirasi
3.3.1 Data Klimatologi
Perhitungan evapotranspirasi memerlukan data-data klimatologi,
antara lain temperatur udara rata-rata (oC), penyinaran matahari (%),
kelembapan (%), kecepatan angin rata-rata (knot) yang diambil dari stasiun
yang berlokasi paling dekat dengan titik outlet sungai tinjauan. Stasiun
klimatologi harus menyediakan data dalam kurun waktu 10 tahun.
Berdasarkan hal tersebut, dipilihlah Stasiun Meteorologi Jatiwangi.
2000 26.1 26.6586 26.9065 26.91 27.371 26.6033 27.0226 27.503 28.7967 27.984 27.243 27.4097
2001 26.66 26.4786 27.9355 28.113 28.242 27.7133 27.2323 28.232 29.24 27.365 28.677 27.9171
2002 26.41 25.9214 27.329 27.647 27.648 27.3333 27.1194 27.135 28.38 29.823 29.06 26.8581
2003 27.34 26.7107 27.2387 28.2 27.735 26.97 27.1581 27.481 28.3267 28.442 28.087 26.9387
2004 26.71 26.3034 26.9548 28.237 27.897 26.6833 26.7774 26.787 28.34 29.432 28.47 27.1581
2005 26.45 26.4036 26.9194 27.327 27.368 26.9833 26.4161 27.239 28.1933 27.987 27.993 26.771
2006 26.3 26.5321 26.9742 27.057 26.968 25.7467 26.9161 26.774 28.2833 29.884 30.223 27.7129
2007 27.39 26.0893 26.4355 27.01 27.365 27.0367 26.8032 27.477 28.9467 29.026 27.743 26.8871
2008 26.33 25.5172 26.1774 26.677 27.152 26.92 26.7452 27.442 29.13 29.11 27.267 26.8032
rata-
rata 26.58 26.2749 26.9781 27.44 27.476 26.887 26.8523 27.29 28.572 28.682 28.149 27.1172
bulan
jan feb mar apr mei jun jul aug sep okt nov des
1999 88.35 86.6786 83.8065 82.7 80.677 75.7333 72.2258 67.194 61.6667 74.548 83.967 84.7419
2000 86.19 83.2414 82.3871 84.4 81.161 79.2 73.2903 67.258 64.9 73.258 83.533 81.6129
2001 84.45 85.0357 85.4516 82 79.355 79.3 74.2581 63.774 69.6 79.226 84.733 86.5525
2002 86.17 88.4286 83.9677 82.567 79.484 74.4667 74.5161 65.935 59.6 57.71 71.633 81.4194
2003 83.52 87.0357 84.7473 85.099 85.443 85.787 86.131 86.481 86.8247 87.169 87.513 87.8319
2004 87.26 88 85.9032 79.633 80.452 77.9 77.3226 69.129 68.1 62.839 76.9 85.1613
2005 88.45 88.4286 86.8387 83.667 81.677 83.6333 79.4516 72.161 71.7333 75.839 75.7 86.9355
2006 88.71 88 85.3871 85.1 83.645 73.8333 70.2581 65.129 64.1 60.871 63.033 81.5806
2007 82.06 88.6786 86.5806 85.6 81.484 78 74.0323 64.774 58.7667 66.774 77.433 85.0645
2008 86.58 88.3103 86.7742 84.667 75.323 73.6667 64.1935 66.452 60.7667 67.71 83.667 85.7742
rata-
rata 86.17 87.1767 85.1844 83.543 80.87 78.152 74.5679 68.829 66.6058 70.594 78.811 84.6675
2007 3.158 3.61786 3.88065 3.77 5.9387 5.69 7.03226 6.6484 5.98 4.3258 3.18 4.29677
2008 3.119 1.22759 3.94839 4.6967 6.8968 6.50667 7.33871 5.5129 6.52 5.4032 3.26 3.21935
rata-
