Anda di halaman 1dari 27

PENYUSUNAN TES, TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR,

DAN TABEL SPESIFIKASI

DISUSUN OLEH :
Ramadita Ariyana (1710202035)
Zarona Widia Ningsih (1710202046)
Agung Priyono (1720202049)
Alia Rahmi (1720202053)
Eka Amelia (1720202067)

DOSEN PENGAMPU : Dr. Drs. KAROMA, M.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TRABIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirad Allah SWT atas berkat rahmat
karuniaNya kami kelompok 4 dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Sholawat
berserta salam kita hanturkan kepada nabi kita Nabi Muhammad SAW semoga
kita mendapatkan syafaat beliau di hari kiamat nanti. Aamiin
Kami segenap anggota kelompok 4 mengucapkan terima kasih kepada dosen
mata kuliah ini yang telah membimbing kami dalam melengkapi makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya. Penulis menyadari
bahwa materi yang disajikan dalam makalah ini masih belum sempurna dan
mempunyai banyak kekurangan. Tak ada yang sempurna di dunia ini dan
kesempurnaan hanyalah milik Allah. Begitu juga dengan kekurangan yang ada
dalam makalah ini, makalah ini belum bisa sempurna tanpa adanya kritik dari para
pembaca dan saran yang membangun dan bisa membantu kami untuk
menyempurnakannya
Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini baik berupa moril maupun materil. Selama
proses penulisan makalah ini penulis banyak menirima masukan, motivasi, dan
bantuan pikiran dari berbagai pihak-pihak, semoga Allah SWT membalas semua
kebaikan dengan kebaikan yang berlipat ganda. Aamiin

Penyusun

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam penelitian pendidikan khususnya penelitian kuantitatif dikenal dengan
nama variabel, misalnya variabel laten, variabel manifes dan sebagainya. Variabel
inilah yang pada umumnya ingin diketahui karakteristik yang dimilikinya,
misalnya rata-rata, median, modus, standar deviasi dan lain-lain.
Untuk mengukur suatu variabel diperlukan alat ukur yang biasa disebut
instrumen. Djaali menyatakan bahwa secara umum yang dimaksud dengan
instrumen adalah suatu alat yang karena memenuhi persyaratan akademis maka
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengukur suatu obyek ukur atau
mengumpulkan data mengenai suatu variabel.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pada dasarnya instrumen dapat dibagi menjadi
dua macam, yakni tes dan non-tes. Yang termasuk kelompok tes, misalnya tes
prestasi belajar, tes inteligensi, tes bakat; sedangkan yang termasuk non-tes
misalnya pedoman wawancara, angket atau kuesioner, lembar observasi, daftar
cocok (check list), skala sikap, skala penilaian, dan sebagainya. Dalam hal
pengukuran, Weitzenhoffer menyatakan bahwa pengukuran sebagai suatu operasi
yang dilakukan terhadap alam fisik oleh pengamat. Misalnya, ingin mengukur
hasil belajar, intelegensi, sikap, motivasi berprestasi, dan sebagainya. Sekarang
muncul suatu pertanyaan, yaitu apakah suatu alat ukur benar-benar mengukur apa
yang hendak dan seharusnya diukur serta sejauh mana alat ukur tersebut dapat
diandalkan dan berguna, sebenarnya menunjuk pada dua hal yang pokok, yaitu
validitas dan reliabilitas.
Nurkancana menyatakan bahwa suatu alat pengukur dapat dikatakan alat
pengukur yang valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang
hendak diukur secara tepat. Dalam hal validitas dan reliabilitas, tentunya
dipengaruhi oleh (1) instrumen, (2) subjek yang diukur, dan (3) petugas yang
melakukan pengukuran. Dalam hal pengukuran, khususnya dalam pendidikan
tentunya yang terpenting adalah informasi hasil ukur yang benar. Sebab dengan

2
hasil ukur yang tidak atau kurang tepat maka akan memberikan informasi yang
tidak benar, sehingga kesimpulan yang diambil juga tidak benar.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyusunan tes?
2. Apa itu tes tertulis untuk prestasi belajar?
3. Apa itu tabel spesifikasi?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tata cara penyusunan tes.
2. Untuk mengetahui bentuk tes tertulis untuk prestasi belajar.
3. Untuk mengetahui hal tentang tabel spesifiakasi.

3
BAB II

A. Penyusunan Tes
1. Fungsi tes
Setiap kali akan memberikan tes, kebanyakan guru selalu bertanya
kepada dirinya senidiri, untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan
tersebut guru harus selalu ingat akan fungsi tes. Sehubungan dengan hal-hal
ini pada waktu penyusunan tes, maka fungsi tes dapat ditinjau dari 3 hal :
Fungsi tes untuk kelas :
a. Mengadakan diagnose terhadap kesulitan belajar siswa.
b. Mengevaluasi celah antara bakat dengan pencapaian.
c. Menaikkan tingkat prestasi
d. Mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode kelompok
e. Merencanakan kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa secara
perseorangan
f. Menentukan siswa yang memerlukan bimbingan khusus.
g. Menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
Fungsi tes untuk bimbingan :
a. Menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak
mereka.
b. Membantu siswa dalam menentukan pilihan.
c. Membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan.
d. Memberi kesempatan pada pembimbing, guru dan orangtua wali
dalam memahami kesulitan anak.
Fungsi tes untuk administrasi :
a. Memberi petunjuk pada pengelompokkan siswa.
b. Penempatan siswa baru.
c. Membantu siswa memilih kelompok.
d. Menilai kurikulum.
e. Memperluas hubungan masyarakat (Public relation).
f. Menyediakan informasi untuk badan-badan lain di luar sekolah.

