Anda di halaman 1dari 23

ETIKA PROFESI

DISUSUN OLEH:

Anderson Peruzzi Simanjuntak 170200355

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kekuatan dan kesehatan serta ilmu pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
Makalah Etika Profesi Hukum ini Dan tak lupa pula ucapan terima kasih kami berikan kepada
dosen kami, Bapak Dr. Abdul Haris, S.H., M.H yang telah membimbing saya dalam menyusun
makalah ini

Makalah ini dibuat untuk memenuhi komponen tugas dalam mata kuliah Etika Profesi.

Makalah ini tentu tidak lepas dari kekurangan-kekurangan, sehingga penulis menganggap
perlu untuk menerima masukan demi kesempurnaan makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun bagi kelengkapan Makalah ini diharapkan dari semua
pembaca yang budiman. Akhirnya, penyusun mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada para pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan Makalah ini.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………………………………………
1.2 RUMUSAN MASALAH…………………………………………………...
BAB II PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN MORAL DAN ETIKA………………………………….
A. MORAL……………………………………………………………..
B. ETIKA………………………………………………………………
2.2 PENTINGNYA ETIKA PROFESI……………………………………….
2.3 PELANGGARAN ETIKA DALAM PROFESI ADVOKAT……………
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………….
3.1 KESIMPULAN…………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Karena kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari hukum, ia


merupakan kebutuhan dalam kehidupannya. Hukum berfungsi sebagai
sandaran atau ukuran tingkah laku atau kesamaan sikap (standard of
product) yang harus ditaati setiap anggota masyarakat. Dan lebih jauh
hukum berfungsi sebagai suatu sarana perekayasaan untuk mengubah
masyarakat ke arah yang lebih sempurna (as a tool of social engineering)
ia sebagai alat untuk mengecek ketidak benarannya suatu tingkah laku
(as a tool of justification), dan ia pun sebagai alat untuk mengontrol
pemikiran dan langkah-langkah manusia agar mereka selalu
terpelihara,tidak melakukan perbuatan yang melanggar hukum (as a tool
of social control).
Hukum merupakan kesimpulan pertimbangan tentang apa yang patut
dan baik dilakukan, tentang ada apa yang tidak dan tidak baik dilakukan.
Apa yang dipandang baik, itulah yang harus dilakukan, dan apa yang
tidak baik harus ditinggalkan. Mereka yang tidak melakukan sesuatu yang
dipandang baik, atau melakukan sesuatu yang tidak dipandang baik,
berarti mengingkari kebaikan dan membenarkan ketidak baikan
(keburukan). Oleh karena itu timbullah norma kewajiban dan larangan, di
samping ada norma yang tidak diwajibkan dan dilarang.1
Norma moral tidak sama dengan norma hukum. Dalam keadaan
tertentu norma moral memerlukan norma hukum untuk diformalkan
dalam lembaga tertentu, sehingga mempunyai kekuatan yang mengikat.
Moral sangat erat hubungannya dengan hukum.Pelaksanaan dan
penegakkan hukum memerlukan ketaatan kepada moral. Ada pepatah
romawi yang berbunyi : “Quid Leges sine moribus?” artinya “apa artinya
undang-undang kalau tidak disertai moralitas?” karena moral sangat erat

1
Suparman Usman, Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2008, hlm.53
hubungannya dengan hukum, maka kualitas hukum ditentukan oleh
kualitas moral. Hukum yang tidak mencerminkan moral pada dasarnya
bukan hukum, ia harus diganti dengan hukum yang bermoral. 2Tidak
terlepas dari itu selain hukum yang berkaitan dengan moral, hukum pun
mempunyai keterkaitam yang sangat erat dengan etika, akhlak, dan
agama, namun dalam makalah ini kita terkhusus membahas kaitan antara
hukum dengan etika.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan moral, etika

2. Mengapa Etika diperlukan dalam suatu profesi hukum?

3. Bagai mana apabila terjadi suatu pelanggaran dalam suatu etika profesi
hukum?

2
Ibid,hlm.54
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Moral dan Etika
A. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin (Yunani), yaitu moralismos, moris yang
diartikan sebagai adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan.
Atau dapat pula diartikan mores yang merupakan gambaran atau adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup. Istilah ini dikenal
moral dalam bahasa inggris.3

