Oleh
Surtiani Dewi
NIM 152310101075
Hari :
Tanggal :
TIM PEMBIMBING
NIP............................. NIP.............................
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT 1
1.1 Anatomi Fisiologi 1
1.2 Definisi Penyakit 2
1.3 Epidemiologi 3
1.4 Etiologi 3
1.5 Klasifikasi 4
1.6 Patofisiologi 5
1.7 Manifestasi Klinis 7
1.8 pemeriksaan penunjang 8
1.9 Penatalaksanaan 9
1.9.1 Penatalaksanaan Medis 10
1.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan 14
1.9.3 Penatalaksanaan Diet 14
BAB 2. CLINICAL PATHWAY 10
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN 16
3.1 Pengkajian 16
3.2 Diagnosa Keperawatan 21
3.3 Intervensi Keperawatan 21
DAFTAR PUSTAKA 26
iii
BAB 1. KONSEP DASAR PENYAKIT
1
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar
(setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di
dalam rectum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk
melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan
dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika
defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses
akan terjadi.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan
limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit)
dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot
sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar
BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
2
menginvasi jaringan sekitarnya (Tambayong, 2000). Dari beberapa pengertian
diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kanker kolon adalah suatu pertumbuhan
kanker kolon yang bersifat ganas dan merusak sel DNA dan jaringan sehat
disekitar kolon (usus besar).
1.3 Epidemiologi
Di Negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga setelah kanker paru-paru
dan prostat pada pria, dan kedua setelah kanker payudara pada wanita. Lebih dari
156.000 orang terdiagnosa setiap tahunnya, kira- kira setengah dari jumlah
tersebut meninggal setiap tahunnya, meskipun sekitar tiga dari empat pasien dapat
diselamatkan dengan diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan
hidup di bawah lima tahun adalah 40% sampai 50%, terutama karena terlambat
dalam diagnosis dan adanya metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam
jangka waktu lama dan mencari bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan
perubahan pada kebiasaan defekasi atau perdarahan rektal.
Kanker usus besar atau kanker kolorektal adalah salah satu dari penyakit kanker
dengan prevalensi yang cukup tinggi. Kanker kolon merupakan keganasan atau
pertumbuhan sel abnormal pada area usus besar. Jumlah penderita kanker usus
besar dan rektum cukup banyak di Indonesia, khususnya di perkotaan. Kanker
usus besar merupakan jenis kanker ketiga terbanyak di Indonesia dengan jumlah
kasus 1,8 dalam 100.000 penduduk. Menurut World Healh Organization (WHO)
sekitar 608.000 orang di dunia meninggal akibat kanker kolorektal setiap tahun.
Sedangkan di Indonesia sendiri, pada setiap tahunnya sekitar 1.666 orang
meninggal akibat kanker kolorektal.
1.4 Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu
peredaran pada usus besar (Aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif.
Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society, The
3
National Cancer Institute, dan organisasi kanker lainnya. Faktor resiko telah
teridentifikasi. Faktor resiko untuk kanker kolon, yaitu:
1. Usia lebih dari 40 tahun
2. Darah dalam feses
3. Riwayat polip rektal atau polip kolon
4. Adanya polip adematosa atau adenoma villus
5. Riwayat keluarga dengan kanker kolon atau poliposis dalam keluarga
6. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis
7. Diet tinggi lemak, protein, daging dan rendah serat.
Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang
menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu
peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya
kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging
merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya
kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat
berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni
yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu
peredaran dalam usus besar.
1.5 Klasifikasi
Klasifikasi kanker kolon dapat ditentukan dengan sistem TNM (T = kanker kolon,
N = kelenjar getah bening regional, M =jarak metastese).
T Kanker kolon primer
TO Tidak ada kanker kolon
TI Invasi hingga mukosa atau sub mukosa
T2 Invasi ke dinding otot
T3 Kanker kolon menembus dinding otot
N Kelenjar limfa
N0 tidak ada metastase
N1 Metastasis ke kelenjar regional unilateral
N2 Metastasis ke kelenjar regional bilateral
4
N3 Metastasis multipel ekstensif ke kelenjar regional
M Metastasis jauh
MO Tidak ada metastasis jauh
MI Ada metastasis jauh
Klasifikasi kanker kolon menurut modifikasi DUKES adalah sebagai
berikut :
A kanker hanya terbatas pada mukosa dan belum ada metastasis.
