Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

OD KATARAK SENILIS IMATUR DENGAN GLAUKOMA SEKUNDER


OS PTISIS BULBI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan


Melengkapi Salah Satu Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSI SULTAN AGUNG SEMARANG

Disusun oleh :

Adita Ayu Aprilia

30101407112

Pembimbing :

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik dan melengkapi salah satu syarat
menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu Penyakit Mata periode 12
November – 9 Desember 2018.

Nama : Adita Ayu Aprilia

NIM : 30101407112

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Bidang Pendidikan : Ilmu Penyakit Mata

Periode Kepaniteraan Klinik : 12 November – 9 Desember 2018.

Pembimbing : dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Hj. A.M. Sita Pritasari, Sp.M (K)

2
1. LAPORAN KASUS

1.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. M
Usia : 72 tahun
Alamat : Wolo 009/003, Grobogan
Status perkawinan : Sudah Menikah
Pekerjaan : Pengangguran
No RM : 01364949
Tanggal Pemeriksaan : 12 November 2018

1.2. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 12 November 2018 di Poli
Mata RSI Sultan Agung

Keluhan Utama : Mata kanan cekot-cekot

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Senin, 12 November 2018
dengan keluhan mata kanan terasa cekot-cekot sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan
dirasakan tiba-tiba jika terkena cahaya. Keluhan dirasakan terus menerus dan menganggu
aktivitas. Pasien juga mengeluh mata kanan merah dan nrocos dan pusing. Sebelum
merasa cekot-cekot, pasien mengeluh penglihatannya mata kanan mulai kabur seperti
melihat kabut, namun kurang diperhatikan. Keluhan dirasakan memberat jika pasien
terkena cahaya secara langsung, dan keluhan diperingan dengan istirahat. Satu hari
setelah keluhan dirasakan, pasien berobat ke mantri, namun keluhan tidak membaik.
Kemudian 9 hari kemudian pasien berobat ke dokter, hingga akhirnya 1 bulan setelah
keluhan dirasakan pasien dirujuk ke poliklinik RS Islam Sultan Agung. Keluhan lain
pada mata kanan disangkal. Pada mata kiri, pasien sudah tidak dapat melihat sejak >15
tahun yang lalu dikarenakan trauma benda tumpul dan sudah pernah dilakukan operasi
pada mata kirinya. Cekot-cekot, nyeri, gatal, serta keluhan lainnya disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


Keluhan sakit serupa : disangkal

3
Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Alergi : disangkal
Asma : disangkal
Trauma : riwayat trauma tumpul >15 tahun yang lalu pada mata kiri

Riwayat Keluarga

Keluhan sakit serupa : disangkal


Hipertensi : disangkal
DM : disangkal
Alergi : disangkal
Asma : disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien menggunakan BPJS. Kesan ekonomi cukup.

1.3. PEMERIKSAAN FISIK


1.3.1. STATUS GENERALIS
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Kompos mentis
 Tanda vital
 Tekanan Darah : 180/150 mmHg

1.3.2. STATUS OFTALMOLOGIS

OD
OS

KETERANGAN OD OS
1. VISUS
Tajam penglihatan 1/300 0
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4
2. KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus (-) (-)
Endoftalmus (-) (-)
Strabismus (-) (-)
Gerak bola mata (+) (+)
SUPRA SILIA Hitam, distribusi merata, Hitam, distribusi merata,
tidak rontok tidak rontok
3. PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema (-) (-)
Tanda radang (-) (-)
Ektropion (-) (-)
Entropion (-) (-)
Hordeolum (-) (-)
Kalazion (-) (-)
Massa (-) (-)
Dapat menutup mata (+) (+)
4. KONJUNGTIVA PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis (-) (-)
Folikel (-) (-)
Papil (-) (-)
5. KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva (+) (-)
Injeksi siliar (+) (-)
Injeksi episklera (-) (-)
Perdarahan subkonjungtiva (-) (-)
Papil (-) (-)
Cobble stone (-) (-)
6. SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik (-) (-)
7. KORNEA

5
Kejernihan Jernih Putih, terdapat lekoma
merata di permukaan kornea
dengan diameter ±11 mm
Corpus alienum (-) (-)
Ulkus (-) (-)
8. BILIK MATA DEPAN
Kejernihan Jernih Tidak dapat dinilai
Kedalaman Dangkal Tidak dapat dinilai
Hifema (-) Tidak dapat dinilai
Hipopion (-) Tidak dapat dinilai
9. IRIS
Warna Hitam Tidak dapat dinilai
Kripte (+) Tidak dapat dinilai
PUPIL
Letak Sentral Tidak dapat dinilai
Bentuk Bulat Tidak dapat dinilai
Ukuran ±3 mm Tidak dapat dinilai
Reflek cahaya (+) lambat (-)
LENSA
Kejernihan Keruh tidak merata Tidak dapat dinilai
RETINA
Fundus reflek Suram Tidak dapat dinilai

