Materi 1,2
Materi 1,2
Thomas Stamford Raffless menjadi letnan gubernur Hindia Belanda pada tahun 1811
hingga 1816. Raffles bukanlah orang yang berkarakter hebat, tapi dia cukup bijaksana
untuk lebih memilih reputasi dalam sejarah dariapad penghasilan material sesaat. Ia
bekerja seumur hidupnya, mula-mula dengan melayani negarawan-negarawan
humaniter utama, kemudian dengan menciptakan tulisan-tulisan yang menjadi sebuah
legenda historis mengenai administrasinya di Jawa. Raffles punya satu keunggulan
besar atas pendahulu-pendahulunya di administrasi kolonial. Ia tahu bagaimana
menulis, bagaimana menghiasi narasinya dengan slogan-slogan yang akan dihargai,
pertama oleh para pelindungnya, kemudian, setelah menjadi tekenal, oleh publik umum
(Vlekke, H.M. Bernard, 2010: 288).
Letnan jenderal kepercayaan Lord Minto ini memerintah ketika di Hindia tengah terjadi
semangat liberalisme yakni, penolakan terhadap gaya eksploitatif VOC, penindasan
menyebabkan kemalasan, kebijakan seperti kerja paksa dan pengiriman tenaga paksa
yang digantikan oleh kebebasan penanaman dan penjualan, pemerintahan langsung,
dan sewa tanah harus didukung oleh birokrasi modern dan komoditi ekspor.
Sementara itu kondisi yang terjadi di Indonesia sangat berbeda dengan apa yang
berlangsung di Hindia. Di Indonesia, feodalisme masih berpengaruh kuat, ekonomi
subsisten (memenuhi kebutuhan sendiri, bukan untuk memenuhi kebutuhan pasar), dan
ekonomi keuangan yang tidak berkembang. Hal ini menyebabkan disepakatinya
perjanjian atau traktat London tahun 1814 yang menyatakan bahwa Inggris harus
memulangkan kembali kolonial Belanda (kecuali yang berada di Tanjung Harapan).
Sebagai kompensasi Bangka , Inggris memperoleh Cochin China.
Thomas Stamford Raffles yang menentang stelsel Kompeni yang terdapat di Jawa
menghendaki stelsel baru yang diperbaiki, yang bersendikan dasar-dasar sebagai
berikut:
1. Menghapuskan segala bentuk penyerahan paksa hasil-hasil tanah dengan harga-
harga yang tidak pantas, dan penghapusan semua macam kerja rodi, dengan
memberikan kebebasan penuh dalam penanaman dan perdagangan.
Hasilnya adalah, harga sewa tanah adalah sekitar 25?ri harga pertanian per-tahun.
Kemudian muncul faktor kegagalan yakni ketidaktepatan para tuan tanah, pengaruh
dari para wali raja dan ketua orang-orang pribumi, serta kekurangan uang. Meskipun
program Raffles gagal, akan tetapi hal ini justru menginspirasi pemerintah Belanda
untuk mewujudkan sistem ini hingga 1830. Akan tetapi Belanda mewujudkannya tanpa
spirit yang kuat dan hanya sebatas “trial and error” atau uji coba saja.
Hal ini disebabkan negara Inggris yang lebih maju ketimbang Belanda dalam bidang
industri, sehingga Belanda terlampau mengukur politik kolonialnya dengan indikator
keadaan ekonomi negeri Belanda sendiri. Negerinya masih bersifat agraris, industri pun
belum berkembang terlebih setelah perang Napoleon kondisi perekonomiannya mundur
dan menderita total. Maka konsekuensinya,landelijk stelsel-lah yang menjadi jalan
tengah sehingga memaksa Belanda -nantinya- mengambil langkah kembali ke sistem
VOC dengan beberapa perubahan terkenal sepertiCultuurstelsel(sistem tanam paksa)
(Kartodirdjo, Sartono, 1992: 293-294).
Baik Daendels maupun Raffles keduanya dengan keras menstruktur ulang administrasi
di beberapa pulau, mengurangi kekuatan bupati, mengganti sistem pajak dan
mengganti desa menjadi unit dasar administratif. Secara khusus Raffles menekankan
jika kesejahteraan harus menjadi tujuan dari pemerintah kolonial, dan ia
memperkenalkan bentuk pajak tanah, yang disebut sewa tanah, dalam upayanya untuk
mengembangkan ekonomi keuangan di suatu pulau.
