Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses
tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Suhu permukaan
berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit daan jumlah panas yang hilang ke
lingkunganluar.
Karena fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari
360C atau 380C. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang
relatif sempit (Perry, 2005). Menurut Sutisna (2010) Suhu tubuh adalah perbedaan
antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang
ke lingkungan luar. Panas yang diproduksi dikurangi pengeluaran panas sama dengan
nilai suhu tubuh. Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot asimilasi makanan
dan oleh semua proses vital yang berperan dalam tingkat metabolisme basal. Panas
dikeluarkan tubuh melalui radiasi, konduksi (hantaran), dan penguapan air di saluran
napas dan kulit. Sejumlah panas juga dikeluarkan melalui urine dan feses.
Suhu tubuh diatur oleh hipotalamus yang terletak diantara dua hemisfer otak.
Fungsi hipotalamus adalah seperti termostart. Suhu yang nyaman merupakan set
point untuk operasi system pemanas. Penurunan suhu lingkungan akan mengaktifkan
pemanas, sedangkan peningkatan suhu akan mematikan system pemanas tersebut.
Pada umumnya penjalaran sinyal suhu hampir selalu sejajar, namun tidak persis
sama seperti sinyal nyeri. Sewaktu memasuki medulla spinalis, sinyal akan menjalar
dalam traktus lissaueri sebanyak beberapa segmen diatas atau dibawah dan
selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II, III radiks dorsalis sama seperti
untuk rasa nyeri. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla
spinalis maka sinyal akan menjalarkan keserabut termal asenden yang menyilang ke
traktus sensorik anterolateral sesi berlawanan dan akan berakhir di area reticular
batang otak dan kompleks vetro basal thalamus.
Setelah dari thalamus sinyal di hantarkan ke hipotalamus. Dihipotalamus
mengandung dua pusat pengaturan suhu. Hipotalamus bagian anterior berespon
terhadap peningkatan suhu dengan menyebabkan vasodilatasi dan karenanya panas
menguap. Sedangkan hipotalamus bagian posterior berespon terhadap penurunan
suhu dengan menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih
lanjut.

1. Fisiologi suhu

Suhu diatur oleh sistem syaraf dan sistem endokrin


a. Sistem syaraf
1) Pemanasan dan pendinginan kulit menstimulasi ujung syaraf yang sensitif
terhadap suhu dengan menghasilkan respon yang tepat, menggigil untuk
kedinginan, berkeringat untuk kepanasan.
2) Hipotalamus pada otak berespon terhadap suhu dari darah yang mengalir
melewati kapiler-kapilernya. Hipotalamus mengadung 2 pusat pengaturan
suhu. Hipotalamus bagian anterior berespon terhadap peningkatan suhu
dengan menyebabkan vasoladitasi dan karena nya panas menguap.
Hipotalamus bagian posterior berespon terhadap penurunan suhu dengan
menyebabkan vasokontriksi dan mengaktivasi pembentukan panas lebih
lanjut. Melalui hubungan dengan otak tersebut, hipotalamus menerima
stimulus dari talamus dan dapat melewati sistem syaraf otonom memodifikasi
aktivitas humoner, sekresi keringat aktivitas kelenjar dan otot-otot.
b. Sistem Endokrin
1) Medula adrenal : dingin meningkatkan sekresi adrenalin yang menstimulasi
metabolisme dan karenanya dapat meningkatkan pembentukan panas.
2) Kelenjar tyroid : dingin meningkatkan sekresi tiroksin, dengan meningkatkan
metabolisme dan pembentukan panas.  

