Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TENTANG PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

INFEKSI TORCH DAN HUMAN PAPILLOMA VIRUS

OLEH:

1. AJENG PRASASTI
2. DESVI PRADINI
3. DEWI SARTIKA BUTAR-BUTAR
4. FANISIA BELLA PURBA
5. IRDAYA MAHARAJA
6. MIFTAHUL JANNAH
7. SALBIAH SIREGAR
8. WIDYA DAHYANI

DOSEN PEMBIMBING: IKA NUR SAPUTRI,SST, M.Keb

INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI

T.A 2020-2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak
terimakasih atas bantuan dari kelompok yang telah bekerja sama dengan memberikan
sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih


banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN

BAB I

A. Latar Belakang

Infeksi dalam kehamilan bertanggung jawab untuk morbiditas dan mortalitas


signifikan. Beberapa akibat infeksi maternal berlangsung seumur hidup, seperti infertilitas
dan sierilitas. Kondisi-kondisi lain, seperti infeksi yang di dapat secara kongenital, seringkali
mempengaruhi lama dan kualitas hidup.

Kehamilan dianggap sebagai kondisi immunosupersi. Perubahan respon imun dalam


kehamilan dapat menurunkan kemampuan ibu melawan infeksi. Selain itu, perubahan traktus
pada genitalia juga dapat mempengaruhi kerentanan terhadap suatu infeksi.

Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi baik
secara endogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa timbul karena infeksi
maternal tersebut, klasifikasi dari macam-macam penyakit yang ditimbulkan karena infeksi
antara lain :

1. Penyakit Menular Seksual (PMS)


2. Infeksi TORCH
3. Human Papiloma Virus

B. Tujuan

a. Untuk Mengetahui Cara Penyebaran Infeksi


b. Untuk Mengetahui Cara Pencegahan dan Cara Mengobati Infeksi
c. Untuk Mengetahui Dampak dan Resiko yang terjadi dengan adanya infeksi

C. Rumusan Masalah

1. Defenisi PMS, Infeksin Torch dan Papiloma Virus


2. Epidemiologi PMS, Infeksi Torch dan Papiloma Virus
3. Etiologi PMS, Infeksi Torch dan Papiloma Virus
4.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penyakit Menular Seksual (PMS)

1. Defenisi

Infeksi Menular Seksual (IMS) didefinisikan sebagai penyakit yang disebabkan


karena adanya invasi organisme virus, bakteri, parasit dan kutu kelamin yang sebagian
besar menular melalui hubungan seksual, baik yang berlainan jenis ataupun sesama jenis.
(Aprilianingrum, 2002).

Terdapat lebih kurang 30 jenis mikroba(bakteri, virus, dan parasit) yang dapat
ditularkan melalui hubungan seksual. Kondisi yang paling sering ditemukan adalah
infeksi gonorrhea, chlamydia, syphilis,trichomoniasis, chancroid, herpes genital, infeksi
human immunodeficiensy virus (HIV) dan hepatitis B. HIV dan syphilis juga dapat
ditularkan dari ibu ke anaknya selama kehamilan dan kelahiran, dan juga melalui darah
serta jaringan tubuh (WHO,2009).

Wanita, termasuk yang sedang hamil, merupakan kelompok resiko tertinggi terhadap
PMS. Penelitian di Surabaya menyebutkan angka kejadian PMS pada ibu hamil adalah
19,2%. Angka kejadian PMS ibu hamil yang melakukan asuhan antenatal di RS Jakarta
(1998) adalah 16,1 % untuk klamidia dan 1,2% trikomoniasis. PMS dapat menimbulkan
morbiditas & mortalitas terhadap ibu, maupun bayi yang dikandung/dilahirkannya. (Buku
Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal).

2. Epidemiologi

Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya
sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan
penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi
sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS) (Hakim,
2009; Daili, 2009).

Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang semakin
luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin
(VD) yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma
inguinale juga termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes
genitalis, kandidosis, trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum
kontagiosum, skabies, pedikulosis, dan lain-lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai
berubah menjadi STI (Sexually Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita
asimtomatik (Hakim, 2009; Daili, 2009).
3. Etiologi

PMS pada umumnya disebabkan karena adanya penyebaran virus, bakteri, jamur dan
protozoa/parasit. Seperti beberapa penyakit menular seksual yang disebabkan oleh virus
antara lain HIV (Human Immunodeficiency Virus), Genital Herpes, Hepatitis B dan HPV
(Human Papilloma Virus).

- Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyakit menular seksual yang
merusak sistem kekebalan tubuh, sehinnga tubuh kehilangan kemampuan untuk
melawan inveksi. HIV menyebabkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome)
atau kumpulan berbagai penyakit yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh
akibat HIV, yang saat ini belum ada obat yang benar‐benar dapat menyembuhkan.

- Genital Herpes atau lebih dikenal dengan herpes genitalis (herpes kelamin) adalah
PMS yang disebabkan oleh Virus Herpes Simplek yang ditularkan melalui hubungan
seksual baik vaginal, anal atau oral yang menimbulkan luka atau lecet pada bagian
kelamin dan mengenai pada bagian langsung pada luka, bintil atau kutil. Virus ini
dapat meng hilang sementara waktu, tetapi sesungguhnya tetap tidak dapat
sepenuhnya dihilang kan, bahkan obat cydofir (zovirox) saja yang biasa diresepkan
untuk penderita genital herpes hanya dapat meringankan gejala‐gejalanya, tetapi tidak
benar‐benar menyem buhkan penderita.

- Hepatitis adalah penyakit menular yang menyebabkan peradangan hati dan dapat
berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B merupakan satu‐satunya
penyakit menular seksual yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Hepatitis B dapat
menyebabkan penyakit kuning, kelelahan yang teramat sangat, muntah‐muntah dan
demam, dapat ditularkan dengan mudah melalui kontak seksual.