Moral pada umumnya dapat diartikan sebagai berikut:4

 Menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai


baik/buruk, benar/salah, tapat/tidak tepat.
 Sesuai dengan kaidah-kaidah yang diterima yang menyangkut apa
yang dianggap benar, bijak, adill, dan pantas.
 Memiliki kemampuan untuk diserahkan oleh atau salah, dan
kemampuan untuk mengarahkan atau mempengaruhi orang lain
sesuai dengan kaidah-kaidah perilaku yang dinilai benar atau salah.
 Menyangkut cara seseorang bertungkah laku dalam hubungan dengan
orang lain.

Menurut Franz Magnis-Suseno, kata moral selalu mengacu kepada baik-


buruknya manusia sebagai manusia.Bidang moral adalah bidang kehidupan
manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma norma moral
adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan
manusia dilihat dari segi-buruknya sehingga manusia dan bukan sebagai
pelaku peran tertentu atau terbatas.5

Norma-norma moral adalah tolak ukur yang dipakai masyarakat untuk


mengukur kebaikan seseorang.Penilaian moral selalu berbobot dilihat dari
3
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hlm.674
4
Ibid, hlm.675
5
Sukarno Aburaera, Filsafat Hukum Teori Dan Praktik, Jakarta: Kencana, 2013, hlm.162
salah satu segi, melaikan sabagai manusia, warga Negara yang selalu taat
dan selalu bicara sopan belum mencukupi untuk menetukan dia betul-betul
seorang manusia yang baik. Barangkali ia seorang munafik, atau ia mencari
keuntungan baik atau buruk itulah yang menjadi permasalahan moral.

Moralitas, disatu sisi berbeda dengan moral. 6Dalam hal ini moralitas
disebutkan sebagai sikap manusia berkenaan dengan hukum moral yang
didasarkan atas keputusan bebasnya.Moralitasa dalam hal ini biasa juga
disebut dengan ethos.etos kadang kala diartikan untuk menunjukan karakter
tertentu, misalnya sikap moral dari satu nilai khusus. Suatu tindakan yang
baik secara moral digambarkan sebagai tindakan bebas manusia yang
mengafirmasikan nilai etis objektif dan yang mengafirmasikan hukum
moral.Sementara, suatu tindakan yang buruk secara moral digambarkan
sesuatu yang bertentangan dengan nilai etis dan hukum moral.

Moralitas menurut E. Sumaryono yaitu kualitas yang terkandung didalam


perbuatan manusia, yang dengan kita dapat menilai perbuatan benar atau
salah, baik atau jahat.Moralitas dapat bersifat objektif ataupun
subjektif.Moralitas objektif adalah moralitas yang diterapkan pada perbuatan
sebagai perbuatan, terlepas dari modifikasi kehendak pelakunya.Sedangkan
moralitas subjektif adalah moralitas yang memandang perbuatan yang
ditinjau dari kondisi pengetahuan dan pusat perhatian pelakunya, latar
belakangnya, stabilitas emosional, serta prilaku personal lainnya. Moralitas
subjektif merupakan fakta pengalaman bahwa kesadaran manusia (suara
hatinya) menyetujui atau melarang apa yang diperbuat manusia. Disamping
itu, moralitas dapat bersifat intrinsik dan dapat juga bersifat ekstrinsik
.moralitas intrinsik menetapkan sebuah perbuatan baik atau jahat/buruk
secara terpisah atau terlepas dari ketentuan 7 hukum positif yang ada,
moralitas ini menilai perbuatan sebagai benar atau salah didasarkan atas
esensi perbuatan itu sendiri, bukan karena diperintahkan atau dilarang oleh

6
Ibid, hlm.163
7
E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Yogyakarta: PT Kanisius, 2014, hlm.51
hukum. Sedangkan moralitas ekstrinsik menetapkan sebuah perbuatan itu
benar atau salah, disesuaikan dengan trem “diperintahkan” atau “dilarang”
yang dinyatakan oleh penguasa atau pemerintah, yaitu melalui
pemberlakuan hukum positif.8

Moralitas juga bukanlah sesuatu yang bersifat artifisial atau terlepas dari
persoalan-persoalan hidup manusia, melainkan tampak sebagai sesuatu
yang tumbuh seiring dengan kondisi hidup manusia. Oleh karena itu, ukuran-
ukuran moral tidaklah sama dengan kebiasaan-kebiasaan (tradisional) yang
diikuti oleh sebagian bangsa.

