DISUSUN OLEH:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kekuatan dan kesehatan serta ilmu pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Etika Profesi Hukum ini Dan tak lupa pula ucapan terima kasih kami berikan kepada
dosen kami, Bapak Dr. Abdul Haris, S.H., M.H yang telah membimbing saya dalam menyusun
makalah ini
Makalah ini dibuat untuk memenuhi komponen tugas dalam mata kuliah Etika Profesi.
Makalah ini tentu tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, sehingga penulis menganggap
perlu untuk menerima masukan demi kesempurnaan makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun bagi kelengkapan Makalah ini diharapkan dari semua
pembaca yang budiman. Akhirnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada para pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan Makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………
1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN MORAL DAN ETIKA………………………………….
A. MORAL……………………………………………………………..
B. ETIKA………………………………………………………………
2.2 PENTINGNYA ETIKA PROFESI……………………………………….
2.3 PELANGGARAN ETIKA DALAM PROFESI ADVOKAT……………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008, hlm.53
hubungannya dengan hukum, maka kualitas hukum ditentukan oleh
kualitas moral. Hukum yang tidak mencerminkan moral pada dasarnya
bukan hukum, ia harus diganti dengan hukum yang bermoral. 2Tidak
terlepas dari itu selain hukum yang berkaitan dengan moral, hukum pun
mempunyai keterkaitam yang sangat erat dengan etika, akhlak, dan
agama, namun dalam makalah ini kita terkhusus membahas kaitan antara
hukum dengan etika.
3. Bagai mana apabila terjadi suatu pelanggaran dalam suatu etika profesi
hukum?
2
Ibid,hlm.54
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Moral dan Etika
A. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin (Yunani), yaitu moralismos, moris yang
diartikan sebagai adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan.
Atau dapat pula diartikan mores yang merupakan gambaran atau adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup. Istilah ini dikenal
moral dalam bahasa inggris.3
Moralitas, disatu sisi berbeda dengan moral. 6Dalam hal ini moralitas
disebutkan sebagai sikap manusia berkenaan dengan hukum moral yang
didasarkan atas keputusan bebasnya.Moralitasa dalam hal ini biasa juga
disebut dengan ethos.etos kadang kala diartikan untuk menunjukan karakter
tertentu, misalnya sikap moral dari satu nilai khusus. Suatu tindakan yang
baik secara moral digambarkan sebagai tindakan bebas manusia yang
mengafirmasikan nilai etis objektif dan yang mengafirmasikan hukum
moral.Sementara, suatu tindakan yang buruk secara moral digambarkan
sesuatu yang bertentangan dengan nilai etis dan hukum moral.
6
Ibid, hlm.163
7
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014, hlm.51
hukum. Sedangkan moralitas ekstrinsik menetapkan sebuah perbuatan itu
benar atau salah, disesuaikan dengan trem “diperintahkan” atau “dilarang”
yang dinyatakan oleh penguasa atau pemerintah, yaitu melalui
pemberlakuan hukum positif.8
Moralitas juga bukanlah sesuatu yang bersifat artifisial atau terlepas dari
persoalan-persoalan hidup manusia, melainkan tampak sebagai sesuatu
yang tumbuh seiring dengan kondisi hidup manusia. Oleh karena itu, ukuran-
ukuran moral tidaklah sama dengan kebiasaan-kebiasaan (tradisional) yang
diikuti oleh sebagian bangsa.
8
Ibid, hlm.52
9
Sukarno Aburaera, op.cit. hlm.164
Hukum mengehendaki legalitas, dan moral menghendaki moralita
sejauh perbuatan lahir disebut yuridis, dan perbuatan batin disebut
etis.
Hukum kadang-kadang membolehkan apa yang dilarang oleh moral.
Umpamanya pelacuran bertentangan dengan moral, namun kadang-
kadang ada yang memperbolehkan tempat pelacuran, seperti di
daerah tertentu ada alokasi pelacuran.
Menurut K.Bertens, Etika (moral) lebih luas dari hukum. Perbuatan yang
tidak melanggar hukum belum tentu secara etis baik juga. Hukum adalah
minimum dari etika.Etika harus dimulai dari hukum, tapi hubungan etika dan
hukum lebih kompleks lagi.10
10
Suparman Usman, Etika Dan Tangggung Jawab Profesi Hukum, op.cit, hlm.54
B. Etika
11
Sukarno Aburaera, op.cit hlm.165
12
Ibid, hlm.166
2.2 Pentingnya Etika Profesi
Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu
profesi itu dimata masyarakat. Apabila anggota kelompok profesi itu
menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi itu akan tercemar di
mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus mencoba
menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.
Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.
Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara
atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu
kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang
diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya. Nilai profesional paling
utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
Nilai profesional dapat disebut juga dengan istilah azas etis. (Chung, 1981
mengemukakan empat azas etis, yaitu :
Kode etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut
sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan
sebagai pedoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi
antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi, yaitu
memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi
kepentingan pribadi yang bertentangan dengan masyarakat. Oteng/Sutisna
(1986:364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa
perilaku etis anggota profesi.
Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Setiap kode etik
profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa
catatan, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan
menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang
baik-baik. Bukan algoritma sederhana yang dapat menghasilkan keputusan
etis atau tidak etis Kadang-kadang bagian-bagian dari kode etik dapat terasa
saling bertentangan ataupun dengan kode etik lain.Kita harus menggunakan
keputusan yang etis untuk bertindak sesuai dengan semangat kode etik
profesi.Kode etik yang baik menggariskan dengan jelas prinsip-prinsip
mendasar yang butuh pemikiran, bukan kepatuhan membuta.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
Apakah etika dan apakah etika profesi itu? Kata etik (etika) berasal dari
kata ethos (Yunani) yang berarti karakter, watak, kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang
telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which
can act as the performance index or reference for our control system”.
