Pengujian Karet
“Pengujian Busa Foam Latek”
Dosen Pengampu : Suharyanto, B.Sc., S.E., M.M.
1. Royhanatul J. (1603070)
2. Afit Setyo Priambodo (1703001)
3. Jaynri Prasetyo (1703004)
4. Aulia Nur Afifah (1703016)
5. Dae Rhega D.R. (1703024)
6. Febby Faradilla (1703068)
7. Syaiful Mukhid (1703082)
Kelas :TPKP A
Karet alam umumnya diperoleh dari lateks pohon Hevea Brasilliensis, tanaman yang
berasal dari Amerika Selatan yang sekarang banyak dibudidayakan terutama di Asia
Tenggara. Karet diperoleh sebagai lateks yang mengandung karet sebanyak 35% bagian
berat. Karet padat didapat sebagai hasil dari penggumpalan lateks dengan menambahkan
asam dan diikuti dengan pencucian dan pengeringan. Suatu analisa dari karet padat
memperlihatkan bahwa 6 – 8 % bahan-bahan selain hidrokarbon terdapat dalam karet. Arizal
(dalam Jumhir : 2013).
Getah karet atau lateks sebenarnya merupakan suspensi koloidal dari air dan bahan-
bahan kimia yang terkandung di dalamnya. Bagian-bagian yang terkandung tersebut tidak
larut sempurna, melainkan terpencar secara homogen atau mentah di dalam air. Partikel-
partikel koloidal ini sedemikian kecil dan halus sehingga dapat menembus saringan. Susunan
bahan lateks dapat dibagi menjadi dua komponen. Komponen pertama adalah bagian yang
mendispersikan atau memancarkan bahan-bahan yang terkandung secara merata, biasa
disebut serum. Bahan-bahan bukan karet yang larut dalam air, seperti protein, garam-garam
mineral, enzim, dan lain-lain termasuk ke kedalam serum. Komponen kedua adalah bagian
yang didispersikan atau dipancarkan. Komponen kedua ini terdiri dari butir-butir karet yang
dikelilingi lapisan tipis protein Triwijoso (dalam Ralahalu : 2014).
Ralahalu (2014) menyatakan bahwa lateks karet alam mengandung karet dan partikel
bukan karet yang terdapat dalam serum. Agar lateks karet alam tetap dalam bentuk emulsi
untuk pembuatan produk jadi, maka ditambahkan bahan pengemulsi asam lemak berantai
panjang. Kandungan karet alam biasanya ditingkatkan menjadi 60% kandungan karet kering
melalui proses pemekatan sebelum digunakan untuk membuat produk. Faktor-faktor seperti
jenis pohon karet, cara menoreh, keadaan tanah dan juga cuaca mempengaruhi kandungan
karet kering dalam pohon yang ditoreh.
Latek pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat , tidak berbentuk lembaran,
atau padatan lainnya. Latek yang dijual di pasaran ada yang dibuat melalui proses pendadihan
atau creamed latek dan melalui proses pemusingan atau centrifuged latek. Biasanya latek
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan-bahan yang tipis dan bermutu tinggi seperti
adhesive ( Bachri : 2013).
Lateks alam sebagai bahan baku barang jadi lateks (BJL) memiliki keunggulan khusus
dibanding produk pesaingnya (lateks sintetis) yaitu sifat teknisnya seperti kekuatan gel basah,
kekuatan vulkanisat dan elastisitas lebih baik. Penggunaan lateks menjadi barang jadi lateks
pada sebagian orang tidak bermasalah akan tetapi pada sebagian orang kandungan protein
pada lateks ini akan menyebabkan alergen pada kulit. Dengan adanya kandungan protein ini
dikhawatirkan akan menurunkan pemakaian karet alam serta menjadi kendala bagi
perkembangan industri barang jadi lateks nasional (Nurhayati dan Oktavia : 2012).
Industri barang jadi lateks khususnya industri busa saat ini didominasi oleh busa karet
sintetis yang pada umumnya dibuat dari karet eva/poliuretan dan plastik. Mutu busa sintetis
kurang nyaman dan kurang awet, apalagi proses pembuatan busa karet sintetis beresiko tinggi
karena bahan baku (isosianat) bersifat racun dan karsinogenik. Sifat karsinogenik dan beracun
akan berdampak sangat buruk terhadap kulit manusia pada pemakaian busa untuk pencuci
piring yang menyentuh langsung terhadap permukaan kulit. Oleh karena itu perlu alternatif
penggantian bahan baku busa pencuci piring dengan menggunakan lateks cair (Nurhayati dan
Oktavia : 2012).