Penetapan pajak tanah ini bisa dilakukan dengan cara atau pajak desa (dorpsgewijs)
dan dengan cara perseorangan (individual). Jika yang digunakan adalah pajak sedesa
maka para kepala desa harus agak diberikan kebebasan untuk menentukan
kebijaksanaan menurut keadaan. Sebaliknya, jika pajak ditetapkan secara
perseorangan maka ia dapat menentukan langsung menurut peraturan-peraturan dan
norma-norma tertentu sehingga dengan demikian terdapat kepastian hukum dalam hal
perpajakan (Atmosudirjo, Prajudi, 1983: 154).
Langkah Raffles tersebut, dalam penulisan sejarah penjajahan, disematkan “gelar”
sebagai pembaharu yang hebat. Tidaklah mengherankan sebutan tersebut karena
sikap Raffles sendiri yang mengonsep “kesejahteraan penduduk asli” sebagai tanggung
jawab pemerintah, ditambah sistem “landrent” atau pajak tanah-nya yang meletakkan
dasar bagi perkembangan perekonomian uang selanjutnya, dan penekanannya pada
desa sebagai unit administrasi penjajahan yang utama, dan keteguhan hatinya pada
prinsip Daendels untuk memperlakukan para pejabat Jawa sebagai mesin birokrasi
pemerintah (Ricklefs, M.C., 2005: 251).
Meskipun demikian, peraturan Raffles hanya berjalan singkat. Pada akhir masa Perang
Napoleon, kebijakan Inggris justru memperkuat Belanda sebagai lawan berat Eropa
terhadap Perancis, dan di 1816 Jawa dan pos-pos Indonesia lainnya dikembalikan
kepada pihak Belanda sebagai bagian dari penyusunan kembali secara menyeluruh
urusan-urusan Eropa setelah perang-perang Napoleon. Raffles sudah kembali ke
Inggris, dia akhirnya aka terkenal sebagai pendiri Singapura pada tahun 1819 (Ricklefs,
M.C., 2005: 252). Sementara itu wilayah di luar Indonesia baru dikembalikan kepada
pihak Belanda pada tahun 1817.
Materi 2
Lembaga Ini Beranggotakan Tokoh-Tokoh Pergerakan Nasional Yang Berasal Dari Jawa
Dan Luar Jawa. Anggota PPKI Semula Berjumlah 21 Orang, Kemudian Ir. Soekarno
Menambah 6 Orang Tanpa Sepengetahuan Fihak Jepang. Hal Ini Menunjukkan Bahwa
PPKI Memiliki Kemandirian Dan Tidak Tergantung Pada Jepang. Tujuan Dibentuk PPKI
Adalah Untuk Mempersiapkan Segala Sesuatu Yang Diperlukan Dalam Menyongsong
Kemerdekaan.
Sementara Itu Kedudukan Jepang Dalam Perang Dunia II Semakin Terdesak, Sehingga
Komando Jepang Di Wilayah Selatan Mengadakan Rapat Pada Akhir Bulan Juli 1945 Di
Singapura. Dalam Pertemuan Tersebut Disetujui Bahwa Kemerdekaan Bagi Indonesia
Akan Diberikan Pada Tanggal 7 September 1945, Setahun Setelah Pernyataan Koiso.
Dalam Bulan Agustus Perubahan Bertambah Cepat, Tanggal 7 Agustus Jenderal Terauchi
Menyetujui Pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Junbi
Inkai) Yang Bertanggung Jawab Melanjutkan Pekerjaan BPUPKI Dan Mempersiapkan
Segala Sesuatu Yang Diperlukan Karena Akan Diadakannya Pemindahan Kekuasaan Dari
Jepang Kepada Bangsa Indonesia.
Pada Tanggal 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, Dan Radjiman Wediodiningrat Diundang
Ke Dalat, Kira-Kira 300 Km Sebelah Utara Saigon, Tempat Kedudukan Jenderal Terauchi,
Panglima Seluruh Angkatan Perang Jepang Di Asia Tenggara.3) Tujuan Pemanggilan
Ketiga Tokoh Tersebut Adalah Untuk Melantik Secara Simbolis Ir. Soekarno Sebagai
Ketua PPKI Dan Drs. Moh. Hatta Sebagai Wakil Ketuanya. Acara Pelantikan Berlangsung
Pada Tanggal 12 Agustus 1945 Ketika Mereka Tiba Di Dalat, Didahului Pidato Singkat
Terauchi Yang Menyatakan Bahwa Pemerintah Jepang Di Tokyo Memutuskan
Memberikan Kemerdekaan Kepada Indonesia.