rata 3.382 3.14959 4.0615 4.4637 5.7004 5.66086 6.30371 6.2478 6.22608 4.2434 3.5899 3.82651
𝑈 = 𝑈 𝑥 0.5144
= (1.9129 𝑥 0.5144)𝑚/𝑠
𝑈 = 0.983997 𝑚/𝑠
𝑅ℎ
𝑒 =𝑒 ×
100
𝑅ℎ
𝑒 =𝑒 ×
100
86.17459
= 26.1064
100
𝑒 = 22.4971162
Emisivitas (ɛ’)
ɛ’ = 𝑒 − 𝑒
ɛ’ = 𝑒 − 𝑒
ɛ’ = 26.1064 − 22.4971162
ɛ’ = 3.60932349
𝑓 (𝑈) = 0,27265679
𝑤′ = 1 – 𝑤
𝑤 =1−𝑤
𝑤 = 1 −0.760836908
𝑤′ =0.239163092
𝑛
𝑅 = (0,25 + 0,5 × 𝑁 )×𝑅
100
𝑛
𝑅 = (0,25 + 0,5 × 𝑁 )×𝑅
100
4.511
𝑅𝑠 = (0,25 + 0,5 × ) × 15,93733
100
𝑅 = 7.579
𝑅 = (1−∝)𝑅 → 𝛼 = 0,25
𝑅 = (1−∝)𝑅
𝑅 = 5.68425
𝑓 (𝑒 ) = 0,34 − 0,044 𝑒
𝑓(𝑒 ) = 0.13130305
𝑛
𝑛 𝑁
𝑓 = 0,1 + (0,9 × )
𝑁 100
𝑛
𝑛 𝑁
𝑓 = 0,1 + (0,9 × )
𝑁 100
𝑛 4.5
𝑓 = 0,1 + (0,9 × )
𝑁 100
𝑛
𝑓 = 0,50599
𝑁
𝑛
𝑅 = 𝑓(𝑇) × 𝑓(𝑒 ) × 𝑓( )
𝑁
𝑛
𝑅 = 𝑓(𝑇) × 𝑓(𝑒 ) × 𝑓( )
𝑁
𝑅 = 1.064122
𝑅 =𝑅 −𝑅
𝑅 =𝑅 −𝑅
𝑅 = 5.68425 − 1.0641222
𝑅 = 4.62013
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
C 1.1 1.1 1 1 0.95 0.95 1 1 1.1 1.1 1.15 1.15
Evapotranspirasi (Et)
(0,76083 × 4.62013) +
𝐸𝑡 = × 1,1
(0.23916) × 0,272616 × (3.60932)
𝐸𝑡 = 4.12558173 𝑚𝑚 ℎ𝑎𝑟𝑖
ETO
(mm/hari)
4.1256 3.9829 3.90553 3.8194 3.6674 3.396 3.8771 4.28341 5.3115 4.7802 4.61942 4.55822
16.00
14.00
12.00
10.00
8.00 Debit vs tahun
6.00 Debit aktual
4.00
2.00
0.00
0 5 10 15 20 25 30
4. Membuat agar grafik aliran total dan aliran real semirip mungkin,
apabila data sudah semirip mungkin, maka hasil perhitungan
NRECA dapat digunakan untuk memprediksi aliran debit sungai
yang ditinjau untuk 10 atau beberapa tahun kedepan.
a. Memasukkan nilai tampungan kelengasan awal Wo. Nilai awal ini harus
dicoba-coba dan dicek agar nilai pada Januari mendekati nilai pada bulan
Desember. Setelah melakukan beberapa percobaan, maka didapatkan
bahwa nilai Wo awal adalah 850
c. Nominal
= 100 + 0.2*1967
= 493,98
= 271.33/127.89 = 2.12
e. Ratio AET/PET
Karena Ratio dan Wi> 1 maka AET/PET=1
f. AET = Ratio AET/PET x PET x Koef Evapo
= 1 x 127.89x 0.28
= 35.81
g. Neraca air
= Curah hujan - AET
= 271.33 – 35.81
= 235.52
j. Perubahan tampungan
= neraca air-kelebihan kelengasan
= 235.52 – 229.14 = 6.38
k. Tampungan air tanah
= PSUB x kelebihan kelengasan
= 0.7 x 229.14 = 160.4
l. Tampungan air tanah awal
Merupakan data hasil coba-coba untuk mendapatkan hasil correl yang
lebih besar (mendekati 1)
Tampungan air tanah awal yang didapatkan adalah 250.
m. Tampungan air tanah akhir
= Tampungan air tanah awal + tampungan air tanah
= 250 + 160.4 = 410.4
n. Aliran air tanah
1. Dari tahap kalibrasi dan verifikasi NRECA yang telah selesai dilakukan
untuk 2 tahun data debit real, selanjutnya menginput data hujan, evapotranspirasi
selama 10 tahun yang telah diolah.