Kelengkapan pengetahuan moralitas yang ditempuh melalui evolusi


moralitas telah memberi ruang kepada manusia untuk lebih memahami
tentang kodratnya sebagai manusia. Pengetahuan mengenai evolusi
moralitas juga akan menggambarkan bagaimana persoalan-persolan pokok
moralitas dewasa ini. Moralitas yang menjelaskan kualitas yang terkandung
didalam perbuatan manusia, yang karnanya kemudian dapat dinilai apakah
perbuatan tersebut baik/buruk atau benar/salah.9

Adapun perbandingan antara hukum dengan moral menurut para ahli


hukum, antara lain:

 Hukum objeknya perbuatan lahir (utwending handelen), sedang moral


objeknya adalah perbuatan batin (gezind-heid).
 Hukum berasal dan menjunjung tinggi norma dari masyarakat
sedangkan moral berasal dari hati nurani individu.
 Tujuan hukum untuk menciptakan rasa aman, damai, dan ketenangan
dalam mayarakat, sedang kesusialaan (moral) bertujuan untuk
kesempurnaan dan keutamaa manusia.
 Hukum bekerja dengan paksa, sedangkan moral bekerja dengan
kesadaran atau kekuatan batin.

8
Ibid, hlm.52
9
Sukarno Aburaera, op.cit. hlm.164
 Hukum mengehendaki legalitas, dan moral menghendaki moralita
sejauh perbuatan lahir disebut yuridis, dan perbuatan batin disebut
etis.
 Hukum kadang-kadang membolehkan apa yang dilarang oleh moral.
Umpamanya pelacuran bertentangan dengan moral, namun kadang-
kadang ada yang memperbolehkan tempat pelacuran, seperti di
daerah tertentu ada alokasi pelacuran.

Menurut K.Bertens, Etika (moral) lebih luas dari hukum. Perbuatan yang
tidak melanggar hukum belum tentu secara etis baik juga. Hukum adalah
minimum dari etika.Etika harus dimulai dari hukum, tapi hubungan etika dan
hukum lebih kompleks lagi.10

10
Suparman Usman, Etika Dan Tangggung Jawab Profesi Hukum, op.cit, hlm.54
B. Etika

Etika sendiri dalam beberapa literatur dan pendapat para filsuf


disinonimkan dengan moralitas, bukan moral. Menurut Santayana bahwa
pada dasarnya etika berbeda dengan moralitas.Etika dianggapnya sebagai
suatu disiplin rasioanal, sedangkan moralitas berkaitan lebih erat dengan
adat istiadat atau kebiasaaan.Dalam hal ini, moralitas disinonimkan dengan
moral.

Dalam kedudukannya sebagai landasan moralitas, maka etika dapat


dilihat dari sudut pandang, sebagai berikut:

 Sebagai sistem-sitem nilai kebiasaan yang penting dalam kehidupan


kelompok khusus manusia.
 Sistem-sistem tersebut diwujudkan sebagai kaidah-kaidah moralitas
yang memberi makna tentang kebenaran dan kesalahan.
 Etika dalam sistem moralitas itu sendiri mengacu pada prinsip-prinsip
moral aktual.

Etika sebagai ilmu memiliki metode, yaitu metode atau pendekatan


kritis.Franz Magniz Suseno11 mengatakan bahwa para ahli etika selalu
berselisih paham tentang metode yang tepat. Meskipun demikian, ada suatu
cara pendekatan yang dituntut dalam semua aliran yang pantas disebut
etika, ialah pendekatan kritis. Etika pada hakikatnya mengamati realitas
moral secara kritis.Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa
kebiasan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan
moral secara kritis.Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.