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahn fingsi sistem suhu


a. Usia
Pada bayi dan balita belum terjadi kematangan mekanisme pengaturan suhu
sehingga dapat terjadi perubahan suhu tubuh yang drastis terhadap lingkungan.
Pastikan mereka mengenakan yang cukup dan hindari pajanan terhadap suhu
lingkungan. Seorang bayi baru lahir dapat kehilangan 30 % panas tubuh melalui
kepala sehingga dia harus menggunakan tutup kepala untuk mencegah
kehilangan panas. Suhu tubuh bayi lahir berkisar antara 35,5˚C sampai
37,5˚C.Regulasi tubuh baru mencapai kestabilan saat pubertas. Suhu normal
akan terus menerus menurun saat seseorang semakin tua. Para dewasa tua
memiliki kisaran suhu tubuh yang lebih kecil dibandingkan dewasa muda.

b. Olahraga
Aktivitas otot membutuhkan lebih banyak darah serta peningkatan pemecahan
karbonhidrat dan lemak. Berbagai bentuk olahraga meningkatkan metabolisme
dan dapat meningkatkan produksi panas sehingga terjadi peningkatan suhu
tubuh. Olahraga berat yang lama seperti jalan jauh dapat meningkatkan suhu
tubuh sampai 41˚C.

c. Kadar Hormon
Umumnya wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh yang lebih besar. Hal ini
dikarenakan adanya variasi hormonal saat siklus menstruasi. Kadar progesteron
naik dan turun sesuai siklus menstruasi. Saat progesterion rendah suhu tubuh
dibawah suhu dasar. Suhu ini bertahan sampai terjadi ovulasi. Saat ovulasi, kadar
progesteron yang memasuki sirkulasi akan meningkat dan menaikan suhu tubuh
ke suhu dasar atau suhu yang lebih tinggi. Variasi suhu ini dapat membantu
mendeteksi masa subur seorang wanita. Perubahan suhu tubuh juga terjadi pada
wanita saat menopause. Mereka biasanya mengalami periode panas tubuh yang
intens dan perspirasi selama 30 detik sampai 5 menit. Pada periode ini terjadi
peningkatan suhu tubuh sementara sebanyak 4˚C, yang sering disebut hotflases.
Hal ini diakibatkan ketidakstabilan pengaturan fasomor.

d. Irama sircadian
Suhu tubuh yang normal berubah 0,5 sampai 1˚C selama periode 24 jam. Suhu
terendah berada diantara pukul 1 sampai 4 pagi. Pada siang hari suhu tubuh
meningkat dan mencapai maximum pada pukul 6 sore, lalu menurun kembali
sampe pagi hari. Pola suhu ini tidak mengalami perubahan pada individu yang
bekerja di malam hari dan tidur di siang hari.  Dibutuhkan 1 sampai 3 minggu
untuk terjadinya pembalikan siklus. Secara umum, irama suhu sircadia tidak
berubah seiring usia.

e. Stres
Stres fisik maupun emosianal meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan syaraf. Perubahan fisiologis ini meningkatkan metabolisme, yang
akan meningkatkan produksi panas. Klien yang gelisah akan memiliki suhu
normal yang lebih tinggi.

f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Tanpa mekanisme kompensasi yang
tepat, suhu tubuh manusia akan berubah mengikuti suhu lingkungan. Suhu
lingkungan lebih berpengaruh terhadap anak-anak dan dewasa tua karena
mekanisme regulasi suhu mereka yang kurang efisien.

g. Perubahan suhu
Perubahan suhu tubuh di luar kisaran normal akan mempengaruhi titik
pengaturan hypotalamus. Perubahan ini berhubungan dengan produksi panas
berlebihan, kehilangan panas berlebihan, produksi panas minimal, kehilangan
panas minimal, atau kombinasi hal di atas. Sifat perubahan akan mempengaruhi
jenis masalah klinis yang dialami klien.
3. Macam-macam gangguan yang mungkin terjadi pada sistem suhu tuhu

a. Demam

Proses Terjadinya

Substansi yang menyebabkan deman disebut pirogen dan berasal baik dari oksigen maupun
endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme atau toksik, pirogen endogen
adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu terutama monosit, makrofag, pirogen
memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam pada tingkat termoregulasi di hipotalamus.

          Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan engarah pada meningkatnya
kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan dan elektrolit dibutuhkan dalam metabolisme di
otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di hipotalamus anterior.

          Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka elektrolit-elektrolit
yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses metabolisme di hipotalamus
anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga kekurangan caiaran elektrolit mempengaruhi
fungsi hipotalamus anterior dalam mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan akhirnya
menyebabkan peningkatan suhu tubuh

b. Kelelahan akibat panas


Kelelahan akibat panas yang terjadi bila diaforesis banyak mengakibatkan
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan. Disebabkan oleh lingkungan
yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang volume cairan adalah hal yang
umum selama kelelahan akibat panas. Tindakan pertama yaitu memindahkan
klien ke lingkungan yang lebih dingin serta memperbaiki keseimbangan cairan
dan elektrolit.

c. Hipertermia
Peningkatan suhu tubuh sehubungan dengan ketidakmampuan tubuh untuk 
meningkatkan pengeluaran panas atau menurunkan produksi panas adalah
hipertermia. Setiap penyakit atau trauma pada hipotalamus dapat mempengaruhi
mekanisme pengeluaran panas. Hipertermia malignan adalah kondisi bawaan
tidak dapat mengontrol produksi panas, yang terjadi ketika orang yang rentan
menggunakan obat-obatan anastetik tertentu.

d. Heat stroke
Pajanan yang lama terhadap sinar matahari atau lingkungan dengan suhu tinggi
dapat mempengaruhi mekanisme pengeluaran panas. Kondisi ini disebut heat
stroke, kedaruratan yang berbahaya panas dengan angka mortalitas yang tinggi.
Klien beresiko termasuk yang masih sangat muda atau sangat tua, yang memiliki
penyakit kardiovaskular, hipotiroidisme, diabetes atau alkoholik. Yang termasuk
beresiko adalah orang yang mengkonsumsi obat yang menurunkan kemampuan
tubuh untuk mengeluarkan panas (mis. fenotiazin, antikolinergik, diuretik,
amfetamin, dan antagonis reseptor beta-adrenergik) dan mereka yang menjalani
latihan olahraga atau kerja yang berat (mis. atlet, pekerja konstruksi dan petani).
Tanda dan gejala heatstroke termasuk gamang, konfusi, delirium, sangat haus,
mual, kram otot, gangguan visual, dan bahkan inkontinensia. Tanda lain yang
paling penting adalah kulit yang hangat dan kering.
Penderita heatstroke tidak berkeringat karena kehilangan elektrolit sangat berat
dan malfungsi hipotalamus. Heatstroke dengan suhu yang lebih besar dari 40,5°C
mengakibatkan kerusakan jaringan pada sel dari semua organ tubuh. Tanda vital
menyatakan suhu tubuh kadang-kadang setinggi 45°C, takikardia dan hipotensi.
Otak mungkin merupakan organ yang terlebih dahulu terkena karena
sensitivitasnya terhadap keseimbangan elektrolit. Jika kondisi terus berlanjut,
klien menjadi tidak sadar, pupil tidak reaktif. Terjai kerusakan neurologis yang
permanen kecuali jika tindakan pendinginan segera dimulai.

e. Hipotermia
Pengeluaran panas akibat paparan terus-menerus terhadap dingin memengaruhi
kemampuan tubuh untuk memproduksi panas sehingga akan mengakibatakan
hipotermia.
Tingkatan hipotermia

~ Ringan 34,6 - 36,5°C per rektal

~ Sedang 28,0 - 33,5°C per rektal

~ Berat 17,0 - 27,5°C per rektal

~ Sangat berat 4,0 - 16,5°C per rectal

Hipotermia aksidental biasanya terjadi secara berangsur dan tidak diketahui


selama beberapa jam. Ketika suhu tubuh turun menjadi 35°C, orang yang
mengalami hipotermia mengalami gemetar yang tidak terkontrol, hilang ingatan,
depresi, dan tidak mampu menilai. Jika suhu tubuh turun dibawah 34,4°c,
frekuensi jantung, pernapasan, dan tekanan darah turun. Jika hipotermia terus
berlangsung, disritmia jantung akan berlangsung, kehilangan kesadaran, dan
tidak responsif terhadap stimulus nyeri.