2. Lakukan kembali proses NRECA selama 10 tahun sesuai data inputan
untuk memperoleh debit sintetis (aliran total model) selama 10 tahun, tanpa
merubah parameter-parameter yang telah ditentukan di tahap kalibrasi dan
verifikasi data debit 2 tahun.
3. Olah aliran total model selama 10 tahun dengan metode Weilbull sehingga
didapatkan debit urut dengan probabilitasnya masing-masing.
15
10
debit sintesis
5 debit aktual
0
0 20 40 60 80 100 120 140
350
300
250
200
150 Series1
100
50
0
0 20 40 60 80 100 120
Dapat dilihat bahwa metode Aritmatik memberikan error yang lebih kecil,
maka data Aritmatik akan digunakan untuk melakukan analisis curah hujan
maksimum. Analisis curah hujan maksimum dapat dilakukan dengan dua metode.
Pada pembahasan perhitungan ini akan diambil contoh curah hujan maksimum
tahun 2007.
hujan
regional rank P Tr
14.88172043 1 0.090909 11
14.80952381 2 0.181818 5.5
14.40229885 3 0.272727 3.666667
13.93548387 4 0.363636 2.75
𝑇𝑟 = = 11 dimana 𝑃= = 0.0909
.
Hitung KT :
𝑇−1
𝑌𝑇𝑅 = −ln(−𝑙𝑛 )
𝑇
𝑌𝑇𝑅 − 𝑌𝑛
𝐾𝑇 =
𝑌𝑇𝑅
0.3665 − 0.4952
𝐾𝑇 = = −0.13552
0.3665
Jadi dari 2 metode yaitu metode gumbel dan metode log person 3
diperoleh erroe yang paling kecil dengan menggunakan metode gumbel
yaitu sebesar 1.5327%. Sedangkan error dengan metode log person sebesar
15.5333%.
𝑄 = 𝑞×𝛼×𝛽×𝐴
.
1 + 0.012 × 𝐴
𝛼= .
1 + 0.075 × 𝐴
1
𝛽= . ×
𝑡 + 3.7 × 10 𝐴 .
1+ × 12
𝑡 + 15
. .
𝑡 = 0.1 𝑋 𝐴 𝑋𝑖
Dimana:
i = Kemiringan sungai
Contoh Perhitungan:
Maka:
.
1 + 0.012 × 99.46
𝛼= .
1 + 0.075 × 99.46
𝛼 = 0,451992
𝑡 = 0.1 𝑋 𝐿 . 𝑋 𝑖 .
. .
𝑡 = 0.1 𝑋 11.62562 𝑋 0,0503
𝑡 = 1.74527
1
𝛽=
1.74527 + 3.7 × 10 . × . 99.46 .
1+ × 12
1.74527 + 15
𝛽 = 0.797558
𝑡 𝑥 𝑋𝑡
𝑇 ∗=
𝑡+1
1.74572 𝑥 12.39853
𝑇 ∗=
1.74572 + 1
𝑇 ∗= 3.859552
𝑇∗
𝑞=
3.6 𝑥 𝑡
3.859552
𝑞=
3.6 𝑥 1.74572
𝑞 = 0.614288 m3/s
𝑄 = 𝑞×𝛼×𝛽×𝐴
𝑄 =22.02489 m3/s
Berikut ini adalah tabel hasil perhitungan debit banjir rencana untuk
perioda ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200 tahun.
Contoh Perhitungan :
𝐿.
𝑇𝑐 = 0.01947 𝑥
𝑆 .
.
11.62562
𝑇𝑐 = 0.01947 𝑥
0,0503 .