B1 kanker telah menginfiltrasi lapisan muskularis mukosa.
B2 kanker telah menembus lapisan muskularis sampai lapisan propria.
C1 kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening
sebanyak satu sampai empat buah.
C2 kanker telah mengadakan metastasis ke kelenjar getah bening
lebih dari 5 buah.
D kanker telah mengadakan metastasis regional tahap lanjut dan
penyebaran yang luas & tidak dapat dioperasi lagi.
1.6 Patofisiologi
Keberadaan sel kanker pada seseorang tidak hanya berasal dari efek karsinogen
seseorang, baik yang didapat dari luar ataupun dari dalam tubuh manusia itu
sendiri. Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun
makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut. faktor
5
makanan yang berkorelasi Yaitu yang mengandung kolesterol dan lemak hewan
tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara bakteri di dalam usus
besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu dapat juga dipengaruhi oleh
minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker pada kolon dapat diawali dengan adanya riwayat polip pada individu.
Polip merupakan massa dari jaringan yang menonjol pada lumen usus. Polip yang
tidak diatasi atau dilakukan intervensi, dapat berubah menjadi maligna. Polip yang
telah berubah menjadi ganas tersebut akan menyerang dan menghancurkan sel
yang normal dan meluas di jaringan sekitarnya. Manusia pada dasarnya memiliki
zat karsinogen atau zat pemicu kanker pada tubuh. Efek karsinogen akan semakin
meningkat apabila mendapat penyebab kanker dari luar. Zat karsinogen juga
berpotensi untuk menyebabkan proliferasi sel kanker. Kurangnya asupan
antioksidan dengan minimnya konsumsi buah dan sayuran yang mengandung
antioksidan (seperti vitamin E, vitamin C, dan beta karoten) dapat mengurangi
perlindungan sel terhadap efek karsinogen. Buah dan sayuran yang segar memiliki
enzim aktif yang dapat memelihara dan meningkatkan pertumbuhan sel yang
sehat. Kondisi feses yang kurang baik juga dapat memicu terjadinya kanker kolon.
Aktivitas atau olahraga yang kurang teratur dan terukur dapat mengakibatkan
feses menjadi lebih lama berada di kolon terlebih jika individu melakukan diet
rendah serat. Kondisi ini dapat mengakibatkan toksin yang terdapat dalam feses
mencetuskan pertumbuhan sel kanker. Feses yang mengandung banyak lemak
juga dapat memicu sel kanker. Tingginya lemak dalam feses diakibatkan oleh
konsumsi tinggi lemak seperti daging. Feses yang mengandung banyak lemak
dapat mengubah flora dalam feses menjadi bakteri Clostrida & Bakteriodes yang
mempunyai enzim 7-alfa dehidrosilase yang mencerna asam menjadi asam
Deoxycholi dan Lithocholic (yang bersifat karsinogenik) meningkat dalam feses.
Massa kanker yang terdapat pada kolon akan menyebabkan adanya sumbatan atau
obstruksi, yang mengakibatkan evakuasi feses yang terhambat atau tidak lengkap
setelah defekasi. Akibat lebih lanjutnya ialah konstipasi, distensi atau nyeri
abdomen, hingga feses berdarah. Apabila massa kanker ini tidak dideteksi sejak
dini dan dibiarkan, maka besar kemungkinan sel kanker akan melakukan
6
metastasis. Metastasis pada sel kanker kolorektal terdiri dari penyebaran langsung,
penyebaran limfogen, dan hematogen.
1. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria).
2. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon dan
mesokolon.
3. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon mengalirkan
darah balik ke sistem portal.
7
j. Gejala yang mungkin dapat timbul pada lesi rectal adalah evakuasi
feses yang tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare
bergantian, serta feses berdarah (Gale, 2000).