Kita dapat mengukur suhu tubuh pada tempat-tempat berikut:

a) ketiak/ axilae: termometer didiamkan selama 10-15 menit


b) anus/ dubur/ rectal: termometer didiamkan selama 3-5 menit
c) mulut/ oral: termometer didiamkan selama 2-3 menit

Proses pengeluaran panas secra fisik ada 4yaitu :


a. Radiasi
Kehilangan panas dengan cara radiasi dalam bentuk sinar panas infra merah, suatu jenis
gelombang elektromagnetik yang beradiasi dari tubuh ke lingkungan.
b. Konduksi
Kehilangan panas secara konduksi ke udara merupakan kegiatan kehilangan panas tubuh
yang dapat diukur bahkan dalamkeadaan normal.
c. Konveksi
Pergerakan udara dikenal sebagai konveksi dan pembuangan panas dari tubuh dengan
cara panas udara konveksi yang sering dinamakan kehilangan panas.
d. Evaporasi
Bila air menguap dari permukaan tubuh 0,85 kalor panas hilang untuk mg air yang
menguap. Air menguap secara nisensibel dari kulit dengan paru dengan kecepatan sekitar 50
ml per hari. Hal ini menyebabkan kehilangan panas secara continue dengan kecepatan panas
12 sampa 15 per jam.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pengaturan Suhu Badan Manusia

Pusat pengataruran suhu terdapat di hipotalamus otak. Ketika suhu badan meningkat beliau atas
normal, hipotalamus akan mengerimkan pesan ke kelenjar keringat untuk meningkatkan sekresi
keringat.

Di ketika yang sama, hipotalamus mengirimkan pesan ke otot dinding pembuluh darah di kulit,
yang mengakibatkan pembuluh darah melebar, kesudahannya semakin banyak darah yang
beredar di kulit membawa panas ke permukaan tubuh. Kulit bertindak sebagai radiator panas,
yang memungkinkan panas beradiasi dari permukaan badan ke lingkungan.

Ketika suhu badan menurun di bawah normal pembuluh darah di kulit menyempit sehingga lebih
sedikit panas yang dibawa ke permukaan tubuh. Saraf memerintahkan otot bergerak dengan kata
lain menggigil untuk meningkatkan suhu tubuh.

Pada demam, peningkatan suhu tubuh dipicu oleh zat pirogen yang menyebabkan pelepasan
prostaglandin E2 (PGE2) yang pada gilirannya memicu respon balik sistemik keseluruh tubuh
menyebabkan efek terciptanya panas guna menyesuaikan dengan tingkat suhu yang baru. Jadi
pusat pengatur suhu yang letaknya di hipotalamus sesungguhnya seperti termostat. Jika titik
pengatur dinaikkan, maka tubuh menaikkan suhu dengan cara memproduksi panas dan
menahannya di dalam tubuh. Panas ditahan dalam tubuh dengan cara vasokonstriksi pembuluh
darah. Jika dengan cara di atas suhu darah di dalam otak tidak cukup untuk menyesuaikan
dengan pengaturan baru yang ada di hipotalamus, maka tubuh akan menggigil dalam rangka
untuk memproduksi panas lebih banyak lagi. Ketika demam berhenti dan pusat pengaturan suhu
di hipotalamus disetel lebih rendah, maka berlaku proses sebaliknya dimana pembuluh darah
akan bervasodilatasi sehingga banyak dikeluarkan keringat. Panas badan selanjutnya dilepas
bersama dengan penguapan keringat.
Pada hipertermia, pusat pengaturan suhu dalam batas normal yang berarti bahwa tidak ada upaya
hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh. Akan tetapi, tubuh kelebihan panas akibat dari
retensi dan produksi panas yang tidak diinginkan.

Pada ketika kondisi panas, badan akan membuang panas ke lingkungan. Ada empat cara
membuang panas tubuh, yaitu konveksi, konduksi, radiasi dan evaporasi.