𝑇𝑐 = 1.385101 jam
𝑡𝑝 = 0.6𝑇𝑐
𝑡𝑝 = 0.6 𝑥 1.385101
𝑡𝑝 = 0,831061 jam
𝑡𝑟
𝑇𝑝 = + 𝑡𝑝
2
4
𝑇𝑝 = + 0,831061
2
𝑇𝑝 = 2.831061 jam
𝐴
𝑄𝑝 = 2,08𝑥
𝑇𝑝
2,08 𝑥 99,46
𝑄𝑝 =
2,8311
𝑄𝑝 = 73,074 m3/s
𝑞
𝑞= 𝑞𝑝 × 𝑞𝑝
𝑞 = 1,0961 m3/s
𝑋𝑡
𝑄𝑝(𝑡) = 𝑞 𝑥
10
12,39853
𝑄𝑝(𝑡) = 1,0961 𝑥
10
𝑄𝑝(𝑡) = 1,359m3/s
Menentukan −𝑄
2𝑆 2𝑆
−𝑄 = + 𝑄 − (2 𝑥 𝑄 )
𝑑𝑡 𝑑𝑡
2𝑆
− 𝑄 = 719,67 − (2 𝑥 102,98)
𝑑𝑡
2𝑆
− 𝑄 = 513,67 𝑚 /𝑠
𝑑𝑡
Contoh perhitungan:
K = 1,5 jam
X = 0.3
∆t = 1 jam
Koefisien C1, C2, dan C3
. , × . . ×
Co= =
. , , × . . ×
= 0.032258065
. , × . . ×
C1= =
. , , × . . ×
= 0.612903226
. , , × . . ×
C2= =
. , , × . . ×
= 0.35483871
Contoh perhitungan:
t = 2 jam
(Qinflow)1
(Qinflow)2
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Hasil dari analisis dan perhitungan pada Tugas Besar Rekayasa Hidrologi
dapat disimpulkan sebagai berikut.
Diketahui luas Luas Asli = 103 km2 sedangkan Luas di Global Mapper =
99,41 km2. Hal ini terjadi akibat perubahan geografi bumi karena akibat
factor alam.
Dalam analisis curah hujan bulanan metode yang digunakan adalah
metode aritmatik karena mempunyai error 0,166 yang lebih kecil dari
metode thiessen dengan error 0,183.
Diperoleh nilai evapotranspirasi sesuai table 3.17.
Hasil perhitungan hujan limpasan dengan metode NRECA ada pada table
3.19.
Debit andalan yang dipilih yaitu saat 75%, 80%, dan 90% yang ada pada
table 3.21.
Dari 2 metode penentuan curah hujan maksimum yaitu metode gumbel
dan metode log person 3 diperoleh error yang paling kecil dengan
menggunakan metode gumbel yaitu sebesar 1.5327%. Sedangkan error
dengan metode log person sebesar 15.5333%.
Berdasarkan pengolahan debit banjir, diperoleh untuk periode ulang 5, 10,
25, 50, 100, 200 sesuai table 3.29.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pengerjaan tugas besar kali ini, penulis memberikan saran
sebagai berikut agar pelaksanaan pengerjaan tugas besar di kemudian hari
semakin baik.
Sebaiknya data curah hujan dan data klimatologi diperbaharui lagi untuk
tahun 2000-an dan tahun-tahun yang belum ada.
Sebaiknya buku yang berisi data curah hujan dan klimatologi yang berada
di Laboratorium Pengembangan Sumber Daya Air, dicetak ulang, karena
kertas sudah robek-robek dan banyak coretan.
Sebaiknya pengerjaan mencari stasiun hujan di laboratorium Mekanika
Fluida dan WMS dilakukan bersamaan agar bisa memilih stasiun hujan
dengan lebih efektif, akurat, dan efisien waktu.
Sebaiknya data curah hujan dari setiap stasiun hujan lebih diperlengkap
sehingga perhitungan debit menjadi lebih akurat. Lebih baik lagi jika data
tersedia dalam bentuk soft copy sehingga akan menghemat waktu penulis
dalam mencari dan memindahkan data
DAFTAR PUSTAKA
Linsley Jr, Ray K dkk. 1988. Hydrology for Engineers.
Soentoro, Edy Anto dan Dantje Kardana Natakusumah. 2014. Catatan Kuliah Hidrologi.
Bandung
LAMPIRAN