Anda di halaman 1dari 12

Metode Very Low Frequency (VLF)

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Metode elektromagnetik ialah memanfaatkan nilai konduktivitas suatu medium untuk


mengukur respon bawah permukaan terhadap penjalaran gelombang elektromagnetik. Pada
metode ini dengan mengetahui keadaan struktur bawah permukaan tahanan jenis dengan cara
melakukan komponen pasif medan listrik dan medan magnet alam yang perubahannya
terhadap waktu. Pengambilan data lapangannya salah satunya menggunakan metode VLF
(Very Low Frequency) yang merupakan komponen mengukurnya memanfaatkan tilt angle α
yaitu sudut utama dalam polarisasi ellip dari horisontal, dan eliptisitas ε adalah perrbandingan
sumbu kecil terhadap sumbu besarnya. Pengukuran geofisika untuk pendugaan bawah
permukaan sangat bervariasi metode pengukurannya, metode pengukuran geofisika
didasarkan pada sifat kelistrikan bumi, sifat kemagnetan bumi, getaran bumi dan gelombang
elektromagnetik. Metode VLF-EM (Very Low Frequency Electromagnetics), yang
merupakan metode geofisika dekat permukaan dengan memanfaatkan target anomali
geofisika yang bersifat konduktif, misalnya lapisan batuan beku, patahan pada suatu sistem
pelapisan bumi (Fernando, 2006). Metode Very Low Frequency (VLF) merupakan salah satu
metode geofisika yang memanfaatkan komponen magnetik dari medan elektromagnet yang
ditimbulkan oleh pemancar gelombang radio berfrekuensi sangat rendah yaitu berkisar antara
15 – 30 kHz, frekuensi VLF apabila dibandingkan dengan frekuensi yang digunakan pada
eksplorasi geofisika termasuk dalam kelompok frekuensi rendah. Metode VLF-EM adalah
salah satu metode geofisika yang banyak digunakan dalam studi tentang lingkungan, studi
arkeologi, studi geoteknik, untuk mengidentifikasi sesar, dan sungai bawah tanah .

I.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang menjadi teori dasar metode geofisika VLF (Very Low Frequency)?
2. Apa saja instrument yang digunakan pada metode geofisika VLF (Very Low Frequency)?
3. Bagaimana dasar pengolahan data metode geofisika VLF (Very Low Frequency)?

I.2 Tujuan

1. mengetahui teori dasar metode VLF (Very Low Frequency).


2. mengetahui instrument yang digunakan pada metode VLF (Very Low Frequency).
3. memahami dasar bagaimana pengolahan data metode VLF (Very Low Frequency).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Teori Dasar.

Metode Very Low Frequency (VLF-EM) merupakan salah satu metode dalam eksplorasi
geofisika. Metode ini menggunakan prinsip induksi gelombang elektromagnetik akibat
adanya suatu benda yang konduktif di bawah permukaan bumi. Dalam penelitian ini dibahas
fenomena efek induksi elektromagnetik akibat adanya batuan yang mempunyai nilai
konduktivitas yang cukup tinggi. Metode VLF-EM merupakan salah satu dari berbagai
macam metode Geofisika yang memanfaatkan parameter frequensi. Metode ini tergolong
metode geofisika Pasif, karena pada kerjanya metode ini hanya menangkap sinyal-sinyal
frequensi dari stasiun-stasiun yang ada diselur dunia. seperti namanya, metode ini
memanfaatkan sinyal pemancar radio berfrekuensi rendah. Metoda VLF-EM ini pada
dasarnya memanfaatkan medan elektromagnetik yang dibangkitkan oleh pemancar radio
berfrekuensi sangat rendah (15–30 KHz, atau pada panjang gelombang 10-100 km) sebagai
medan primer dan pemancar gelombang radio yang berdaya besar sekitar 100-1000 kW
(Bayrak, 1995), dengan daya sangat besar yang pada awalnya digunakan untuk keperluan
sistem navigasi kapal selam.

Metode ini memanfaatkan gelombang pembawa (carrier wave) dari pemancar yang dibuat
oleh militer yang sebenarnya untuk komunikasi bawah laut. Gelombang ini memiliki
penetrasi yang cukup dalam karena frekuensinya yang cukup rendah. Gelombang VLF
menjalar ke seluruh dunia dengan atenuasi yang kecil dalam pandu gelombang antara
permukaan bumi dan ionosfer. Metode elektromagnetik biasanya digunakan untuk eksplorasi
benda-benda konduktif. Perubahan komponen medan akibat variasi konduktivitas
dimanfaatkan untuk menentukan struktur bawa permukaan. Medan elektromagnetik yang
digunakan dapat diperoleh dengan sengaja membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar
daerah observasi. Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Metode ini
kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarannya sumber yang dibuat. Teknik
pengukuran lain adalah Teknik pengukuran pasif. Tenik ini memanfaatkan medan
elektromagnetik yang berasal dari sumber yang tidak sengaja dibangkitkan.

Prinsip pengukuran metode VLF yaitu sumber gelombang elektromagnetik memanfaatkan


gelombang hasil induksi elektromagnetik yang berfrekuensi sangat rendah yang disebut
sebagai medan primer. Karena induksi gelombang tersebut, maka di dalam medium oleh
batuan akan timbul arus induksi. Dalam tubuh batuan konduktif, medan primer ini akan
menginduksi arus sekunder didalamnya yang disebut arus Eddy. Arus induksi inilah yang
menimbulkan medan sekunder yang dapat ditangkap di permukaan bumi yang kemudian
bergabung dengan medan primer yang dibangkitkan tergantung dari besaran fisika yang
terkandung dalam batuan yaitu resistivitas atau konduktivitas. Besarnya kuat medan
elektromagnetik sekunder ini sebanding dengan besarnya daya hantar listrik batuan (rho),
sehingga dengan mengukur kuat medan pada arah tertentu. Maka secara tidak langsung kita
dapat mendeteksi daya hantar listrik batuan di bawahnya. Gelombang menjalar melalui
permukaan bumi sebagai gelombang tanah (ground wave) dan melalui lapisan ionosfer
sebagai gelombang angkasa (sky wave) yang mengalami pemantulan dan pembiasan
sehingga gelombang VLF mampu merambat sampai tempat yang jauh dari pemancar. Medan
magnet dan medan listrik yang dipancarkan berperan sebagai medan primer. Medan primer
ini membangkitkan medan sekunder akibat adanya arus induksi yang mengalir pada
konduktor di dalam tanah. Medan sekunder yang timbul tergantung sifat listrik benda-benda
di dalam tanah dan sekitarnya. Pada daerah observasi yang terukur adalah resultan dari
medan primer dan medan sekunder. Medan primer dianggap serbasama (homogen).
Perubahan resultan kedua medan hanya bergantung pada perubahan medan sekunder,
sehingga sifat kelistrikan benda konduktif dibawah permukaan dapat diperkirakan. Medan
elektromagnetik dinyatakan dalam 4 vektor-vektor medan. Yaitu; E = intensitas medan listrik
(V/m), H = intensitas medan magnetisasi (A/m), B = induksi magnetik, atau rapat fluks
(Wb/m2 atau tesla) dan D = pergeseran listrik (C/m 2). Keempat persamaan tersebut dikaitkan
dalam persamaan maxwell (persamaan 1)
B
E  
t
D
H  i 
t
B  0
  D  c
Apabila diasumsikan medan E dan H tersebut hanya sebagai fungsi waktu eksponensial, akan
diperoleh persamaan vektorial sebagai;
 2E  iE   2E
 2H  iH   2E
dengan  permitivitas dielektrik (F/m),  permeabilitas magnetik (H,m), dan  kondukivitas
listrik (S/m). Bagian kiri pada sisi kanan pers (2) menunjukkan arus konduksi, sedangkan
bagian kanannya menunjukkan sumbangan arus pergeserannya. Di dalam VLF (pada
frekuensi < 100 KHz), arus pergeseran akan lebih kecil daripada arus konduksi karena
permitivitas dielektrik batuan rata-rata cukup kecil (sekitar 100dengan 0sebesar 910-12
F/m) dan konduktivitas target VLF biasanya  10-2 S/m.

Pada saat gelombang primer masuk ke dalam medium, gaya gerak listrik tertinggal 90 o.
Gambar 2.6 menunjukkan diagram vektor antara medan primer P dan ggl induksinya.
Kombinasi antara medan P dan medan S (R cosα) disebut komponen real (in-phase) dan
komponen yang tegak lurus P (R sinα) disebut komponen imaginer (out-of-phase, komponen
kuadratur). Komponen yang diukur dalam VLF adalah tilt angle α yaitu sudut utama
polarisasi ellips dari horizontal (dalam derajat atau persen), dan eliptisitas ε adalah
perbandingan antara sumbu kecil terhadap sumbu besarnya (dalam persen). Tilt angle α dan
eliptisitas ε, berkaitan dengan komponen medan magnetik horizontal, vertikal dan fasanya.
Secara matematis dapat diperlihatkan bahwa tilt angle α mirip dengan bagian komponen real
(in-phase) dari komponen vertikal dan eliptisitas ε mirip dengan bagian komponen imaginer
(out-of-phase) dari komponen vertikal.

Gambar 2.1 Hubungan amplitudo dan fase gelombang sekunder (S) dan primer (P)
Kombinasi antara P dan S akan membentuk resultan R. Komponen R yang sefase dengan P
(Rcos) disebut sebagai komponen real (in-phase) dan komponen yang tegak lurus P (Rsin)
disebut komponen imajiner (out-of-phase, komponen kuadratur). Perbandingan antara
komponen real dan imajiner dinyatakan dalam persamaan;
Re
 tan   L / R
Im

Persamaan diatas menunjukkan bahwa semakin besar perbandingan Re/Im (semakin besar
pula sudut fasenya), maka konduktor semakin baik, dan semakin kecil maka konduktor
semakin buruk.Jika medan magnet horisontal adalah Hx dan medan vertikalnya sebesar Hx ei
(gambar 2), maka besar sudut tilt diberikan sebagai;

H 
2 z  cos 
H
tan( 2 )   x  2
H 
1   z 
 Hx 

dan eliptisitasnya diberikan sebagai:


b H z H x sin 
 
a 
H z e i sin   H x cos   2

Gambar 2.2. Parameter polarisasi elips

Moving Average adalah nilai rata – rata pengolahan data yang di jumlahkan kemudian dibagi
4. Biasanya data yang diolah yaitu data tilt dan elipt. Dengan perhitungan sebagai berikut :
tilt( ) +2tilt n+tilt (n+1)
MA tilt= n−1
4
elipt ( n−1 )+ 2elipt n +elipt (n+1 )
MA elipt =
4

Dimana :
MA tilt : Moving Average tilt
MA elipt : Moving Average elipt
Elipt : data elipt
Tilt : data tilt
(n-1) : data sebelumnya
(n+1) : data selanjutnya

 Filter Fraser dan Karous-Hjelt Filter fraser adalah perangkat lunak yang berfungsi
melemahkan panjang gelombang yang terlalu besar untuk mengurangi efek topografi dan
diaplikasikan pada data tilt-angle yang merupakan hasil polarisasi elipstik medan magnetik
bawah permukaan. Filter Karous-Hjelt merupakan filter yang dikembangkan dari konsep
medan magnetik yang berhubungan dengan aliran arus listrik.
 D. Filter Noise Assisted-Multivariate Empirical Mode Decomposition (NA-MEMD)
Algoritma NA-MEMD mencoba untuk mengeliminasi interferensi noise yang terjadi pada
EEMD dan mereduksi mode-mixing pada keluaran EMD dan MEMD. ini diuraikan dalam
Algoritma, dimana langkah pertama memastikan bahwa saluran noise tidak ditambahkan ke
sinyal yang sudah memenuhi kriteria IMF. Metode ini beroperasi dengan membentuk sinyal
multivariate yang terdiri dari input data dan noise pada channel yang terpisah [5].
Algoritma : NA-MEMD
1) Periksa apakah sinyal input memenuhi kriteria IMF. Jika tidak, lanjutkan ke langkah
selanjutnya. Sebaliknya, hentikan proses.
2) Buat gaussian white noise time series tak berkorelasi (l-channel) yang panjangnya sama
dengan panjang input, dengan l ≥ 1.
3) Tambahkan saluran noise (l-channel) yang dibuat di langkah 2 ke sinyal masukan
multivariate (nchannel) n ≥ 1, sehingga diperoleh (n + l)-channel sinyal multivariate.
4) Proses sinyal multivariate (n + l)-channel yang dihasilkan n + l ≥ 2 menggunakan
algoritma MEMD untuk mendapatkan IMF multivariate.
5) Dari (n + l) IMF multivariate yang dihasilkan, buang l-channel yang bersesuaian dengan
noise, sehingga memberikan satu set n-channel IMF yang sesuai dengan sinyal asli.

II.2 Instrumentasi

Instrumen VLF yang dibahas adalah produk dari IRIS Instrument dengan nama produk T-
VLF BRGM. Instrumen ini terdiri dari dua unit, unit sensor dan unit console/T-Unit. Unit
sensor adalah penerima gelombang radio dengan jangkauan frekuensi 10 – 30 kHz yang
dilengkapi dengan automatic gain dan digital filtering. Pengukuran dilakukan secara otomatis
dan dikontrol oleh microprocessor. Pada unit sensor terdapat tiga sensor magnetik X, Y, dan
Z yang saling tegak lurus satu sama lain. Terdapat dua inklinometer pada sensor X dan sensor
Y untuk mengkoreksi posisi miring dan memungkinkan sensor untuk memperoleh data yang
direferensikan pada bidang horizontal nyata dan bidang vertikal nyata. Unit sensor ini mampu
mengukur dua frekuensi secara bersamaan.

Pengakusisian data penelitian menggunakan teknikteknik pengukuran data pada metode


geofisika VLF-EM, yaitu teknik pengukuran data dengan teknik Konvensioal (Conventional
VLF-EM technique) yang merupakan teknik akuisisi data yang sangat umum digunakan
dalam setiap pengambilan data observasi lapangan dan teknik Gradio VLF-EM (Gradient
VLF-EM technique) yang merupakan teknik akusisi data yang belum banyak digunakan pada
observasi lapangan. Perbedaan kedua teknik ini didasarkan pada proses akusisi data pelapisan
bumi yang memanfaatkan perbedaan ketinggian (a different altitude) dari konsole VLF-EM
(VLF-EM Meter dan VLF-EM Antenna) terhadap permukaan bumi disetiap titik pengukuran
seperti diperlihatkan pada Gambar dibawah ini
GAMBAR 2. Akusisi Data dengan Teknik Konvensional dan Teknik Gradio.

Mode Pengukuran

 Mode Tilt Angle

Mode tilt angle digunakan untuk memperkirakan struktur konduktif maupun kontak geologi
seperti zona alterasi, patahan, atau dyke konduktif. Dalam mode ini disarankan untuk
memilih pemancar yang letaknya sejajar dengan strike target dengan toleransi 45 derajat.
Dalam konfigurasi tersebut, medan magnet primer yang tegak lurus terhadap struktur akan
menimbulkan fluks yang maksimum sehingga mendapatkan anomali yang paling jelas.

Desain Survey Mode Tilt

 Mode Resistivity

Mode resistivity digunakan untuk memperkirakan struktur dyke resistif dan mendelineasi unit
geologi dengan pemetaan resistivitas. Dalam mode ini dianjurkan untuk memilih pemancar
yang letaknya tegak lurus dari strike target: medan elektrik mempunyai variasi amplitude
yang lebih tinggi dibanding dengan medan magnetik dan harus tegak lurus terhadap struktur
supaya mendapatkan anomali yang jelas.

Desain Survey Mode Resistivity


Limitasi Metode VLF

1. Kelemahan Metode VLF

Metode VLF umumnya digunakan sebagai survey pendahuluan untuk mengidentifikasi area
anomali untuk diteliti lebih lanjut setelahnya menggunakan metode geofisika lainnya atau
pengeboran

Beberapa kelemahan metode VLF antara lain:

 Pengukuran VLF sensitif terhadap interferensi lokal seperti keberadaan pipa besi,
power-line, pagar besi, dan benda konduktif lainnya.
 Interpretasi metode ini pada dasarnya kualitatif.
 Efek topografi mempengaruhi data dan sukar untuk dihilangkan.
 Pemancar VLF rentan terhadap mati listrik atau maintenance tidak terjadwal.
 Kondisi ionosfer berpotensi mempengaruhi kualitas data

2. Kedalaman Penetrasi

Kedalaman yang dapat dicapai dikontrol oleh sebuah besaran yang dinamakan electrical skin
depth. Skin depth bergantung pada resistivitas batuan utama dan frekuensi gelombang yang
digunakan. Besarnya skin depth dihitung dengan formula:

Dengan:

δ = Skin Depth


ρ = resistivitas batuan penutup
ƒ = frekuensi pemancar (Hz)

Adapun parameter elektromagnet VLF yang penting adalah :


1. Pemancar Pemancar ini mulai dibangun sejak Perang Dunia I, digunakan untuk
komunikasi jarak jauh karena kemampuannya untuk komunikasi gelombang dengan
pelemahan yang sangat kecil pada gelombang bumi ionesfer.Penetrasinya cukup efektif
hingga dapat menembus laut dalam.
2. Pengaruh Atmosfer Sumber noise yang utama adalah radiasi medan elektromagnetik akibat
kilat atmosfer baik di tempat dekat atau jauh dari lokasi pengukuran. Pada frekwensi VLF
radiasi medan ini cukup dapat melemahkan sinyal yang dipancarkan oleh pemancar.
Daerah yang cukup banyak badai tersebut adalah Afrika tengah dan Asia tenggara termasuk
Indonesia. Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi di mana terjadi
pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi mulai siang hingga sore hampir malam.
3. Rambatan Gelombang Elektromagnetik Pada elektromagnetik VLF dengan frekuensi <100
KHz, arus pergeseran akan lebih kecil dari arus konduksi karena permitivitas dieletrik batuan
rata-rata cukup kecil dan konduktivitas target biasanya > 10-2 S/m. Hal ini menunjukkan efek
medan akibat arus konduksi memegang peranan penting ketika terjadi perubahan
konduktivitas batuan.
4. Pelemahan (Atenuasi) Medan Pelemahan medan ini mempengaruhi kedalaman.
Kedalaman pada saat amplitudo menjadi 1/e (kira-kira 37%) dikenal sebagai skin depth atau
kedalaman kulit. Kedalaman ini dalam metode elektromagnetik disebut sebagai kedalaman
penetrasi gelombang, yaitu kedalaman = 504 √ 𝜌 𝑓⁄ di mana ρ adalah resistivitas dalam ohm-
meter, dan f adalah frekuensi.

II.3 Pengolahan Dan Akuisisi Data

Adapun tahapan pada saat akuisisi data adalah:


1. Menentukan lokasi tiap lintasan pengukuran, beserta jarak tiap titik pengukuran pada tiap
lintasan.
2. Mengkalibrasi alat dengan cara setting alat, dengan cara mencari sinyal VLF yang berasal
dari pemancar yang paling dekat dengan lokasi pengukuran, lalu memilih sinyal VLF paling
baik .
3. Mengukur di tiap titik pengukuran yang sebelumnya telah ditandai terlebih dahulu.
Pengukuran dilakukan dengan cara menghadap 20° terhadap arah utara .
4. Mencatat harga Inphase, quadrature, total field, tilt, Q, dan S yang didapat dari alat, juga
mencatat waktu, posisi dan elevasi pada tiap titik pengukuran.

Hal pertama yang pada pengolahan data pada penelitian ini yaitu pemfilteran data. Filter
dilakukan untuk dapat melihat grafik konduktifvitas pada permukaan lintasan pengukuran.
Terdapat dua filter yang dilakukan, yatu filter freaser dan filter KHjelt. Filter yang dilakukan
pertama yaitu filter freaser. Rumus yang dilakukan untuk melakukan pemfilteran adalah filter
freaser dengan rumus Fi=(Inphase1+Inphase2)(Inphase3-Inphase4). Hasil dari filter ini
kemudian dimasukkan kedalam grafik. Filter freaser ini dilakukan untuk melihat ada atau
tidaknya anomali pada satu lintasan yang dapat dilihat pada grafik filter freaser. Setelah
dilakukan filter freaser, lalu mencari nilai konduktivitasnya untuk kedalaman tertentu ( sesuai
dengan jarak antar titik pengukuran) dengan menggunakan rumus filter KH-jelt. Dengan h
merupakan jarak antar titik ukur. Filter KH-jelt ini dapat dilakukan untuk beberapa orde.
Orde ini akan menunjukkan harga konduktivitas pada kedalaman tertentu, yang
kedalamannya ditentukan oleh jarak antar titik pengukuran yang dihitung. Dari pengolahan
filter KH-jelt tersebut, hasil dari perhitungan untuk tiap orde kemudian digabungkan untuk
menjadi satu untuk setiap lintasannya. Data tersebut kemudian dijadikan penampang yang
menggambarkan keadaan bawah permukaan berdasarkan nilai konduktivitasnya baik yang
observasi maupun kalkulasi.
 BAB III
PENUTUP

III. 1 Kesimpulan

Salah satu metode geofisika eksplorasi yang digunakan untuk mencari kenampakan bawah
permukaan yaitu dengan metode elektromagnetik. Dalam metode ini pula, salah satunya yaitu
VLF (Very Low Frequency) yang merupakan metode geofisika dekat permukaan dengan
memanfaatkan target anomali geofisika yang bersifat konduktif, misalnya lapisan batuan
beku, patahan pada suatu sistem pelapisan bumi. Metode ini memiliki frekuensi yang rendah
yaitu 5 - 30 kHz, meskipun begitu, karena memiliki Panjang gelombang yang besar (atau
pada panjang gelombang 10-20 km) sehingga penetrasinya kedalam permukaan tidak
dangkal.
Pertanyaan :
1. Adhe Pratiwi : Mengapa pada navigasi kapal selam menggunakan VLF ?
2. Indra Fermanto : Selain noise pertama, adakah noise yang lain ?
Jawab: Noise kedua adalah variasi diurnal medan elektromagnetik bumi di mana
terjadi pergerakan badai dari arah timur ke barat yang terjadi mulai siang hingga sore
hampir malam (Ghufairah)
3. Epifania : Untuk mengetahui penampang di bumi, apakah sudah akurat pada stasiun
di Jepang ?
Jawab: Karena stasiun untuk pemancar VLF tidak banyak, salah satunya hanya di
Jepang, dan receiver nya di Indonesia, bisa saja memungkinkan terjadinya gangguan
pada data atau noise sehingga data tidak akurat. Namun disinilah filter berperan,
untuk menghilangkan data yang berstandar deviasi tinggi atau rendah daripada standar
deviasi nilai tetangganya sehingga data itu kembali dikatakan menjadi baik.
4. Rifnaldo : Mempengaruhi kedalaman, di atas 30% dikatakan apa ?
5. Tsaqif : Kenapa menhadap 20° terhadap arah utara ?
6. Dicky : Apakah beda mode resistivitas pada vlf dengan geolistrik ?
Jawaban : tentu saja beda, untuk mode resistivitas pada vlf ini dia memanfaatkan
pejalaran gelombang elektromagnetik yang kemudian menghasilkan variasi medan
magnet dan medan listrik dimana dari nilai variasi medan magnet dan medan listrik
ini kita dapat menghitung nilai resistivitas suatu batuan, sedangkan pada geoslitrik
kita memanfaatkan penjalaran arus listrik yang diinjeksikan kebawah permukaan yang
kemudian kita akan mendapatkan nilai beda potensial dari penjalaran arus dibawah
permukaan, dan dengan nilai beda potensial ini kita dapat mengitung nilai resistivitas
suatu batuan (farid).
7. Ainun :1) Pada pengolahan data, apakah pakai 2 filter atau 1 filter ?
2) Bagaiaman perolehan dengan grafik di lapangan ?
3) Rumusnya ?
Jawab: 1). Ya, pada pengolahan data digunakan 2 filter karena tujuan nya masing-
masing berbeda. Filter NA-MEMD, bertujuan untuk mengeliminasi interferensi
noise yang terjadi ( saluran noise tidak ditambahkanke sinyal yang sudah memenuhi
kriteria IMF. Filter Karous-Hjelt berfungsi untuk melemahkan Panjang gelombang
yang terlalu besaruntuk mengurangi efek topografi dan diaplikasikan pada data tilt
angle.
2). Perolehan dengan grafik nantinya akan menghasilkan nilai inphase dan
quadrature. Nantinya kedua nilai ini dibuatkan grafik terhadap jarak. Tujuannya
umtuk pengkoreksi dan pemisah data yang mengandung frekuensi rendah dan
frekuensi tinggi. 3).sebenarnya jawaban dari pertanyaan ini masih ambigu
Gambar diatas adalah rumus untuk menghitung pemfilteran pada filter Karous-
Hjelt.
Dan gambar dibawah ini adalah rumus filter Fraser.

8. Yusrin Annisa :1) Sifat pemantulan VLF ?


2) Nilai 203 ? dan hasil penelitian ?

Daftar Pustaka
Parulian, A. R. Metode Eelektromagnetik Very Low Frequency (VLF) Untuk PENDUGAAN
Struktur Bawah Permukaan Lapangan Merah. 1(1), pp.1-11
Hiskiawan, P. 2011. Akuisisi Data VLF-EM Menggunakan Teknik Konvensional dan Teknik
Gradio. 11(1), pp.18-22
Wijayanto, T. and Santosa, B. J. and Warnana, D. D. and Candra, A. D. 2015. Penerapan
Metode Very Low Frequency Electromagnet (VLF-EM) Untuk Menafsirkan Bidang
Longsoran, Studi Kasus Desa Jombok, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang,
Jawa Ttimur 16(3), pp.11-15
Ramadhan, S. and Ismail, N. 2013. Karakterisasi Struktur Dangkal pada Lapangan Panas
Bumi Seulawah Agam Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF) pp.387-
392
Shofyan, M. S. and Hilyah, A. and Pandu, J. 2016. Penerapan Metode Very Low Frequency
Electromagnetic (VLF-EM) Untuk Mendeteksi Rekahan Pada Daerah Tanggulangin,
Sidoarjo. 2(2), pp.129-134
Purwanto, E. H. and Minarto, E. and Bahri, A. S. 2015. Aplikasi Metode Very Low
Frequency Electromagnetic (VLF-EM) untuk Karakteristik Bawah Permukaan di
Daerah Kapur Desa Melirang Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik. 21(55), pp.38-
41
Indriyani, D. D. 2014. Pemetaan Distribusi Aliran Sungai Bawah Tanah Menggunakan
Metode Geofisika VLF (VERY LOW FREQUENCY) Daerah Karst Pracimantoro
Kabupaten Wonogiri. Skripsi, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. pp.1-145

Anda mungkin juga menyukai