CORPUS VITREUS Sulit dinilai Sulit dinilai


PAPIL NERVUS II Sulit dinilai Sulit dinilai
MACULA Sulit dinilai Sulit dinilai
TIO DIGITAL N+2 N-1
IRIS SHADOW TEST (+) Tidak dapat dinilai

1.3.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG


 TIO Kuantitatif (Non Contact Tonometer)
OD: 49 mmHg
OS: 6 mmHg

6
1.4. RESUME
Subyektif:
Pasien datang ke Poliklinik RS. Islam Sultan Agung pada hari Senin, 12 November 2018
dengan keluhan mata kanan terasa cekot-cekot sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan dirasakan
tiba-tiba jika terkena cahaya. Pasien juga mengeluh mata kanan merah dan nrocos dan
pusing. Sebelum merasa cekot-cekot, pasien mengeluh penglihatannya mata kanan mulai
kabur, namun kurang diperhatikan. Pada mata kiri, pasien sudah tidak dapat melihat sejak
>15 tahun yang lalu dikarenakan trauma benda tumpul dan telah dilakukan operasi.
Obyektif:

Status Oftalmologi
OCULI DEXTRA PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA
1/300 VISUS 0
Keruh tidak merata LENSA Tidak dapat dinilai
(+) INJEKSI KONJUNGTIVA (-)
(+) INJEKSI SILIAR (-)
Dangkal BILIK MATA DEPAN Tidak dapat dinilai
(+) TIO DIGITAL (-)
49 mmHg TIO KUANTITATIF 6 mmHg
(+) IRIS SHADOW TEST Tidak dapat dinilai

1.5. DIAGNOSA BANDING & DIAGNOSA KERJA


DX BANDING:
OD Katarak senilis imatur dengan glaukoma sekunder
OD PCAG (Primary Closed Angle Glaucoma) dengan katarak komplikata
OS Ptisis bulbi
DX KERJA
OD Katarak senilis imatur dengan glaukoma sekunder
OS Ptisis bulbi

1.6. TERAPI
OD:

7
Rujuk untuk dilakukan tindakan operatif yaitu fakoemulsifikasi + IOL
1.7. EDUKASI
 Menjelaskan kepada pasien, bahwa kekeruhan pada lensa di mata kanan
menyebabkan pandangan menjadi kabur, dan dapat memburuk
 Menganjurkan kepada pasien untuk dilakakan operasi katarak pada mata kanan.
1.8. PROGNOSA

Oculus Dextra
Quo Ad Vitam Bonam
Quo Ad Functionam Dubia
Quo Ad Kosmetikam Dubia
Quo Ad Sanationam Dubia

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. AQUEOUS HUMOR


ANATOMI DAN FISIOLOGI

8
Corpus ciliaris merupakan suatu struktur muskuloepitelial yang secara kasar
berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang dari ujung anterior
koroid sampai pangkal iris (6 mm), yang berperan dalam memproduksi aqueous
humor. Corpus ciliaris terdiri dari zona yang berombak-ombak di bagian anterior
(pars plicata), dan zona posterior yang permukaannya rata (pars plana). Procesus
ciliaris berasal dari pars plicata. Procesus ciliaris ini terutama terbentuk dari
kapiler dan vena yang kemudian bermuara ke vena vorticosa. Kemudian, corpus
ciliaris juga dilapisi oleh dua lapis epitel, yaitu satu lapisan tanpa pigmen di
sebelah dalam, yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior; dan satu
lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan lapisan epitel
pigmen retina. Procesus ciliaris dan epitel siliaris inilah yang kemudian berperan
dalam menghasilkan aqueous humor.
Sedangkan pars plana, terdiri dari otot – otot siliaris yang berperan dalam
akomodasi. Sebagian besar corpus ciliaris terdiri dari tiga serabut otot – otot
siliaris, yaitu otot longitudinal, otot sirkular dan otot radial. Serat – serat sirkular
berfungsi untuk mengerutkan dan merelaksasi serat – serat zonula yang berorigo
di antara procesus ciliaris. Otot – otot inilah yang kemudian dapat mengubah
tegangan kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai berbagai fokus.
Sedangkan serat longitudinal menyisip ke dalam trabecular meshwork untuk
mempengaruhi besar porinya.

