Anda di halaman 1dari 19

PERANAN KO-TEKS DAN KONTEKS

DALAM ANALISIS WACANA


Nurhidayati*(2017)
Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang
E-mail: nurhid1@yahoo.com

Abstrak:Makna tuturan ditentukan oleh ko-teksdankontekstuturan.


Ko-teksmerupakanteks yang terletaksebelum dan sesudahtuturan
yang akandianalisis. Ko-teks ini dapat berwujud ujaran, paragraf,
atau wacana. Adapunaspekyang berkaitan dengan pengetahuan
pemakai bahasa mengenai dunia atau aspek yang tercermin pada
tuturan disebut konteks tuturan. Melalui konteks tersebut, analis
wacana berusaha membuat pengertian dan melakukan interpretasi
yang memadai sebagaimana dimaksudkan oleh penutur. Usaha
analis dalam menginterpretasi hingga sampai pada kebenaran
maksud merupakan kunci utama dalam analisis wacana dan
penafsiran maknatuturan.
Kata-katakunci:peranan,ko-teks, konteks, analisiswacana.

Abstact: co-texs and contexs determines about meaning of speech.


Co-texs is constitute of teks exhausted before and after speech is
analysed.Co-texs have the shape of speech, , paragrahp, or
discourse. Speech contexs was knowledge of user language at
world and aspects of world. Discourse analis comprehensif and
interpretativespeech of speeker through contexs. Analis exertions
in interpretation through meaning is principal keys discourse
analysis and exclamation meaning of speechs.
Key words: significant, co-texs, contexs, discourse analysis.

Kajian wacana didasarkan pada kenyataan bahwa pemakai bahasa tidak


berpegang pada kebenaran bentuk dan struktur semata, melainkan juga pada
kaidah-kaidah lain yang berlaku.Ko-teks adalah konteks yang bersifat fisik, yakni
konteks lingkungan. Koteks suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di
dalam frasa atau kalimat yang sama.Adapunaspekyang berkaitan dengan

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
pengetahuan pemakai bahasa mengenai dunia atau aspek yang tercermin pada
tuturan disebut konteks tuturan. Pengetahuan pemakai bahasa tersebut meliputi
pengetahuan yang berhubungan dengan konteks. Untuk memahami peranan ko-
teks dan konteks dalam analisis wacana berikut disajikan pengertian koteks,
pengertian konteks, perbedaan antara fungsi, konteks, dan pragmatika, hubungan
antara teks dan konteks, masyarakat dan konteks, dan peranan ko-teks dan
konteks dalam analisis wacana.Konteks sebagai pengetahuan dan situasi
memandang ujaran sebagai suatu unit kejadian tertentu yang bersifat tertutup, dan
ujaran sebagai suatu bentuk komunikasi yang selalu baru, dan bergantung pada
situasi dan masyarakatnya.

Pengertian Ko-teks.

Kridalaksana (2011:137) menjelaskanmaknakotekssebagaikalimatatauunsur-unsur


yang mendahuluidan/ataumengikutisebuahunsurlaindalamwacana.
Koteksmerupakanteks yang
mendampingitekslaindanmempunyaiketerkaitandankesejajaran. Dengan begitu
makna ujaran ditentukan oleh teks sebelum dan sesudahnya. Ko-teks ini dapat
berwujud ujaran, paragraf, atau wacana. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa ko-teks adalah konteks yang bersifat fisik, yakni konteks lingkungan.
Koteks suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di dalam frasa atau
kalimat yang sama. Koteks mempunyai pengaruh yang kuat dalam penafsiran
makna.
Mey (1993:184) mendefinisikan ko-teks sebagai sebuah kalimat (tunggal
ataupun ganda) yang merupakan bagian dari teks yang (kurang lebih secara
langsung) mengelilinginya. Ko-teks dari tuturan semacam ini tidak memadai
untuk memahami kata-kata, kecuali jika mencakup sebuah pemahaman dari
tindak-tindak yang terjadi sebagai bagian dan hasil dari kata-kata tersebut. untuk
memahami tingkah laku linguistik orang, perlu diketahui segala hal tentang
penggunaan bahasa mereka; yaitu, harus dilihat lebih jauh dari sekedar ko-teks
tuturan dan diperhatikan keseluruhan lingkungan linguistik ke dalam pandangan .