4
Selain fungsi-fungsi tes ini, hal lain yang harus diingat adalah :
a. Hubungan dengan penggunaan.
Diatas telah disajikan sederet fungsi tes,waktu menyusun tes harus
selalu diingat, fungsi mana yang saat itu dipentingkan karena fungsi
yang berbeda akan menentukan bentuk/isi tes yang berbeda pula.
b. Komprehensif.
Sebuah tes sebaiknya mencakup suatu kebulatan, artinya meliputi
berbagai aspek yang dapat menggambarkan keadaan siswa secara
keseluruhan (Kecerdasan, sikap, pribafi, perasaan, sosial, dsb). Hal ini
dapat dicapai apabila tes itu merupakan rangkaian tes misalnya dari kelas
I sampai kelad VI.
c. Kontinu.
Sebaiknya tes disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan
kelanjutan dari awal anak memasukki suatu sekolah sampai dengan
terakhir. Dengan demikian akan diketahui perkembangan anak itu tidak
dengan terputus.

2. Langkah – langkah dalam penyusunan tes


Tentu saja setiap guru akan dengan mudah mengatakan pelajaran mana
yang akan dicakup dalam sebuah tes jika sudah diketahui tujuannya
urutanlangkah yang dilakukan adalah:
a. Menentukan tujuan mengadakan tes.
b. Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan di tes kan.
c. Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan.
d. Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat pula
aspek tingkah laku terkandung dalam TIK itu.
Kecendrungan yang ada pada guru-guru beberapa waktu yang lalu,
pengukuran ranah kognitif hanya ditekankan pada 3 aspek yang pertama,
yaitu ingatan, pemahaman dan aplikasi. Akan tetapi dalam EBTANAS dan

5
SIPENMARU aspek-aspek yang lain juga sudah diukur sejalan dengan
bentuk itemnya. Penyusunan item yang paling mudah dilakukan adalah
pengukuran aspek ingatan. Untuk aspek-aspek lainnya, walaupun dikehendaki
dan diusahakan masuk kedalam kategori pemahaman dan aplikasi setelah
diperiksa kemungkinan besar juga masih bersifat ingatan. Itulah sebabnya
dalam tulisan ini akan dikemukakan cara – cara item mengenai setiap aspek
beserta contohnya.
1) Soal Ingatan
Hampir tidak ada kesulitan bagi para guru untuk membuat item
mengenai ingatan, baik bagi soal bentuk uraian maupun obyektif.
Pertanyaan ingatan adalah pertanyaan yang jawabannya dapat dicari
dengan mudah pada catatan atau buku. Pertanyaan ingatan biasanya
dimulai dengan kata-kata mendefinisikan, mendeskripsikan,
mengidentifikasikan, mendaftar, menjodohkan, menyebutkan,
menyatakan, mereproduksir. Pertanyaan ingatan biasa digunakan untuk
mengukur penguasaan materi yang berupa fakta, istilah, definisi,
klasifikasi atau kategori, urutan maupun kriteria.
2) Soal Pemahaman
Apabila soal ingatan dapat dijawab dengan melihat buku atau
catatan, tidaklah demikian untuk soal pemahaman. Untuk menjawab
pertanyaan pemahaman siswa dituntut :
a) Hafal sesuatu pengertian kemudian menjelaskan dengan kalimat
sendiri. Atau siswa memahami dua pengertian atau lebih. Jadi,
dalam menjawab pertanyaan pemahaman siswa selain harus
mengingat juga berpikir. Oleh karena itu pertanyaan
pemahaman lebih tinggi daripada ingatan.
b) Pertanyaan pemahaman biasanya menggunakan kata-kata
perbuatan, perbandingan, menduga, menggeneralisasikan,
memberikan, contoh, menuliskan kembali, memperkirakan.
3) Soal Aplikasi