Etika menentukan ukuran atas perbuatan manusia. Oleh karena itu,


dalam mengusahakan tujuan etika, manusia pada umumnya menjadikan
norma yang ideal untuk mecapai tujuan tersebut.12

11
Sukarno Aburaera, op.cit hlm.165
12
Ibid, hlm.166
2.2 Pentingnya Etika Profesi

Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh
sekelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada
anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu
profesi itu dimata masyarakat. Apabila anggota kelompok profesi itu
menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi itu akan tercemar di
mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus mencoba
menyelesaikan berdasarkan kekuasaannya sendiri.

Kode Etik Dapat diartikan pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola
aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku.

Dalam kaitannya dengan profesi, bahwa kode etik merupakan tata cara
atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Suatu
kode etik menggambarkan nilai-nilai profesional suatu profesi yang
diterjemahkan kedalam standar perilaku anggotanya. Nilai profesional paling
utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.

Nilai profesional dapat disebut juga dengan istilah azas etis. (Chung, 1981
mengemukakan empat azas etis, yaitu :

 Menghargai harkat dan martabat


 Peduli dan bertanggung jawab
 Integritas dalam hubungan
 Tanggung jawab terhadap masyarakat

Kode etik dijadikan standar aktivitas anggota profesi, kode etik tersebut
sekaligus sebagai pedoman (guidelines). Masyarakat pun menjadikan
sebagai pedoman dengan tujuan mengantisipasi terjadinya bias interaksi
antara anggota profesi. Bias interaksi merupakan monopoli profesi, yaitu
memanfaatkan kekuasan dan hak-hak istimewa yang melindungi
kepentingan pribadi yang bertentangan dengan masyarakat. Oteng/Sutisna
(1986:364) mendefisikan bahwa kode etik sebagai pedoman yang memaksa
perilaku etis anggota profesi.

Konvensi nasional IPBI ke-1 mendefinisikan kode etik sebagai pola


ketentuan, aturan, tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan
aktifitas maupun tugas suatu profesi. Bahsannya setiap orang harus
menjalankan serta mejiwai akan Pola, Ketentuan, aturan karena pada
dasarnya suatu tindakan yang tidak menggunakan kode etik akan
berhadapan dengan sanksi.

Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan


berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi
dapat berubah dan diubah seiring perkembangan zaman. Kode etik profesi
merupakan pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan
nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.

Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Setiap kode etik
profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa
catatan, dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan
menyenangkan pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang
baik-baik. Bukan algoritma sederhana yang dapat menghasilkan keputusan
etis atau tidak etis Kadang-kadang bagian-bagian dari kode etik dapat terasa
saling bertentangan ataupun dengan kode etik lain.Kita harus menggunakan
keputusan yang etis untuk bertindak sesuai dengan semangat kode etik
profesi.Kode etik yang baik menggariskan dengan jelas prinsip-prinsip
mendasar yang butuh pemikiran, bukan kepatuhan membuta.

Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :

 Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggotaprofesi


tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.Maksudnya bahwa
dengan kode etik profesi, pelaksana profesimampu mengetahui suatu
hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
 Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosialbagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan.Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan
social).
 Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti
tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu
instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri
pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.

Tanggung jawab profesi yang lebih spesifik :

 Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses


maupun produk hasil kerja profesional
 Menjaga kompetensi sebagai professional
 Mengetahui dan menghormati adanya hukum yang berhubungan
dengan kerja yang professional
 Menghormati perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung
jawab

Apakah etika dan apakah etika profesi itu? Kata etik (etika) berasal dari
kata ethos (Yunani) yang berarti karakter, watak, kesusilaan atau adat.
Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang
telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Menurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai “the discpline which
can act as the performance index or reference for our control system”.
Dengan demikian, etika akan memberikan semacam batasan maupun
standar yang akan mengatur pergaulan manusia di dalam kelompok
sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni
pergaulan manusia, etika ini kemudian dirupakan dalam bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip
prinsip moral yang ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa
difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode
etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan
“self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan
untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang


berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan
semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan
dinilai dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran
organisasi profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik
profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta
kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari segala
bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian (Wignjosoebroto,
1999).

Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit
profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi
pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada
masyarakat yang memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semua
dikenal sebagai sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi)
yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-
ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun
kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.