Foam latek merupakan produk dari latek yang berpori mempunyai sifat ringan, elastis
dan dapat menyerap air, dibuat dengan metode foaming dari bahan latek KKK 30% atau latek
pekat 60%. Mekanisme elastisitas foam ditekan, udara keluar dan ketika tekanan dihilangkan
udara akan masuk lagi, kembali kebentuk semula. Oleh sebab itu foam latek dapat digunakan
sebagai produk yang mengalami proses sejenis elastisitas , seperti bantal, guling, kasur jok
motor, dan mobil. Karena sifat elastistas dan berpori foam latek dapat menyerap air, sehingga
juga dapat digunakan untuk mencuci mobil, motor, piring, dan gelas.
Karet busa banyak digunakan untuk berbagai keperluan, terutama untuk rumah tangga,
otomotif, industri, sebagai lapisan untuk menahan benturan benda yang mudah mengalami
keretakan. Karet busa dengan sifat mekanik yang baik banyak digunakan sebagai insulator,
pengemasan, material perisai elektromagnetik, komponen structural dan peralatan medis
( Mahamood et al., 2017 : Nasruddin dan Bondan , 2018).
Busa pada karet terbentuk akibat adanya udara terperangkap diantara molekul-molekul
karet. Menurut Nalawade et al, (2006) (dalam Nasruddin dan Bondan , 2018) karbon dioksida
telah banyak digunakan untuk berbagai aplikasi pada pembuatan busa mikro seluler,
modifikasi polimer, pembentukan komposit polimer, campuran polimer, dan proses
polimerisasi.
Pengujian adalah salah satu cara untuk menguji sebuah produk untuk layak digunakan
atau tidak. Seperti hal nya pengujian foam latek, pengujian foam latek ini dilakukan guna
mengetahui sebagus apa produk foam latek yang telah di produksi. Biasanya pengujian foam
latek ada beberapa metode yaitu, pengujian dengan metode organoleptis, metode fisis, dan
metode mekanis.
Menurut KBBI, pengujian merupakan suatu proses atau cara percobaan untuk
mengetahui mutu sesuatu. Pengujian ada 3 metode :
1. Metode organoleptis, merupakan metode pengujian dengan menggunakan organ
tubuh, seperti panca indera ,khususnya indera penglihatan.
2. Metode fisis, merupakan pengujian dengan mengunakan pesawat uji fisis shore C
untuk pengujian kekerasan foam latek.
3. Metode kimia, merupakan pengujian dengan menggunakan bahan kimia yang
berpengaruh terhadap hasil pengujian. Contoh kadar air, kadar abu, kadar krom.
I
I
I
.
A
l
a
t
d
a
n
B
a
h
a
n
A. Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini tertera pada tabel
berikut :
Tabel 1.1 Alat yang digunakan
NO NAMA ALAT JUMLAH KETERANGAN
Untuk menimbang berat sebelum dan sesudah
1 Timbangan analitik 1
busa latek foam direndam di aquades
2 Shore C 1 Untuk mengukur kekerasan busa latek foam
3 Penggaris 1 Untuk mengukur volume busa latek foam
4 Jangka sorong 1 Untuk mengukur ketebalan busa latek foam
Untuk tempat merendam busa latek foam
5 Ember Plastik 1
dengan aquades
B. Bahan
f. Mencatat hasil.
4. Pengujian Kekerasan Foam Latek
a. Menyiapkan foam latek yang akan diuji kekerasannya.
b. Melakukan uji kekerasan dengan shore c.
c. Mencatat hasil angka dari shore c.
5. Pengujian Penyerapan Air Foam Latek
a. Menyiapkan foam latek yang akan diuji penyerapan airnya.
b. Merendam foam latek dalam aquades selama 30 menit.
c. Meniriskan foam latek hingga tidak menetes.
d. Menimbang foam latek setelah dilakukan pengujian penyerapan air.
e. Mencatat hasil.
V. Skema Pengujian
1. Pengujian Organoleptis
Pengujian organoleptis adalah pengujian sederhana menggunakan panca indera
dengan mengamati kondisi produk secara visual. Pada produk terdapat cacat atau tidak,
jika terdapat cacat , cacat termasuk dalam cacat mayor atau cacat minor. Pada pengujian
organoleptis, didapatkan hasil bahwa produk foam latek berpori dan tidak terdapat
cacat.
2. Pengujian Fisis
3. Pengujian Volume
4. Pengujian Elastisitas
Penekanan
Foam latek (dengan bantuan ibu jari
(h1 : 2,63 cm) hingga foam latek tidak
elastisitas lagi)
Pengukuran ketebalan
Foam latek
foam
(h2 : 0,825 cm)
(menggunakan penggaris)
Penekanan di lepaskan
hingga foam latek ke
bentuk semula, kemudian
elastisitas dihitung dengan
rumus elastisitas
Pencatatan hasil
Perhitungan Elastisitas
68,63 %
5. Pengujian Kekerasan
Pengukura Pengujian
kekerasan (dengan
Foam latek 74.5 shore C
menggunakan
shore C)
Foam latek
Perendaman
(w1 : 75,7 gr) (dlm aquades , t : 30 m)
Penirisan
Foam latek
(w2 : 249,7 gr)
Penimbangan
= 229,85%
VI. Hasil Pengujian
1. Pengujian Organoleptis
Pada pengujian organoleptis, didapatkan hasil bahwa produk foam latek berpori dan
tidak terdapat cacat.