Sudut bilik mata depan terletak di antara kornea perifer dan pangkal iris dan
berfungsi dalam pengaliran keluar aqueous humor. Ciri anatomis utama sudut ini
adalah adanya garis Schwalbe, trabecular meshwork, dan taji sklera (scleral spur).

9
Garis Schwalbe merupakan suatu penonjolan yang menandai berakhirnya
membran descemet kornea. Trabecular meshwork berbentuk segitiga pada
potongan melintang, dengan dasar yang mengarah ke corpus ciliaris. Anyaman ini
tersusun dari lembar-lembar berlubang jaringan kolagen dan elastik yang
membentuk suatu filter dengan pori yang semakin mengecil ketika mendekati
canalis Schlemm.
Secara fisiologis, aqueous humor terbentuk melalui mekanisme difusi,
ultrafiltrasi dan sekresi (transport aktif).

a. Ultrafiltrasi, substansi dalam plasma mengalami ultrafiltrasi melalui


dinding kapiler, jaringan ikat yang longgar dan epitel pigmen dari
procesus ciliaris, yang kemudian terakumulasi dan tersimpan di ruang
intersisial, di antara kapiler dan epitel non-pigmen procesus ciliaris.
Proses ini dipengaruhi tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.
b. Sekresi, zat-zat hasil filtrasi kemudian akan disekresikan melalui taut antar
sel dari epitel non-pigmen yang membentuk blood aqueous barrier. Zat-
zat ini kemudian menuju ke bilik mata belakang. Dalam tahapan ini,
terdapat proses transport aktif Na+/K+ yang diaktivasi oleh pompa ATPase
dan enzim carbonic anhydrase.
c. Difusi, pertukaran ion-ion secara pasif melalui membran dengan tekanan
osmotik yang berbeda-beda. Tahapan ini terjadi ketika aqueous humor
berada di bilik mata belakang hingga canalis Schlemm. Kemudian akan
terjadi pertukaran secara pasif dengan jaringan yang dilaluinya.
Setelah diproduksi, aqueous humor kemudian akan dialirkan melalui dua
mekanisme, yaitu trabecular outflow dan uveoscleral outflow. Trabecular outflow
atau aliran konvensional merupakan aliran aqueous humor yang mengalirkan
sebagian besar dari aqueous humor yang dihasilkan. Sehingga, mekanisme
pengaliran ini dapat menentukan tekanan intraokular. Aqueous humor yang
dihasilkan oleh procesus ciliaris dan telah terakumulasi di bilik mata belakang
kemudian akan dialirkan menuju bilik mata depan melalui pupil. Kemudian
menuju ke trabecular meshwork, yang merupakan bangunan yang berbentuk
segitiga di sudut iridokorneal. Trabecular meshwork terdiri dari 3 bagian, yaitu
uveoscleral meshwork, corneoscleral meshwork, dan juxtacanalicular meshwork.

10
Aqueous humor akan difiltrasi ketika melewati bangunan ini. Kemudian akan
dialirkan melalui canalis Schlemm menuju sistem vena.

Uveoscleral outflow atau aliran non-konvensional, merupakan mekanisme


pengaliran aqueous humor dalam jumlah kecil, dan tidak melewati trabecular
meshwork. Aqueous humor yang telah dihasilkan akan mengalir melalui jaringan
ikat longgar di antara serabut longitudinal otot siliaris. Kemudian mengalir
menuju rongga suprakoroid dan dialirkan menuju sklera.

2.2. TEKANAN INTRAOKULAR


Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata
terhadap dinding bola mata. Tekanan intraokular (TIO) ini dipengaruhi oleh lapisan
dinding bola mata dan volume bola mata yang terdiri dari : humor aqueous, korpus
vitreus, pembuluh darah intraokular dan isinya. TIO diharapkan berada dalam angka
yang normal di dalam dinamika cairan humor aqueous, karena humor aqueous
sendiri mempunyai fungsi sebagai media refraksi, pemberi nutrisi dan
mempengaruhi tekanan hidrostatik untuk stabilitas bola mata. Banyak faktor yang
mempengaruhi TIO, antara lain yaitu umur, jenis kelamin, ras, genetik, waktu dan
gangguan refraksi. TIO pada manusia normal yang diukur dengan pemeriksaan
Tonometer Aplanasi rata-rata berkisar 15,4 ± 2,5 mmHg pada posisi duduk dan
pemeriksaan Tonometer Schiotz rata-rata berkisar 16,1 ± 2,8 mmHg pada posisi
berbaring. Tekanan intraokular normalnya berkisar antara 10-20 mmHg.