Pada intinya, sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari


masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada
kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka
inginmemberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi
sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang tidak diwarnai
dengan nilai-nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-
adanya lagi respek maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para
elite profesional ini.

2.3 Pelanggaran Etika Dalam Profesi Advokat

Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Jakarta


memutus Fredrich Yunadi diberhentikan tetap atau dipecat sebagai advokat. Dirinya dinyatakan
terbukti bersalah melanggar Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) karena menelantarkan klien
setelah menerima honorarium sebesar Rp450 juta.
 
Putusan ini dibacakan dalam sidang pembacaan putusan DKD Peradi Jakarta Jumat (2/2) tadi
di kantor Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Grand Slipi Tower lantai 11, Jl S.Parman
Kav. 22-24, Jakarta Barat 11480. Fredrich diadukan oleh pemilik Apartemen Kemanggisan
Residence, Kebon Jeruk, Jakarta Barat yang menggunakan jasa Fredrich sebagai kuasa
hukumnya.
 
Berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, para klien yang merupakan konsumen
unit di apartemen tersebut menggunakan jasa Fredrich untuk mengurus upaya hukum
praperadilan dan laporan pidana terhadap pengembang apartemen. Saat itu, pengembang
Apartemen Kemanggisan dinyatakan pailit sehingga tidak bisa melanjutkan pembangunan. Para
calon pemilik yang telah membayar lunas maupun mencicil pembelian melakukan upaya hukum
karena merasa dirugikan.
 
Nahas bagi mereka, setelah dijanjikan kemenangan dan membayar honorarium advokat,
Fredrich ternyata tidak memenuhi janji manisnya. Segala cara untuk membuka komunikasi
dengan Fredrich atas nasib mereka ternyata berujung buntu. Fredrich susah dihubungi apalagi
ditemui. Akhirnya mereka mengadu kepada Dewan Kehormatan Peradi dan dimulailah proses
persidangan etik terhadap Fredrich.
 
Ketua Majelis Kehormatan yang menyidangkan Fredrich dipimpin oleh Alex Rasi Wangge
yang menjabat sebagai Sekretaris DKD Peradi Jakarta. Ia membanarkan saat dikonformasi
oleh hukumonline atas informasi pemecatan Fredrich Yunadi tersebut. “Betul, saya yang
memeriksa,” jawabnya singkat melalui sambungan telepon.
 
Ketua DKD Peradi Jakarta, Jack Rudolf Sidabutar, menjelaskan kepada hukumonline soal
putusan yang dijatuhkan kepada Fredrich Yunadi hari ini. “Karena mereka sudah sepakat
menggunakan jasa Fredrich, diberikan lawyer fee Rp250 juta, lalu diminta lagi untuk berbagai
urusan sampai totalnya Rp450 juta, dengan dijanjikan bahwa kasus itu pasti menang,” katanya

Setelah akhirnya kalah, para klien berusaha menemui Fredrich. Namun karena akhirnya
Fredrich dirasakan menghindar tak bisa dihubungi bahkan pindah kantor, sekitar 50 orang
perwakilan para klien Fredrich ini mengadu ke Dewan Kehormatan Peradi. “Ada 4 tahap di
sidang kehormatan, para pengadu terus hadir sedangkan Fredrich tidak pernah hadir ataupun
menggunakan haknya mengajukan bantahan dan sebagainya, jadi diteruskan,” lanjutnya.
 
Menurut Jack, persidangan ini setidaknya sudah berlangsung selama dua bulan belakangan
dengan kondisi Fredrich tidak pernah muncul ataupun memberikan tanggapan atas panggilan
DKD Jakarta. “Isi putusannya terbukti menelantarkan klien dan diberhentikan tetap,” lanjut Jack.
Hal ini karena Fredrich terbukti melakukan pelanggaran berat.
 
Ketika dihubungi secara terpisah, koordinator tim kuasa hukum Fredrich Yunadi dalam
kasusnya dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sapriyanto Refa, mengaku belum
mengetahui putusan pemecatan Fredrich sebagai advokat tersebut. “Belum tahu. Baru sekarang
ini,” katanya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon oleh hukumonline.