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Hal ini berarti memungkinkan diperluasnya visi ko-teks menjadi konteks: Yaitu,
keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi
bahasa.
Pembicaraan mengenai koteks dan konteks terkait dengan pembicaraan
mengenai makropragmatik. Adapun cara untuk menjelaskan hal ini adalah
sebagaimana dinyatakan oleh Mei (1993:181-182) bahwa cara yang ekstensional
untuk memahami tuturan adalah dengan cara memperluas cakupan dari unit-unit
yang dilihat, bukan mempelajari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang
terisolasi, dan mempertimbangkan kalimat-kalimat dan tuturan-tuturan yang sama
tersebut untuk ditempatkandalam konteks yang seharusnya menjadi tempat
kalimat dan tuturan tersebut, dan dari mana kalimat dan tuturan tersebut dipilih
pada awalnya untuk mengilustrasikan poin (tujuan) yang dibuat.
Hal ini dapat dipakai dalam dua cara: baik sebagai perluasan dari cakupan
tuturan yang menghasilkan wacana (teks): dengan cara ini seseorang
mendefinisikan ko-teks. Atau, sebagai alternatif dan tambahan, dengan
memperhatikan tuturan tersebut dalam ‘habitat’ alaminya, jadi dapat dikatakan:
dalam kasus yang kedua, terkait dengan konteks yang lebih luas dalampenggunaan
bahasa, khususnya untuk tujuan percakapan.
Cara lain untuk membahas ‘makropragmatik’ adalah dengan menggali
pada dasar internasional dari pragmatik, dengan memberikan penekanan pada
faktor-faktor yang meskipun tidak diekspresikan secara eksplisit dalam setiap
teks, masih menentukan bentuk dari teks tersebut dalam cara yang sulit untuk
dianalisa atau bahkan dilihat dengan mata telanjang.
Pada dasarnya, isi dari pertanyaan dan permasalahan adalah munculnya
keingintahuan yang terus menerus tentang ‘bahasa siapakah’ yang dituturkan, dan
mengapa (Mey 1993). Munculnya pertanyaan ini membawa pada dimulainya
investigasi pada parameter sosietal dari penggunaan bahasa. Selain itu,
permasalahan yang dibahas di sini harus dibingkai melawan latar belakang
pemahaman yang lebih dalam dari konsep-konsep yang sudah familiar seperti
peraturan, tindak tutur, konteks dan sebagainya. Pertanyaan seperti ini akan

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
diperlakukan dengan seharusnya dalam topik metapragmatik yang dipakai secara
luas sebagai ‘refleksi pada penggunaan bahasa oleh para pemakai bahasa’.

Pengertian Konteks
Kridalaksana (2011:134)
menyatakanbahwakonteksmempunyaimaknaaspek-aspeklingkunganfisikatausosial
yang kaitmengaitdenganujarantertentu.
Secara harfiah konteks berarti “something accompanying text”, yang berarti :
sesuatu yang inheren dan hadir bersama teks. Konteks diungkapkan melalui
karakterisasi bahasa yang digunakan penutur (Halliday & Hasan, 1985:12-15). Di
dalam teori Halliday, pengertian harfiah itu diterjemahkan dalam batasan Saussure
yang menyatakan bahwa bahasa sebagai suatu fakta sosial. Oleh Halliday
“something” di atas diolah menjadi “sesuatu yang telah ada dan hadir dalam
partisipan sebelum tindak komunikasi dilakukan, karena itu konteks mengacu
pada konteks kultural dan konteks sosial (Halliday, 1978; Wirth, 1984) yang
diidentifikasikan atas ranah, tenor, dan modi.
Ranah merupakan rekaman tentang peristiwa apa yang terjadi, yaitu segala
peristiwa atau tindak sosial yang sedang berlangsung pada pengalaman atau
benak. Aspek itu menggambarkan peristiwa apa yang terjadi yang melibatkan
para penutur atau partisipan sebagaimana dinyatakan atau direalisasikan berupa
unsur-unsur status, proses, pelaku, tujuan, lokasi, dan waktu. Tenor merupakan
unsur partisipan yang menyatakan interpersonal dan status yang direalisasikan
dalam pilihan-pilihan piranti wacana. Dalam tenor itu, hubungan interaksi yang
signifikanlah yang diamati. Sedang modi adalah realisasi yang diungkapkan oleh
teks secara keseluruhan sebagai tindak sosial, baik bersifat lisan dan tulisan,
monolog atau dialog.
Leech (1983:13-14) menyatakan konteks adalah segala latar belakang
pengetahuan yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang
menyertai dan mewadai sebuah tuturan. Selanjutnya Schiffrin (1994:66)
membedakan antara kontek dengan teks dengan menjelaskan bahwa teks
merupakan isi linguistik dari tuturan-tuturan, arti semantik dari kata-kata,

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
ekspresi, dan kalimat. Teks juga merupakan sistem kebahasaan yang terdiri atas
beberapa komponen yang saling berhubungan dan masing-masing komponen
tersebut juga mempunyai otonomi. Adapun konteks adalah “pengetahuan”,
“situasi”, dan “teks”. Konteks sebagai pengetahuan berkaitan dengan kompetensi
komunikasi, konteks sebagai situasi berkaitan dengan kompetensi sosial, budaya,
dan strategi, dan konteks sebagai teks berkaitan dengan keberadaan unsur-unsur
teks yang bisa dipisahkan, diartikan, dan dimaknai.
Konteks sebagai pengetahuan dan situasi memandang ujaran sebagai suatu
unit kejadian tertentu yang bersifat tertutup, dan ujaran sebagai suatu bentuk
komunikasi yang selalu baru, dan bergantung pada situasi dan masyarakatnya.
Pandangan pertama berkaitan dengan kemampuan penutur dalam menggunakan
konvensi yang digunakan dalam bahasanya, sedangkan pandangan kedua
berkaitan dengan kemampuan penutur untuk selalu berkreasi dalam menyusun
tuturannya sesuai dengan situasi dan budayanya.
Cook (1989:24) membedakan pengertian konteks menjadi dua yaitu,
konteks dalam pengertian sempit dan dalam pengertian luas. Dalam pengertian
sempit, konteks mengacu pada faktor di luar teks. Sedang dalam pengertian luas,
konteks dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yaang relevan dengan ciri dunia
dan ko-teks. Pengetahuan yang relevan dengan ciri dunia berkaitan dengan situasi
fisik, situasi sosial dan budaya, penanggap, dan skemata mereka, dan teks lain
(inter-teks).
Konteks situasi paling baik dipakai sebagai bentuk skematis yaang sesuai
untuk diterapkan pada peristiwa-peristiwa bahasa. Konteks situasi bagi kajian
linguistik menurut Brown & Yule (1986:35-40) menghubungkan kategori-
kategori berikut. (1) ciri-ciri yang relevan dari para peserta orang-orang,
kepribadian pada perbuatan verbal dan nonverbal para peserta; (2) tujuan-tujuan
yang relevan; dan (3) akibat perbuatan verbal.
Hymes (dalam Brown & Yule, 1986:36) menegaskan bahwa konteks dapat
menunjang jarak perbedaan makna-makna, konteks dapat menyingkirkan makna
tertentu dari sebuah kalimat, begitu juga sebaliknya konteks dapat mendatangkan
makna tertentu bagi sebuah kalimat. Hymes juga memberikan ciri-ciri konteks