6
Soal aplikasi adalah soal yang mengukur kemampuan siswa dalam
mengaplikasikan (mengetrapkan) pengetahuannya untuk memecahkan
masalah-masalah sehari-hari atau persoalan yang dikemukakan oleh
pembuat soal. Soal aplikasi selalu dimulai dengan kasus atau persoalan
yang dikarang oleh penyusun soal, bukan keterangan yang terdapat
dalam buku atau pelajaran yang dicatat. Kata-kata yang digunakan dalam
soal aplikasi atau kemampuan yang dituntut antara lain: mengubah,
menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan,
memodifikasikan, menghubungkan, menunjukkan, menggunakan.
4) Soal Analisis
Soal analisis adalah soal yang menuntut kemampuan siswa untuk
menganalisis atau menguraikan sesuatu persoalan untuk diketahui
bagian-bagiannya. Dalam hirarki taksonomi analisis lebih tinggi dari
aplikasi. Oleh karena itu soal analisis harus dimulai dengan kasus yang
dikarang sendiri oleh guru, bukan mengambil uraian dari buku atau
catatan pelajaran.
5) Soal sintesis
Sebagai kebalikan kemampuan untuk menganalisis adalah
kemampuan untuk mengadakan sintesis. Oleh karena itu soal sintesis
juga harus dimulai dengan suatu kasus. Berdasarkan penelaahan atas
penelaahan kasus tersebut siswa diminta untuk mengadakan sintesis yaitu
menyimpulkan, mengkategorikan, mengkombinasikan, menghubungkan,
menuliskan kembali, membuat rencana, menyusun, menciptakan.
6) Soal evaluasi
Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan dengan menilai,
mengambil kesimpulan, membandingkan, mempertentangkan,
mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan,
menafsirkan. Soal evaluasi selalu didahului dengan kasus yang ditelaah
oleh siswa dengan teropong hukum, dalil, prinsip, kemudian mereka
mengadakan penilaian baik atau tidak didasarkan atas benar/salah.

7
Misalnya tentang pembangunan bendungan, maka yang diceritakan
tentang letak, kemiringan, daerah yang dikorbankan dsb. Siswa menilai
tindakan pembangunan bendungan mungkin berdasarkan pertimbangan
sosial, ekonomi, politik, dsb.
3. Komponen – komponen tes
Komponen atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas :
a. Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal
yang harus dikerjakan oleh siswa
b. Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang diadakan oleh penilaian
bagi tester untuk mengerjakan tes.
c. Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehandaki.
Kunci jawabanini dapat berupa huruf-huruf yang dikehendaki atau
kata/kalimat.
d. Pedoman penilaian, berisi keterangan perperincian tentang skor atau
angka yang diberikan kepada siswa bagi soal-soal yang telah
dikerjakan.

B. Tes Tertulis Untuk Prestasi Belajar


1. Bentuk-bentuk tes
Telah dibicarakan sebelum ini bahwa di sekolah seringkali digunakan tes
buatan guru (bukan standarized test). Ini disebut tes buatan guru (teacher
made test). Tes yang dibuat oleh guru ini terutama menilai kemajuan siswa
dalam hal pencapainan hal yang dipelajari. Dalam hal ini kita bedakan atas
dua bentuk tes yaitu :
a. Tes subyektif, yang pada umumnya berbentuk essay (uraian). Tes
bentuk essay adalah sejenis tes kemajuan belajar yang memerlukan
jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata seperti :
Uraian, jelaskan, mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan dsb.
1) Kelebihannya :
a) Mudah disiapkan dan disusun.

8
b) Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi
atau untung-untungan.
c) Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat
serta menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus.
d) Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan
maksudanya dengan gaya bahasa dan cara sendiri.
e) Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu
masalah yang diteskan.
2) Kelemahannya :
a) Kadar validitas dan realibilitas rendah karena sukar
diketahui segi-segi mana dari pengetahuan siswa yang
betul-betul telah dikuasai.
b) Kurang representatif dalam hal mewakili seluruh scope
bahan pelajaran yang akan di tes karena soalnya hanya
beberapa saja (terbatas).
c) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur
subyektif.
d) Pemeriksaannya lebih sulit sebab membutuhkan
pertimbangan individual lebih banyak dari penilai.
e) Waktu untuk koreksinya lama dan tidak dapat diwakilkan
kepada orang lain.
3) Petunjuk penyusunannya :
a) Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari
bahan yang diteskan, dan kalau mungkin disusun soal yang
sifatnya komprehensif
b) Hendaknya soal tidak mengambil kalimat-kalimat yang
disalin langsung dari buku atau catatan.
c) Pada waktu menyusun soal-soal itu sudah dilengkapi
dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
d) Hendaknya diusahakan agar pertanyaannya bervariasi.

9
e) Hendaknya rumusan soal dibuat sedemikian rupa sehingga
mudah dipahami oleh tercoba
f) Hendaknya ditegaskan model jawaban apa yang
dikehendaki oleh penyusun tes. Untuk ini pertanyaan tidak
boleh terlalu umum, tetapi harus spesifik.
b. Tes obyektif, adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat
dilakukan secara obyektif. Hal ini memang dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan dari tes bentuk essay.
1) Kelebihannya :
a) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya
lebih represehentif mewakili isi dan luas bahan, lebih
obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur
subyektif.
b) Lebih mudah dan cepat cara memeriksannya karena dapat
menggunakan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan
teknologi.
c) Pemeriksaanya dapat diarahkan orang lain.
d) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subyektifnya yang
mempengaruhi.
2) Kelemahannya :
a) Persiapan untuk menyusunnya jauh lebih sulit daripada tes
essay karena soalnya banyak dan harus teliti untuk
menghindari kelemahan-kelemahan yang lain.
b) Soal-soalnya cenderung untuk mengungkapkan ingatan dan
daya pengenalan kembali saja dan sukar untuk mengukur
proses mental yang tinggi.
c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan.
d) Kerjasama antar siswa pada waktu tes lebih terbuka.