- Human Pappiloma Virus (HPV) atau juga dikenal dengan nama genital wart adalah
penyakit menular seksual yang banyak ditemukan dengan munculnya kutil genital,
kutil kelamin atau disebut candiloma akuminata yang dapat meningkatkan kanker
serviks dan penyakit ini sangat mengkhawatirkan di komunitas medis ada kampanye
untuk mendorong diadakannya vaksinasi terhadap HPV pada penderita untuk
menekan angka penyebaran HPV genital melalui aktivitas seksual. Virus HPV
menimbulkan gejala seperti kelainan berupa tonjolan kulit berbentuk jengger ayam
yang berwarna seperti kulit, ukurannya bervariasi dan sangat kecil sampai besar
sekali.
- Chlamydia Trachomatis adalah penyakit menular melalui hubungan seks vaginal, oral
atau anal. Apabila tidak terdeteksi melalui diagnosa pada tahap awal dan segera
diobati dengan antibiotika, maka klamidia dapat menyebar dengan sangat cepat dan
menyebabkan penyakit radang panggul yang menyebabkan kehamilan ektopik (diluar
kandungan) dan kemandulan pada laki‐laki. Bakteri ini juga dapat menyerang leher
rahim.
- Vaginosis Bakterial adalah penyakit menular yang disebabkan adanya infeksi pada
alat kelamin yang disebabkan adanya campuran bakteri Gardnella Vaginalis dan
bakteri Anaerop. Pada penderita gejalanya berupa keputihan tidak banyak, berwarna
abu‐abu, lengket dan berbau amis, biasanya akan tercium jelas setelah melakukan
hubungan seksual dengan lawan jenis.

- Gonore adalah penyakit menular serupa dengan klamidia, ditularkan melalui


hubungan seks vaginal, oral atau anal. Penyakit ini juga telah berhasil diobati dengan
antibiotika, namun gonore yang tidak segera diobati dapat menyebabkan nyeri
panggul, keputihan dan penyakit radang panggul.

- Sifilis atau dikenal dengan Raja Singa adalah penyakit menular yang disebabkan
kuman Treponema Pallidium. Gejala yang pertama kali muncul adalah rasa sakit di
daerah kontak seksual, timbul benjolan di sekitar alat kelamin, kadang‐kadang disertai
pusing‐pusing dan nyeri tulang seperti flu yang akan menghilang dengan sendirinya
tanpa diobati, terjadi bercak kemerahan pada tubuh sekitar 6‐12 minggu setelah
hubungan seks.

- Kandidas Vagina adalah penyakit menular yang disebabkan oleh jamur Candida
Albicans. Dalam keadaan normal biasanya jamur ini terdapat pada kulit ataupun
lubang kemaluan perempuan. Pada keadaan tertentu seperti penyakit (kencing manis,
kehamilan pengobatan steroid, anti biotik) jamur ini dapat meluas dan menimbulkan
keputihan.

- Trikomoniasis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit Trichomonas


Vaginalis. Gejalanya antara lain terjadinya keputihan yang banyak. Kadang‐kadang
berbusa dan berwarna kehijauan dengan bau busuk, terjadinya gatal‐gatal di
kemaluan, nyeri pada saat berhubungan seks atau saat buang air kecil.

4. Faktor Resiko

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya pengidap Penyakit Menular
Seksual (PMS) antara lain :

1. Berhubungan seks yang tidak aman (tanpa menggunakan kondom).


2. Gonta-ganti pasangan seks.
3. Prostitusi.
4. Melakukan hubungan seks anal (dubur)
5. Penggunaan pakaian dalam atau handunk yang telah dipakai penderita PMS
6. Semakin banyaknya tempat‐tempat hiburan plus, prostitusi, baik yang terlokalisir
maupun di tempat/kawasan remang‐remang dan sebagainya. Bahkan ada yang
beranggapan bahwa dirinya merasa tidak akan mungkin terjangkit penyakit
apapun, sehingga ada dorongan untuk mencoba hal baru
7. Kurangnya pemahaman kalangan remaja terhadap perilaku seks bebas yang
pernah dilakukan ditambah kontrol keluarga serta masyarakat yang cenderung
menurun.
5. Tanda dan Gejala
Pada anak perempuan gejalanya berupa:
a. Cairan yang tidak biasa keluar dari alat kelamin perempuan warnanya
kekuningan- kuningan, berbau tidak sedap
b. Menstruasi atau haid tidak teratur
c. Rasa sakit di perut bagian bawah
d. Rasa gatal yang berkepanjangan di sekitar kelamin
Pada anak laki-laki gejalanya berupa:
a. Rasa sakit atau panas saat kencing
b. Keluarnya darah saat kencing
c. Keluarnya nanah dari penis
d. Adanya luka pada alat kelamin
e. Rasa gatal pada penis atau dubur (Hutagalung, 2002).
6. Penatalaksanaan

Menurut WHO(2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua
cara, bisa dengan penaganan berdasarkan kasus(case management) ataupun penanganan
berdasarkan sindrom (syndrome management).

Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual selalu diberi


pengobatan secara empiris (Murtiastutik, 2008).
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
a) Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin,
kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin (Daili, 2007)
b) Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin,
eritromisin, dan kloramfenikol (Hutapea, 2001)
c) Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir (Wells et al, 2003)
d) Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin (Wells et al., 2003)
e) Pengobatan trikomoniasis: metronidazole (Wells et al., 2003).