8
Biopsy digunakan untuk menegakkan diagnosis. Gambar histopatologis
karsinoma kolon adalah adenokarsinoma dan perlu ditentukan diferensiansi sel.
7. Laboratorium
Pemeriksaan Hb penting untuk memeriksa kemungkinan pasien mengalami
perdarahan (FKUI, 200). Kanker kolon marker (petanda kanker kolon) yang biasa
dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya ditemukan
karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan penelitian, CEA tidak bisa
digunakan untuk mendeteksi secara dini karsinoma kolorektal, sebab ditemukan
titer lebih dari 5 mg/ml hanya pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan
buang air besar lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis
terhadap shigella dan juga amoeba.
8. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound
Dilakukan untuk tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons
pada pengobatan.
1.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kanker kolon bersifat multidisiplin yang melibatkan beberapa
spesialisasi/subspesialisasi antara lain gastroenterologi, bedah digestif, onkologi
medik, dan radioterapi. Pilihan dan rekomendasi terapi tergantung pada beberapa
faktor, seperti stadium kanker, histopatologi, kemungkinan efek samping, kondisi
pasien dan praferensi pasien. Terapi bedah merupakan modalitas utama untuk
kanker stadium dini dengan tujuan kuratif. Kemoterapi adalah pilihan pertama
pada kanker stadium lanjut dengan tujuan paliatif. Saat ini, terapi biologis
(targeted therapy) dengan antibodi monoklonal telah berkembang pesat dan dapat
diberikan dalam berbagai situasi klinis, baik sebagai obat tunggal maupun
kombinasi dengan modalitas terapi lainnya. Berikut merupakan rangkuman
penatalaksanaan kanker kolon.
Stadium Terapi
Stadium 0 - Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
9
- Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang
(TisN0M0)
tidak memenuhi syarat eksisi lokal
Stadium I - Wide surgical resection dengan anastomosis
(T1-2N0M0) tanpa kemoterapi adjuvan
Stadium II
- Wide surgical resection dengan anastomosis
(T3N0M0, T4a-
- Terapi adjuvan setelah pembedahan pada
bN0
pasien dengan risiko tinggi
M0)
Stadium III
- Wide surgical resection dengan anastomosis
(T apapun N1-
- Terapi adjuvan setelah pembedahan
2M0)
- Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolon
Stadium IV dengan metastasis yang dapat direseksi
(T apapun, N - Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolon
apapun M1) dengan metastasis yang tidak dapat direseksi
dan tanpa gejala.
10
pemeriksaan darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi ginjal
(ureum dan kreatinin), serta elektrolit darah.
Kemoterapi memakai obat anti kanker, dapat masuk ke dalam
sirkulasi darah, sehingga sangat bagus untuk kanker yang telah
menyebar. Obat Kemoterapi ini ada kira-kira 50 jenis. Biasanya di
injeksi atau dimakan, pada umumnya lebih dari satu macam obat,
karena digabungkan akan memberikan efek yang lebih bagus (FKUI,
2001). Berikut beberapa Obat Kemoterapi untuk kanker kolon:
1. 5-Flourourasil (5-FU)
5-Fluorourasil (5-FU) merupakan obat kemoterapi
golongan antimetabolit pirimidin dengan mekanisme
kerja menghambat metilasi asam deoksiuridilat
menjadi asam timidilat dengan menghambat enzim
timidilat sintase, terjadi defisiensi timin sehingga
menghambat sintesis asam deoksiribonukleat (DNA),
dan dalam tingkat yang lebih kecil dapat menghambat
pembentukan asam ribonukleat (RNA). 5-FU efektif
untuk terapi kanker kolon, rektum, payudara, gaster
dan pankreas. Kontraindikasi pada pasien dengan
status nutrisi buruk, deprasi sumsum tulang, infeksi
berat dan hipersensitif terhadap fluorourasil. Efek
sampingdapat terjadi pada penggunaan 5-FU adalah
sebagai berikut, stomatitis dan esofagofaringitis,
tampak lebih awal; diare, anoreksia, mual dan
muntah; tukak dan perdarahan gastrointestinal;
leukopenia (leukosit <3500/µL), atau penurunan
leukosit secara cepat; trombositopenia (trombosit
<100.000/µL); dan efek yang jarang terjadi dapat
berupa sindrom palmar-plantar erythrodysesthesia
atau hand-foot syndrome, dan alopesia.