2. Macam- macam tes obyektif

10
a. Tes benar-salah, soal-soalnya berupa pernyataan-pernyataan
(statements). Statement tersebut ada yang benar dan ada yang salah.
Orang yang ditanya bertugas untuk menandai masing-masing
pernyataan itu dengan melingkari huruf B jika pertanyaan itu betul
dan S jika pernyataannya salah.
Bentuk benar salah ada 2 macam ( diliat dari segi mengerjakan/
menjawab soal), yakni Dengan pembetulan (with correction/ yaitu siswa
diminta membetulkan bila ia memilih jawaban yang salah) dan Tanpa
pembetulan ( without correction/ yaitu siswa harus diminta melingkari
huruf B atau S tanpa memberikan jawaban betul).
1) Kelebihan tes benar salah:
a) Dapat mencakup bahan yang luas dan tidak banyak
memakan tempat karena biasnya pertanyaannya singkat
saja.
b) Mudah menyusunnya
c) Dapat dipergunakan berkali-kali
d) Dapat dilihat secara cepat dan obyektif
e) Petunjuk cara mengerjakannya mudah dimengerti
2) Kelemahannya :
a) Seing membingungkan
b) Mudah ditebak/diduga
c) Banyak masalah yang tidak dapat dinyatakan hanya dengan
dua kemungkinan
d) Hanya dapat mengungkapa daya ingatan dan pengenalan
kembali
3) Petunjuk penyusunannya :
a) Tulislah huruf B-S pada permulaan masing-masing item
dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan
menilai.
b) Usahakan agar jumlah butir soal yang harus dijawab B
sama dengan butir soal yang harus dijawab S.

11
c) Hindari item yang masih diperdebatkan
d) Hindarilah pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku
e) Hindarilah kata-kata yang menunjukkan kecendrungan
memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item yang
bersangkutan.
4) Cara mengolah skor :
Rumusan mencari skor akhir benar salah ada 2 macam yaitu :
a) Dengan denda

S = R-W

R = right (jawaban yang benar)


W = wrong (jawaban yang salah)
b) Tanpa denda
Rumus : S = R
Yang dihitung hanya yang betul saja.
b. Tes pilihan ganda, terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap dan untuk
melengkapinya harus memilih satu dari beberpa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan.
1) Penggunaan tes plihan ganda
a) Pilihan ganda biasa
b) Hubungan antar hal (pernyataan-sebab-pernyataan)
c) Kasus ( dapat muncul dalam berbagai bentuk)
d) Asosiasi
2) Cara memilih jawaban yang dapat dilakukan dengan jalan :
a) Mencoret kemungkinan jawaban yang tidak benar.
b) Memberi garis bawah pada jawaban yang benar (dianggap
benar)
c) Melingkari atau memberi tanda kurung pada huruf di depan
jawaban yang dianggap benar

12
d) Membutuhkan tanda kali (X) atau tambah (+) di dalam
kotak atau tanda kurung di depan jawaban
e) Menuliskan jawaban pada tempat yang telah disediakan
3) Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tes pilihan ganda
a) Instruksi pekerjaanya harus jelas
b) Dalam pilihan ganda hanya ada satu jawaban yang benar
c) Kalimat pokoknya hendaknya mencakup dan sesuai dengan
rangkaian manapun yang dapat dipilih
d) Kalimat pada tiap butir soal hendaknya sesingkat mungkin
e) Usahakan menghindari penggunaan bentuk negatif dalam
kalimat pokoknya
f) Kalimat dalam setiap butir soal hendaknya tidak tergantung
pada butir-butir soal lain
4) Cara mengolah skor
a) Dengan denda
Rumus : S=R- th

S= skor yang diperoleh


R = jawaban yang betul
W = jawaban yang salah
O = banyaknya option
I = bilangan tetap
b) Tanpa denda
Rumus : S = R
c. Menjodohkan, matching tes atau menjodohkan dapat diganti
dengan istilah mempersandingkan, mencocokkan, memasangkan
atau menjodohkan. Matching test terdiri dari satu seri pertanyaan
dan satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaannya mempunyai
jawaban yang tercantum dalm seri jawaban. Tugas murid ialah
mencari dan menempatkan jawaban-jawaban sehingga sesuai
dengan pertanyaannya.