B. INFEKSI TORCH

1. Defenisi

Infeksi TORCH adalah suatu kelompok organisme yang mampu menembus plasenta
dan mempengaruhi perkembangan janin. Empat jenis penyakit infeksi yaitu Toxsoplasmosis,
infeksi lain (mis. Hepatitis), virus rubella, citomegalovirus, dan virus herpes simplex.
2. Patofisiologi

3. Klasifikasi
1. Toksoplasmosia

Toksoplasmosis adalah penyakit yang disebabkan oleh protozoa parasit yang disebut
Toxoplasma gondii. Dari penelitian di jelaskan bahwa untuk penyakit bawaan atau kongenital
terjadi akibat infeksi primer selama kehamilan, khususnya selama trimester ketiga.
Toksoplasmosis timbul akibat mengkonsumsi daging mentah atau tidak mencuci tangan
sewaktu menyiapkan daging mentah atau terinfeksi kotoran kucing.

Parasit ini memiliki kemampuan shedding dalam saluran pencernaan kucing, dan ketika
masuk ke tubuh manusia dapat menyebar secara hematogenous ke pembuluh darah uterin
akhirnya memasuki plasenta dan menginfeksi janin. Setelah menyerang janin, parasit ini
menyerang sel-sel otak dan otot, membentuk kista yang dapat tetap hidup dalam host selama
bertahun-tahun.

 Penyebaran virus:
a. Dari telur Toxoplasma yang berada dalam tanah masuk ke tubuh manusia.
b. Menelan mentah atau masak daging setengah matang, terutama daging babi,
domba atau daging rusa.
c. Kontak dengan kotoran kucing yang terinfeksi.
d. Plasenta (jika infeksi terjadi selama kehamilan).
e. Melalui transplantasi organ atau transfusi akan tetapi hal ini sangat jarang
terjadi.
f. Perempuan dengan sistem kekebalan tubuh yang rendah sehingga beresiko
untuk reaktivasi infeksi sebelumnya.

 Manifestasi Klinis
- Sakit Kepala
- Lemah
- Sulit berpikir jernih
- Demam
- Mati rasa
- Koma
- Serangan jantung
- Perubahan pada penglihatan (seperti penglihatan ganda, lebih sensitif terhadap
cahaya terang, atau kehilangan penglihatan)
- Kejang otot, dan sakit kepala parah
 Efek Maternal
- Infeksi akut
- Menyerupai influenza
- Limfadenopati
 Efek pada janin
- Jika disertai infeksi akut maternal akan terjadi parasitemia
- Kemungkinan untuk terjadi bersama infeksi kronik maternal lebih kecil
- Cenderung terjadi abortus bila terdapat infeksi akut pada awal kehamilan

- Pemeriksaan dan penatalaksanaan

Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan pemeriksaan imunoglobulin spesifik


polymerase chain reaction (PCR). Jika tes ini terbukti negatif akan tetapi kecurigaan
klinis akan infeksi ini tinggi maka pengobatan harus tetap dilakukan. Selain itu juga dapat
dilakukan tes serum dan ELISA. Pengobatan alternatif untuk taksoplasmosis adalah
pyrimethamine ditambah sulfadiazin dan klindamisin(untuk wanita yang alergi terhadap
sulfadiazin).

2. Virus Rubela (campak jerman)

Rubela adalah suatu infeksi virus yang ditransmisi melalui droplet. Demam,
ruam dan limfedema ringan biasanya terlihat pada ibu yang terinfeksi. Akibat pada janin
lebih serius dan meliputi abortus sepontan, anomali kongenital dan kematian.
Sebagian besar wanita usia subur kebal terhadap rubella, baik melalui vaksinasi
atau penyakit sebelumnya, namun 2 dar 10 dianggap rentan. Pencegahan infeksi rubela
maternal dan efek pada janin adalah fokus utama program imunisasi rubela (ACOG,
1992c). Vaksinasi ibu hamil dikontraindikasikan karena infeksi rubela bisa terjadi
setelah vaksin diberikan. Sebagai bagian dari konseling prakonsepsi atau masa nifas,
vaksin rubela diberikan kepada ibu yang tidak imun terhadap rubela dan mereka
dianjurkan memakai kontrasepsi selama minimal tiga bulan setelah vaksinasi.
 Efek Maternal:

- Ruam, demam, kelenjar limfe di subokspital dapat membengkak, fotofobis


- Artritis atau ensefalitis kadang juga terjadi
- Abortus sepontan
- Risiko sindrom rubella bawaan tertinggi (hingga 90%) saat paparan adalah antara 11
dan 20 minggu kehamilan.

 Efek pada janin:

- Insiden anomali konginetal: bulan pertama 50%, bulan kedua 25%, bulan ketiga 10%,
bulan keempat 4%
- Sekitar 25 persen neonatus yang ibunya terkena rubella selama trimester pertama
dilahirkan dengan satu atau lebih cacat lahir - kebutaan, katarak, gangguan
pendengaran, cacat jantung, retardasi mental, gangguan gerak, dan pengembangan
diabetes selama masa kanak-kanak atau lambat.
- Pemaparan pada dua bulan pertama: malformasi jantung, mata, telinga, atau otak
- Pemaparan setelah bulan keempat: infeksi sistemik, hepatosplenomegali, retardasi
pertumbuhan intrauterin, ruam
- Pada usia 15 sampai 20 tahun anak bisa mengalami kemunduran intelektual dan
perkembangan atau bisa menderita epilepsi
- Beberapa bayi yang terinfeksi memiliki masalah kesehatan jangka pendek seperti
diare, BBLR, masalah makan, pneumonia, meningitis, anemia, bintik-bintik merah-
ungu pada wajah dan tubuh dan pembesaran limpa dan hati.