2.3. ANATOMI DAN HISTOLOGI LENSA


Lensa merupakan struktur yang transparan, bikonveks, dan kristalin terletak di
antara iris dan badan kaca. Lensa memiliki ukuran diameter 9-10 mm dengan ketebalan
3,5 mm – 5 mm. Di belakang iris, lensa terfiksasi pada serat zonula yang berasal dari
badan siliar. Serat zonula tersebut menempel dan menyatu dengan lensa pada bagian
anterior dan posterior dari kapsul lensa. Kapsul merupakan membran dasar yang
melindungi nukleus, korteks, dan epitel lensa. Permukaan anterior dan posterior lensa
memiliki beda kelengkungan, dimana permukaan anterior lensa lebih melengkung
dibandingkan bagian posterior. Kedua permukaan ini bertemu di bagian ekuator. Sebagai
media refraksi, lensa memiliki indeks refraksi sebesar 1,39, dan memilki kekuatan
hingga 15-16 dioptri. Dengan bertambahnya usia, kemampuan akomodasi lensa akan
berkurang, sehingga kekuatan lensa pun akan menurun.

11
Struktur lensa dapat dibagi menjadi :
1. Kapsul lensa
Kapsul lensa merupakan membran dasar yang transparan. Kapsul lensa tersusun dari
kolagen tipe-IV yang berasal dari sel-sel epitel lensa. Kapsul berfungsi untuk
mempertahankan bentuk lensa saat akomodasi. Kapsul lensa paling tebal pada
bagian anterior dan posterior zona preekuator (14 um,) dan paling tipis pada bagian
tengah kutub posterior (3um).
2. Epitel anterior
Epitel anterior lensa dapat ditemukan tepat dibelakang kapsul anterior. Merupakan
selapis sel kuboid yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan lensa dan regenerasi
serat lensa. Pada bagian ekuator, sel ini berproliferasi dengan aktif untuk
membentuk serat lensa baru.
3. Serat lensa
Serat lensa merupakan hasil dari proliferasi epitel anterior. Serat lensa yang matur
adalah serat lensa yang telah keihlangan nucleus, dan membentuk korteks dari lensa.
Serat-serat yang sudah tua akan terdesak oleh serat lensa yang baru dibentuk ke
tengah lensa.
4. Ligamentum suspensorium (Zonulla zinnii)
Secara kasar, ligamentun suspensorium merupakan tempat tergantungnya lensa,
sehingga lensa terfiksasi di dalam mata. Ligamentum suspensorium menempel pada
lensa di bagian anterior dan posterior kapsul lensa. Ligamentum suspensorium
merupakan panjangan dari corpus silliaris.

12
2.3. FISIOLOGI LENSA
1. Transparansi lensa
Lensa tidak memiliki pembuluh darah maupun sistem saraf. Untuk
mempertahankan kejernihannya, lensa harus menggunakan aqueous humour sebagai
penyedia nutrisi dan sebagai tempat pembuangan produknya. Namun hanya sisi
anterior lensa saja yang terkena aqueous humour. Oleh karena itu, sel-sel yang berada
ditengah lensa membangun jalur komunikasi terhadap lingkungan luar lensa dengan
membangun low resistance gap junction antar sel.
2. Akomodasi lensa
Akomodasi lensa merupakan mekanisme yang dilakukan oleh mata untuk
mengubah fokus dari benda jauh ke benda dekat yang bertujuan untuk menempatkan
bayangan yang terbentuk tepat jatuh di retina. Akomodasi terjadi akibat perubahan
lensa oleh badan silluar terhadap serat zonula. Saat m. cilliaris berkontraksi, serat
zonular akan mengalami relaksasi sehingga lensa menjadi lebih cembung dan
mengakibatkan daya akomodasi semakin kuat. Terjadinya akomodasi dipersarafi ole
saraf simpatik cabang nervus III. Pada penuaan, kemampuan akomodasi akan
berkurang secara klinis oleh karena terjadinya kekakuan pada nukelus.
Perubahan yang terjadi pada saat akomodasi sebagai berikut:

2.4. METABOLISME LENSA NORMAL

Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian
anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi
dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor
aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk

13
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan
kadar kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase

Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.