13
1) Petunjuk penyusunannya
a) Seri pertanyaannya dalam matching test hendaknya tidak
lebih dari sepuluh soal tes sebab pertanyaannya yang
banyak itu akan membingungkan murid
b) Jumlah jawaban yang harus dipilih, harus lebih banyak
daripada jumlah soalnya. Dengan demikian murid
dihadapkan kepada banyak pilihan
c) Antara item-item yang tergabung dalam satu tes harus
merupakan pengertian-pengertian yang benar-benar
homogen
2) Cara mengolah skor
Rumus : S = R
d. Tes isian, disebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan,
atau tes melengkapi. Terdiri atas kalimat-kalimat yang ada
bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang
harus diisi oleh murid ini adalah merupakan pengertian yang kita
minta dari murid.
1) Petunjuk penyusunnanya
a) Perlu selalu diingat bahwa kita tidak dapat merencanakan
lebih dari satu jawaban yang kelihatan logis.
b) Jangan mengutip kalimat/pernyataan yang tertera pada
buku/catatan
c) Diusahakan semua tempat kosong hendaknya sama
panjang
d) Diusahakan hendaknya setiap pernyataan jangan
mempunyai lebih dari satu tempat kosong
e) Jangan mulai dengan tempat kosong
2) Bagaimanakah digunakan tes subyektif?
Tes bentuk essay digunakan apabila :
a) Kelompok yang akan tes kecil, dan tes itu tidak akan
digunakan berulang-ulang

14
b) Tester (guru) ingin menggunakan berbagai cara untuk
mengetahui kemampuan siswa dalam bentuk tertulis
c) Guru ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap siswa
daripada hasil yang telah dicapai
d) Memiliki waktu yang cukup banyak untuk menyusun tes
3) Bagaimanakah digunakan tes obyektif?
a) Kelompok yang akan di tes besar dan tesnya akan
digunakan lagi berkali-kali
b) Skor yang diperoleh diperkirakan akan dapat dipercayai
(mempunyai reliabilitas yang tinggi)
c) Guru lebih mampu menyusun tes bentuk obyektif daripada
tes bentuk essay (uraian)
d) Hanya mempunyai waktu sedikit untuk dikoreksi
dibandingkan dengan waktu yang digunakan untuk
menyusun tes

3. Pengukuran Ranah Afektif


Di dalam petunjuk Pelaksanaan Penilaian Pendidikan Sejarah Perjuangan
Bangsa (PSPB) disebutkan bahwa penilaian ranah kognitif bertujuan
mengukur pengembangan penalaran, sedangkan tujuan penilaian afektif
adalah :
a. Untuk mendapatkan umpan balik (feedback) baik bagi guru maupun
siswa sebagai dasar untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan
mengadakan program perbaikan (remedial program) bagi anak
didiknya.
b. Untuk mengetahui tingkat perubahan tingkah laku anak didik yang
dicapai yang antara lain diperlukan sebagai bahan bagi : perbaikan
tingkah laku anak didik, pemberian laporan kepada orang tua, dan
penentuan lulus tidaknya anak didik.

15
c. Untuk menempatkan anak didik dalam situasi belajar mengajar yang
tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan kemampuan serta
karakteristik anak didik.
d. Untuk mengenal latar belakang kegiatan dan kelainan tingkah laku
anak didik. (Depdikbud, 1983 : 2)
Sehubungan dengan tujuan penilaiannya ini maka yang menjadi sasaran
penilaiian kawasan afektif adalah perilaku anak didik, bukan
pengetahuannya. Sebagai contoh, siswa bukan dituntut untuk mengetahui
sebab-sebab dibentuknya BPUPKI, tetapi bagaimana sikapnya terhadap
pembentukan BPUPKI tersebut.
Pertanyaan afektif tidak menuntut jawab, benar atau salah, tetapi
jawaban yang khusus tentang dirinya mengenai minat, sikap dan nilai. (oleh
Cronbach dibedakan antara “maximum performance” dengan “typical
performance” attitude. (Cronbach, 1970).
Pertanyaan SS S TS STS BL
Bangsa Indonesia dijajah oleh Belanda kurang lebih tiga
setengah abad, karena kurangnya persatuan.
Keterangan :
SS : Sangat setuju, S : Setuju, TS : Tidak setuju, STS : Sangat tidak setuju,
BL : Blangko
Pertanyaan ini bukan mengukur sikap tetapi pengetahuan. Mengapa ?
Sebab apabila anak mengisi TS dapat diketahui bahwa ia tidak tahu bahwa
bangsa Indonesia dijajah tiga setengah abad atau karena kurangnya
pengetahuan. Setuju/ tidak setuju menunjukkan : benar/ salah.
Sebelum melakukan penilaian terhadap aspek afektif, sama halnya
dengan mengukur aspek kognitif, guru diharapkan mendaftar materi yang
dicakup dihubungkan dengan TIU dan TIK-nya. Sebagai pengganti TIU
adalah yang disebut sebagai nilai dasar. Di dalam PSPB nilai-nilai dasar
yang dimaksud adalah hasil jabaran dari konsep yang tercantum dalam
GBHN 1983, yang kemudian dituangkan menjadi dasar kebijaksanaan pokok