 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan Anti-Rubella IgG
dana IgM. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya
kekebalan pada saat sebelum hamil. Jika ternyata belum memiliki kekebalan,
dianjurkan untuk divaksinasi. Pemeriksaan Anti-rubella IgG dan IgM terutama sangat
berguna untuk diagnosis infeksi akut pada kehamilan < 18 minggu dan risiko infeksi
rubella bawaan. Selain itu dapat dengan tes ELISA, HAI, Pasif HA atau tes LA, atau
dengan adanya IgM spesifik rubella yang mengindikasikan infeksi rubella telah terjadi.
 Penatalaksanaan

- Pada Ibu - Analgesik ringan, istirahat dan dukungan.


- Neonatal - Tidak ada pengobatan khusus untuk pengobatan rubella bawaan. Mata atau
cacat jantung dapat dikoreksi atau diperbaiki dengan pembedahan.

Pendidikan Kesehatan

a. Vaksinasi wanita non-imun sebelum kehamilan adalah pencegahan terbaik.


b. Rubella dan MMR (campak, gondok, rubella) vaksin tidak dianjurkan selama
kehamilan. Seorang wanita harus menunggu 28 hari setelah vaksinasi untuk
hamil (meskipun risiko kehamilan yang tidak disengaja selama ini sangat kecil).
Ibu menyusui dapat divaksinasi.
c. Wanita hamil yang tidak kebal untuk rubella harus menghindari kontak dengan
orang yang terinfeksi rubella atau gejala rubella.
3. Cytomegalovirus
Penyakit ini disebabkan oleh Human cytomegalovirus, subfamili betaherpesvirus,
famili herpesviridae. Penularannya lewat paparan jaringan, sekresi maupun ekskresi tubuh
yangterinfeksi (urine, ludah, air susu ibu, cairan vagina, dan lainlain). Masa inkubasi penyakit
ini antara 3-8 minggu. Pada kehamilan infeksi pada janin terjadi secara intrauterin. Pada bayi,
infeksi yang didapat saat kelahiran akan menampakkan gejalanya pada minggu ke tiga hingga
ke dua belas; jika didapat pada masa perinatal akan mengakibatkan gejala yang berat.
sebagian besar wanita telah terinfeksi virus ini selama masa anak-anak dan tidak
mengakibatkan gejala yang berarti.

Tetapi bila seorang wanita baru terinfeksi pada masa kehamilan maka infeksi primer ini
akan menyebabkan manifestasi gejala klinik infeksi janin bawaan sebagai berikut:
hepatosplenomegali, ikterus, petekie, meningoensefalitis, khorioretinitis dan optic atrophy,
mikrosefali, letargia, kejang, hepatitis dan jaundice, infiltrasi pulmonal dengan berbagai
tingkatan, dan kalsifikasi intrakranial. Jika bayi dapat bertahan hidup akan disertai retardasi
psikomotor maupun kehilangan pendengaran.

 Klasifikasi
CMV dapat mengenai hamper semua organ dan menyebabkan hamper semua jenis
infeksi. Organ yang terkena adalah:
- CMV nefritis( ginjal).
- CMV hepatitis( hati).
- CMV myocarditis( jantung).
- CMV pneumonitis( paru-paru).
- CMV retinitis( mata).
- CMV gastritis( lambung).
- CMV colitis( usus).
- CMV encephalitis( otak)
 Manifestasi Klinis
· Petekia dan ekimosis.
· Hepatosplenomegali.
· Ikterus neonatorum,hiperbilirubinemia langsung.
· Retardasi pertumbuhan intrauterine.
· Prematuritas.
· Ukuran kecil menurut usia kehamilan.
· Gejala lain dapat terjadi pada bayi baru lahir atau pada anak yang lebih besar:
o Purpura
o Hilang pendengaran.
o Korioretinitis; buta.
o Demam.
o Kerusakan otak.
 Efek Maternal
Penyakit pernafasan atau hubungan seksual yang asimptomatik atau sindrom
seperti mononukleosis: dapat memiliki rabas di serviks.
 Efek pada janin
Kematian janin atau penyakit menyeluruh anemia hemolitik dan ikterik:
hidrosefalus atau mikrosefalus, pneumonitis, hepatosplenomegali
 Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan ini angat bermanfaat untuk mengetahui infeksi akut atau infeski
berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang lebih tinggi. Pemeriksaan
laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-
CMV IgG. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pembagian seperti berikut:

a. Pada Ibu - ELISA, antibodi fluorescent (FA), fiksasi komplemen (CF),


serokonversi hingga + IgM, dan isolasi virus dengan kultur.
b. Sebelum melahirkan – efek pada bayi mungkin menunjukkan temuan berikut
USG: mikrosefali, hidrosefalus, lesi kistik atau kalsifikasi nekrotik di otak,
hati atau plasenta, PJT, oligohidramnion, asites, pleural efusi perikardial
atau, hypoechogenic usus dan hidrops.
c. Newborn - isolasi virus adalah metode optimal mendokumentasikan infeksi
CMV. Spesimen dapat diambil dari urin, nasopharnyx, konjungtiva dan
cairan tulang belakang.
 Potensi Efek Ibu dan Bayi
a. Pada Ibu - Kebanyakan infeksi asimtomatik.
b. Neonatal - Infeksi yang paling mungkin terjadi dengan infeksi primer ibu.
Perkiraan tingkat infeksi kongenital dari 1%. Dari jumlah tersebut, 10% akan
gejala, dimana 25% akan memiliki penyakit fatal dan 90% dari korban akan
memiliki serius gejala sisa-IUGR, mikrosefali, kelainan SSP, hidrosefalus,
kalsifikasi periventrikular, ketulian, kebutaan, dan keterbelakangan mental.
Sebagian kecil bayi yang baru lahir tanpa gejala.
 Penatalaksanaan
a. Pada Ibu - mengobati gejala
b. Neonatal - ada pengobatan yang memuaskan tersedia. Bayi yang tertular harus
diisolasi.

