Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK

Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Komunitas I yang


diampu oleh Ibu :
Leya Indah Permatasari, M.Kep.,Ners

Disusun Oleh :

Herina Dwi Lestari (170711002)

Ayu Waini Ningsih (170711006)

Ajeng Amani (170711017)

Andini (170711020)

Ihza Asisania (170711038)

Mellyana Arya Putri (170711041)

Nashirudin Rizal (170711079)

Efa Nofiyanti (180711071)

Keperawatan A

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang. Marilah kita panjatkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Shalawat serta salam tetaplah
kita curahkan kepada baginda Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada
kita jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna ini.
Kami selaku penyusun sangat bersyukur karena atas izin dan ridho-Nya
dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “ Penyakit Paru Obstruktif
Kronik”. Adapun makalah tentang “Penyakit Paru Obstruktif Kronik”. ini telah
kami usahakan semaksimal mungkin. kami selaku penyusun berharap semoga dari
makalah yang kita buat ini dapat diambil manfaatnya sehingga dapat memberikan
inspirasi terhadap para pembaca.

                                                                                  Cirebon, Januari 2020

                                                                                                Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................................................i


DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................2
1.3 Tujuan .....................................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN TEORI


2.1 Definisi PPOK.........................................................................................................3
2.2 Etiologi PPOK.........................................................................................................3
2.3 Klasifikasi PPOK.....................................................................................................4
2.4 Manifestasi Klinis PPOK.........................................................................................4
2.5 Patofisiologi PPOK..................................................................................................5
2.6 Pemeriksaan Penunjang PPOK................................................................................7
2.7 Penatalaksanaan.......................................................................................................7
2.8 Komplikasi PPOK..................................................................................................10

BAB III : KASUS


3.1 Kasus PPOK...........................................................................................................11

BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan..........................................................................................................13
4.2 Saran ...................................................................................................................13

DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................14

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) ditandai dengan
obstruksi jalan nafas yang ireversibel dan peningkatan usaha bernapas.
Istilah lainnya adalah COLD dan COAD (Chronic obstructive
lung/airway disease; penyakit paru/jalan napas obstrurtif kronik). PPOK
meliputi bronkitis kronis dan emfisema yang sering terjadi bersamaan
(Ward, 2006). Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan salah
satu dari kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah
kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya
usia harapan hidup dan semakin tingginya paparan faktor risiko, seperti
faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK,
semakin banyaknya jumlah perokok, khususnya pada kelompok usia
muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar
ruangan dan di tempat kerja (Mangunnegoro, 2003).
Data di dunia pada tahun 2007 menunjukkan bahwa PPOK
mengenai 210 jiwa, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian ke 5
pada tahun 2002 dan akan meningkat menjadi ke 4 pada tahun 2030
(WHO, 2007). Diperkirakan jumlah penderita PPOK di Cina tahun 2006
mencapai 38,1 juta penderita, di Jepang sebanyak 5 juta penderita dan
Vietnam sebanyak 2 juta penderita. Sedangkan di Indonesia
diperkirakan terdapat sekitar 4,8 juta penderita PPOK. Data yang
didapat di BBKPM (Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta
pada tahun 2012 menunjukan terdapat 439 pasien PPOK, pada tahun
2013 sebanyak 434 orang, dan pada tahun 2014 sebanyak 224 orang.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit PPOK ?
2. Bagaimana etiologi penyakit PPOK ?
3. Apa saja klasifikasi penyakit PPOK ?
4. Apa saja manifestasi klinis penyakit PPOK ?
5. Bagaimana patofisiologi penyakit PPOK ?
6. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit PPOK ?
7. Apa saja komplikasi penyakit PPOK ?
8. Bagaimana kasus penyakit PPOK ?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui definisi penyakit PPOK.
2. Dapat mengetahui etiologi penyakit PPOK.
3. Dapat mengetahui klasifikasi penyakit PPOK.
4. Dapat mengetahui manifestasi klinis penyakit PPOK.
5. Dapat mengetahui patofisiologi penyakit PPOK.
6. Dapat mengetehui pemeriksaan penunjang penyakit PPOK.
7. Dapat mengetahui komplikasi penyakit PPOK.
8. Dapat mengetahui bagaimana kasus penyakit PPOK.

5
BAB II
PEMBAHASAN TEORI
2.1 Definisi
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)/ Cronic Obstruction
Pulmonary Disease (COPD) merupakan istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson: 2008). PPOK adalah
penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran udara di
saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel parsial,
serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD, 2009).
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan
faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara
didalam ruangan maupun diluar ruangan (Persatuan Dokter Paru
Indonesia, 2011). PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang
mencangkup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dyspnea saat
beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smaltzer & Bare, 2007).
Dengan demikian dapat disimpulkan penyakit paru obstruksi
kronik adalah suatu penyakit yang dapat dicegah dan diobati yang ditandai
dengan adanya hambatan aliran udara pada saluran pernafasan yang
menimbulkan obstruksi saluran nafas, termasuk didalamnya ialah asma,
bronchitis kronik, dan emphysema paru. (Price, Sylvia Anderson, 2008;
GOLD, 2009; Persatuan Dokter Paru Indonesia, 2011; Smaltzer &
Bare,2007 ).