16
tentang PSPB (Depdikbud, 1983, hlm 6). Selanjutnya nilai dasar tersebut
diuraikan kedalam nilai dan indikator.
a. Jenis-jenis skala sikap
Ada beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengatur
sikap, antara lain :
1) Skala Likert
Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti
oleh lima respons yang menunjukkan tingkatan. Misalnya seperti
yang telah dikutip :
Ss : sangat setuju
S : setuju
TB : Tidak Berpendapat
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
2) Skala Pilihan Ganda
Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda yaitu
suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif pendapat.
3) Skala Thurstone
Skala Thurstone merupakan skala mirip skala buatan Likert
karena merupakan suatu instrumen yang jawabannya menunjukkan
tingkatan.
4) Skala Guttman
Skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu
berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus
dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut
menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila responden
setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1. Selanjutnya
jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju
pernyataan nomor 1 dan 2.
5) Semantic Differential

17
Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini
mengukuur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi
yang ada di ukur dalam kategori : baik-tidak baik, kuat-lemah dan
cepat-lambat, atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna.
Dalam buku Osgood dikemukakan adanya 3 faktor untuk
menganalisis skalanya :
a) Evaluation (baik-buruk)
b) Potency (kuat-lemah)
c) Activity (cepat-lambat)
d) Familiarty (tambahan Nunnality)
Cara ini dapat digunakan untuk mengetahui minat atau
pendapat siswa mengenai sesuatu kegiatan atau topik dari suatu
mata pelajaran.
6) Pengukuran Minat
Di samping menggunakan skala serperti di atas, minat juga
dapat diukur dengan cara seperti berikut :
A. Mengunjungi perpustakaan :
SS S B AS TS STS
B. Sandiwara :
SS S B AS TS STS
Pilihan : senang, sampai dengan sangat tidak senang dapat
ditentukan sendiri seberapa suka. Boleh juga diteruskan
samapai 11 skala.

4. Pengukuran Ranah Psikomotorik


Pengukuran ranah psikomotorik dilakuakan terhadap hasil-hasil belajar
yang berupa penampilan. Namun demikian biasanya pengukuran ranah ini
disatukan atau dimulai dengan pengukuran ranah kognitif sekaligus.
Instrumen yang digunakan mengukur keterampilan biasanya berupa
matriks. Ke bawah menyatakan perperincian aspek (bagian keterampilan)
yang akan diukur, kekanan menunjukkan besarnya skor yang dapat dicapai.

18
C. Tabel Spesifikasi
1. Fungsi Tabel Spesifikasi
Tabel spesifikasi dapat disebut juga sebagai grid, kisi-kisi atau blue-print.
Ujudnya adalah sebuah tabel yang memuat tentang perperincian materi dan
tingkah laku beserta imbangan/ proporsi yang kehendaki oleh penilai. Tiap
kotak diisi dengan bilangan yang menunjukkan jumlah soal.
Dalam contoh hanya dicantumkan 3 buah aspek karena yang banyak
digunakan di sekolah sampai sekarang hanya 3 buah ini (Ingatan,
Pemahaman, Aplikasi). Hal ini tidak berarti bahwa pengungkapan aspek lain
tidak diseyogyakan.
Contoh :
Tabel spesifikasi
Aplikasi yang diungkap Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
Pokok materi (I) (P) (A)
Bagian I
Bagian II
Bagian n (terakhir)
Jumlah
Tabel spesifikasi mempunyai dua kolom baris, sehinggga nampak
hubungan antara materi dengan aspek yang tergambar dalam TIK.
Sebenarnya penyusunan tes bukan hanya mengingat hubungan antara dua hal
tersebut tetapi empat hal, yaiitu hubungan antara materi materi, TIK, kegiatan
belajar, dan evaluasi.
Dalam program satuan pelajaran yang dikembangkan oleh Pemantapan
Kerja Guru (PKG) dapat diketahui dengan jelas hubungan antara empat
komponen tersebut.urutannya adalah : TIK, materi, kegiatan belajar mengajar
dan evaluasi. Ini merupakan urutan yang benar.

2. Langkah-Langkah Pembuatan

19
Sebenarnya ada beberapa macam tabel spesifikasi. Macam tabel ini
ditentukan oleh bidang studi dan homogenitas materi yang akan di teskan.
Satu hal yang sama adalah bahwa langkah pertama yang harus diambil adalah
mendaftar pokok-pokok materi yang akan diteskan kemudian memberikan
imbangan bobot untuk masing-masing pokok-pokok materi.
Contoh :Akan membuat tes untuk evaluasi. Pokok-pokok materinya
adalah :