2.5. KATARAK
1. Definisi Katarak
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
kedua-duanya. Biasanya kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif
ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
2. Klasifikasi Katarak
A. Klasifikasi etiologi
1. Katarak kongenital
2. Katarak akuisita
a. Katarak senilis
b. Katarak traumatik
c. Katarak komplikata

14
d. Katarak metabolik
e. Katarak oleh karena cedera listrik
f. Katarak oleh karena radiasi
g. Katarak oleh karena logam berat dan obat-obatan
h. Katarak yang berhubungan dengan penyakit kulit
i. Katarak yang berhubungan dengan penyakit tulang
j. Katarak dengan sindroma lainnya seperti sindroma Down

15
B. Klasifikasi morfologis
1. Katarak kapsular, meliputi :
a. Katarak kaspular anterior
b. Katarak kapsular posterior
2. Katarak subkapsular :mengenai bagian superfisial dari korteks
(dibawah kapsul)
a. Katarak subkapsular anterior
b. Katarak subkapsular posterior
3. Katarak kortikal :meliputi sebagian besar dari korteks
4. Katarak supranuklear :meliputi bagian dalam korteks (diluar nukelus)
5. Katarak nuklear :meliputi nukelus dari lensa
6. Katarak polaris :meliputi kapsul dan bagian superfisial dari
korteks pada daerah polar
a. Katarak polaris anterior
b. Katarak polaris posterior
3. KATARAK SENILIS
A. Definisi
Katarak senilis (age-related cataract) merupakan jenis katarak didapat
(akuisita) yang paling sering ditemukan pada laki-laki maupun perempuan,
biasanya berusia di atas 50 tahun. Pada usia sekitar 70 tahun, hampir 90%
individu menderita katarak. Kondisi kekeruhan biasanya bilateral akan tetapi
hampir selalu kondisi salah satu mata lebih berat dari mata lainnya. Secara
morfologis katarak senilis dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu katarak kortikal dan
katarak nuklear. Kedua jenis katarak ini sering terjadi secara bersamaan.
B. Stadium maturasi katarak senilis :

1. Maturasi dari katarak senilis tipe kortikal


a. Stadium katarak insipien
Merupakan stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan
gangguan visus. Kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa
bercak-bercak seperti jari-jari roda, terutama mengenai korteks anterior,
sedang aksis relatif masih jernih. Gambaran berupa Spokes of a wheel yang
nyata bila pupil dilebarkan. Pada stadium ini belum menimbulkan gangguan

16
visus. Visus pada stadium ini bisa normal atau 6/6 – 6/20. Dengan koreksi,
visus masih dapat 5/5 – 5/6.
b. Katarak senilis imatur:

Lensa terlihat putih keabu-abuan, namun masih terdapat korteks yang


jernih, maka terdapat iris shadow. Sebagian lensa keruh tetapi belum
mengenai seluruh lapis lensa. Visus pada stadium ini 6/60 – 1/60.
Kekeruhan ini terutama terdapat dibagian posterior dan bagian belakang
nukleus lensa. Kalau tidak ada kekeruhan di lensa, maka sinar dapat masuk
ke dalam mata tanpa ada yang dipantulkan. Oleh karena kekeruhan berada
di posterior lensa, maka sinar oblik yang mengenai bagian yang keruh ini,
akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat di pupil, ada
daerah yang terang sebagai reflek pemantulan cahaya pada daerah lensa
yang eruh dan daerah yang gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa
yang keruh. Keadaan ini disebut shadow test (+).

Kekeruhan terdapat dibagian posterior dan bagian belakang nukleus


lensa. Pada stadium ini mungkin terjadi hidrasi korteks, yang
mengakibatkan lensa menjadi cembung, sehingga indeks refraksi berubah
karena daya biasnya bertambah dan mata menjadi miopia. Keadaan ini
dinamakan intumesensi. Dengan mencembungnya lensa iris terdorong
kedepan, menyebabkan sudut bilik mata depan menjadi lebih sempit,
sehingga dapat menimbulkan glaukoma sebagai penyulitnya.

c. Katarak senilis matur

Kekeruhan korteks secara total sehingga iris shadow tidak ada. Lensa
telah menjadi keruh seluruhnya.Pada pupil nampak lensa yang seperti
mutiara.Pada stadium ini, lensa akan berukuran normal kembali akibat
terjadi pengeluaran air. Visus pada stadium ini 1/300. Bilik mata depan
akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris
pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif shadow test (-).