2.2 Etiologi

6
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK) menurut Mansjoer (2008) dan Ovedoff (2006) adalah :
1. Kebiasaan merokok, polusi udara, paparan debu,asap dangas-gas
kimiawi.
2. Faktor Usia dan jenis kelamin sehingga mengakibatkan
berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit
tidak dirasakan.
3. Infeksi sistem pernafasan akut, seperti peunomia, bronkitis, dan
asmaorang dengan kondisi ini berisiko mendapat PPOK.
4. Kurangnya alfa anti tripsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim
yang normalnya melindungi paru-paru dari kerusakan peradangan
orang yang kekurangan enzim ini dapat terkena empisema pada usia
yang relatif muda, walau pun tidak merokok.

2.3 Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurutJackson,
(2014) :
a. Asma
b. Bronkotos kronic
c. Emfisema

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut Reeves (2006) dan Mansjoer (2008)
pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah perkembangan gejala-
gejala yang merupakan ciri dari PPOK yaitu : malfungsi kronis pada
sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai dengan batuk-batuk
dan produksi dahak khususnya yang muncul di pagi hari. Napas pendek
sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut. Dan beberapa
manifestasi lain diantaranya:
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar,
yang mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental

7
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme
pembersihan mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru
mengalami kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk
terserang infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi
hipertropi dan hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus kental ini
bersama-sama dengan produksi mukus yang banyakakan menghambat
beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya pada bronchus
besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan
udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini
menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi
dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka
terjadi polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit
memberat, diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena
infeksi pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal
dan CHF.

2.5 Patofisiologi
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu
pengambilan oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran
karbondioksida dan air sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari
tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi. Ventilasi adalah proses
masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah peristiwa

8
pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi
terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta
gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di saluran
napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi
adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi
digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan
rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa
(VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-
komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil
mukus bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami
kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem eskalator
mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah
besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi sebagai
tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses
ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari
ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental
dan adanya peradangan (GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya
peradangan kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara
progresif merusak struktur-struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya
elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi
normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD,
2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan
berupa eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada
PPOK predominan dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi

9
makrofag untuk melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase,
yang tidak diimbangi dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan
jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut, terjadi perburukan
pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan
napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi
berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Tes faal paru spirometri (fev1, fev1 prediksi, fvc, fev1/fvc)
Obstruksi ditentukan oleh nilai fev1 prediksi (%) dan atau
fev1/fvc (%). fev1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya ppok dan memantau perjalanan penyakit.
apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, ape
meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan
memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.12.
2. Peak flow meter
Radiologi (foto toraks) hasil pemeriksaan radiologis dapat
ditemukan kelainan paru berupa hiperinflasi atau hiperlusen,
diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler meningkat, jantung
pendulum, dan ruang retrosternal melebar. meskipun kadang-kadang
hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada ppok ringan tetapi
pemeriksaan radiologis ini berfungsi juga untuk menyingkirkan
diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan diagnosis
banding dari keluhan pasien.
3. Analisa gas darah
Harus dilakukan bila ad kecurigaan gagal nafas. pada hipoksemia
kronis kadar hemiglobin dapat meningkat.
4. Mikrobiologi sputum
5. Computed temography (Dapat memastikan adanya bula emfimatosa).

2.7 Penatalaksanaan

10
Penatalaksanaan PPOK bertujuan untuk menghilangkan atau
mengurangi obstruksi yang terjadi seminimal mungkin agar secepatnya
oksigenasi dapat kembali normal. Keadaan ini di usahakan dan
dipertahankan untuk menghindari perburukan penyakit. Secara garis besar
penatalaksaanaan PPOK di bagi menjadi 2 kelompok, sebagai berikut :