11
2. Leucovorin/Ca-folinat
Leucovorin secara kimia merupakan turunan asam
folat, yang juga dapat digunakan sebagai antidotum
obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat.
Leucovorin dapat menambah efek terapi dan efek
samping penggunaan fluoropirimidin termasuk 5-FU
pada pengobatan kanker. Leucovorin tidak boleh
digunakan pada anemia pernisiosa dan anemia
megaloblastik yang lain, sekunder akibat kekurangan
vitamin B12.
3. Capecitabine
Capecitabine adalah sebuah fluoropirimidin karbamat,
yang dirancang sebagai obat kemoterapi oral,
merupakan prodrug fluorourasil yang mengalami
hidrolisis di hati dan jaringan tumor untuk
membentuk fluorourasil yang aktif sebagai
antineoplastik. Mekanisme kerjanya sama seperti
fluorourasil. Capecitabine diabsorbsi cepat dan luas
dalam saluran gastrointestinal. Capecitabine
mempunyai efek pada nilai laboratorium, paling sering
terjadi adalah peningkatan total bilirubin.
Capecitabine tidak memiliki efek dengan pemberian
bersama leucovorin. Pasien yang menggunakan
antikoagulasi derivate koumarin dan penggunaan
capecitabine secara bersamaan perlu pemantauan
ketat dengan menilai perubahan parameter koagulasi
(waktu protrombin). Efek samping yang lebih sering
timbul adalah sindrom palmar-plantar
erythrodysesthesia atau hand-foot syndrome.
Manifestasi sindrom ini adalah sensasi baal pada
12
tangan dan kaki, hiperpigmentasi, yang berkembang
menjadi nyeri saat memegang benda atau berjalan.
Telapak tangan dan kaki menjadi bengkak dan
kemerahan, dan mungkin disertai dengan deskuamasi.
4. Oxaliplatin
Pemberian oxaliplatin saja menghasilkan aktivitas
yang rendah terhadap tumor, sehingga sering
diberikan berkombinasi dengan obat kemoterapi lain,
yaitu 5-FU. Mekanisme sinergis secara tepat di antara
5-FU dan oxaliplatin adalah sederhana, berdasarkan
pengamatan oxaliplatin menurunkan atau
menghambat dihidropirimidine dehidrogenase dan
memperlambat katabolisme dari 5-FU. Efek samping
oxaliplatin dapat terjadi pada sistem hematopoetik,
sistem saraf, sistem gastrointestinal. Sistem sistem
hematopoietic menyebabkan mielotoksisitas derajat
sedang, anemia, dan trombositopenia yang tidak berat.
Pada sistem saraf tepi sering terjadi neuropati perifer.
Neuropati perifer akut dapat terjadi sekitar 85%-95%
pasien yang mendapat oxaliplatin. Neuropati perifer
dikarakteristikkan dengan parestesia, dysetesia atau
allodynia pada ekstremitas, bibir, dan
orofaringolaringeal yang terjadi selama dan sesaat
setelah oxaliplatin diberikan, hal ini akan mereda
dalam beberapa jam hingga beberapa hari. Efek
samping pada sistem gastrointestinal dapat berupa
mual, muntah, dan diare.
5. Irinotecan
Efek samping yang dapat timbul pada pemberian
irinotecan yakni diare, gangguan enzim hepar,
13
insomnia, alergi, anemia, leukopenia, neutropenia,
trombositopenia, bradikardia, oedem, hipotensi,
demam, dan fatigue
2. Pembedahan (Operasi)
Pembedahan adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal,
pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas pada satu
sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi laparoskopik dengan
polipektomi merupakan suatu prosedur yang baru dikembangkan untuk
meminimalkan luasnya pembedahan pada beberapa kasus. Tujuan pembedahan
dalam situasi ini adalah paliatif. Apabila kanker kolon sudah menyebar dan
mencakup struktur vital sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Tipe pembedahan
tergantung dari lokasi dan ukuran kanker kolon.