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
yang meliputi ciri-ciri berskala besar. Misalnya: (1) channel (saluran), berupa
wicara, tulisan, atau tanda-tanda, (2) kode meliputi bahasa, dialek, dan gaya
bahasa, (3) bentuk pesan berupa berupa obrolan, perdebatan, khutbah, dongeng,
soneta, surat cinta, dan sebagainya, (4) peristiwa (event) yaang mempunyai ciri-
ciri khusus, seperti upacara kebaktian di gereja, khotbah di masjid, dan (5) tujuan
peristiwa komunikasi.
Lewis (dalam Brown dan Yule, 1986:39) menyajikan kordinat-kordinat
tertentu yang merupakan paket faktor yang relevan dan yang menandai konteks
yang dipakai untuk menilai kebenaran maksud sebuah wacana yaitu: (1) possible
–world (kemungkinan), contoh: migh be, could be, supposed to be, atau are, (2)
time (waktu), contoh: today, next week, (3) place (tempat), contoh: here it is, (4)
penutur, contoh: I, me, we, our, (5) audience (hadirin), contoh: you, yours,
yourself, (6) objek yang ditunjuk, contoh berupa frase-frase demonstratif this,
those, dan seterusnya, (7) wacana terdahulu, contohthe latter, the aforementioned,
dan (8) pembagian, contoh: kelompok benda, urutan benda.

Fungsi, Konteks, dan Pragmatika


Ujaranatautindaktuturdapatterdiridarisatutindaktururataulebihdalamsuatup
eristiwatuturdansituasitutur.Dengandemikian,
ujaranatautindaktutursangattergantungdengankonteksketikapenuturbertutur.Tutura
n-tuturanbarudapatdimengertihanyadalamkaitannyadengankegiatan yang
menjadikonteksdantempattuturanitutejadi (AchmadSyuja’i, 2016:6).
Konteksmerupakansalahsatuaspekdalammelakukananalisiswacanakritis,
sebagaimanadinyatakanolehYuris Andre (2008:2) yang menyatakanbahwaaspek-
aspekpentingdarianalisiswacanakritismeliputi: (1) tindakan, (2) konteks, (3)
historis, dan (4) kekuasaan.
Kontekswacanameliputilatar, situasi,
peristiwadankondisi.Wacanadipandangdiproduksidan di
mengertidan di
analisisdalamkontekstertentu.Analisiswacanamemeriksakonteksd
arikomunikasi: siapa yang

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
mengkomunikasikandengansiapadanmengapa; kahalayaknya,
situasiapa, melalui medium apa, bagaimana,
perbedaantipedanperkembangankomunikasidanhubunganmasin
g-masingpihak. Tigahalsentaralnyaadalahteks
(semuabentukbahasa, bukanhanya kata-kata yang
tercetakdilembarkertas,
tetapisemuajenisekspresikomunikasi).Konteks
(memasukansemuajenissituasidanhal yang
beradadilarteksdanmempengaruhipemakaianbahasa,
situsaidimanateksitudiproduksisertafungsi yang
dimaksudkan).Wacanadimaknaisebagaikonteksdantekssecaraber
sama.Titikperhatianyaadalahanalisiswacanamenggambarkanteks
dankontekssecarabersama-samadalam proses komunikasi.
Di dalam teori sosiosemantik (Halliday, 1978) konteks dan fungsi merupakan dua
konsep abstrak yang berperan mengungkapkan hakikat realita sosial melalui
wahana bahasa. Perbedaan teori ini dengan teori konteks yang lain ialah bila
misalnya teori Malinowski, Firth dan Hymes (dalam Halliday & Hasan, 1989:12-
25) merupakan cara memandang bahasa dilihat dari struktur kognitif atau dari luar
bahasa dan bertujuan memberikan eksplanasi yang non-linguistik, teori Halliday
itu justru melihat realita sosial secara linguistik.Maksudnya, Halliday melihat
fenomena penggunaan bahasa dalam segala aspek interaksi sosiosemantik bahasa
dan konsekuensinya.
Konteks adalah totalitas realita yang mengikuti tuturan. Fungsi merupakan
pengejawantahan konteks lewat wahana bahasa, sedang pragmatik merupakan
prinsip yang mengatur pemakaian ujaran dalam mencapai tujuan komunikasi yang
sesuai dengan situasi partisipan, proses, dan lingkungan komunikasi.
Terdapat kaitan yang erat antara konteks dan fungsi dalam wacana.
Menurut asumsi pendekatan sosiosemantik, subjek merekayasa piranti konteks
menjadi fungsi-fungsi ideasional, interpersonal, dan tekstual. Fungsi ideasional
merupakan fungsi metabahasa yang mengolah konteks pengalaman empirik dan
logis menjadi ujaran. Fungsi interpersonal merekayasa konteks hubungan peran,