2. Pengujian Fisis
Pada pengujian fisis penimbangan, didapatkan foam latek dengan berat 75,7 gram.
3. Pengujian Volume
Perhitungan Volume
4. Pengujian Elastisitas
h1 (awal) = 2,63 cm
udara masuk
68,63 %
5. Pengujian Kekerasan
Pada pengujian kekerasan menggunakan alat uji fisis shore C, didapatkan foam latek
dengan kekerasan 74.5 shore C.
6. Pengujian Penyerapan Air Foam Latek
= 229,85%
VII. Pembahasan
Pengujian merupakan suatu proses atau cara percobaan untuk mengetahui mutu sesuatu
(KBBI). Ada 3 metode pengujian, yaitu : pengujian secara organoleptis, pengujian fisis dan
pengujian secara kimiawi. Pengujian secara organoleptis merupakan pengujian dengan
menggunakan organ tubuh, seperti panca indera ,khususnya indera penglihatan. Pengujian
fisis merupakan pengujian dengan mengunakan pesawat uji fisis seperti : shore C untuk
pengujian kekerasan foam latek. Sedangkan pengujian kimiawi merupakan pengujian dengan
menggunakan bahan kimia yang berpengaruh terhadap hasil pengujian. Contoh kadar air,
kadar abu, kadar krom.
Pada praktikum ini, dilakukan pengujian foam lateks secara organoleptis dan fisis. Foam
lateks merupakan produk dari latek yang berpori mempunyai sifat ringan, elastis dan dapat
menyerap air, dibuat dengan metode foaming dari bahan latek KKK 30% atau latek pekat
60%. Foam memiliki sifat ringan, berpori, menyerap air dan elastis.
Pengujian foam dilakukan dengan dua metode yaitu organoleptis dan fisis. Pada
pengujian organoleptis atau dengan pengamatan panca indra. Foam hasil praktikum
mahasiswa berwarna merah, tidak less material, berpori, dan tidak bantat. Sedangkan
pengujian fisis yang dilakukan adalah kekerasan, elastisitas, luas bidang, berat dan
penyerapan.
Kekerasan diukur menggunakan durometer tipe Shore C. Durometer tipe shore C merupakan
alat uji kekerasan yang biasa digunakan untuk menguji kekerasan spons,dan busa. Pengukuran
kekerasan dilakukan dengan cara menekan bagian foam dengan durometer hingga tercatat
angka kekerasan yang konstan pada layar durometer. Foam busa lateks yang kami uji
memiliki kekerasan 74,5 shore C.
Elastisitas pada foam lateks terjadi karena pada saat foam ditekan, udara keluar dan ketika
tekanan dihilangkan udara akan masuk lagi, sehingga foam lateks kembali kebentuk semula.
Elastisitas pada foam lateks diukur dengan mengukur ketebalan foam lateks pada keadaan
awal dan tebal foam lateks pada saat ditekan kemudian menghitung persen elastisitas
menggunakan rumus :
Setelah melakukan pengujian foam lateks dengan metode organoleptis dan metode fisis di hasilkan data
sebagai berikut :
VIII. Kesimpulan
1. Foam latek merupakan produk dari latek yang berpori mempunyai sifat ringan, elastis
dan dapat menyerap air, dibuat dengan metode foaming dari bahan latek KKK 30% atau
latek pekat 60%.
2. Pengujian yang dilakukan yaitu pengujian foam latek secara organoleptis dan fisis.
Pengujian organoleptis dengan menggunakan organ tubuh, khususnya indera
penglihatan. Pengujian fisis mengunakan pesawat uji fisis shore C, timbangan, dan
penggaris.
3. Pengujian organoleptis didapatkan produk berpori dan tidak cacat. Pengujian fisis,
didapatkan berat foam lateks 75,7 gram; volume 331,38 cm3; elastisitas 68,63%;
kekerasan 74.5 shore C; dan penyerapan air pada foam latek 229,85%.
Bondan, Aprillena Tornadez, dan Nasruddin, 2018, “Jurnal Dinamika Penelitian Industri”,
EFEK PENAMBAHAN EPDM PADA KARET ALAM
TERHADAP SIFAT MEKANIK KARET BUSA, Vol 29 (2), halm 155-162, [onlined
accessed 10 september 2019], url :
https://www.neliti.com/publications/272519/efek-penambahan-epdm-pada-karet-
alam-terhadap-sifat-mekanik-karet-busa.
KBBI, 2019. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). [online accessed 2 september
2019], url : http://kbbi.web.id/pusat
Ralahalu, Helga YP, 2014, “Tugas Akhir”, Pembuatan Perekat Dari Lateks Di Kabupaten
Seram Bagian Barat Provinsi Maluku, Politeknik ATK Yogyakrta : Yogyakarta.
LAMPIRAN