BAB I
PENDAHULUAN
diseases). Penyakit yang termasuk dalam kelompok neglected diseases memang tidak
problema kesehatan dan ekonomi yang utama pada masyarakat, pekerja maupun
penyakit kecacingan yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides lebih dari 1 milyar
kasus, Trichuris trichiura sebanyak 795 juta kasus, dan cacing tambang
atau Ascaris lumbricoides tertinggi dibandingkan infeksi oleh cacing cambuk atau
Trichuris trichiura dan cacing tambang atau Necator americanus. Kecacingan masih
1
2
dianggap sebagai hal sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika
besar bagi penderita dan keluarganya. Kecacingan dapat menyebabkan anemia, lesu,
prestasi belajar menurun. Pengetahuan yang baik tentang suatu penyakit akan
mengurangi tingginya kejadian akan penyakit tersebut. Pengetahuan yang baik akan
Penyakit kecacingan atau biasa disebut cacingan masih dianggap sebagai hal
sepele oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Padahal jika dilihat dampak jangka
Kecacingan pada anak juga menurunkan ketahanan tubuh sehingga mudah terkena
penyakit lainnya. Pada anak-anak sekolah kecacingan akan menghambat dalam mengikuti
pelajaran dikarenakan anak akan merasa cepat lelah, menurunnya daya konsentrasi, malas
kejadian akan penyakit terebut. Pengetahuan yang baik akan mempengaruhi sikap dan
Di negara kaya dan maju, banyak penyakit parasit yang dapat diberantas.
yang lebih tinggi. Dengan demikian, penyakit parasit sangat erat hubungannya
3
berkaitan dengan higienis dan sanitasi lingkungan yang buruk, aspek social ekonomi,
dan tingkat pengetahuan seseorang. ( Brefiani 2011). Dan menurut Aria Gusti (2004)
perilaku sehat.
78,6 % masih relatif cukup tinggi. Program pemberantasan penyakit kecacingan pada
menjadi 33,0 % pada tahun 2003. Angka prevalensi kecacingan pada tahun 2006
Berdasarkan data Dinkes Aceh pada tahun (2012), yang mendapatkan obat
cacing pada anak sekolah dilaksanakan di 5 kabupaten yang ada di Provinsi Aceh
yaitu Kota Banda Aceh 1.200 orang , Kabupaten Aceh Besar 443, Kabupaten Aceh
Barat 784, Kabupaten Nagan Raya 643 orang, Kabupaten Aceh Barat Daya 543 orang.
Data pasti kejadian infeksi cacing tambang di Provinsi Aceh tidak ditemukan
dalam profil kesehatan provinsi. Demikian pula data kejadian di Kabupaten Nagan
Raya. Penelusuran data ke Dinas Kesehatan Nagan Raya bahkan beberapa Puskesmas
Beberapa data yang dapat dijadikan rujukan adalah data pemberian obat cacing di
beberapa puskesmas.
sudah jarang dilakukan lagi, hal ini bisa menyebabkan angka kejadian
didapatkan bahwa pada bulan Mei 2014 terdapat 4 anak terjangkit kecacingan.
hubungan prilaku orang tua terhadap kejadian kecacingan pada SMP kelas I
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui sikap orang tua terhadap kejadian kecacingan pada SMP
1.4 Hipotesis
a. Ho diterima, jika p value > 0,05, artinya tidak ada hubungan antara variabel
b. Ho ditolak, jika p value < 0,05, artinya ada hubungan antara variabel dependen
tentang pengetahuan, sikap dan perilaku orang tua siswa SMP Negeri 5 Tadu
Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya tentang penyakit kecacingan yang
Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya mengenai upaya pencegahan serta bahaya
akibat penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah. Serta sebagai sumber
informasi bagi orang tua siswa mengenai tingkat pengetahuan sikap dan perilaku
diharapkan dengan informasi ini orang tua siswa bisa turut serta dalam upaya
melalui tanah.