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
status dan hubungan sosial pemakai bahasa dalam pemilihan unsur-unsur leksis
yang tepat ragamnya. Fungsi tekstual menata seluruh struktur informasi sehingga
mudah dicerna, jelas, hemat, dan efektif.

Hubungan antara Teks dan Konteks


Analisiswacanakritis (Critical Discourse Analysis)
tidakhanyadipahamisebagaistudibahasa.Bahasadianalisistidakdipahamidariaspekb
ahasasaja, tetapijugamenghubungkannyadengankonteks.Konteksmaksudnya,
wacanadisampaikanuntukkepentingantertentudalamberbagaiaspek:
konsepmaupunpraksis (fridiyanto, 2016:4). Ciri keutuhan teks itu terletak pada
pertimbangan berbagai unsur yang terlibat dalam tindak komunikasi pada proses
pemaknaan rekaman kebahasaan berlangsung, unsur-unsur yang terlibat, fakta-
fakta yang relevan dalam ujaran dan itulah yang disebut konteks.
Halliday & Hasan (1985:12-25) membedakan konteks yang melatari suatu
teks atas konteks situasi, dan konteks kultural. Konteks situasi merupakan
keseluruhan/totalitas lingkungan terdekat teks baik verbal maupun nonverbal.
Sedang konteks kultural merupakan keseluruhan latar belakang sistem kultural
(budaya, sosial, dan artefak) sebagai pengetahuan bersama, pra-anggapan
bersama, atau pengetahuan ensiklopedi partisipan suatu teks/wacana.
Dari sudut pandang teks sebagai suatu produk latar belakang yang lebih
luas ini berpengaruh pada analisis wacana untuk mengapresiasi latar, tempat,
temporal, sosial, spasial, aksional, dan relasional sebagaimana nampak dalam
konteks situasi. Sedang dari sudut pandang teks sebagai suatu proses, konteks
berpengaruh pada bagaimana pemakai bahasa memilih, menentukan, dan
menampilkan medan, pelibat, serta organisasi suatu teks/wacana.

Masyarakat dan Konteks

Tingkah laku para ahli linguistik merupakan tingkah laku sosial. Orang
berbicara karena mereka ingin bersosialisasi, dalam pengertian yang terluas dari
kata-kata yang mungkin baik untuk kesenangan, atau untuk mengekspresikan diri
mereka sendiri kepada orang lain, atauuntuk beberapa tujuan yang ‘serius’, seperti

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
membangun rumah, membuat kesepakatan, memecahkan permasalahan dan
sebagainya.
Melaluipendekatanwacana, pesan-pesankomunikasi, seperti kata-kata
,tulisan, gambar-gambar, dan lain-lain tidakbersifatnetraldansteril.
Eksistensinyatergantungpada orang-orang yang menggunakannya,
konteksperistiwa yang berkenaandengannya, situasimasyarakatluas yang
melatarbelakangikeberadaannya, dan lain-
lain.Kesemuanyaitudapatberupaideologi, nilai, emosi, kepentingan-kepentingan
(Fridiyanto, 2016:2).

Kenyataan atau fakta dasar ini mengimplikasikan dua fakta dasar lainnya
yang setara:pertama, adalah fakta bahwa harus ada upaya untuk melihat apa yang
benar-benar orang katakan ketika mereka bersama, ketika mereka bersosialisasi
(atau: mengekspresikan diri mereka sebagai makluk sosial); dan kedua, fakta
bahwa setiap pemahaman para ahli linguistik dapat berharap untuk mendapatkan
apa yang terjadi di antara orang-orang yang menggunakan bahasa, secara unik dan
diperlukan, sebuah pemahaman yang benar dari konteks yang menyeluruh pada
interaksi linguistik yang terjadi.

Masyarakat danWacana

Mey (1993:186-188) menekankan pentingnya konteks sosial pada


penggunaan bahasa. Konteks semacam ini biasanya memiliki presuposisi akan
keberadaan suatu masyarakat tertentu, dengan berbagai nilai, norma, peraturan,
dan undang-undang yang eksplisit, dan dengan semua kondisi kehidupannya yang
tertentu: ekonomi, sosial, politik dan kebudayaan. Semua faktor ini secara
bersama-sama sering dirujuk dengan ekspresi metafora: ‘susunan/struktur
masyarakat’.