a. Pengertian (2)
b. Fungsi evaluasi (3)
c. Macam-macam cara evaluasi (5)
d. Persyaratan evaluasi (4)
Angka-angka yang tertera di dalam kurung yang dituliskan di belakang
pokok materi, menunjukkkan imbangan bobot untuk masing-masing pokok
materi. Penentuan imbangan bobot dilakukan oleh penyusun soal berdasarkan
atas luasnya materi atau kepentingannya untuk dites. Penentuan imbangan
dilakukan atas perkiraan saja. Pada waktu menuliskan angka tidak perlu
dihitung-hitung bahwa jumlahnya harus 10 karena semuanya akan diubah
menjadi angka dalam bentuk prosentasi.
Dari contoh di atas, maka pokok-pokok materi dapat di pindahkan ke
dalam tabel dan mengubah indeks menjadi prosentase. Inilah merupakan
langkah kedua dari pembuatan tabel spesifikasi.
Tabel spesifikasi untuk menyusun soal evaluasi.
Aspek yang diungkap
Pokok materi Ingatan pemahaman Aplikasi Jumlah
Peengertian evaluasi (14%) 7
Fungsi evaluasi (21%) 10
Macam-macam cara evaluasi (36%) 18
Persyaratan evaluasi (29%) 15
Jumlah 50 butir

20
soal
Setelah mencantumkan pokok-pokok materi yang akan diteskan beserta
presentasinya, langkah ketiga adalah memerinci banyaknya butir soal untuk
tiap-tiap pokok materi, dan angka ini dituliskan pada kolom paling kanan.
Caranya adalah membagi jumllah butir soal (di sini 50 buah) menjadi 4
bagian berdasarkan imbangan bobot yang tertera sebagai presentase.
Angka 50 ditentukan oleh guru berdasarkan oleh guru berdasarkan
alokasi waktu yang di sediakan dan bentuk soal yang akan diberikan. Dalam
contoh ini dimisalkan bahwa akan disusun tes berbentuk objektif dengan
jumlah 50 butir soal berbentuk pilihan ganda, karena waktu yand disediakan
adalah 75 menit. Sekali lagi di sini di perlukan kebijaksanaan guru untuk
mengira-ngirakan banyak nya butir soal agar tidak terlalu sedikit maupun
terlalu banyak.
Sebagai ancer-ancer waktu adalah bahwa sebuah soal tes objektif
membutuhkan waktu 1 menit untuk membaca dan menjawabnya sehingga
jika disediakan waktu 75 menit untuk tes, dapat disusun butir soal sejumlah :
- 50 buah bentuk obyektif (50 menit)
- 5 buah bentuk uraian (25 menit)
Jadi, banyaknya butir soal sangat ditentukan oleh :
1. Waktu yang tersedia.
2. Bentuk soal.
Sampai dengan langkah ketiga, cara yang dilalui sama bagi seluruh
bidang studi. Untuk langkah-langkah selanjutnya, terdapat langkah khusus,
tergantung dari homogenitas atau heterogenitas (keberagaman) materi yang
diteskan.
a. Untuk materi yang seragam
Yang dimaksud dengan “seragam” di sini adalah bahwa antara
ppokook materi yang satu dengan pokok materi yang lain mempunyai
kesamaan dalam imbangan aspek tingkah laku. Misalnya 50% untuk
ingatan, 30% untuk pemahaman dan 20% untuk aplikasi.
Contoh :

21
Tabel spesifikasi penyusunan tes Evaluasi
Aspek yang diukur Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
Pokok materi (50%) (30%) (20%) (100%)
Pengertian Evaluasi (14%) (A) (B) (C) 7
Fungsi Evaluasi (21%) (D) (E) (F) 10
Macam-macam cara Evaluasi (G) (H) (I) 18
(36%)
Persyaratan Evaluasi (29%) (K) (L) (M) 15
Jumlah 50
Untuk mengisi/ menentukan banyak butir soal untuk tiap sel dilajukan
demikian :
Sel A = 50
Untuk mengisi sel-sel yang lain, dilakukan dengan cara yang sama
dengan cara yang digunakan untuk menentukan sel A, sel B, sel C.
b. Untuk materi yang tidak seragam
Untuk membuat tabel spesifikasi pokok-pokok materi yang tidak
seragam, tidak perlu mencantumkan angka presentase imbangan
tingkahlaku di kepala kolom. Pemberian immbangan dilakukan tiap
pokok materi yang didasarkan atas banyaknya soal untuk pokok materi
itu dan imbangan yang dikehendaki oleh penilai menurut sifat pokok
materi yang bersangkutan.
Contoh :
Tabel spesifikasi untuk penyusunan tes Evaluasi
Aspek yang diukur
Pokok materi Ingatan Pemahaman Aplikasi Jumlah
(I) (P) (A)
Bab I (A) (B) (C)
25% 10
Bab II (D) (E) (F)
40% 16

22
Bab III (G) (H) (I)
35% 14
Jumlah 40

3. Tindak Lanjut Sesudah Penyususnan Tabel Spesifikasi


Dua langkah lagi sebagai tindak lanjut sesudah menyusun table
spesifikasi untuk memperoleh seperangkat soal tes. Dua langkah tersebut
adalah: menentukan bentuk soal, dan menuliskan soal-soal tes.
a. Menentukan bentuk soal.
Dalam pengalaman yang diperoleh sehari-hari dapat diketahui
adanya bermacam-macam bentuk soal tes, dengan kebaikan dan
keburukan masing-masing. Dengan keterangan tentang bagaimana cara
mengetahui keburukan dan kekurangan tiap bentuk, maka kita dapat
mengambil berbagai bentuk.
Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalammenentukan bentuk
soal yaitu:
1) Waktu yang tersedia
2) Sifat materi yang dites kan
Sebagai pertimbangan menentukan bentuk soal sehubungan dengan
waktu yang tersedia adalah bahwa soal bentuk betul atau salah
membutuhkan waktu yang lebih singkat daripada isian atau atau pilihan
ganda.
Sifat materi, sangat menentukan bentuk soal tes pula. Adakalanya
sifat pokok nateri tidak dapat diukur dengan soal bentuk pilihan ganda
karena sukar dicarikan akternatif yang hampir sama.
Materi yang berisi fakta-fakta, lebih mudah dibuatkan alat pengukur
bentuk pengisian singkat. Materi-materi yang dapat diukur dengan soal
bentuk pilihan ganda, apabila dibagungkan dapat diukur dengan soal
bentuk menjodohkan.
Sebelum kita menentukan bentuk soal tes, terlebi dahulu kita harus
sudah mengetahui berapa lama alokasi waktu yang disediakan untuk

23
mengerjakan tes. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam
menentukan alokasi waktu tes adalah:
1) Untuk tes formatif dari bahan disediakan dalam waktu 4-5 kali
pertemuan (‘a 45 menit) kira-kira memerlukan 15-20 menit,
sedangkan untuk pelajaran yang berlangsung selama 1 jam
pelajaran memerlukan waktu kira-kira5-10 menit.
2) Waktu yang digunakan untuk menyelesaikan soal bentuk
obyektif pilihan ganda kira-kira ½ - 1 menit untuk setiap butir
tes.
3) Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan soal bentuk uraian
tergantung dari beberapa lama siswa harus berpikir dan
menuiliskan jawaban.
Untuk menentukan bentuk soal ditinjau dari segi aspek berpikir
adalah sebagai berikut:
1) Mendapatkan fakta-fakta, istilah, definisi, yang terdapat dalam
seluruh materi yang diajarkan.
2) Mendapatkan setiap konsep ( pengertian ) yang tercakup dalam
seluruh materi.
3) Mencari hubungan antara dua atau beberapa konsep yang ada
4) Mempertentangkan konsep-konsep, menggeneralisasikan dan
menghubungkan konsep dengan masalah kehidupan sehari-hari.
5) Memilih hubungan antara beberapa konsep dalam pengetrapan
ke dalam permasalahan yang lebih luas.
Yang baru saja diterapkan adalah bentubentuk soal ditinjau dari
aspek yang diukur.
Untuk menentukan bentuk soal ditinjau dari segi konstruksi soal,
yaitu bentuk obyektif dan uraian, maka dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Memilih fakta-fakta tunggal seperti: tahun, nama, istilah.
2) Menghubungkan konsep-konsep yang berupa klasifikasi dan
diferensiasi ditentukan untuk membuat soal bentuk pilihan
ganda (multiple choice).

24
3) Memilih konsep-konsep yang agak kompleks sifatnya untuk
dijadikan soal bentuk uraian.
Dengan pertimbangan butir soal ditinjau dari aspek yang diukur dan
bentuknya, kita akan tahu bahwa antara keduanya terdapat perkaitan.
b. Menuliskan soal-soal tes.
Langkah terakhir dari penyususnan tes adalah menuliskan soal-soal
tes ( item writing). Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penulisan
soal-soal tes adalah:
1) Bahasanya harus sederhana dn mudah dipahami.
2) Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda atau
membingungkan.
3) Car memenggal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata
perlu diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.
4) Petunjuk mengerjakan.
Uji coba yang sesungguhnya dilakukan oleh para penyusun tes
terstandar sehingga kondisi bagi tes tersebut sudah diketahui dengan
pasti. Sebetulnya kondisi tes yang mengangkut keadaan siswa dan
suaana kelas, sudah dikenali oleh guru, terutama oleh guru yanjg
mengajar suatu tingkat kelas berturut-turut beberapa tahun.
Guru yang baik selalu akan meningkatkan mutu tes yang digunakan.
Oleh karena itu menyusun tes itu sukar maka mereka disarankan untuk
mengumpulkan soal-soal tesnya, dan disertai dengan catatan-catatan
mengenai butir-butie mana yang terlalu mudah, terlalu sukar, atau
membingungkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Syafri. 2004. Penilaian Otentik dalam Pembelajaran Kontektual Pada


Mata Pelajaran Geografi, Jurnal Pembelajaran Volume 27 Nomor 1.
Padang : Penerbit UNP.

Arikunto, Suharsimi. 1997. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi


Aksara.

BNSP dan Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Model Penilaian Berbasis


Kelas Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta.

Budimansyah. 2003. Portofolio Dalam Pengajaran Biologi. Bandung : PT


Remaja Rosdakarya.

Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa. 2005. Direktorat Jenral Manajemen


Pendidikan Dasar dan Menengah. Departemen Pendidikan Nasional.

26

Anda mungkin juga menyukai