d. Katarak senilis hipermatur


- Katarak hipermatur tipe Morgagni: Pada kondisi ini, korteks mencair
dan lensa menjadi seperti susu. Nukleus yang berwarna coklat

17
tenggelam ke dasar. Pada stadium ini juga terjadi kerusakan kapsul
lensa, sehingga isi korteks yang cair dapat keluar dan lensa menjadi
kempis, yang dibawahnya terdapat nukleus lensa.
- Katarak hipermatur tipe sklerotik: Pada kondisi ini, korteks
terdisintegrasi dan lensa menjadi berkerut yang menyebabkan COA
menjadi dalam

Gambar : Katarak hipermatur tipe Morgagni

2. Maturasi dari katarak senilis tipe nuklear:

Pada keadaan ini, lensa menjadi keras dan tidak elastis, sehingga
menurunkan kemampuan akomodasi serta menghalangi cahaya. Perubahan
dimulai dari tengah, lalu secara perlahan menyebar ke perifer sampai hampir
meliputi seluruh kapsul, namun masih terdapat sedikit bagian dari korteks
yang masih jernih. Warna yang dapat dilihat ialah coklat (cataracta
brunescens), hitam (cataracta nigra) dan merah (cataracta rubra)

Gambar : A.Cataracta brunescens, B.Cataracta nigra, C.Cataracta rubra

18
C. Gejala Klinis

Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai pada
pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :

1. Silau
Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya
mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang
hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau
kondisi serupa di malam hari. Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan
besar kekeruhannya, biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior
subkapsular.
2. Diplopia monokular atau polypia
Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan dalam nukleus lensa,
menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa sehingga
menyebabkan refraksi yang ireguler karena indeks bias yang berbeda.
3. Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih
menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
4. Distorsi
Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang
5. Penurunan tajam penglihatan
Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif tanpa rasa nyeri.
Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya langsung tepat
sasaran. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan
penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Pada katarak kupuliform
(opasitas sentral) gejala lebih buruk ketika siang hari dan membaik ketika
malam hari. Pada katarak kuneiform (opasitas perifer) gejala lebih buruk
ketika malam hari.
6. Myopic shift

19
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan dioptri
kekuatan lensa, yang pada umumnya menyebabkan miopia ringan atau
sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan kembalinya
penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia akibat kekuatan
refraktif lensa nuklear sklerotik yang menguat, sehingga kacamata baca atau
bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut ”second sight”. Akan
tetapi, seiring dengan penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut
akhirnya hilang.

D. Penatalaksanaan
a. Tindakan non-bedah:
1. Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus dicari,
karena apabila penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati seringkali
memberhentikan progresi dari penyakit tersebut, contohnya adalah:
- Kontrol gula darah pada pasien DM
- Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
- Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
2. Memperlambat progresi: penggunaan yodium, kalsium, kalium, vitamin
E dan aspirin dihubungkan dengan perlambatan dari kataraktogenesis.
3. Meningkatkan penglihatan pada katarak insipien dan imatur dengan:
- Refraksi
- Pencahayaan: Pada opasitas sentral menggunakan penerangan yang
terang. Pada opasitas perifer menggunakan penerangan yang sedikit
redup.
4. Pengunaan kacamata hitam ketika beraktifitas diluar ruangan pada
pasien dengan opasitas sentral
5. Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.

b. Pembedahan Katarak Senilis

1. Ekstraksi katarak intrakapsular (ICCE)


Pada teknik ini, keseluruhan lensa katarak dan kapsulnya diangkat.
Zonula yang lemah dan terdegenerasi merupakan syarat dari operasi ini.
Karena hal ini, teknik ini tidak bisa dilakukan pada pasien yang muda

20
karena zonula yang kuat. Pada usia 40-50 tahun, digunakan enzim
alphachymotrypsin yang melemahkan zonula.
Indikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.

21
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsular (ECCE)
Pada teknik ini, bagian besar dari kapsula anterior dan epitel, nukleus
dan korteks diangkat; kapsula posterior ditinggalkan sebagai penyangga
lensa implant.
Indikasi: Operasi katarak pada anak-anak dan dewasa.
Kontraindikasi: Subluksasi dan dislokasi lensa.
3. Fakoemulsifikasi
Pembedahan menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan
nukleus yang kemudian diaspirasi melalui insisi 2.5-3 mm, dan
kemudian dimasukan lensa intraokular yang dapat dilipat. Keuntungan
yang didapat ialah pemulihan visus lebih cepat, induksi astigmatis akibat
operasi minimal, komplikasi dan inflamasi pasca bedah minimal.
2.6. GLAUKOMA
1. Definisi

Glaukoma adalah suatu neuropati optik multifaktorial dengan karakteristik


pencekungan pada papil saraf optik. Pada glaukoma akan terdapat kelemahan fungsi
mata dengan terjadinya cacat lapangan pandang dan kerusakan anatomi berupa
ekskavasi serta degenerasi papil saraf optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan.
Glaukoma dapat disebabkan bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
atau karena berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil.