Istilah ini berfungsi untuk mengindikasikan bukan hanya konteks yang


dapat dimengerti secara langsung dari sebuah percakapan, wawancara kerja

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
konsultasi kesehatan, dan sebagainya, namun juga kondisi-kondisi yang
tersembunyi yang mengatur situasi yang sedemikian rupa dari penggunaan
bahasa. Bagaimana orang-orang menggunakan bahasa mereka berkaitan dengan
konteks-konteks sosial mereka? Seberapakah tingkat kebebasan yang mereka
nikmati dalam penggunaan bahasa mereka, dan apa batasan yang membatasi
penggunaan tersebut?

Wacana berbeda dari teks, karenawacana mencakup lebih dari sekadar


teks, yang dipahami sebagai sebuah kumpulan kalimat; wacana adalah hal yang
membuat ikatanteks-konteks, dalam pemahaman istilah yang terluas. Tapi, dalam
pemahaman istilah ini, wacana juga berbeda dari percakapan. Percakapan adalah
satu tipe tertentu dari teks, yang diatur oleh peraturan-peraturan penggunaan
khusus. Peraturan-peraturan ini mengatur sebuah penggunaan bahasa sosial yang
menyatakan bahwa diantara fungsi-fungsinya yang terpenting adalah hal yang
dilakukan orang secara paling alami, dilakukan secara sosial, dan dilakukan
sepanjang waktu.Percakapan adalah bentuk penggunaan bahasa yang paling
tersebar luas dan dalam suatu pengertian, merupakan simpanan dari semua
aktifitas linguistik seseorang, baik dalam sejarah dan perkembangan personal,
maupun dalam kehidupan sehari-hari.Konteks sangat penting pada penggunaan
bahasa secara tepat. Setiap tindak tutur (berjanji, meminta, bertaruh) tergantung
pada konvensi sosial sebagai premisnya (Levinson,1983:285).

Peranan Ko-teks dan Konteks dalam Analisis Wacana


IstilahkontekspertamakalidikemukakanolehseorangAntropolog,
Malinowski1, yang sedangmelakukanpenelitianBahasaKiriwinia, di Kepulauan
Trobriand, di gugusanpulauPasifik Selatan. Di sinilahMalinowski
mengemukakanistilahkontekssituasi, yaitulingkungan di sekitarteks. Pemikiran
Malinowski inikemudiandilanjutkanoleh Firth2 yang menghubungkan ide-ide

1
Lihatdalam M.A.K. Halliday-RuqaiyaHasan. Language,Context and Text: Aspects of Language
in a Social-semiotic Perspective. Australia: Deakin University. 1985. Hal.7
2
M.A.K. Hlliday-RuqaiyaHasan.loc.cit

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
iniuntuktujuankebahasaan. Ada empatpokokpandangan Firth mengenaikonteks
(Revita, 2010):
a. Pesertatutur (participants) dalamsituasi: orang-orang yang
terlibatdalamperistiwakomunikasi.
b. Tindakanpesertatutur: aktivitas yang dilakukan, baikberupatindakantutur
(verbal action) maupuntindakan yang bukantutur (non-verbal action).
c. Ciri-cirisituasilainnya yang relevan: benda-bendadankejadian-
kejadiansekitar, sepanjanghalitumemilikisangkutpauttertentudenganhal
yang sedangberlangsung.
d. Dampak-dampaktindakantutur: bentuk-bentukperubahan yang
ditimbulkanolehhal-hal yang
dituturkanolehpesertatuturdalamperistiwakomunikasi.

Dengan mengacu pada pendapat Cooks (1989:9-10) dan Mey (1993:184-


185), ko-teks dalam makalah ini dipahami sebagai lingkungan kebahasaan yang
melingkupi suatu wacana, yang dapat berwujud ujaran, kata, kalimat, paragraf,
atau wacana.Dengandemikian,
dalammenafsirkansebuahwacanapenganalisdibatasipenafsirannyapadatekssebelum
dansesudahnya yang disebutko-teks.Setiapteksmenciptakanko-teksnyasendiri.Ko-
teksmempunyaikekuataanuntukmenafsirkanwacana, bahkanjugauntukteks yang
tidakmempunyaiinformasimengenaitempatdanwaktu, penutur,
danpenerimatuturan.Ko-teksdapatberfungsiuntukmerekonstruksikansekurang-
kurangnyabagiantertentudarikonteksfisiknyadankemudiansampaipadasuatutafsiran
mengenaiteksnya.
Meskipun ko-teks mempunyai pengaruh yang kuat dalam analisis wacana,
penganalisis harus memperluas visinya dari ko-teks menjadi konteks yaitu
keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi produksi
bahasa. Dengan mengikuti pendapat Halliday & Hasan (1985:12-20), konteks
yang secara harfiah diartikan sebagai something accompanying text, yaitu sesuatu
yang inheren dan hadir bersama teks.