Proses mekanismenya yakni sebagai berikut:

1. Kelenjar keringat mensekresikan keringat. Di badan mnusia, terdapat sekitar 2,5 juta kelenjar
keringat. Keringat mengalir di terusan keringat, melalui pori-pori keringat menuju permukaan
kulit. Keringat yang membawa panas akan menguap ke lingkungan. Ini merupakan proses
membuang panas melalui proses evaporasi. Evaporasi dari permukaan kulit menurunkan suhu
tubuh.

2. Rambut di kulit rebah untuk mencegah rambut memerangkap panas. Rambut yang rebah ini
meniingkatkan anutan udara sehingga meningkatkan pembuangan panas, melalui konveksi.

3. Dinding pembuluh darah arteri relaksasi sehingga arteri melebar. Dengan demikian, anutan
darah melalui arteri meningkat. Aliran darah arteri ke permukaan kulit akan meningkatkan
pembuangan panas badan melalui konveksi dan konduksi.
Proses mekanisme pengaturan suhu badan Pada kondisi dingin
Pada kondisi hambar badan akan mengalami hal-hal berikut.
1. Keringat tidak dihasilkan.

2. Otot di bawah kulit berkontraksi sehingga kantong rambut tegak. Ini mengakibatkan rambut
bangkit untuk menangkap panas. Kontraksi otot mengakibatkan bintil-bintil kecil di tubuh,
kondisi ini biasa kita sebut dengan istilah merinding.

3. Arteri yang membawa darah ke bawah permukaan kulit berkontraksi. Dengan demikian darah
tidak menuju ke bersahabat permukaan kulit. Ini mencegah darah membuang panas ke
lingkungan sehingga suhu badan tidak turun.
4. Otot mendapatkan pesan dari hipotalamus untuk emngigil. Menggigil akan meningkatkan
produksi panas alasannya yakni merupakan reakasi eksotermik di sel otot. Mengigil lebih efektif
daripada berolahraga untuk menghasilkan panas alasannya yakni organisme tetap diam. Dengan
demikian, lebih sedikit panas yang hilang ke lingkungan melalui konveksi.
                                                                
B. Penyakit Meningitis (radang selaput otak)

Penyakit meningitis adalah infeksi yang menyebabkan radang selaput di sekitar otak dan
sumsum tulang belakang (meninges). Penyakit ini paling sering disebabkan oleh virus, tapi
dalam beberapa kasus dapat disebabkan oleh bakteri atau jamur. Beberapa tanda khas radang
selaput otak termasuk sakit kepala, demam, dan leher kaku (kaku kuduk). Meskipun beberapa
kasus bisa sembuh dalam beberapa minggu, pada beberapa kasus lain dapat mengancam jiwa
bahkan kematian. Meningitis adalah penyakit yang dapat terjadi pada setiap usia. Namun, paling
sering menyerang orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah seperti anak-anak,
orang tua, dan orang dengan HIV/AIDS.

 ETIOLOGI
1. Bakteri; Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus
aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Peudomonas aeruginosa
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir
kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien


denganmeningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak,
infeksi, operasiotak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas
bahwa meningitis itudisebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi
menjadi dua bagian besar yaitu :meningitis purulenta dan meningitis serosa.

Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas : Penumococcus,


Meningococcus,Hemophilus influenza, Staphylococcus, E.coli, Salmonella. (Japardi,
Iskandar., 2002)Penyebab meningitis terbagi atas beberapa golongan umur :

a. Neonatus : Eserichia coli, Streptococcus beta hemolitikus, Listeria monositogenes


b. Anak di bawah 4 tahun : Hemofilus influenza, meningococcus, Pneumococcus.
c. Anak di atas 4 tahun dan orang dewasa : Meningococcus, Pneumococcus.
(Japardi,Iskandar., 2002)

Efek peradangan tidak terbatas, dapat mengenai ketiga lapisan meningen dan ruang-
ruang yang berada diantara lapisan.Dapat pula infeksi mengenai jaringan otak, disebut
meningo encephalitis dan jika mengenai pembuluh darah disebut vaskulitis.