Pendidikan Kesehatan

a. Perempuan dapat mengurangi risiko CMV dengan mempraktekkan kewaspadaan


universal dan hati-hati mencuci tangan, terutama setelah kontak dengan air liur,
urin, feses, darah dan lendir.
b. Hindari berbagi gelas atau peralatan makan dengan penderita CMV.
c. Tes sebelum kehamilan untuk menentukan apakah mereka memiliki CMV.
4. Virus Herpes Simpleks

Herpes disebabkan oleh virus herpes simpleks, yang mirip dengan virus yang
menyebabkan cacar air dan herpes zoster. Setelah infeksi awal, herpes simplex virus dapat
bersembunyi dalam sel saraf dan kemudian memulai serangan baru. Ada 2 jenis utama virus
herpes simpleks (HSV): tipe I, yang biasanya dikaitkan dengan luka dingin di sekitar mulut,
dan tipe 2, yang biasanya dikaitkan dengan luka genital. Namun, jenis dapat menginfeksi baik
mulut atau alat kelamin dan keduanya dapat diteruskan kepada bayi yang baru lahir.

 Klasifikasi

- Virus herpes simpleks tipe 1 (HSA-1) merupakan infeksi yang paling banyak
ditemukan pada masa kanak-kanak. Virus ini ditransmisikan kontak dengan sekresi
oral dan menyebabkan cold sores(lepuhan-lepuhan kecil) pada mulut atau wajah,
namun terkadang dapat menyebabkan kelainan kelamin juga, terutama jika seseorang
melakukan hubungan seks secara oral dengan orang yang terinfeksi.
- Virus herpes simpleks tipe 2 (HSA-2) biasanya terjadi setelah masa puber seiring
aktivitas seksual yang meningkat. HSV-2 ditransmisikan terutama melalui kontak
dengan sekresi genetalia. HSV-2 menyebabkan kelainan di area kelamin
menyebabkan herpes kelamin.

 Manifestasi klinik

a. Timbul erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region
genitalis.
b. Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah2 – 3 hari bintik
kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
Bayi dengan kongenital tertular infeksi HSV biasanya akan terjadi gejala pada 6
minggu setelah kelahiran. Gejala awal mungkin samar-samar dan termasuk lesu, vesikel kulit,
demam, dan kejang. Mungkin tidak ada tanda-tanda sama sekali. Sangat penting untuk
memiliki tingkat kecurigaan yang tinggi, karena ada riwayat ibu yang diketahui memiliki
infeksi herpes hanya 12,5% bayi yang didiagnosis dengan HSV kongenital.
manifestasi herpes neonatal dapat diklasifikasikan dalam tiga cara: yang pertama kulit,
mata, dan keterlibatan mukosa (Penyakit SEM); yang kedua Penyakit SSP, dan yang ketiga
adalah penyakit yang disebarluaskan dengan keterlibatan beberapa organ. Namun, kategori-
kategori ini tidak terpisah satu sama lain dan bayi dapat memiliki tanda-tanda dari lebih dari
satu. Bayi yang didiagnosis Penyakit SEM juga mungkin memiliki okultisme SSP infeksi.
 Dampak pada kehamilan dan persalinan
a. Penularan pada janin dapat terjadi hematogen melalui plasenta
b. Penularan pada janin dapat terjadi akibat perjalanan dari vagina ke janin apabila
ketuban pecah.
c. Penularan pada bayi dapat terjadi melalui kontak langsung pada waktu bayi lahir.
d. Wanita dengan infeksi primer selama kehamilan akan meningkatan risiko untuk PTD
dan BBLR bayi.
e. Bayi dari ibu dengan infeksi primer yang terjadi selama kehamilan berada pada risiko
terbesar. Potensi gejala sisa meliputi: kulit, mulut atau mata lesi dengan potensi
kerusakan permanen pada saraf atau mata. HSV pada bayi baru lahir sering dapat
menyebar ke otak dan organ internal lainnya (perkiraan kematian 50%). Sekitar 50%
dari korban mengalami keterbelakangan mental, cerebral palsy, kejang, buta atau tuli.

 Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan Igm sangat penting untuk
mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencegah
bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Seorang bayi dianggap terinfeksi herpes jika salah satu tes berikut positif: serum HSV
IgM, HSV PCR dari CSF, atau memiliki HSV setelah dilakukan culture lesi atau lainnya di
permukaan mukosa. Karena tinggi sensitivitas (berkisar 75% sampai 100%), HSV PCR
adalah ujian pilihan untuk evaluasi CSF. Hal ini penting untuk dicatat bahwa PCR CSF
mungkin negatif 5 hari pertama sakit. Jika HSV tetap diduga kuat, meskipun hasil negatif
awal, CSF PCR harus diulang. Untuk Penyakit SEM, culture HSV dari kulit yang atau lesi
mukosa adalah uji pilihan. Baik PCR maupun culture darah memiliki sensitivitas sangat
tinggi. HSV serologi mungkin berguna; antibodi IgG Ibu HSV juga dapat hadir dalam bayi.

 Penatalaksanaan
a. Wanita dengan gejala prodromal atau lesi aktif (masih dalam blister atau ulkus
tahap) akan diberi konseling untuk memiliki kelahiran sesar. Perlindungan
terbesar bagi janin jika ini dilakukan sebelum ROM lebih dari 4 jam.
b. Obat anti-virus dapat memperpendek durasi serangan herpes, meringankan gejala
dan mengurangi jumlah serangan. Acyclovir oral kadang-kadang digunakan pada
akhir kehamilan untuk mengurangi kebutuhan untuk kelahiran sesar.
c. Bayi baru lahir Dilakukan untuk pemeriksaan adanya herpes konginetal dan kalau
perlu kultus virus. kalau ibu aktif menderita herpes genitalis maka bayinya diberi
acyclovir 3 dd 10 mg/kg B selama 5 – 7 hari
Pendidikan kesehatan
a. Mendorong wanita dengan riwayat herpes genital untuk menghindari "pemicu"
(panas, gesekan, hubungan, kacang, coklat, demam atau stress), terutama
selama bagian akhir dari kehamilan.
b. Merekomendasikan kondom atau merekomendasikan untuk tidak hamil pada
wanita hamil tanpa HSV yang memiliki pasangan dengan HSV.
c. Mengajari mencuci tangan yang benar untuk mencegah penyebaran HSV
kepada orang lain atau ke bagian lain dari tubuh.
d. Orang dengan lesi aktif harus menghindari mencium orang lain, terutama bayi
baru lahir.
e. Mendidik perempuan tentang pentingnya pelaporan gejala prodromal atau lesi
ke penyedia layanan kesehatan.