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Konteks diungkapkan melalui karakterisasi bahasa yang digunakan
penutur. Aspek konteks mengacu pada segala latar belakang pengetahuan, situasi,
dan teks. Konteks sebagai pengetahuan berkaitan dengan kompetensi komunikasi
yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan
mewadai sebuah tuturan. Konteks sebagai situasi berkaitan dengan kompetensi
sosial, budaya, dan strategi; dan konteks sebagai teks berkaitan dengan
keberadaan unsur-unsur teks yang bisa dipisahkan, diartikan, dan dimaknai
sebagaimana pendapat Schiffrin (1994:66) dan Leech (1983:13-14).
Pemahaman konteks diarahkan pada pengertian sempit dan luas. Dalam
pengertian sempit, konteks mengacu pada faktor di luar teks. Sedang dalam
pengertian luas, konteks dapat didefinisikan sebagai pengetahuan yang relevan
dengan ciri dunia dan ko-teks. Pengetahuan yang relevan dengan ciri dunia
berkaitan dengan situasi fisik, situasi sosial dan budaya, penanggap, skemata
mereka, dan teks lain (interteks)(Cook,1989:24).
Hymes (1973:3-4) menyatakan bahwa jika seseorang memerlukan teori
bahasa, maka ia perlu meneliti secara langsung penggunaan bahasa dalam konteks
situasi dan melihat dengan jelas pola-pola yang cocok untuk aktifitas ujar,
kepribadian, struktur sosial, religi, dan sebagainya yang masing-masing
merupakan abstraksi dari pemolaan aktifitas ujar ke dalam beberapa kerangka
acuan lain. Selanjutnya Hymes menyatakan bahwa sebuah bentuk linguistik yang
merupakan sebuah kode kebahasaan atau kejadian tutur itu sendiri tidak dapat
diletakkan sebagai sebuah kerangka acuan yang terbatas. Ia harus menempatkan
kejadian tutur itu dalam konteks komunikasi, jaringan kerja seseorang melihat
aktivitas komunikasi sebagai suatu keutuhan, serta melihat saluran’ channel’
dengan kode yang digunakan dalam tempat yang sesuai dengan anggota
masyarakat yang digambarkan.
Hymes membagi komponen konteks tuturan atas 16, yaitu: bentuk pesan,
isi pesan, setting, suasana, pembicara, pengirim, pendengar, penerima, tujuan
tuturan, nada atau cara bertutur, media transmisi, bentuk tuturan, norma interaksi,
norma interpretasi, dan jenis tuturan.

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Kartomihardjo (1988/1989:17) menyatakan bahwa wacana sebagai ujaran
dapat dipergunakan untuk menandai suatu unit yang lebih besar dari kalimat, dan
peran fungsional bahasa dalam interaksi sosial. Dengan demikian wacana sebagai
ujaran dipahami sebagai kumpulan unit struktur bahasa yang tidak dapat lepas
dari konteks penggunaan bahasa. Sebagaimana dinyatakan oleh Brown & Yule
(1986:1) bahwa analisis wacana tidak dapat dibatasi pada deskripsi bentuk
linguistik yang bebas dari tujuan dan fungsi yang dirancang untuk menggunakan
bentuk tersebut dalam urusan-urusan manusia. Hal tersebut dipertegas oleh
Wahab (1988) bahwa data analisis wacana itu bukan berupa kalimat tunggal yang
terlepas dari konteksnya. Konteks memegang peranan yang sangat penting dalam
analisis wacana.
Dalam pengertian wacana sebagai ujaran, kalimat tidak sekedar dipandang
sebagai sistem (langue) akan tetapi kalimat dipandang sebagai parole.
Sebagaimana dikatakan Hurford & Heasley (dalam Schiffrin, 1994:40) bahwa
kalimat bukan merupakan kejadian fisik maupun objek fisik. Kalimat disusun
secara abstrak yakni sebuah rangkaian kalimat yang diletakkan bersama-sama
dalam kaidah gramatikal sebuah bahasa. Sebuah kalimat dapat dipikir sebagai
tataan kata yang ideal di balik variasi realisasi dalam bentuk ujaran dan tulisan.
Wacana bukan sekedar merupakan deret linier dari fonem ke leksem, ke kalimat,
dan ke bentuk yang lebih besar dari kalimat, akan tetapi setiap unsur tersebut
merupakan struktur yang baru dan memerlukan deskripsi yang baru (Recoueur,
1996:8).
Diabaikannya konteks tuturan menyebabkan aliran struktural gagal
menjelaskan berbagai masalah kebahasaan. Halliday & Hasan (1985)
mengemukakan 3 ciri guna menafsirkan konteks sosial wacana yaitu lingkungan
terjadinya tuturan makna yang disebut dengan istilah (1) medan wacana (field of
discourse), (2) pelibat wacana (tenor of discourse), dan (3) sarana /organisasi
wacana (mode of discourse).
Medan wacana mengacu pada hal-hal yang terjadi, pada sifat tindakan
sosial yang sedang berlangsung, segala sesuatu yang sedang dilakukan para
pelibat/peserta yang didalamnya bahasa memegang peranan. Pelibat wacana