Mekanisme peningkatan TIO pada glaukoma adalah gangguan aliran keluar


humor aqueous akibat kelainan sistem drainase sudut bilik mata depan (glaukoma
sudut terbuka) atau gangguan akses humor aqueous ke sistem drainase (glaukoma
sudut tertutup).

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Pada kebanyakan kasus TIO yang tinggi dapat disebabkan oleh peningkatan
resistensi aliran humor aqueous sehingga terjadi gangguan pada outflow dari humor
aqueous. Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya suatu glaukoma
adalah riwayat keluarga, usia, jenis kelamin, ras, genetik, variasi diurnal, olahraga,
dan obat-obatan.

22
3. Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan American Academy of Ophthalmology
(2011) adalah:

a. Glaukoma Sudut Terbuka (glaukoma yang paling sering terjadi) :


- Glaukoma Sudut Terbuka Primer
- Glaukoma Bertekanan Normal (normal-tension glaucoma)
- Glaukoma Juvenile
- Glaukoma Sudut Terbuka Sekunder
b. Glaukoma Sudut Tertutup
- Glaukoma Sudut Tertutup Primer dengan blok pada pupil
- Glaukoma Sudut Tertutup Akut
- Glaukoma Sudut Tertutup Subakut
- Glaukoma Sudut Tertutup Kronik
- Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder dengan Blok Pupil
- Glaukoma Sudut Tertutup Sekunder Tanpa Blok Pupil
- Sindroma Iris Plateau
c. Glaukoma pada Anak (Childhood Glaukoma)
- Glaukoma Kongenital Primer
- Glaukoma yang berhubungan dengan kelainan kongenital
- Glaukoma sekunder pada anak-anak dan bayi
4. Glaukoma Sudut Terbuka
Perjalanan penyakit dari glaukoma sudut terbuka bersifat kronis, secara
perlahan dan progresif. Gejala klinis yang timbul adalah neuropati optik dengan
pola karakteristik kerusakan saraf optik dan penyempitan lapangan pandang
yang dirasakan perlahan mulai dari kehilangan lapangan pandang perifer dan
kemudian lama kelamaan diikuti kehilangan lapangan pandang bagian sentral
yang sering disebut tunnel vision. Pada glaukoma sudut terbuka terjadi
abnormalitas metabolisme sel axonal atau ganglion, dan gangguan pada matriks
anyaman trabekular dan pada sel trabekular pada daerah jukstakanalikuler, yang
kemudian dapat menyebabkan kurangnya perfusi pada serabut saraf optik.
Patogenesis naiknya TIO pada glaukoma sudut terbuka disebabkan oleh karena
naiknya tahanan aliran humor aqueous di trabekular meshwork. Kematian sel

23
ganglion retina timbul terutama melalui apoptosis (program kematian sel)
daripada nekrosis.

5. Glaukoma Sudut Tertutup

Glaukoma sudut tertutup dapat terjadi karena aposisi iris perifer terhadap
trabekular meshwork dan kemudian akan menyebabkan penurunan aliran humor
aqueous melalui sudut bilik mata.

Adanya blok pupil yang terjadi akibat iris yang condong kearah depan
sering menyebabkan glaukoma sudut tertutup. Aliran humor aqueous dari
posterior ke anterior akan terhalang. Dengan diproduksinya humor aqueous terus-
menerus sementara tekanan bola mata terus naik, maka akan sekaligus
menyebabkan terjadinya pendorongan iris menekan jaringan trabekulum
sehingga sudut bilik mata menjadi sempit.

a. Glaukoma Primer Sudut Tertutup dengan Blok Pupil Relatif

Glaukoma dengan blok pupil relatif ini timbul bila terdapat hambatan
gerakan humor aquos melalui pupil karena iris kontak dengan lensa,
capsular remnants, anterior hyaloid atau vitreous-occupying substance
(udara, minyak silikon). Blok pupil relatif ini diperkirakan penyebab yang
mendasari lebih dari 90 % glaukoma primer sudut tertutup.

b. Glaukoma Sudut Tertutup Akut

Timbul ketika tekanan intraokular meningkat dengan cepat sebagai


akibat bendungan yang tiba-tiba dari anyaman trabekular oleh iris. Gejala
khas yang terjadi adalah nyeri mata, sakit kepala, kabur, penglihatan
seperti melihat pelangi (halo), mual, muntah.

c. Glaukoma Sudut Tertutup Subakut (Intermiten)

Glaukoma sudut tertutup akut yang berulang dengan gejala ringan dan
sering didahului dengan peningkatan TIO. Gejala yang timbul dapat hilang
secara spontan,terutama pada waktu tidur karena dapat menginduksi
miosis.