BAB II
7
masyarakat di daerah tropic dengan keadaan sanitasi yang kurang memadai adalah
karena perkembangan mulai dari telur sampai menjadi bentuk infektif, terjadi di
tanah. Cacinga perut yang ditularkan melalui tanah, menurut cara infeksinya dibagi
menjadi:
a.Human Infection by Ingestion Ova, yakni yang terdiri dari Ascaris lumbricoides
cacing perut di Indonesia meliputi tiga jenis, yaitu a). Cacing Gelang (Ascaris
Cacing dewasa hidup dalam rongga usus halus manusia. Cacing betinanya
rata-rata sehari dikeluarkan 140.000 butir telur, yang terdiri dari telur
yang sudah dibuahi. (Herdiman TP, 2007). Telur-telur ini akan dikeluarkan
sudah dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih
3 minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh manusia baik melalui
makanan atau minuman, menetas di usus halus menuju pembuluh darah atau
tinggi, dalam usus seseorang bisa terdapat 100 atau lebih cacing dewasa.
Jika cacing betina dibuahi oleh cacing jantan maka telur-telur ini akan
kecacingan ini tidak buang air besar di toilet melainkan di kebun-kebun atau
tempat-tempat yang terbuka maka telur cacing akan jatuh ke tanah bersama
tinja. Setelah 2-3 minggu di tanah, di dalam telur akan tumbuh larva yang
berbentuk cacing yang sangat kecil.jika telur yang infektif ini diterbangkan
angin bersama debu atau terbawa arus air atau terbawa oleh binatang seperti
tikus, lalat, kecoa, lalu mengenai makanan atau minuman, maka selanjutnya
9
2. Trichuris trichiura
dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada
cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar
panjang, mencakup 2/3 panjang badan, dikelilingi oleh dinding yang tipis,
asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk
jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan
dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes
minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan
tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan
bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan
telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk kedalam usus halus.
Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke
10
daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyain siklus paru.
Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
3. Necator americanus
Bentuk dewasa juga berdiam di dalam usus halus dan yang betina
tinja. Berbeda dengan telur cacing gelang, telur cacing tambang bila jatuh ke
tanah yang sesuai akan menetas dalam waktu 1-2 hari, tetapi pada tanah yang
Larva ini akan menunggu manusia bila ada manusia yang berjalan tanpa alas
kaki atau memegang-megang tanah, maka larva akan menembus kulit kaki
atau kulit tangan dan masuk kedalam jaringan bawah kulit, kemudian memasuki
dalam lambung terus ke usus halus. Dalam usus halus ini larva tumbuh
2.1.2 Morfologi
belakang. Cacing jantan lebih kecil dari cacing dewasa. Spesies cacing tambang dapat
11
dibedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuknya pada bursa.
Namun telur – telurnya tidak dapat dibedakan. Telur – telurnya berbentuk ovoid
dengan kulit yang jernih dan berukuran 74 –76 μ x 36 – 40 μ. Bila baru dikeluarkan
di dalam usus telurnya mengandung satu sel tapi bila dikeluarkan bersama tinja sudah
mengandung 4 – 8 sel, dan dalam beberapa jam tumbuh menjadi stadium morula dan
Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan
larva. Gangguan pada larva biasanya terjadi pada saat berada di paru.
Selama bermigrasi larva dapat menimbulkan gej ala bila merusak kapiler atau
konsolidasi paru dengan gejala panas, batuk, batuk darah, sesak nafas dan
pneumonitis askaris. Pada foto toraks tampak infiltrat yang mirip pneumonia
viral yang menghilang dalam waktu 3 minggu. Keadaan ini disebut sindrom
loeffler. Larva cacing ini dapat menyebar dan menyerang organ lain seperti
otak, ginjal, mata, sumsum tulang belakang dan kulit. Dalam jumlah yang
mengalami gej ala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. Bila infestasi tersebut berat dapat menyebabkan cacing-
12
cacing ini menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus).
nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. Cacing dewasa dapat juga
saluran pankreas, divertikel dan usus buntu. Selain hal tersebut diatas, cacing
ini dapat juga menimbulkan gej ala alergik seperti urtikaria, gatal-gatal dan
batuk, muntah atau langsung keluar melalui hidung. (Herdiman TP, 2007).