1. Penatalaksanaan umum
Penatalaksanaan umum meliputi pendidikan pada pasien dan
keluarga, menghentikan merokok dan zat-zat inhalasi yang bersifat
iritasi, menciptakan lingkungan yang sehat, mencukupi kebutuhan
cairan, mengkonsumsi diet yang cukup dan memberikan imunoterapi
bagi pasien yang punya riwayat alergi.
2. Pemberian obat-obatan
a. Bronkodilator merupakan obat utama untuk mengurangi/mengatasi
obstruksi saluran nafas yang terdapat pada penyakit paru obstruktif.
Obat-obat golongan bronkodilator adalah obat-obat utama untuk
manajemen PPOK. Bronkodilator golongan inhalasi lebih disukai
terutama jenis long acting karena lebih efektif dan nyaman.
b. Antikolinergik
Golongan antikolinergik seperti Ipatropium Bromide mempunyai
efek bronkodilator yang lebih baik bila dibandingkan dengan golongan
simpatomimetik. Penambahan antikolinergik pada pasien yang telah
mendapatkan golongan simpatomimetik akan mendapatkan efek
bronkodilator yang lebih besar.
c. Metilxantin
Golongan xantin yaitu teofilin bekerja dengan menghambat enzim
fosfodiesterase yang menginaktifkan siklik AMP. Pemberian kombinasi
xantin dan simpatomimetik memberikan efek sinergis sehingga efek
optimal dapat dicapai dengan dosis masing-masing lebih rendah dan
efek samping juga berkurang. Golongan ini tidak hanya bekerja sebagai
bronkodilator terapi mempunyai efek yang kuat untuk meningkatkan
kontraktilitas diafragma dan daya tahan terhadap kelelahan otot pada
pasien PPOK.
d. Glukokortikosteroid

11
Glukokortikosteroid bermanfaat dalam pengelolaan eksaserbasi
PPOK, dengan memperpendek waktu pemulihan, mengingatkan fungsi
paru dan mengurangi hipoksemia. Disamping itu Glukokortikosteroid
juga dapat mengurangi resiko kesembuhan yang lebih awal, kegagalan
pengobatan dan memperpendek masa riwayat inap di RS.
e. Kortikostreoid
Kortikostreoid inhalasi dipilih pada pasien PPOK denganFEVI
<60%, pengobatan reguler dengan kortikostreoid inhalasi dapat
mengurangi gejala, meningkatkan fungsi paru dan kualitas hidup dan
menurunkan frekuensi eksterbasi. Kortikostreoid inhalasi disosialkan
dengan peningkatan pnemonia. Penghentian tiba-tiba terapi dengan
Kortikostreoid inhalasi bisa menyebabkan eksterbasi di beberapa
pasien. Terapi momoterm jangka panjang dengan kortikostreoid
inhalasi tidak direkomendasikan. Kortikostreoid inhalasi
dikombinasikan dengan beta 2 agonist kerja lama lebih efektif daripada
salah satu antara kotikostreoid dan bronkodilator dalam peningkatan
fungsi paru dan mengurangi eksterbasi pada pasien dengan PPOK
sedang sampai sangat berat. Pengobatan jangka panjang dengan
kortikostreoid oral tidak direkomendasikan.
f. Obat-obat lainnya
a) Vaksin
Vaksin mengandung virus yang telah dilemahkan lebih efektif
diberikan kepada pasien PPOK lanjut, yang diberikan setiap satu tahun
sekali.
b) Alpha-1antitripsin
Alpha 1 antitripsin direkomendasikan untuk pasien PPOK dengan usia
muda yang mengalami defisiensi enzim alpha 1 antitripsin sangan
berat. Namun terapi ini sangat mahal dan belum tersedia disetiap
negara.
c) Antibiotik
Tujuan pemberian antibiotika adalah untuk mengurangi lama dan
bertanya eksaserbasi akut, yang ditandai oleh peningkatan produksi
sputum, dipsnue, demam dan leukositosis.

12
d) Mukolitik
Mukolitik diberikan untuk mengurangi produksi dan kekentalan
sputum. Sputum kental pada pasien PPOK terdiri dari derivat
glikoprotein dan derivate lekosit DNA.
e) Agen antioksidan
Agen antioksi dan khususnya N-Acetilsistein telah dilaporkan
menguangi frekuensi eksaserbasi pada pasien PPOK.
f) Imunoregulator
Pada studi penggunaan imunoregulator pada pasien PPOK dapat
menurunkan angka keparahan dan frekuensi eksaserbasi.
g) Antitusif
Meskipun batuk merupakan salah satu gejala PPOK yang merepotkan,
tetapi batuk mempunyai peran yang signifikann sebagai mekanisme
protektif. Dengan demikian penggunaan antitusif secara rutin tidak
direkomendasikan pada PPOK stabil.
h) Vasodilator
Hipoksemia pada PPOK terutama disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara ventilasi dan perfusi bukan karena peningkatan shunt
intrapulmonari (seperti pada oedem paru nonkardiogenik) dimana
pemberian oksida nitrat dapat memperburuk keseimbangan ventilasi
dan perfusi. Sehingga oksida nitrat merupakan kontraindikasi pada
PPOK stabil.
i) Narkotin (Morfin)
Morfin secara oral ataupun parenteral efektif untuk mengurangi dipsnue
pada pasien PPOK pada tahap lanjut. Nikotin juga diberikan sebagai
obat antidepresan pada pasien dengan sindrom paksa merokok.