24
d. Glaukoma Sudut Tertutup Kronik

Tekanan intraokular meningkat disebabkan bentuk bilik mata depan


yang bervariasi dan menjadi tertutup secara permanen oleh sinekia
posterior. Penyakit ini cenderung terdiagnosa pada stadium akhir, sehingga
menjadi penyebab kebutaan terbanyak di Asia Tenggara.

e. Glaukoma Sekunder Sudut Tertutup dengan Blok Pupil

Dapat disebabkan oleh glaukoma fakomorfik (disebabkan oleh lensa


yang membengkak), ektopia lentis (perubahan letak lensa dari posisi
anatomisnya), blok pupil juga dapat terjadi pada mata afakia dan
pseudofakia.

f. Glaukoma Sudut Tertutup tanpa Blok Pupil

Glaukoma Sekunder ini dapat terjadi oleh karena 1 dari 2 mekanisme


berikut:

- Kontraksi dari inflamasi, perdarahan, membran pembuluh darah,


band, atau eksudat pada sudut yang menyebabkan perifer anterior
sinekia (PAS).
- Perubahan tempat ke depan dari diafragma lensa-iris, sering
disertai pembengkakan dan rotasi ke depan badan siliar. Contohnya
adalah glaukoma neovaskular, sindrom iridokorneal endothelial
(ICE), aqueous misdirection, dan lain-lain.

2.7. TERAPI BEDAH DAN LASER

1. Iridoplasti, Iridektomi dan Iridotomi Perifer

Pada glaukoma sudut tertutup, salah satu penyebabnya adalah blokade pupil.

Terapi paling baik adalah dengan membentuk saluran langsung antara bilik

depan dan bilik belakang sehingga tekanan intraokular menurun. Iridotomi

perifer paling baik dilakukan dengan laser YAG. Jika tindakan bedah laser YAG

tidak efektif, dilakukan iridektomi perifer.

25
Pada beberapa kasus, penutupan sudut yang tekanan intraokularnya tidak

mungkin dikendalikan dengan obat dan iridotomi laser YAG, dapat dilakukan

iridoplasti perifer laser argon. Yaitu cincin laser yang membakar iris perifer,

sehingga menyebabkan kontraksi stroma iris dan secara mekanis, menarik sudut

bilik mata depan hingga terbuka.

2. Trabekulektomi

Trabekulektomi merupakan terapi bedah yang menjadi gold standart pada

glaukoma sudut terbuka. Prinsip dalam bedah trabekulektomi adalah membuat

suatu lubang pada bagian limbus, sehingga dapat meningkatkan pengaliran

aqueous humor dan tekanan intraokular dapat diturunkan. Keadaan inflamasi

pada mata merupakan kontraindikasi dilakukannya trabekulektomi, sehingga

sebelum dilakukan trabekulektomi hal tersebut harus diatasi terlebih dahulu.

Selain itu, sebelumnya juga harus dilakukan pemeriksaan pada konjungtiva.

Keadaan iris dan lensa juga harus diperhatikan.

3. Tindakan Siklodestruktif

Kegagalan terapi medis dan bedah pada glaukoma lanjut dapat menjadi

alasan dilakukannnya destruksi corpus ciliaris dengan laser atau pembedahan

untuk mengontrol tekanan intraokular. Krioterapi, diatermi, neodymium thermal

mode yang digunakan untuk menghancurkan corpus ciliaris.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Khurana AK. Comprehensive ophthalmology. 4th ed. Anshan publishers 2007.


2. Ilyas HS, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. 4th 3 rev. ed. Badan penerbit FKUI. 2013.
3. Riordan-eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury general ophthalmology. 18th ed.
McGraw-Hill Professional. 2011.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: systemic approach. 7th ed.
Saunders.2012
5. American Academy of Opthalmology. 2011. Glaucoma Basic and Clinical Science
Course. San Fransisco.

27

Anda mungkin juga menyukai