Infeksi ringan cacing ini tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas. Pada
infeksi yang berat terutama pada anak, cacing ini tersebar ke seluruh kolon
dan rektum. Terdapat keluhan nyeri di daerah perut, dapat disertai muntah-
muntah, susah buang air besar, dan perut kembung. Kadang-kadang diare
dengan tinja bergarisgaris merah darah. Bagian belakang atau ekor cacing ini
khas yang terdiri dari anemia berat, diare yang terusmenerus, sakit perut,
mual dan muntah, berat badan turun, dan kadang-kadang pro laps recti dengan
13
c. Necator americanus
1) Stadium larva
perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya
ringan.
2) Stadium dewasa
Gejala tegantung pada (1) spesies dan jumlah cacing dan (2) keadaan
Respon imun dari tubuh manusia sebagai host definitif tergantung dari
Saat menembus kulit, larva filariform melepaskan bagian luar kutikula dan
infeksi zoonotik (melalui vektor), terjadi creeping eruption atau ground itch
lebih banyak dari yang berdiam di kulit. Pada infeksi antropofilik (langsung
lapisan dalam kutikula, hal ini menjelaskan mengenai minimnya reaksi kulit
IgG1 dan IgE. Yang paling spesifik ialah IgE yang bersifat cross reactive.
cytotoxicity) juga berperan disini. (Hotez PJ, Broker S, Bethony JM, 2004).
oleh eosinofil. Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil darah tepi.
Respons humoral dilakukan oleh IgG1, IgG4 dan IgE, yang dikontrol oleh
pelepasan sitokin pengatur sel Th2. Sitokin yang utama, ialah IL-4. Pada
didapatkan bahwa kadar IgG terus menurun sementara kadar IgM dapat
Di sini kadar IgE hanya menurun sedikit, sedangkan kadar IgA dan IgD
dibutuhkan lebih sedikit paparan antigen untuk meningkatkan IgE, IgA dan
IgD dibandingkan untuk meningkatkan IgG dan IgM. Selain itu disimpulkan
bahwa kadar IgG dan IgM merupakan indikator terbaik untuk infeksi cacing
tambang dewasa dan untuk menilai efikasi pengobatan. Hanya sedikit bukti
(Th2), yaitu IL-4, IL-5 dan IL-13 yang merangsang sintesis IgE, merupakan
infeksi baik infeksi larva maupun cacing tambang dewasa, sedangkan IgG4
tubuh yang dimediasi oleg IgE, misalnya aktivasi sel mast. Imunoglobulin G4
tidak mengikat komplemen dan hanya mengikat reseptor Fc-g secara lemah.
IgG terhadap IgE.3 Respons imun seluler terhadap infeksi cacing tambang
dewasa adalah terutama oleh adanya respons sel Th2 yang mengatur produksi
misalnya saat mulai bersinarnya bulan ini, merupakan saat yang optimal untuk
17
Pada bentuk hipobiosis pelepasan telur cacing melalui feses baru terjadi 40
minggu setelah masuknya larva A. duodenale melalui kulit. Fenomena ini juga
imun terhadap infeksi cacing tambang, tidak terdapat bukti yang jelas
yang memiliki titer IgE lebih tinggi, lebih jarang mengalami reinfeksi N.
a. Faktor Alam
1) Iklim atau suhu, iklim tropic sangat menunjang pertumbuhan telur dan
larva.
cacing gelang dan cacing cambuk, sedangakan tanah pasir untuk cacing
tambang.
b. Faktor Manusia
larva berkembang terus menjadi bentuk infektif. Terlebih lagi bila ada
yang tidak menggunakan alas kaki merupakan faktor utama pada infeksi cacing
tambang. Kulit kaki yang tidak terlindung akan dimasuki larva-larva yang
tinja sebagai pupuk tanpa diolah terlebih dahulu, sehingga seseorang yang
makan sayuran yang tidak direbus akan terkena infeksi cacing perut. Didaerah
anak terinfeksi telur atau larva. Tangan kotor dengan tanah masuk mulut anak.