Efek pathologis yang terjadi antara lain :

a. Hyperemia meninges
b. Edema jaringan otak
c. Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan tempat terhadap peningkatan TIK
dan hydrocephalus terjadi bila eksudat menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinalis.
Eksudat juga dapat menetap di jaringan otak dan menyebabkan abses otak
 KLASIFIKASI

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :

1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya
lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas
aeruginosa.

Meningitis berdasarkan mikroorganisme penyebab :

a. Meningitis bakterial

Meningitis bakterial merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen,


dimana organisme masuk kedalam ruang arachnoid dan subarachnoid. Meningitis
bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25%
(Ignatavicius & Wrokman, 2006).

Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat
akan mendapatkan hasil yang baik. Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai
meningitis purulen atau meningitis septik. Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan
meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides,
Haemophilus influenza, (meningococcus), Staphylococcus aureus dan Mycobakterium
tuberculosis (Ginsberg, 2008).

b. Meningitis Virus

Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik. Sering terjadi akibat


lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes
simplek, dan herpes zoster (Wilkinson, 1999). Virus penyebab meningitis dapat dibagi
dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo
nucleid acid). Contoh virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella),
flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili). Sedangkan contoh virus
DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS) (PERDOSSI, 2005).

Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula
(penyembuhan secara komplit) (Ignatavicius & Wrokman, 2006). Pada kasus infeksi
virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis akut atau
ensepalitis akut. Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak
infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak
teridentifikasi.

c. Meningitis Jamur

Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit
oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga
sulit. Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa
meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).

Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30%-40% dan insidensinya
meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan
tubuh (Martz, 1990 dalam Depkes RI, 1998). Meningitis kriptokokus neoformans biasa
disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang
sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) (Ignatavicius &
Wrokman, 2006; Wilkinson, 1999). Jamur cenderung menimbulkan meningitis kronis
atau abses otak.

 Manifetasi Klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sebagai berikut:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukarankarena adanya spasme otot-otot leher.
2)Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksikearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
danpinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu
sisimaka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat
purulent dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik
tanda-tandavital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala,muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.

Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesipurpura
yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata

 Patofisiologi

Otak dilapisi oleh tiga lapisan,yaitu:durameter, arachnoid,dan piameter.cairan otak dihasilkan


didalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam system
ventrikuler seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang
berstruktur seperti jari jari didalam lapisan subarchnoid.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Faktor predisposisi mencakup
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis
lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang
melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat
saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan
bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan
di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral.
Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan
perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah
pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi
terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi, dan dihubungkan dengan
meluasnya hemoragi (pada sindrom Waterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

 Pathways

 Komplikasi

a. Hidrosefalus obstruktif
b. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia)
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
d. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Abses otak
k. Koma
l. Kehilangan fungsi saraf
m. Kehilangan pendengaran dan penglihatan
n. Syok
o. KID (Kongesti Intravaskuler Diseminata)
p. Henti nafas
q. Kematian

 Terapi Farmakologis
 Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa :
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gr selama 1 ½
tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari,
selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :
a) Sefalosporin generasi ke 3
b) Ampisilin 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :
a) Ampisilin 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.

a. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis kemudian
klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

Penurun panas :
1) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
2) Kompres air PAM atau es.
b. Pengobatan suportif :
1) Cairan intravena.
2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

 Data Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan cairan cerebrospinalis baik secara makroskopis maupun mikroskopis.
Tekanan meninggi
Purulent keruh
Jumlah leukosit meningkat
Jumlah sel PMN ( Poli Morfonukleus) bertambah
LCS : jernih kekuningan
b. Rontgen
Foto kepala
Foto parahasalis
Foto throat abnormal
 Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
1) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putihdan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap
beberapa jenisbakteri.
2) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah
putihmeningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur
virusbiasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
c. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
d. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
e. Elektrolit darah : Abnormal.
f. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
g. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
h. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial
Teori asuhan keperawatan meningitis

1. Pengkajian

a. Anamnesis

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa
anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.

b. Riwayat penyakit saat ini

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disni harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien meningitis,
biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan
peningkatan TIK.

Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi meningen.
Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan kejang perlu
mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.

c. Riwayat penyakit dahulu

Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya


hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya
pengaruh imunologis pada masa sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan
pada klien terutama apabila adan keluhan batuk produktif dan pernah menjalani
d. Pengkajian psiko-sosio-spiritual

Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang


memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat diselesaikan melalui
interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan pengkajian lain dengan memberi
pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan
kelayakan ekspresi emosi dan pikiran. Pengkajian mekanisme koping yang digunakan
klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh). Pengkajian mengenai
mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stres meliputi
kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui
dan perubahan perilaku akibat stres.

e. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,


pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6) dengan fokus pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari
klien.

Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada klien


meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-
40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan
ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah
menggangu pusat pengaturan suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan
dengan tanda-randa penigkatan TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan
sering berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada
sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau
meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.

1) B1 (breathing)

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan yang sering didapatkan pada klien
meningitis yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan. Palpasi thoraks
hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi
pleura masif (jarang terjadi pada klien meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan
seperti ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer
dari paru.

2) B2 (blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis


pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi
fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan
tanda-tanda septikemia:demam tinggi, yang tiba-tiba mucul, lesi, purpura yang
menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas) syok dan tand-tanda koagulasi
intravaskuler diseminata. Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam stelah
serangan infeksi.
3) B3 (brain)

Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan


pengkajian pada sistem lainnya.

f. Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya berkisar pada
tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi
memantau pemberian asuhan keperawatan.

g. Fungsi serebi

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain gaya bicara
klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis
tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.

h. Pemeriksaan saraf kranial


1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema
mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan
efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien meningitis yang tidak
disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis
yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan didapatkan. Dengan alasan yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha
dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (ringiditan nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi
Indra pengecap normal.

Sistem Motoriks

Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap
lanjut mengalami perubahan.

i. Pemeriksaan refleks

Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periasteum


derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babisnkis (+) merupakan
tanda adanya lesi UMN

j. Gerakan Involunter

Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis
disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga
berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang
peka.

k. Sistem sensorik

Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Sensai propriopseptif dan
deskriminatif normal

l. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan TIK. Tanda-
tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas
perubahan karakteristik tanda-tanda vital ( melebarnya tekan pulsa dan bradikardia ),
pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua klien dengan tipe
meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam petekia dengan lesi purpura
sampai ekimiosis pada daerah yang luas.

Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya
terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas nukal, tanda kernig
(+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk
fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.

Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal). Bila leher
ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel pada
dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering. Cara pemeriksaan dengan fleksi
tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba untuk diluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Hasil normal didapatkan apabila tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap
tungkai atas. Hasil kering (+) bila didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan
karena ada nyeri.

Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan sempurna.

Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan, maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ektremitas bawah
pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ektremitas yang
berlawanan.
2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis CSS dari fungsi lumbal.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jenis sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
a) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah
putih dan protein meningkat, glukosa meningkat, kultur positif terhadap beberapa
jenis bakteri.
b) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur
virus biasanya dengan prosedur khusus.
2) Glukosa serum : meningkat
3) LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4) Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
5) Elektrolit darah: dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit
terutama hiponatremi.
6) Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya
kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien
meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal.
7) ESR/LED : meningkat pada meningitis.
8) Kultur darah/hidung/tenggorokan/urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
9) Uji tuberkulin positif dari kurasan lambung untuk meningitis tuberkulosis.
a. Radiologi
1) MRI/CT scan: CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau
penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah
sangat parah. CT scan dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel, hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
2) Rontgen dada/kepala/sinus: mengindikasikan adanya infeksi intrakranial.
3) Elektroensefalografi (EEG), akan menunjukkan perlambatan yang menyeluruh di
kedua hemisfer dan derajatnya sebanding dengan radang