Refa menolak menjawab ketika ditanya apa langkah selanjutnya atas putusan ini.
Menurutnya, kuasa yang diberikan kepadanya hanya untuk mendampingi Fredrich sebagai
anggota Peradi dalam kasus di KPK. “Bukan domain saya, menunggu saja selanjutnya dari DPN
Peradi,” jawabnya.
 
Meskipun telah diputus hukuman pemecatan, Jack mengatakan Fredrich masih bisa
melakukan banding atas putusan DKD Peradi Jakarta ke Dewan Kehormatan Pusat(DKP). Batas
waktu yang dimiliki Fredrich adalah 21 hari kalender terhitung hari ini. “Belum berkekuatan
hukum tetap, masih bisa banding untuk diperiksa memori bandingnya, tapi tidak lagi dilakukan
pemeriksaan di persidangan,” jelasnya.

Jika dalam 21 hari tidak ada pengajuan banding oleh Fredrich, maka putusan pemecatannya
akan langsung dieksekusi. Namun apabila Fredrich mengajukan banding, eksekusi putusan
bergantung pada putusan DKP. “Kalau sudah berkekuatan hukum tetap, eksekusi akan dilakukan
dengan mengirimkan juga surat ke Mahkamah Agung untuk mencabut Berita Acara Sumpah
Fredrich sehingga tidak bisa bersidang lagi sebagai advokat,” papar Jack.

Apabila dilihat dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 disebutkan bahwa;

Advokat dapat dikenai tindakan dengan alasan:

a. mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya;


b. berbuat atau bertingkah laku yang tidak patut terhadap lawan atau rekan seprofesinya;
c. bersikap, bertingkah laku, bertutur kata, atau mengeluarkan pernyataan yang menunjukkan
sikap tidak hormat terhadap hukum, peraturan perundang-undangan, atau pengadilan;
d. berbuat hal-hal yang bertentangan dengan kewajiban, kehormatan, atau harkat dan martabat
profesinya;
e. melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dan atau perbuatan tercela;
f. melanggar sumpah/janji Advokat dan/atau kode etik profesi Advokat.

Dari contoh kasus diatas dapat pula lah kita lihat bahwa Fredrich Yunadi telah melanggar
ketentuan pada huruf a. dimana ia mengabaikan atau menelantarkan kepentingan kliennya
setelah menerima honorarium senilai 450 juta rupiah.

Sedangkan ketentuan organisasi profesi yang mengatur advokat sebagaimana Pasal 6 huruf (f)
dapat dilihat pada Pasal 33 UU Advokat. Pasal ini mengatur keberadaan kode etik yang
ditetapkan oleh delapan organisasi advokat pada tanggal 23 Mei 2002 mempunyai kekuatan
hukum secara mutatis mutandis menurut UU Advokat sampai ada ketentuan penggantinya oleh
Organisasi Advokat. Belakangan, kedelapan organisasi tersebut membentuk Peradi yang
menggunakan kode etik tersebut dengan nama KEAI.
 
Ada enam pasal yaitu Pasal 2 sampai Pasal 8 dalam KEAI yang mengatur standar perilaku mulai
dari kepribadian advokat hingga cara menangani perkara. Klasifikasi perilaku yang diaatur dapat
dilihat dalam tabel berikut.

No Jenis Perilaku
Bentuk Perbuatan
. Etik

1 Kepribadian 1. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersikap satria,


Advokat jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran
dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang
dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum,
Undang-undang Dasar Republik Indonesia, Kode Etik
Advokat serta sumpah jabatannya.
2. tidak dapat menolak dengan alasan karena perbedaan
agama, kepercayaan, suku, keturunan, jenis kelamin,
keyakinan politik dan kedudukan sosialnya, kecuali
bertentangan dengan hati nurani
3. lebih mengutamakan tegaknya Hukum, Kebenaran dan
Keadilan ketimbang imbalan materi
4. bebas dan mandiri serta tidak dipengaruhi oleh siapapun
dan wajib memperjuangkan hak-hak azasi manusia dalam
Negara Hukum Indonesia
5. wajib memelihara rasa solidaritas diantara teman sejawat
6. wajib memberikan bantuan dan pembelaan hukum
kepada teman sejawat yang diduga atau didakwa dalam
suatu perkara pidana atas permintaannya atau karena
penunjukan organisasi profesi
7. tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaan lain yang
dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat
8. harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat
sebagai profesi terhormat (officium nobile)
9. dalam menjalankan profesinya harus bersikap sopan
terhadap semua pihak namun wajib mempertahankan hak
dan martabat advokat
10. jika diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara
(Eksekutif, Legislatif dan judikatif) tidak dibenarkan untuk
berpraktek sebagai Advokat dan tidak diperkenankan
namanya dicantumkan atau dipergunakan oleh siapapun
atau oleh kantor manapun dalam suatu perkara yang
sedang diproses/berjalan selama ia menduduki jabatan
tersebut