Makanan atau mainan yang dibawa anak bermain di halaman sekitar rumah
selokan juga dianggap tempat enak untuk membuang hajat besar (22,5%)
telur cacing gelang. Kebiasaan memotong kuku panjang dan bila makan
rantai penularan dari prinsip ini berlaku juga pemberantasan infeksi cacing
usus, pemutusan rantai penularan pada infeksi cacing usus pada dasarnya
adalah mencegah telur infektif atau larfa infektif memasuki tubuh manusia.
kaki bila keluar rumah, mandi dan membersihkan badan paling sedikit 2
kali sehari. b). Menjaga kebersihan lingkungan, seperti membuang air besar
menutup makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat dan terkena
debu,jangan minum air yang tidak dimasak terlebih dahulu, mencuci buah-
2.2. Perilaku
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi tiga
menjaga kesahatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2). Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau
sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini
adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan
atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self
treatment) atau mencari pengobatan ke luar negri. 3). Perilaku kesehatan lingkungan
atau masyarakatnya.
2.2.1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang
dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
21
a. Pendidikan
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari
orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas
tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang
tentang sesat obyek juga mengandung duaaspek yaitu aspek positif dan negatif.
6
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap
obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan
b. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan
media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun
e. Pengalaman
merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang
f. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin
bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola
usia madya, individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan
menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih
2.2.2. Sikap
a.Sikap terhadap sakit dan penyakit adalah bagaimana penilaian atau pendapat
b. Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat adalah penilaian atau pendapat
atau penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi dan sebagainya.
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya
secara teratur, tidak merokok, tidak minum minumam keras dan narkoba.
Gambar 2.1. Krangka Teori Menurut WHO, (2011) dan Notoatmodjo, (2007).
26
Kerangka konsep ini terdiri dari variabel independent dan variabel dependent.
kecacingan berdasarkan WHO, (2011) dan Notoadmojo, (2007). Untuk lebih jelasnya
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian survai dengan jenis penelitian studi analitik,
orang tua terhadap kejadian kecacingan pada SMP kelas I terhadap penyakit
kecacingan yang ditularkan melalui tanah di SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu
Lokasi penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya
3.3.1 Populasi
(Notoatmodjo, 2010). Populasi penelitian ini adalah keseluruhan orang tua siswa
Kelas I SMP Negeri 5 Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya dengan jumlah
38 Siswa.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan
27
25
28
adalah semua orang tua siswa kelas I SMP Negeri 5 Kecamatan Tadu Raya
Data sekunder data pendukung dari Dinas Kesehatan Kabupaten Nagan Raya,
Puskesmas Tadu dan Dinas Pendidikan dan SMP Negeri 5 Tadu Raya. Dalam
penelitian ini data sekunder berupa data jumlah Siswa SMP Negeri 5 Tadu, serta
data tentang gambaran umum wilayah penelitian serta data lain yang berguna
Variabel Indevenden
2 Perilaku Orang Tua
a Pengetahuan Hal-hal yang diketahui Wawancara Kuesioner 1.Baik, > 50% Ordinal
responden berkaitan 2.Kurang, <50
. dengan penyakit %
kecacingan yang
ditularkan melalui tanah.
b Sikap Sikap adalah merupakan Wawancara Kuesioner 1. Positif, > Ordinal
reaksi atau respon 50%
. responden yang masih 2. Negatif , <
tertutup terhadap suatu 50%
stimulus atau objek
c TIndakan Tindakan adalah Wawancara Kusioner 1. Positif > Ordinal
tanggapan atau reaksi 50%
. responden yang terwujud 2.Negatif
dalam gerakan (sikap), <50 %
tidak hanya badan atau
ucapan
1. Jika pertanyaan yang dijawab responden ya / benar maka diberi nilai skor 1
2. Jika pertanyaan yang dijawab tidak / salah diberi nilai skor 0 . (Arikunto,
1998).
sampah).