3. Penyinaran (Radioterapi)
Terapi radiasi memakai sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya sinar
X, atau sinar gamma, difokuskan untuk merusak daerah yang ditumbuhi kanker
kolon, merusak genetic sehingga membunuh kanker. Terapi radiasi merusak sel-
sel yang pembelahan dirinya cepat, antara alin sel kanker, sel kulit, sel dinding
lambung & usus, sel darah. Kerusakan sel tubuh menyebabkan lemas, perubahan
kulit dan kehilangan nafsu makan.
1.9.2 Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan terhadap pasien kanker kolon meliputi
pemenuhan kebutuhan dasar pasien. Tindakan keperawatann yang dapat
dilakukan adalah:
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Mempertahankan eliminasi pasien
3. Mempertahankan atau Meningkatkan kenyamanan.
4. Meningkatkan toleransi aktivitas
5. Membantu pemberian nutrisi optimal
6. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Melakukan perawatan kulit, luka dan kolostomi (pasca bedah)
8. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
14
9. Mencegah komplikasi.
10. Memberikan informasi tentang proses/ kondisi penyakit, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan.
1.9.3 Penatalaksanaan Diet
1. Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
Serat dapat melancarkan pencemaan dan buang air besar sehingga
berfungsi menghilangkan kotoran dan zat yang tidak berguna di usus,
karena kotoran yang terlalu lama mengendap di usus akan menjadi
racun yang memicu sel kanker.
2. Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3. Menghindari makanan yang mengandung lemak jenuh dan kolesterol
tinggi terutama yang terdapat pada daging hewan.
4. Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik, karena hal
tersebut dapat memicu sel karsinogen / sel kanker.
5. Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6. Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur
15
BAB 2. CLINICAL PATHWAY
KANKER KOLON
Intervensi bedah
Pasca pembedahan
kolostomi
Obstruksi pada kolon sigmoid Feses tertahan
Luka pasca bedah Invasi jaringan dan efek
Intervensi radiasi dan kompresi oleh tumor
kemoterapi Aspek psikososial
Konstipasi
Perawatan luka
Supresi jaringan Meningkatnya
tidak intensif
kulit Rambut rontok kepekaan sel – sel Metastase ke B1-B6
Diagnosa kanker dan rencana
rambut
pembedahan
Risiko Infeksi
Kerusakan Gangguan Citra
integritas kulit tubuh
B1 gelisah ansietas
B2 B3 B4
B5
Masuk ke paru dan B6
Metastase melalui Kerusakan jaringan
merusak jaringan paru vascular lokal
sistem sirkulasi Aliran balik ke vena Infiltasi langsungke
Kompresi Anoreksia
hemoroidalis saraf lokal kandung kemih
Fungsi paru Perdarahan intestinal
menurun Tekanan meningkat Vasodilatasi Asupan nutrisi feses bercampur darah
Nyeri dangkal Merusak jaringan
tidak adekuat
abdomen di kandung kemih
Ketidakefektifa Hemoroid
Pembuluh darah pecah Anemia
n pola nafas Fungsi kandung Nutrisi kurang dari
Nyeri kronis
kemih menurun kebutuhan tubuh
Risiko defisit BAB bercampur darah Kelemahan
volume cairan
Gangguan eliminasi urine Intoleransi aktivitas
16
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Tujuan dari pengkajian atau anamnesa merupakan kumpulan informasi subyektif
yang diperoleh dari apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan masalah
kesehatan yang menyebabkan pasien melakukan kunjungan ke pelayanan
kesehatan (Niman, 2013). Identitas pasien yang perlu untuk dikaji meliputi:
a. Meliputi nama dan alamat
b. Jenis kelamin
c. Umur: paling sering menyerang orang yang berusia lebih dari 40 tahun
d. Pekerjaan
A. Pengkajian Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama.
Lakukan pertanyaan yang bersifat ringkas sehingga jawaban yang
diberikan klien hanya kata “ya” atau “tidak” atau hanya dengan
anggukan kepala atau gelengan.