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
mengacu pada orang-orang, sifat, kedudukan, serta jenis hubungan peranan.
Sarana/organisasi wacana merupakan bagian yang diperankan oleh bahasa seperti
penyusunan simbol-simbol tekstual dan fungsinya dalam suatu konteks,
salurannya, mode retorikanya misalnya (membujuk, menjelaskan, mendidik, dan
sebagainya).
Selanjutnya Brown & Yule (1986) menyatakan bahwa dalam menganalisis
wacana harus menggunakan pendekatan pragmatika, yang salah satunya adalah
dengan mempertimbangkan konteks tempat terjadinya sebuah wacana. Beberapa
unsur bahasa yang paling jelas memerlukan informasi kontekstual adalah bentuk-
bentuk deiktis seperti di sini, sekarang, saya, kamu, ini, dan itu.
Stubbs (1983) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan analisis wacana
adalah kajian bahasa yang memberikan tekanan pada aspek sosiokultural. Analisis
wacana menekankan kajiannya terhadap penggunaan bahasa dalam konteks sosial,
khususnya dalam interaksi antar-penutur.
Kajian wacana didasarkan pada kenyataan bahwa pemakai bahasa tidak
berpegang pada kebenaran bentuk dan struktur semata, melainkan juga pada
kaidah-kaidah lain yang berlaku, yang berkaitan dengan pengetahuan pemakai
bahasa mengenai dunia. Pengetahuan pemakai bahasa tersebut meliputi
pengetahuan yang berhubungan dengan konteks. Melalui konteks tersebut, analis
wacana berusaha membuat pengertian dan melakukan interpretasi yang memadai
sebagaimana dimaksudkan oleh penutur. Usaha analis dalam menginterpretasi
hingga sampai pada kebenaran maksud merupakan kunci utama dalam analisis
wacana (Brwon & Yule, 1986).
Menurut Wahab (1990) para analis wacana memerlukan interpretasi untuk
dapat memahami maksud yang disampaikan oleh penutur, dengan menggunakan
prinsip-prinsip penafsiran yaitu prinsip interpretasi lokal (prinsip lokalitas), dan
prinsip analogi. Prinsip interpretasi lokal memberikan tuntunan kepada partisipan
tutur/analis wacana untuk tidak menciptakan konteks yang lebih luas dari yang
diperlukan agar diperoleh suatu interpretasi yang sangat mendekati maksud
aslinya. Prinsip ini sangat tergantung pada kemampuan analis wacana dalam

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
menggunakan dunia luas dari pengalaman masa lampau yang telah dimilikinya
untuk menginterpretasikan gaya bahasa yang dijumpainya.
Adapun prinsip analogi didasarkan pada pengalaman masa lampau yang
relevan. Dalam prinsip analogi segala sesuatu diasumsikan seperti dalam keadaan
sebelumnya, kecuali jika analis mendapatkan informasi bahwa beberapa aspek
telah berubah. Dengan demikian pemahaman terhadap wacana didasarkan pada
pengetahuan pribadi analis wacana berkaitan dengan maksud yang dituturkan,
terhadap pribadi dan prilaku penutur, serta terhadap konteks-konteks yang
melatarbelakangi munculnya tuturan tersebut.
Menurut  Filmore (1981),
dalamsetiappercakapanselaludigunakantingkatan-tingkatankomunikasi yang
implisitataupraanggapandaneksplisitdanilokusi. Sebagaicontoh,
ujarandapatdinilaitidakrelevanatausalahbukanhanyadilihatdarisegicarapengungkap
anperistiwa yang salahpendeskripsiannya,
tetapijugapadacaramembuatperanggapan yang salah.
MenurutLeec (1981:288) praangaapansebagaisuatudasarkelancaranwacana
yang komunikatif.
Pernyataandarisuatupraanggapanakanmenjadipraanggapanbagiujaranselanjutnya.
SebagaimanadicontohkanolehRachmawati (2013)
berikut.Untukmenariksebuahpraanggapandarisebuahpernyataan(ujaran) yang
perlukitaperhatikanadalahsesuatu yang
dijadikanolehsipenutursebagaidasarpenuturnya.contoh:
a.       Kami tidakjadiberangkat.
b.      Mobil kami rusak.
-          Praanggapan (a) kata tidakjadiberangkatadalahseharusnya kami
berangkat.
-          Praanggapan (b) bahwamempunyaimobil.
-          Jadi, peranggapankeduakalimat (a) dan (b) adalah:
a.       Kami seharusnyaberangkat.
b.      Kami mempunyaimobil.

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
peranankontekssangatpentingdalamanalisiswacana.
Keduacontohberikutinimemperjelasperanankonteksdalampenggunaanbahasa.Kata
"pintar" mengandungmakna yang
berbedabahkanbertolakbelakangpadakeduacontoh di bawahini.
Contoh1 :
a. Penuturseorangbapak, pendengarnyaistrinya. Tempat di rumahmereka.
Merekamendengarkananakmereka yang
masihberumurduasetengahtahunmenyanyikanlagu Bintangkecil denganlancar.
Bapaktersebutberkata : "Pintaryadia".
b. Penuturseorangibu. Pendengarnyasuaminya.
Ibumenyuruhanakperempuannyamemasakteloruntukmakanmalam. Si
anakmemasaktelordenganmelamunsehinggatelornyajadihangus.
Ibutadilaluberkata: "Pintaryadia".
Unsur-unsurdarikalimattersebutsecaragramatikasamabenar. Akan
tetapiterdapatperbedaanmakna, yaitupada kata Pintaryadia (a)
bermaknasebenarnya, yaituanak yang memangpintar, sedangkan kata Pintaryadia
(b) bermaknasebaliknyayaitutidakpintar.
Peranankontekssangatpentingdalamanalisiswacana.Keduacontohberikutini
memperjelasperanankonteksdalampenggunaanbahasa.Kata "pintar"
mengandungmakna yang berbedabahkanbertolakbelakangpadakeduacontoh di
bawahini (Kristiono, 2014).
Contoh1 :
a. Penuturseorangbapak, pendengarnyaistrinya. Tempat di rumahmereka.
Merekamendengarkananakmereka yang
masihberumurduasetengahtahunmenyanyikanlagu Bintangkecil denganlan
car. Bapaktersebutberkata : "Pintaryadia".
b. Penuturseorangibu. Pendengarnyasuaminya.
Ibumenyuruhanakperempuannyamemasakteloruntukmakanmalam. Si
anakmemasaktelordenganmelamunsehinggatelornyajadihangus.
Ibutadilaluberkata: "Pintaryadia".