5. Infeksi Lain
Hepatitis B (hepatitis serum) adalah penyakit virus yang ditularkan seperti penularan
HIV. Cara transmisinya meliputi jarum terkontaminasi, produk darah atau jarum bekas,
hubungan seksual, dan pertukaran cairan tubuh. Apabila terjadi infeksi maternal pada
trimester pertama, jumlah neonatus yanng menjadi seropositif untuk antigen permukaan
hepatitis B bisa mencapai 10%. Jika ibu terinfeksi secara akut pada trimester ketiga, 80%
sampai 90% neonatus akan terinfeksi (ACOG, 1992d).

Hepatitis B (HBV) adalah penyakit virus yang serius dan mengakibatkan 4.000-5.000
kematian setiap tahun di AS karena sirosis dan kanker hati. Infeksi akut terjadi dalam 1
sampai 2 kehamilan per 1000. Memperkirakan bahwa 300 juta orang di seluruh dunia secara
kronis terinfeksi HBV.

 Efek maternal
Hepatitis A :

a. Abortus penyebab gagal hati selama kehamilan


b. Demam, malaise, mual, dan rasa tidak nyaman di abdomen
c. Persalinan prematur, sirosis dan kanker hati.

Hepatitis B :

Ditransmisi melalui hubungan seksual, gejalanya adalah demam, ruam, artralgia,


penurunan nafsu makan, dispepsia, nyeri abdomen, sakit diseluruh badan, malaise, lemah,
ikterik, nyeri tekan dan pembesaran hati.

 Efek pada janin

Hepatitis A

Pemaparan selama trimester pertama : anomali janin, hepatitis janin atau neonatus,
kelahiran prematur, kematian janin di dalam rahim

Hepatitis B :

a. Infeksi terjadi pada waktu lahir


b. Vaksinasi maternal selama masa hamil harus tidak menimbulkan resiko pada janin,
namun tidak ada data yang tersedia.
c. Bayi yang terinfeksi pada saat lahir memiliki kesempatan 90 % menjadi kronis
terinfeksi.

 Pemeriksaan
a. Temuan fisik - Low-grade demam, mual , anoreksia , sakit kuning , hepatomegali , dan
malaise .
b. Temuan Diagnostik - + HbsAg , HbeAg + ( 7-14 hari setelah paparan )

 Penatalaksanaan

a. Pada Ibu - Ibu hamil yang terpapar HBV harus menerima vaksin dan HBIG.Wanita
hamil yang sudah terinfeksi harus makan dengan baik, mendapatkan istirahat yang
cukup, menghindari stres dan menghindari alkohol. Alpha interferon dan lamivudine
tidak dianjurkan selama kehamilan.
b. Pada Neonatal - Bayi perempuan yang terinfeksi harus menerima vaksin HBV dan
HBIG .

Pendidikan kesehatan

a. Hepatitis B vaksinasi adalah pencegahan terbaik .


b. Penggunaan yang tepat dan konsisten kondom lateks dapat mencegah penularan
seksual .
c. Jangan menggunakan obat-obatan IV dan Jangan pernah berbagi jarum, jarum suntik ,
air.
d. Jangan berbagi barang pribadi yang mungkin memiliki resiko kontak dengan darah
penderita - pisau cukur , sikat gigi .
e. Mempertimbangkan risiko sebelum melakukan tato atau tindik.
f. Petugas kesehatan harus menggunakan BSP dan penanganan yang aman dari benda
tajam.

Pengobatan infeksi hepatitis virus pada kehamilan tidak berbeda dengan wanita tidak
hamil. Penderita harus tirah baring di rumah sakit sampai gejala icterus hilang dan
bilirubin dalam serum menjadi normal. Makanan diberikan dengan sedikit mengandung
lemak tetapitinggi protein dan karbohydrat. Pemakaian obat-obatan hepatotoxic
hendaknya dihindari.Kortison baru diberikan bila terjadi penyulit. Perlu diingatpada
hepatitis virus yang aktip dan cukup berat, mempunyai risiko untuk terjadi perdarahan
post-partum, karena menurun-nya kadar vitamin K. Janin baru lahir hendaknya tetap
diikuti sampai periode post natal dengan dilakukan pemeriksaan trans aminase serum dan
pemeriksaan hepatitis virus anti gen secara periodik. Janin baru lahir tidak perlu diberi
pengobatan khusus bila tidak mengalami penyulit-penyulit lain.

 Pencegahan
Semua Ibu hamil yang mengalami kontak langsung dengan penderita hepatitis virus A
hendaknya diberi immuno globulinsejumlah 0,1 cc/kg. berat badan. Gamma globulin
ternyatatidak efektif untuk mencegah hepatitis virus B. Gizi Ibu hamil hendaknya
dipertahankan seoptimal mungkin, karena gizi yang buruk mempermudah penularan hepatitis
virus. Untuk kehamilan berikutnya hendaknya diberi jarak sekurang-kurangnya enam bulan
setelah persalinan, dengan syarat setelah 6 bulan tersebut semua gejala dan pemeriksaan
laborato-rium telah kembali normal. Setelah persalinan, pada penderita hendaknya tetap
dilakukan pemeriksaan laboratorium dalam waktu dua bulan, empat bulan dan enam bulan
kemudian.