2.8 Komplikasi
PPOK bisa menyebabkan banyak komplikasi, antara lain:
1. Infeksi pernapasan. Pengidap PPOK rentan terserang flu dan
pneumonia.
2. Masalah jantung. Untuk alasan yang belum jelas, PPOK bisa
meningkatkan risiko penyakit jantung, salah satunya serangan jantung.

13
3. Tekanan darah tinggi. PPOK dapat menyebabkan tekanan darah tinggi
di arteri yang membawa darah ke paru-paru.
4. Depresi. Kesulitan bernapas membuat penderita tidak bisa melakukan
banyak hal. Kondisi ini bisa membuat penderita lama kelamaan
mengalami depresi.

14
BAB III
KASUS
3.1 Kasus PPOK

Klien Tn. E (67 tahun) masuk RS melalui IGD pada hari senin
tanggal 01 Oktober 2017, dengan keluhan sesak nafas sudah seminggu
SMRS. Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 05 Oktober 2017 klien
mengatakan nafas terasa berat, dada terasa sesak, batuk-batuk namun
dahak tidak bisa keluar, sakit di tenggorokan dan dada, skala nyeri 5, sakit
saat bernafas dan batuk, sakit di bagian dada saja, nafas terasa capek, klien
mampu tidur malam 5 jam hanya terbangun bila batuk saja, klien merasa
sedih akan penyakitnya dan ingin cepat sembuh. Keluarga mengatakan
klien pernah dilakukan operasi dan radiasi tiroid bulan juni 2017 lalu, klien
riwayat DM tipe 2 dengan sudah meminum obat DM 4 bulan lalu dan
meminum obat-obatan rutin (Glimepiride, Actalipid, Metformin, LPG),
saat klien ke kamar mandi klien tampak ngos-ngosan, porsi makan klien
habis setengah porsi tidak ada mual atau muntah, klien nafsu makan
menurun, BB menurun 2 kg sejak sakit, BB saat ini 44 kg dengan TB 167
cm, klien tampak sulit saat bernafas dan memegangi dada saat bernafas,
klien tampak cemas, klien sering memainkan kakinya ketika sulit bernafas,
suara pernafasan klien wheezing, pernafasan klien dalam dan cepat, ronchi
+, batuk +, TTV klien TD 140/90 mmHg, RR 27 x/menit, N 88 x/menit, S
36,80C, klien terpasang IVFD asering 20 tpm.

Terapi obat yang klien dapatkan Bricasma 2 amp, Metyl Prednisolon


3x62,5 gram, Lasal ekspektoran syrup 3x1, Cefriaxon 1x2 amp, Amlodipin
1x5 mg, Inhalasi pilmicont 2xsehari. Klien di diagnosa Medis dengan
PPOK Eksaserbasi + atelektaksis lobus atas paru kanan + Ca tiroid pasca
radiasi dengan suspek metastasis tumor di paru.

a. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan:

Hematologi

Hemoglobin 11,7 g/dL

15
Hematokrit 37 %

Eritrosit 54 juta/mL

Leukosit 9160 /mL

Trombosit 363 000 /mL

MCV 68 /L

MCH 22 pg

MCHC 32 g/Dl

b. Kimia klinis

Ureum 29 mg/dL

Kreatinin 1.1 mg/dL

GDS 184 mg/dL

Natrium 142 mmol/L

Kalium 3,8 mmol/L

Klorida 97 mmol/L

c. Analisa darah

PH 7,362

PCO2 26,5 mmHg

PO2 137,7 mmHg

HCO3- 15,2 mmol/L

BE -8,6 mmol/L

Saturasi O2 99,1

16
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
PPOK merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan
oleh meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan
faktor resiko, seperti banyaknya jumlah perokok, serta pencemaran udara
didalam ruangan maupun diluar ruangan (Persatuan Dokter Paru
Indonesia, 2011). PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan, yang
mencangkup bronchitis kronis, bronkiektasis, emfisima dan asma. PPOK
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dyspnea saat
beraktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smaltzer & Bare, 2007).
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK)
menurutJackson,(2014) :
a. Asma
b. Bronkotos kronic
c. Emfisema

4.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih
banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun. Dalam pembuatan makalah ini kami tidak luput
dari kesalahan. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa

Medis NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.

Jackson, D. (2014). KeperawatanMedikal Bedah edisi 1. Yogyakarta,

Rapha Pubising.

Mansjoer, Arif. 2008. KapitaSelekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku


Kedokteran.
Ovedoff, D. 2006. Kapita selektakedokteran 2/editor ed.Revisi 2.
Jakarta, Binarupa Aksara.

18

Anda mungkin juga menyukai