 Diagnosa Keperawatan
 . Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan TIK ditandai dngan sakit kepala,
nyeri sendi, RR meningkat, TD meningkat, nadi meningkat, wajah meringis
kesakitan, skala nyeri >0.
 Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan suhu tubuh >
38,5°C, sakit kepala, kelemahan
 Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral sekunder akibat
meningitis.
 Rencana keperawatan
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
keperawatan
Diagnosa I Tujuan Observasi
Nyeri akut Setelah dilakukan 1.identifikasi
berhubungan tindakan asuhan lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,k
dengan keperawatan, nyeri akut ualitas,intensitas nyeri
peningkatan TIK dapat membaik. 2.identifikasi skala nyeri
ditandai dngan Dengan kriteria hasil 3.identifikasi faktor yang
sakit kepala, nyeri -keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan nyeri
sendi, RR -meringis menurun Terapeutik
meningkat, TD -frekuensi nadi membaik 4.berikan teknik non farmakologis
meningkat, nadi -tekanan darah membaik untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
meningkat, wajah kompres hangat/dingin,terapi
meringis kesakitan, musik,terapi pijat)
skala nyeri >0 Edukasi
5.jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Kolaborasi
6.kolaborasi pemberian analgeti, jika
perlu

Diagnosa II Tujuan Observasi


Setelah dilakukan 1.identifikasi penyebab
Hipertermia
tindakan asuhan hipertermia(mis.dehidrasi,terpapar
berhubungan dengan
keperawatan, hipertermia lingkungan panas,penggunaan
proses inflamasi dapat membaik. incubator)
ditandai dengan suhu Dengan kriteria hasil 2.monitor suhu tubuh
tubuh > 38,5°C, sakit -menggigil menurun Terapeutik
kepala, kelemahan. -suhu tubuh membaik 3.longgarkan atau lepakan pakaian
-suhu kulit membaik 4.berikan cairan oral
Edukasi
5.anjurkan tirah baring
Kolaborasi
6.kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena,jika perlu

Diagnosa III Tujuan Observasi


Setelah dilakukan 1.identifikasi area lingkungan yang
Risiko cedera tindakan asuhan berpotensi menyebabkan cedera
berhubungan dengan keperawatan, risiko cedera 2.identifikasi obat yang berpotensi
perubahan fungsi dapat membaik menyebabkan cedera
serebral sekunder Dengan kriteria hasil Terapeutik
akibat meningitis -kejadian cedera menurun 3.diskusikan mengenai latihan dan
-luka/lecet menurun terapi fisik yang diperlukan
-tekanan darah membaik 4.diskusikan mengenai alat bantu
Frekuensi nadi membaik mobilitas yang sesuai(mis. tongkat
Pola istirahat/tidur atau alat bantu jalan)
membaik Edukasi
5.anjurkan berganti posisi secara
perlahan dan duduk selama beberapa
menit sebelum berdiri

 IMPLEMENTASI
Sasaran utama dapat mencakup eliminasi yang adekuat dari produk sisa tubuh,
reduksi/peningkatan nyeri, peningkatan toleransi aktivitas, pencapaian tingkat nutrisi yang
optimal, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit, reduksi ansietas, penjelasan informasi
tentang diagnose, prosedur pembedahan, perawatan diri setelah pulang dari rumah sakit,
pemeliharaan kesehatan dan tidak adanya komplikasi.

 EVALUASI
Adapun hasil yang ingin dicapai yaitu sebagai berikut :

1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau
keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik,
mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan
Sumber :
https://www.perawatkitasatu.com/2018/10/asuhan-keperawatan-kejang-
demam-anak.html

Muttaqi aruf, 2010. Bkuku Ajar Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistem persarafan. Jakarta : salemba medika

Wulandari, 2007. Buku Ajar Patologi, EDISI 7.

Tarwoto, 2013. keperawatan medikal bedah gangguan sistem persyarafan, EDISI


II.

Anda mungkin juga menyukai