C. HUMAN PAPILOMA VIRUS (HPV)

1. Definisi

HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Jenis yang berbeda dapat menyebabkan kutil
atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displasia) dalam atau di sekitar leher rahim atau
dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur(Benchimol S dan Minden
MD, 1998).
Kutil-kutil ini pada umumnya tumbuh di permukaan kulit yang lembab dan di daerah
sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit dan kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat
kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks, sedangkan penularan kutil kulit pada
tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks (penularannya dapat melalui sentuhan
atau penggunaan barang secara bersama) (Benchimol S dan Minden MD, 1998).

2. Epidemiologi

Penyebaran HPV dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : letak geografis, genetik, status
sosial ekonomi rendah, nutrisi, sistem imun alami, banyak pasangan seks, usia, dan rokok
(nikotin). Tipe yang paling umum dijumpai justru yang paling berbahaya, yakni 16 dan 18.
Tipe 16 biasa ditemukan di wilayah seperti Eropa, Amerika Serikat, dan wilayah lainnya.
Sementara tipe 18 lebih banyak ditemukan di Asia(Andrijono, 2007).

3. Etiologi

Infeksi HPV dapat terjadi saat hubungan seksual pertama, biasanya pada masa awal
remaja dan dewasa. Prevalensi tertinggi (sekitar 20%) ditemukan pada wanita usia kurang
dari 25 tahun. Pada wanita usia 25-55 tahun dan masih aktif berhubungan seksual berisiko
terkena kanker serviks sekitar 5-10 persen. Meski fakta memperlihatkan, terjadi pengurangan
risiko infeksi HPV seiring pertambahan usia, namun sebaliknya risiko infeksi
menetap/persisten malah meningkat. Hal ini diduga karena seiring pertambahan usia terjadi
perubahan anatomi (retraksi) dan histology (metaplasia). Selama serviks matang melebihi
masa reproduktif seorang wanita, maka cervical ectropion digantikan melalui suatu proses
squamous metaplasia, untuk membagi secara bertingkat epitel skuamosa. Epitel skuamosa
bertingkat ini diperkirakan lebih protektif pada banyak orang melawan penyakit yang
ditularkan melalui hubungan seksual. Selain itu, hasil imunitas dari paparan infeksi
sebelumnya, juga diduga sebagai biang dibalik penurunan insiden tersebut (Andrijono, 2007).

4. Faktor resiko

 Tidak adanya tes pap yang teratur


 System imun yang lemah
 Usia
 Sejarah seksual
 Merokok
 Terlalu lama menggunakan pil pengontrol kehamilan
 Mempunyai banyak anak

5. Pemeriksaan diagnostik

Jika dokter tidak menemukan adanya lesi atau kutil , tes diagnostik berikut mungkin
diperintahkan :

- Pap menguji - sampel sel-sel serviks atau sel vagina dikumpulkan dan dikirim ke
laboratorium . Tes ini dapat menentukan apakah sel-sel telah berubah struktur mereka
( menjadi abnormal ) . Sel abnormal biasanya berarti ada risiko lebih tinggi terkena
kanker .

- Tes DNA - tes ini mendeteksi apakah varietas HPV risiko tinggi yang hadir , orang-
orang yang berkaitan dengan risiko kanker genital . Beberapa sel dari leher rahim
diambil dan dikirim ke laboratorium untuk analisis . Sebuah studi menemukan bahwa
tes DNA yang terbaik untuk wanita di atas usia 30 tahun . (Link ke artikel )
- Cuka tes solusi - solusi cuka diterapkan ke daerah genital . Jika ada infeksi HPV ,
daerah akan menjadi putih . Beberapa lesi datar sulit dideteksi , tes ini membantu
dokter dalam / nya diagnosisnya .

6. Patofisiologis
7. Manifestasi klinis

HPV bukan jenis virus baru namun, banyak orang tidak menyadarinya karena virus ini
jika menjangkiti manusia tidak manimbulkan gejala dan tidak menyebabkan masalah
kesehatan yang serius sampai infeksi virusnya menjadi parah. Setiap saat HPV dapat
menginfeksi tanpa menunjukkan gejala. HPV tidak seperti virus lainnya yang menunjukkan
gejala fisik menurun apabila terjangkit virus ini tetapi seseorang baik pria maupun wanita
dapat terkena HPV bertahun-tahun sebelum ia menyadarinya. Tanda-tanda terserang HPV
sering hanya ditunjukkan oleh tumbuhnya kutil. Kutil yang tumbuh mungkin berwarna merah
muda, putih, abu-abu ataupun coklat. Awalnya hanya berupa bintil-bintil kecil yang
kemudian bersatu membentuk kutil yang lebih besar. Semakin lama kutil dapat menjadi
semakin besar. Pertumbuhan kutil akan semakin besar dan banyak jika tumbuh di kulit
lembab akibat kebersihan kulit kurang dijaga.
Kutil-kutil ini dapat menyebabkan rasa sakit dan gatal sehingga membuat tidak nyaman
dan sering kali baru disadari keberadaannya saat jumlahnya sudah bertambah banyak dan
besar. Kutil dapat bertumbuh dengan cepat segera setelah terinfeksi atau pun beberapa bulan
bahkan beberapa tahun setelah terinfeksi HPV, dan bahkan tidak pernah tumbuh sampai
dinyatakan kita terinfeksi HPV (atau sampai kita menyadari bahwa kita terinfeksi HPV).
Oleh karenanya, untuk menjaga segala sesuatu yang tidak diinginkan maka dianjurkan
untuk rutin melakukan Pap smear/ tes Pap minimal setahun sekali bagi wanita di atas usia 21
tahun. Umumnya dokter dapat menentukan apakah kita mempunyai kutil kelamin dengan
melihatnya. Kadang kala alat yang disebut anoskop dipakai untuk memeriksa daerah dubur.
Jika perlu, contoh kutil dipotong dan diperiksa diperiksa dengan mikroskop (biopsi) . HPV
yang menyebabkan kutil kelamin tidak sama dengan virus yang menyebabkan kanker. Tetapi
jika kita mempunyai kutil, maka kita mungkin terinfeksi jenis HPV lain yang dapat
menyebabkan kanker(Andrijono, 2007).