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Unsur-unsurdarikalimattersebutsecaragramatikasamabenar. Akan
tetapiterdapatperbedaanmakna, yaitupada kata Pintaryadia (a)
bermaknasebenarnya, yaituanak yang memangpintar, sedangkan kata Pintaryadia
(b) bermaknasebaliknyayaitutidakpintar.

Simpulan
Dalammenafsirkansuatukalimatpadawacanaseoranganaliswacanaselaludib
atasipenafsirannyapadatekssebelumnya yang disebutko-
teks.Setiapteksmenciptakanko-
teksnyasendiri.Koteksmempunyaikekuataanuntukmenafsirkanwacana,
bahkanjugauntukteks yang tidakmempunyaiinformasimengenaitempatdanwaktu,
penutur, danpenerimatuturan.Ko-
teksdapatberfungsiuntukmerekonstruksikansekurang-
kurangnyabagiantertentudarikonteksfisiknyadankemudiansampaipadasuatutafsiran
mengenaiteksnya.Selain aspek koteks, dalam menganalisis wacana harus
menggunakan pendekatan pragmatika, yang salah satunya adalah dengan
mempertimbangkan konteks tempat terjadinya sebuah wacana. Konteks yang
melatari suatu teks dibedakan atas konteks situasi, dan konteks kultural. Konteks
situasi merupakan keseluruhan/totalitas lingkungan terdekat teks baik verbal
maupun nonverbal. Sedang konteks kultural merupakan keseluruhan latar
belakang sistem kultural (budaya, sosial, dan artefak) sebagai pengetahuan
bersama, pra-anggapan bersama, atau pengetahuan ensiklopedi partisipan suatu
teks/wacana.

DAFTAR RUJUKAN
Brown, G. & Yule, G. 1986. Discourse Analisys. Cambridge: Cambridge
University Press.
Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Fridiyanto. 2016. Analisis Wacana Kritis.
https://www.academia.edu/9052491/Analisis_Wacana_Kritis.
(Online).Diaksestanggal 2 februari 2016.
Halliday, M.A.K. 1978. Language as Social Semiotics. London: University Park
Press.
Halliday, M.A.K. Hasan R. 1985. Language, Context, and Text: Aspect of
Language in A Social Semaiotic Perspective. London: Oxford University
Press.
Hymes, D. 1973. Foundations in Sociolinguistics: An Ethnographic Approach.
Philadelphia: University of Pennsylvania Press.
Kartomihardjo, S. 1988/1989. Bentuk Bahasa Penolakan Bahasa Indonesia.
Malang: Penyelenggaraan Pendidikan Pascasarjana Proyek Peningkatan/
Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Kristiono, Arif Dian, dkk. 2014. AnalisisWacana“
KonteksWacana”.TugasMatakuliahAnalisiswacana. Surabaya:
UniversitasMuhammadiyah Surabaya.
Leech, G. 1983. Prinsip-Prinsip Pragmatik. Terjemahan oleh: M.D.D. Oka. I.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Levinson, S.C. 1983. Pragmatics. Cambridge: Cambridge University Press.
Mey, Jacob L. 1993. Pragmatics an Introduction. Oxford: Blackwell Publishers.

Rachmawati, Rina. 2013. Pengertian Dan Jenis-Jenis Konteks


Wacana.http://wacanagrup.blogspot.co.id/2013/03/pembahasan-materi-kelompok-
3-konteks.html

Recoueur, P. & P. Recoueur. 1996. Teori Penafsiran Wacana dan Makna


Tambah. Terjemahan Hani’ah. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa.
Revita, Ike. 2010. Konsep-
KonsepDasarDalamAnalisisWacana.http://repository.unand.ac.id/2385/
Schiffrin, D. 1994. Approaches to Discourse. USA: Blackwell Publisher.
Stubbs, M. 1983. Discourse Analysis. Chicago: The University of Chicago Press.
 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri
Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia
Syuja’i, Achmad.2016. Pengertian Pragmatik.
Https://www.academia.edu/11647399/Pengertian_Pragmatik (online)
diakses tanggal 2 Februari 2016.
Wahab, Abdul. 1988. Linguistik: dari Pra-Sokrates ke Pragmatik. Malang:
Penyelenggaraan Pendidikan Pascasarjana Proyek Peningkatan/
Pengembangan Perguruan Tinggi IKIP Malang.
Wahab, Abdul. 1990. Butir-Butir Linguistik. Surabaya: Airlangga University
Press.
Wirth, Jessica R. 1984. Assessing Linguistic Arguments. New York: John Wiley
and Sons.

 Dr. Nurhidayati, M.PdadalahdosenFakultasSastraUniversitasNegeri


Malang, Kota Malang. PropinsiJawaTimur- Indonesia

Anda mungkin juga menyukai