2 Hubungan 1. dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan


Dengan Klien penyelesaian dengan jalan damai
2. tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat
menyesatkan klien mengenai perkara yang sedang
diurusnya
3. tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa
perkara yang ditanganinya akan menang
4. penentuan besarnya honorarium Advokat wajib
mempertimbangkan kemampuan klien
5. tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya
yang tidak perlu
6. dalam mengurus perkara cuma-cuma harus memberikan
perhatian yang sama seperti terhadap perkara untuk mana
ia menerima uang jasa
7. harus menolak mengurus perkara yang menurut
keyakinannya tidak ada dasar hukumnya
8. wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang
diberitahukan oleh klien secara kepercayaan dan wajib
tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan
antara Advokat dan klien itu
9. tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan
kepadanya pada saat yang tidak menguntungkan posisi
klien
10. apabila dikemudian hari timbul pertentangan
kepentingan antara pihak-pihak yang diurusnya, harus
mundur sepenuhnya
11. hak retensi terhadap klien diakui sepanjang tidak akan
menimbulkan kerugian kepentingan klien

1. saling menghormati, saling menghargai dan saling


mempercayai.
2. tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik
secara lisan maupun tertulis dalam membicarakan teman
sejawat atau jika berhadapan satu sama lain dalam sidang
pengadilan
 3. dugaan pelanggaran etik sejawat harus diajukan kepada
Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak dibenarkan
untuk disiarkan melalui media massa atau cara lain.
Hubungan  4. tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang
3 Dengan Teman klien dari teman sejawat
Sejawat  5. dalam menerima klien yang mengganti Advokat, hanya
dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti
pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat sebelumnya
dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi
kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat
sebelumnya
6. dalam hal klien memilih Advokat yang baru, maka
Advokat sebelumnya wajib memberikan kepadanya semua
surat dan keterangan yang penting untuk mengurus perkara
itu dengan tetap memperhatikan hak retensi