3. Coding yaitu data yang sudah dibersihkan kemudian diberikan koding untuk
memerlukan penskoran.
5. Entry Data yaitu memasukkan data-data yang sudah terkumpul dan siap untuk
maupun analitik.
(fo-fe)²
X² =∑
fe
Dimana : X² : Nilai chi-square
31
∑ : Jumlah
fo : Frekuensi harapan
fe : Frekuensi pengamatan
pada Cross Sectonal adalah perbandianagan antara prevalens penyakit (efek) pada
kelompok dengan resiko, dengan prevalens efek pada kelompok tampa risiko. Rasio
RP = a/(a+b) : c/(c+d)
mengalami efek
c/(c+d) = Proporsi (prevalens) subjek tanpa foktor risiko yang mengalami efek
a. Bila rasio prevalens (RP) = 1 berarti variabel yang diduga sebagai faktor resiko
b. Bila rasio prevalens (RP) >1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup 1,
c. Bila rasio prevalens (RP) <1 dan rentang interval kepercayaan tidak mencakup 1,
d. Bila nilai interval kepercayaan rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti
pada populasi yang diwakili oleh sampel tersebut masih mungkin nilai
prvalensnya = 1, ini berarti bahwa dari data yang ada belum dapat disimpulkan
32
bahwa faktor yang dikaji benar-benar merupakan faktor risiko atau faktor protetif.
BAB IV
33
SMP Negeri 5 Tadu terletak di Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya
SMP Negeri 5 Tadu Raya memiliki 21 orang guru, sejak SMP negeri 5 di buka
7 kelas yaitu kelas I dua kelas, kelas II tiga kelas kelas III dua kelas, adapun jumlah
murid yang di bersekolah di SMP negeri 5 Tadu Raya merupakan masyarakat yang
4.2 Univariat
No Cacingan f %
1 Tidak pernah 29 76,3
2 Pernah 9 23,7
Jumlah 38 100
Berdarkan tabel 4.1 murid di SMP negeri 5 Tadu Raya Kecamatan Tadu Raya
34
Kabupaten Nagan Raya yang tidak pernah menderita kecacingan 29 siswa (76,3%)
34
No Pengetahuan f %
1 Baik 16 42,1
2 Kurang 22 57,9
Jumlah 38 100
Berdarkan tabel 4.2 pengetahuan orang tua siswa SMP negeri 5 Tadu Raya
responden (57,9%).
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap siswa SMP Negeri 5
Tadu Raya Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Aceh barat Tahun
2014.
No Sikap f %
1 Negatif 12 31,6
2 Positif 26 68,4
Jumlah 38 100
Berdarkan tabel 4.3 sikap orang tua siswa SMP Negeri 5 Tadu Raya
Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya terhadap kecacingan yang negatif 12
Tahun 2014.