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun
standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip
prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode
etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit
profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi
pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada
masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semua
dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi)
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-
ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun
kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
Setelah akhirnya kalah, para klien berusaha menemui Fredrich. Namun karena akhirnya
Fredrich dirasakan menghindar tak bisa dihubungi bahkan pindah kantor, sekitar 50 orang
perwakilan para klien Fredrich ini mengadu ke Dewan Kehormatan Peradi. “Ada 4 tahap di
sidang kehormatan, para pengadu terus hadir sedangkan Fredrich tidak pernah hadir ataupun
menggunakan haknya mengajukan bantahan dan sebagainya, jadi diteruskan,” lanjutnya.
Menurut Jack, persidangan ini setidaknya sudah berlangsung selama dua bulan belakangan
dengan kondisi Fredrich tidak pernah muncul ataupun memberikan tanggapan atas panggilan
DKD Jakarta. “Isi putusannya terbukti menelantarkan klien dan diberhentikan tetap,” lanjut Jack.
Hal ini karena Fredrich terbukti melakukan pelanggaran berat.
Ketika dihubungi secara terpisah, koordinator tim kuasa hukum Fredrich Yunadi dalam
kasusnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sapriyanto Refa, mengaku belum
mengetahui putusan pemecatan Fredrich sebagai advokat tersebut. “Belum tahu. Baru sekarang
ini,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon oleh hukumonline.
Refa menolak menjawab ketika ditanya apa langkah selanjutnya atas putusan ini.
Menurutnya, kuasa yang diberikan kepadanya hanya untuk mendampingi Fredrich sebagai
anggota Peradi dalam kasus di KPK. “Bukan domain saya, menunggu saja selanjutnya dari DPN
Peradi,” jawabnya.
Meskipun telah diputus hukuman pemecatan, Jack mengatakan Fredrich masih bisa
melakukan banding atas putusan DKD Peradi Jakarta ke Dewan Kehormatan Pusat(DKP). Batas
waktu yang dimiliki Fredrich adalah 21 hari kalender terhitung hari ini. “Belum berkekuatan
hukum tetap, masih bisa banding untuk diperiksa memori bandingnya, tapi tidak lagi dilakukan
pemeriksaan di persidangan,” jelasnya.
Jika dalam 21 hari tidak ada pengajuan banding oleh Fredrich, maka putusan pemecatannya
akan langsung dieksekusi. Namun apabila Fredrich mengajukan banding, eksekusi putusan
bergantung pada putusan DKP. “Kalau sudah berkekuatan hukum tetap, eksekusi akan dilakukan
dengan mengirimkan juga surat ke Mahkamah Agung untuk mencabut Berita Acara Sumpah
Fredrich sehingga tidak bisa bersidang lagi sebagai advokat,” papar Jack.
Apabila dilihat dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 disebutkan bahwa;
Dari contoh kasus diatas dapat pula lah kita lihat bahwa Fredrich Yunadi telah melanggar
ketentuan pada huruf a. dimana ia mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya
setelah menerima honorarium senilai 450 juta rupiah.
Sedangkan ketentuan organisasi profesi yang mengatur advokat sebagaimana Pasal 6 huruf (f)
dapat dilihat pada Pasal 33 UU Advokat. Pasal ini mengatur keberadaan kode etik yang
ditetapkan oleh delapan organisasi advokat pada tanggal 23 Mei 2002 mempunyai kekuatan
hukum secara mutatis mutandis menurut UU Advokat sampai ada ketentuan penggantinya oleh
Organisasi Advokat. Belakangan, kedelapan organisasi tersebut membentuk Peradi yang
menggunakan kode etik tersebut dengan nama KEAI.
Ada enam pasal yaitu Pasal 2 sampai Pasal 8 dalam KEAI yang mengatur standar perilaku mulai
dari kepribadian advokat hingga cara menangani perkara. Klasifikasi perilaku yang diaatur dapat
dilihat dalam tabel berikut.
No Jenis Perilaku
Bentuk Perbuatan
. Etik
Lebih lengkapnya Fredrich Yunadi telah melanggar kode etik advikat pada pasal huruf i yang
berisi “Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang
tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian
yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Moral berasal dari bahasa Latin (Yunani), yaitu moralismos, moris yang
diartikan sebagai adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan.
Atau dapat pula diartikan mores yang merupakan gambaran atau adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup.
Pada dasarnya dalam suatu profesi dibutuhkan kepercayaan, terutama dalam bidang hukum.
Untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat maka dibutuhkan etika dalam berprilaku.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu etika profesi, maka pelanggarnya dapat dikenakan
sanksi bersifat administrative.
DAFTAR PUSTAKA
E. Sumaryono. 2014. Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi
Penegak Hukum. Yogyakarta: PT Kanisius
Lorens Bagus. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Muhammad Daud. 2012. Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Munir Fuady. 2007. Dinamika Teori Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia
----------------- 2013. Teori-Teori Besar Dalam Hukum. Jakarta:
Kencana
R. Soeroso. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Sukarno Aburaera. 2013. Filsafat Hukum Teori Dan Praktik. Jakarta:
Kencana
Suparman Usman. 2008. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum.
Jakarta: Gaya Media Pratama
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a745ccbb5e0d/dewan-kehormatan-peradi-
pecat-fredrich-yunadi/
https://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/5