4 Cara Bertindak 1. surat-surat yang dikirim oleh Advokat kepada teman


Menangani sejawatnya dalam suatu perkara dapat ditunjukkan kepada
Perkara hakim apabila dianggap perlu kecuali surat-surat yang
bersangkutan dibuat dengan membubuhi catatan "Sans
Prejudice "
2. isi pembicaraan atau korespondensi dalam rangka upaya
perdamaian antar Advokat akan tetapi tidak berhasil, tidak
dibenarkan untuk digunakan sebagai bukti dimuka
pengadilan
3. dalam perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat
hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama
dengan Advokat pihak lawan, dan apabila ia
menyampaikan surat, termasuk surat yang bersifat "ad
informandum" maka hendaknya seketika itu tembusan dari
surat tersebut wajib diserahkan atau dikirimkan pula
kepada Advokat pihak lawan
4. dalam perkara pidana yang sedang berjalan, Advokat
hanya dapat menghubungi hakim apabila bersama-sama
dengan jaksa penuntut umum.
Advokat tidak dibenarkan mengajari dan atau
mempengaruhi saksi-saksi yang diajukan oleh pihak lawan
dalam perkara perdata atau oleh jaksa penuntut umum
dalam perkara pidana
5. apabila Advokat mengetahui, bahwa seseorang telah
menunjuk Advokat mengenai suatu perkara tertentu, maka
hubungan dengan orang itu mengenai perkara tertentu
tersebut hanya boleh dilakukan melalui Advokat tersebut
6. bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau
pendapat yang dikemukakan dalam sidang pengadilan
dalam rangka pembelaan dalam suatu perkara yang
menjadi tanggung jawabnya baik dalam sidang terbuka
maupun dalam sidang tertutup yang dikemukakan secara
proporsional dan tidak berkelebihan dan untuk itu memiliki
imunitas hukum baik perdata maupun pidana
7. mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan
hukum secara cuma-cuma (pro deo) bagi orang yang tidak
mampu
8. wajib menyampaikan pemberitahuan tentang putusan
pengadilan mengenai perkara yang ia tangani kepada
kliennya pada waktunya
9. dilarang beriklan semata-mata untuk menarik perhatian
orang termasuk pemasangan papan nama dengan ukuran
dan/atau bentuk yang berlebih-lebihan
10. tidak dibenarkan mendirikan kantor advokat atau
cabangnya di suatu tempat yang dapat merugikan
kedudukan dan martabat Advokat
11. tidak dibenarkan mengizinkan orang yang bukan
Advokat mencantumkan namanya sebagai Advokat di
papan nama kantor Advokat atau mengizinkan orang yang
bukan Advokat tersebut untuk memperkenalkan dirinya
sebagai Advokat
12. tidak dibenarkan mengizinkan karyawan-karyawannya
yang tidak berkualifikasi untuk mengurus perkara atau
memberi nasehat hukum kepada klien dengan lisan atau
dengan tulisan
13. tidak dibenarkan melalui media massa mencari publitas
bagi dirinya dan atau untuk menarik perhatian masyarakat
mengenai tindakan-tindakannya sebagai Advokat
mengenai perkara yang sedang atau telah ditanganinya,
kecuali apabila keterangan-keterangan yang ia berikan itu
bertujuan untuk menegakkan prinsip-prinsip hukum yang
wajib diperjuangkan oleh setiap Advokat
14. dapat mengundurkan diri dari perkara yang akan dan
atau diurusnya apabila timbul perbedaan dan tidak dicapai
kesepakatan tentang cara penanganan perkara dengan
kliennya
15. jika sebelumnya pernah menjabat sebagai Hakim atau
Panitera dari suatu lembaga peradilan, tidak dibenarkan
untuk memegang atau menangani perkara yang diperiksa
pengadilan tempatnya terakhir bekerja selama 3 (tiga)
tahun semenjak ia berhenti dari pengadilan tersebut

Lebih lengkapnya Fredrich Yunadi telah melanggar kode etik advikat pada pasal huruf i yang
berisi “Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang
tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian
yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a.”
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Moral berasal dari bahasa Latin (Yunani), yaitu moralismos, moris yang
diartikan sebagai adat, istiadat, kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan.
Atau dapat pula diartikan mores yang merupakan gambaran atau adat
istiadat, kelakuan, tabiat, watak, akhlak dan cara hidup.

Etika yaitu untuk menentukan ukuran atas perbuatan manusia yang


dipandang baik oleh masyarakat atau berhubungan dengan apa dan
bagaimana seseorang sebaiknya berucap atau bertindak pada saat dia
berhungan dengan manusia lain.

Pada dasarnya dalam suatu profesi dibutuhkan kepercayaan, terutama dalam bidang hukum.
Untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat maka dibutuhkan etika dalam berprilaku.
Apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu etika profesi, maka pelanggarnya dapat dikenakan
sanksi bersifat administrative.
DAFTAR PUSTAKA
E. Sumaryono. 2014. Etika Profesi Hukum Norma-Norma Bagi
Penegak Hukum. Yogyakarta: PT Kanisius
Lorens Bagus. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Muhammad Daud. 2012. Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Munir Fuady. 2007. Dinamika Teori Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia
----------------- 2013. Teori-Teori Besar Dalam Hukum. Jakarta:
Kencana
R. Soeroso. 2000. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika
Sukarno Aburaera. 2013. Filsafat Hukum Teori Dan Praktik. Jakarta:
Kencana
Suparman Usman. 2008. Etika dan Tanggung Jawab Profesi Hukum.
Jakarta: Gaya Media Pratama
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5a745ccbb5e0d/dewan-kehormatan-peradi-
pecat-fredrich-yunadi/
https://www.peradi.or.id/index.php/profil/detail/5

Anda mungkin juga menyukai