Gejala fisik yang terlihat pada wanita :

1. Kutil pada organ kelamin, dubur atau anus atau pada permukaan vagina.
2. Pendarahan yang tidak normal.
3. Vagina menjadi gatal, panas atau sakit.

Gejala fisik yang terlihat pada pria :

1. Kutil pada penis, anus atau skrotum.


2. Kutil pada uretra (mungkin terjadi penurunan jumlah urin)

8. Penatalaksanaan medis

Pencegahan infeksi HPV kutil umum sulit untuk menghindari . Profesional perawatan
kesehatan mengatakan bahwa menggigit kuku meningkatkan risiko , jadi tidak menggigit
mereka secara logis mengurangi risiko . Kutil plantar , yang mempengaruhi kaki , dapat
dicegah dengan menjaga kaki bersih dan kering . Mengenakan kaus kaki bersih dan tidak
berjalan di sekitar kolam renang umum dan olahraga kamar ganti dengan kaki telanjang
juga dapat membantu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi maternal disebabkan karena berbagai virus dan bakteri yang menginvasi baik
secaraendogen maupun secara eksogen. Berbagai penyakit bisa timbul karena infeksi
maternal tersebut seperti Penyakit Menular Seksual (PMS), Infeksi Torch dan Human
Papiloma Virus(HPV).
PMS biasanya ditularkan dari satu orang kepada orang lainnya melalui hubungan
heteroseksual, homoseksual atau kontak intim melalui genitalia, mulut atau rectum.

Infeksi Torch adalah singkatan dari Toxoplasma gondii(Toxo), Rubella, Cyto


Megalo Virus (CMV), Herpes Simplex Virus (HSV) yang terdiri dari HSV1 dan HSV2
serta kemungkinan oleh virus lain yang dampak klinisnya lebih terbatas misalnya Measles,
Varicella, dll. Penyakit ini sangat berbahaya bagi ibu hamil karena dapat mengakibatkan
keguguran, cacat pada bayi, juga pada wanita belum hamil bisa akan sulit mendapatkan
kehamilan.

HPV adalah jenis virus yang cukup lazim. Kutil-kutil ini pada umumnya tumbuh di
permukaan kulit yang lembab dan di daerah sekitar alat kelamin sehingga disebut kutil kulit
dan kutil kelamin. Infeksi HPV pada alat kelamin dapat disebarkan melalui hubungan seks,
sedangkan penularan kutil kulit pada tangan atau kaki dapat terjadi tanpa hubungan seks
(penularannya dapat melalui sentuhan atau penggunaan barang secara bersama).

Tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik akan dapat mencegah prevalensi
Penyakit Menular Seksual (PMS), Infeksi Torch, dan Human Papiloma Virus.

DAFTAR PUSTAKA

http://emedicine.medscape.com/article/235213-overview (diakses tanggal 28 Februari 2020)


Bley, Karen Adkins. 2003. Torch Infection. Women’s, Children and Behavioral Health
Nnursing Services University of Michigan Health System.
Del Pizzo, Jeannine. 2001. Focus on Diagnosis : Congenital Infections (TORCH). American
Academy of Pediatrics
Ratnayake, Ruwan P. Neonatal TORCH Infection. Medical University of South Caroline,
USA.
Sue G. Boyer, MN, RN, Kenneth M. Boyer, MD. 2004. Update on TORCH Infections in the
Newborn Infant.
http://www.medscape.com/viewarticle/472409_print (diakses tanggal 29 Februari 2020)
Salim, Agus. Imunoekspresi p63 Pada Inverted Papilloma Dan Karsinoma Sel Skuamosa
Sinonasal Available at http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/33509
[akses,Februari 20]
 Thapa, Narmaya. 2010. Diagnosis and Treatment of Sionasal Inverted Papilloma.Nepalese
Journal of ENT Head and Neck Surgery; Volume 1, No.1 (Jan-June 2010).
Netter F.H. Atlas of Human Anatomy. Available from:http://www. 
Netterimages.com/image/4413.htm.
Woodruf W.W. dan Vrabec D.P. Inverted Papilloma of The Nasal Vault andParanasal
Sinuses: Spectrumof CT Finding. American Journal of RoentgenologyFebruary 1994:
419
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius. 2000

Sumadibrata, Marcellus. Pemeriksaan Abdomen Urogenital dan anorektal, Infeksi Saluran


Kemih. Sudoyo, Aru W, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi IV.
Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran UI. 2007. Hal : 51-55,
553-557.

Guyton, A.C dan Hall, J., E.Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC. 2006

Lambert H, Coulthard M, 2003. The child with urinary tract infection. In : Webb NJ.A,
Postlethwaite RJ ed. Clinical Paediatric Nephrology.3rd ED. Great Britain: Oxford
Universsity Press., 197-225.

Siregar, RS. 1991. Penyakit Jamur Kulit. Palembang: Lab Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
FK UNSRI/RSU Palembang.

Suprihatin, SD. 1982. Candida dan Kandidiasis pada Manusia.Fakultas Kedokteran


Universitas Airlangga. Jakarta
Manuaba, I.B.G dkk. 2003. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan


Kesehatan Material dan Neonatal. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai