Anda di halaman 1dari 3

Penatalaksanaan

Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah menyembuhkan pasien kusta (lepra) dan
mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta
terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.

Resigmen pengobatan kusta di indonesia di sesuaikan dengan rekomendasi WHO (1995),


yaitu program Multi Druug Therapy (MDT) dengan kombinasi obat medikamentosa utama
yang terdiri dari Rimfapisin, Klorfazimin (lamprene) dan DDS (Dapson/4,4-diamino-difenil-
sulfon) yang telah di terapkan sejak tahun 1981. Program MDT ini bertujuan untuk mengatasi
resistensi Dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidak-tatan pasien, menurunkan
angka putus obat, mengefektifkan waktu pengobatan dan mengeliminasi persistensi kuman
kusta dalam jaringan.

Regimen pengobatan MDT di indonesia sesuai dengan regimen pengobatan yang


direkomendasikan oleh WHO. Regimen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penderita Pauci Baciler (PB)


a. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi satu diberikan dosis tunggal ROM.

Rifampisisn Ofloxacin minocyclin


Dewasa 50-70 kg 600 mg 400 mg 100 mg
Anak 5-14 tahun 300 mg 200 mg 50 mg
Obat di telan didepan petugas, anak di bawah 5 tahun dan ibu hamil tidak di berikan
ROM. Pengobatan sekali saja dan langsung di nyatakan RFT (Released From
Treatment = berhenti minum obat kusta). Dalam program ROM yang tidak di
pergunakan, penderita satu lesi di obati dengan regimen PB selama 6 bulan.
b. Penderita Pauci Baciler (PB) lesi 2-5

Dapson Rifampisin
Dewasa 100 mg/ hari 600 mg/bulan, diawasi
Anak 10-15 tahun 50 mg/hari 450 mg/bulan, diawasi
Pengobatan MDT untuk kusta tipe PB dilakukan dalam 6 dosis minimal yang
diselesaikan dalam 6-9 bulan dan setelah selesai minum 6 dosis maka di nyatakan
RFT meskipun secara klinis lesinya masih aktif dan pemeriksaan bakteri BTA positif.
Menurut WHO (1998) pengobatan MB di berikan untuk 12 dosis yang di selesaikan
dalam 12-18 bulan dan pasien langsung di nyatakan RFT.
Sumber: nanda NIC-NOC 2015, jilid 2

Penatalaksanaan

Terapi farmakologis

Alur serta regimen pengobatan kusta berbeda pada tipe MB dan PB. Ada tigaobat lini
pertama yang digunakan yaitu Dapson, Rifampisin, serta Klofazimin. Masing-masing obat
memiliki indikasi serta efek samping yang harus di waspadai.

 Dapson (Diaminodifenil Sulfon/ DDS)


Prinsip pemberiannya adalah tidak boleh di berikan sebagai monoterapi, harus di
kombinasikan dengan pengobatan lain. Dosis yang di berikan ialah 1-2 mg/kgBB per
hari. Efek samping yang dapat timbul berupa nyeri kepala, erupsi obat, anemia hemolitik,
leukopenia, insomnia, neuropati perifer, sindrom DDS, nekrolisis epidermal toksik,
hepatitis, hipoalbuminemia, serta methemoglobinemia.
 Rifampisin
Digunakan sebagai salah satu kombinasi DDS dengan dosis 10 m/ kgBB diberikan setiap
hari atausetiap bulan. Efek samping yang dapat timbul berupa hepatoksik, nefrotoksik,
gejala gastrointestinal, flu-like syndrome dan erupsi kulit.
 Klofazimin
Dosis awal adalah 300 mg/bulan, dilanjutkan dengan 50 mg/hari, atau 100 mg selang
hari atau 3 x 100 mg/ minggu. Efek sampingnya adalah warna kecoklatan pada kulit,
warna kekuningan pada seklera yang akan menghilang setelah 3 bulan di hentikan.
Dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek samping gastrointestinal.
 Alternatif obat lainnya, antara lain:
o Protionamid, dosis 5-10 mg/kgBB per hari, namun obat ini tidak di gunakan di
Indonesia
o Ofloksasin, dosis optimal adalah 400 mg/hari. Efek samping berupa gangguan
gastrointestinal, insomnia, nyeri kepala, halusinasi dan pusing.
o Minosiklin, dosis standar adalah 100 mg/hari. Efek samping yang dapat timbul
pada anak adalah pewarnaan gigi dan terkadang dapat menyebabkan
hiperpigmentasi kulit dan mukosa, gangguan gastrointestinal dan susunan saraf
pusat. Penggunaan obat ini tidak di anjurkan pada anak-anak atau pada masa
kehamilan.
Terapi non-farmaklologi

 Pasien kusta secara rutin perlu menjaga kebersihan diri, terutama pada regio yang
mengalami penurunan fungsi neurologis. Tangan dan kaki yang anestetik dapat di
rendam setiap hari selama 10 -15 menit.lesi kalus atu kulit keras di sekitar ulkus dapat
diabrasi,paling baik di lakukan oleh tenaga medis dengan bilah sklapel. Selanjutnya,
untuk menjaga nutrisi dan kelembapan yang adekuat pada kulit, dapat di berikan
pelembab topikal.
 Istirahatkan regio yang terlihat kemerahan atau melepuh. Hindari tekanan yang
berlebihan pada regio lesi, misalnya dengan elevasi tungkaisaat istirahat atau mencegah
berjalan kaki dalam jangka waktu yang lama.
 Untuk mencegah dan menangani komplikasi yang ada, dibutuhkan kerja sama dengan
bagian bedah ortopedi, podiatrist, neurologi, oftalmologi, dan rehabilitasi medis.

Sumber: kapita selekta kedokteran edisi IV

Anda mungkin juga menyukai