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Pengkajian yang mendukung adalah mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita penyakit lain. Orang yang sudah pernah terkena
kanker usus besar dapat terkena kanker usus besar untuk kedua kalinya.
Selain itu, wanita dengan riwayat kanker di indung telur, uterus
(endometrium) atau payudara mempunyai tingkat risiko yang lebih
tinggi untuk terkena kanker usus besar.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Secara patologi kanker colon tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya mempunyai riwayat kanker usus besar pada keluarga, maka
kemungkinan terkena penyakit ini lebih besar, khususnya jika saudara
anda terkena kanker pada usia muda
4. Riwayat Tumbuh Kembang
17
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan
pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit
seperti gizi buruk atau obesitas.
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pada riwayat sosial ekonomi pasien terkait makanan dan nutrisi
yang dikonsumsi oleh pasien setiap harinya.
6. Riwayat Psikologi
Cara pasien menghadapi penyakitnya saat ini, dapat menerima,
ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya itu. Kita kaji
tingkah laku dan kepribadian.
B. Pengkajian Pola Gordon
1. Persepsi kesehatan dan cara pemeliharaan kesehatan
Cara klien menjaga kesehatan, cara menjaga kesehatan, pengetahuan
klien tahu tentang penyakitnya, tanda dan gejala apa yang sering
muncul, perilaku mengatasi kesehatan, pengetahuan penyebab
sakitnya.
2. Nutrisi metabolik
Makan atau minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi, obat-
obatan yang dikonsumsi.
3. Eliminasi
Pola buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri.
4. Aktivitas dan latihan
Aktivitas sehari-hari yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari, bantuan dalam melakukan aktivitas, keluhan klien saat
beraktivitas.
5. Tidur dan istirahat
Kualitas tidur klien, kebiasaan tidur klien, kebiasaan sebelum tidur
klien.
6. Kognitif dan persepsi sensori
18
Pengkajian nyeri PQRST, penurunan fungsi pancaindera, alat bantu
yang digunakan misalnya kaca mata.
7. Persepsi dan konsep diri
Cara klien menggambarkan dirinya sendiri, pandangan klien terhadap
penyakitnya, harapan klien terhadap penyakitnya.
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Hubungan klien dengan sesama, hungan klien dengan orang lain
keluraga, perawat dan dokter
9. Reproduksi dan seksualitas
Gangguan pada hubungan seksualitas klien, mekanisme koping dan
toleransi terhadap stres
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Cara klien menghadapi masalah, cara klien mengambil solusi.
11. Nilai dan kepercayaan
Kebiasaan dalam menjalankan agama, tindakan medis yang
bertentangan dengan kepercayaan klien, menjalankan ajaran agama
yang dianut klien, persepsi terkait dengan penyakit yang dialami
dilihat dari sudut pandang nilai dan kepercayaan klien.
C. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum:
Keadaan umum baik, kesadaran compos mentis GCS E4V5M6
Skala nyeri 5
Tanda vital:
a. Tekanan Darah : 140/90 mm/Hg
b. Nadi : 80 X/mnt
c. RR : 20 X/mnt
d. Suhu : 36°C
Interpretasi :
Tekanan darah pasien tinggi karena pasien mempunyai hipertensi. Nadi,
RR, suhu dalam batas normal dan tidak ada gangguan.
Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
19
1. Kepala
Inspeksi : Tidak ada benjolan/kanker kolon , tidak ada lesi dikepala,
penyebaran rambut merata, rambut bersih, hitam, tidak ada ketombe.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
2. Mata
Inspeksi : Konjungtiva anemis, posisi dan kesejajaran mata normal,
ukuran pupil normal, ada reaksi dengan cahaya, tidak memakai
kacamata, fungsi penglihatan normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk dan ukuran telinga normal, tidak ditemukan
pembengkakan, telinga dalam keadaan bersih, ketajaman pendengaran
normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
4. Hidung
Inspeksi : bentuk hidung normal, simetris, pernapasan cuping hidung,
bersih, tidak ada pembengkakan, tidak ada secret
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
5. Mulut
Inspeksi : Bibir : mukosa bibir lembab, rongga mulut : jumlah gigi
lengkap, lidah : bersih, warna lidah putih
6. Leher
Inspeksi : bentuk normal, simetris, tidak ada distensi vena jugularis,
tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, teraba nadi karotis
7. Dada
Inspeksi : bentuk dada normal , simetris , tidak ada retraksi dada
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : suara paru-paru sonor (normal), suara jantung pekak
Auskultasi: S1-S2, suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas
tambahan seperti ronkhi, wheezing, snoring
20
8. Abdomen
Inspeksi : distensi abdomen
Auskultasi : Peristaltik normal (20x/menit)
Perkusi : Timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9. Urogenital
Tidak terkaji
10. Ekstremitas
a. Ekstremitas Atas
Inspeksi : gerak tangan antara dekstra dan sinistra seimbang,
kekuatan otot Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan,
tidak ada massa
b. Ekstremitas Bawah
Inspeksi : kekuatan otot dekstra sinistra 5
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak ada massa
5 5
5 5
21
1. Nyeri kronis berhubungan dengan kompresi jaringan sekunder akibat
obstruksi
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
absorbsi nutrien, status hipermetabolik sekunder terhadap proses
keganasan usus.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan insisi bedah (abdomen
dan perianal), pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit
periostomal
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kolostomi
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b/d kurang pemaparan dan atau kesalahan interpretasi
informasi.
22
4. Anjurkan menggunakan teknik Menggunakan istirahat, memusatkan
relaksasi latihan napas dalam. kembali perhatian dapat meningkatkan
koping
5. Kolaborasi dalam pemberian obat Menurunkan nyeri, meningkatkan
sesuai indikasi, mis, analgesik kenyamanan.
23
(roborantia) pemberian asam folat mungkin perlu
untuk mengatasi defisiensi karen
amalbasorbsi.
7. Bila perlu, kolaborasi Pemberian peroral mungkin dihentikan
pemberian nutrisi parenteral. sementara untuk mengistirahatkan
saluran cerna.
24
atau larutan antibiotic
5. Kolaborasi rendam duduk Meningkatkan kebersihan dan
memudahkan penyembuhan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Pastikan apakah konseling dilakukan Memberikan informasi tentang tingkat
bila mungkin dan/atau ostomi perlu pengetahuan pasien terhadap
untuk diskusikan pengetahuan tentang situasi pasien.
2. Dorong pasien/orang tedekat untuk Membantu pasien untuk menyadari
menyatakn perasaan tentang ostomi perasaannya tidak biasa dan perasaan
bersalah tentng mereka tidak perlu/tidak
membantu
3. Catat prilaku menarik diri. Dugaan masalah pada pnilaian yang
Peningkatan ktergantungan, dapat memerlukan evaluasi lanjut dan
manipulasi, atau tidak terlibat pada terapi lebih ketat.
perawatan.
4. Berikan kesempatan pada pasien Ketergantungan pada perawatan diri
untuk menerima ostomi melalui membantu untuk memperbaiki
partisipasi pada perawatan diri. kepercayaan diri dan peneriman situasi
5. Rencanakan/jadwalkan perawatan Meningkatkan rasa kontroling dan
dengan pasien memberikan pesan pada pasien bahwa
ia dapat menangani hal tersebut,
meningkatkan harga diri
6. Pertahankan pendekatan positif Bantu pasien/orang terdekat untuk
25
selama aktifitas perawatan. Jangan menerima perubahan tubuh dan
perlihatkan rasa marah secara pribadi merasakan baik tentang diri sendiri.
7. Diskusikan kemungkinan kontak Dapat memberikan sistem pendukung
dengan pengunjung ostomi, dan buat yang baik
perjanjian untuk kunjungan
berikutnya bila diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC. 74,76, 80-81, 244, 248, 606,636,1070,1340.
Moorhead, S., Johnson, M., L. Maas, M., Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). 5th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh
Nurjannah, I.,Tumanggor,R.D. 2016. Nursing Outcomes Classification
(NOC). Edisi kelima. CV. Mocomedia.
26
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Sudoyo, A.,dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publishing,
Jakarta.
27