No Tindakan f %
1 Negatif 15 29,5
2 Positif 23 60,5
Jumlah 38 100
Berdarkan tabel 4.5 tindakan orang tua siswa SMP Negeri 5 Tadu Raya
Kecamatan Tadu Raya Kabupaten Nagan Raya terhadap kecacingan yang negatif 15
4.3 Bivariat
tularkan melalui tanah menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan orang tua dengan kejadian penyakit kecacingan dengan nilai chi-square
Tabel 4.7 Hubungan pengetahuan orang tua terhadap kejadian penyakit kecacingan yang
ditularkan melalui tanah di SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan
Raya tahun 2014
Pengetahuan
Kurang Baik RP (95%CI)
Cacingan Jumlah X² p
n % n % n %
36
melalui tanah menunjukan bahwa ada hubungan yang bermakna antara sikap dengan
kejadian penyakit kecacingan dengan nilai chi-square ( X² ) 9,016 dan nilai p sebesar
Tabel 4.8 Hubungan sikap terhadap kejadian penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah di
SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya tahun 2014
Sikap
Negatif Positif RP (95%CI)
Cacingan Jumlah X² p
n % n % n %
melalui tanah menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tindakan
dengan kejadian penyakit kecacingan dengan nilai chi-square ( X² ) 2,311 dan nilai p
Tabel 4.9 Hubungan tindakan orang tua terhadap kejadian penyakit kecacingan yang
ditularkan melalui tanah di SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya Kebupaten
Nagan Raya tahun 2014
37
Sikap
Negatif Positif RP (95%CI)
Cacingan Jumlah X² p
n % n % n %
4.4 Pembahasan
kepandaian dari manusia dan segala sesuatu yang ada dalam pikiran seseorang untuk
mengenal dan mengetahui berbagai hal. Hasil analisis univariat diperoleh bahwa
bahwa informasi yang diterima masih kurang atau kurangnya minat siswa untuk
dengan (p=0,004). Hasil ini berarti bahwa semakin baik pengetahuan seseorang
seseorang untuk hidup sehat hal ini juga dibuktikan dengan RP 6,517 (CI 1,013 -
41,927) ini menunjukan semakin baik pengetahuan orang tua siswa terhadap penyakit
kecacingan maka dapat terhindar dari penyakit cacingan sebesar (1,013-41,927) kali
4.4.2 Hubungan sikap orang tua terhadap kejadian penyakit kecacingan yang
ditularkan melalui tanah di SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya
Kebupaten Nagan Raya
negatif terhadap objek, manusia ataupun situasi. Sikap adalah cara menempatkan
atau membawa diri, atau cara merasakan, jalan pikiran dan perilaku. Sikap adalah
kondisi mental yang kompleks yang melibatkan keyakinan dan perasaan, serta
disposisi untuk bertindak dengan cara tertentu (Wawan, 2010). Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa sikap orang tua siswa SMP Negeri 5 Tadu Kecamatan Tadu Raya
Kebupaten Nagan Raya menunjukan mayoritas memiliki sikap yang positif (68,4%)
tanah (p=0,003). Hasil ini mengambarkan bahwa semakin positif sikap orang tua
siswa terhdap penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah semakin terhindar
siswa dari penyakit kecacingan hal ini dibuktikan juga RP 3,724 (CI 1,085-12786)
melalui tanah.
anak, melakukan pengurasan bak mandi seminggu sekali, mengunakan masker waktu
bekerja di tempat yang berdebu, penyembuhan penyakit seperti minum obat sesuai
dengan petunjuk dokter, berobat kefasilitas pelayanan kesehatan yang tepat, tindakan
makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga secara teratur, tidak merokok,
tidak minum minumam keras dan narkoba. Tindakan kesehatan lingkungan mencakup
antara lain membuang air besar di jamban (WC), membuang sampah di tempat
sampah, mengunakan air bersih untuk madi, cuci,masak. Notoatmodjo, 2007). Hasil
penelitian ini menunjukan bahwa tindakan orang tua siswa SMP Negeri 5 Tadu
Kecamatan Tadu Raya Kebupaten Nagan Raya menunjukan mayoritas orang tua
siswa memiliki tindakan yang positif (60,5%) terhadap penyakit kecacingan yang
(p=0,128). Hasil ini mengambarkan bahwa tindakan yang positif belum tentu dapat
terhindar dari penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah hal ini dibuktikan
RP 2,069 (CI 0,796-5,380) berarti tindak posif siswa terhadap penyakit kecacingan
belum menajamin siswa dapat terhindar dari penyakit kecacingan yang ditularkan
40
BAB V
5.1 KESIMPULAN
c. Tidak ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan kejadian penyakit
kejadian penyakit kecacingan dengan nilai chi-square (X²) 6,344 dan nilai p
5.2 SARAN
kecacingan.
c. Di bentuk seperti suatu wadah perkumpulan dari para orang tua siswa di
sekolah terutama untuk para ibu agar dapat dengan mudah diberikan
agar ibu dapat memberikan informasi yang benar kepada anak (siswa).