“Jika Beberapa Waktu Yang Lalu Saya Mengatakan Bahwa Akan Merdeka Sebelum
Tanaman Jagung Berbuah, Sekarang Saya Katakan Kepada Kamu Bahwa Indonesia Akan
Merdeka Sebelum Tanaman Tersebut Berbunga.”
Dengan Demikian Resmilah Pembentukan PPKI Dan Sudah Dapat Bekerja Sejak Tanggal
12 Agustus 1945. Mengenai Anggotanya, Terdiri Dari 21 Orang Yang Merupakan Wakil-
Wakil Dari Seluruh Kelompok Masyarakat Yang Ada Di Tanah Air, Yaitu 12 Dari Jawa, 3
Dari Sumatera, 2 Dari Sulawesi, 1 Dari Kalimantan, 1 Dari Nusa Tenggara, 1 Dari Maluku,
Dan 1 Dari Masyarakat Cina.
Pengurus Dan Keanggotaan PPKI
Ketua : Ir. Soekarno
Wakil Ketua : Drs. Moh. Hatta
Penasehat : Mr. Ahmad Soebarjo
Pada Tanggal 9 Agustus Jendral Terauchi Mengundang Tiga Orang Pemimpin Indonesia,
Yaitu A. Ir. Soekarno, B. Drs. Moh. Hatta, C. Dr. Radjiman Widiodiningrat Ke Dallat
( Saigon ). Tujuannya Adalah Untuk Mengetahui Perkembangan Lebih Lanjut Mengenai
Sikap Jepang Kepada Rencana Kemerdekaan Indonesia.
Tugas PPKI
Tugas Utama PPKI
Tugas Berdasarkan Nama Yaitu Bertugas Untuk Mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia
Anggota PPKI
Pada Awalnya PPKI Beranggotakan 21 Orang (12 Orang Dari Jawa, 3 Orang Dari
Sumatra, 2 Orang Dari Sulawesi, 1 Orang Dari Kalimantan, 1 Orang Dari Nusa Tenggara,
1 Orang Dari Maluku, 1 Orang Dari Golongan Tionghoa). Susunan Awal Anggota PPKI
Adalah Sebagai Berikut :
1. Soekarno (Ketua)
2. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Mohammad Amir (Anggota)
14. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Yap Tjwan Bing (Anggota)
Peristiwa Rengasdengklok
Peristiwa Rengasdengklok Adalah Peristiwa Dimulai Dari “Penculikan” Yang Dilakukan
Oleh Sejumlah Pemuda (A.L. Adam Malik Dan Chaerul Saleh Dari Menteng 31 Terhadap
Soekarno Dan Hatta. Peristiwa Ini Terjadi Pada Tanggal 16 Agustus 1945 Pukul 04.30.
WIB, Soekarno Dan Hatta Dibawa Ke Rengasdengklok, Karawang, Untuk Kemudian
Didesak Agar Mempercepat Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia,Sampai
Dengan Terjadinya Kesepakatan Antara Golongan Tua Yang Diwakili Soekarno Dan
Hatta Serta Mr. Achmad Subardjo Dengan Golongan Muda Tentang Kapan Proklamasi
Akan Dilaksanakan.
Menghadapi Desakan Tersebut, Soekarno Dan Hatta Tetap Tidak Berubah Pendirian.
Sementara Itu Di Jakarta, Chairul Dan Kawan-Kawan Telah Menyusun Rencana Untuk
Merebut Kekuasaan. Tetapi Apa Yang Telah Direncanakan Tidak Berhasil Dijalankan
Karena Tidak Semua Anggota PETA Mendukung Rencana Tersebut.
Karena Tidak Mendapat Berita Dari Jakarta, Maka Jusuf Kunto Dikirim Untuk Berunding
Dengan Pemuda-Pemuda Yang Ada Di Jakarta. Namun Sesampainya Di Jakarta, Kunto
Hanya Menemui Mr. Achmad Soebardjo, Kemudian Kunto Dan Achmad Soebardjo Ke
Rangasdengklok Untuk Menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati Dan Guntur. Achmad
Soebardjo Mengundang Bung Karno Dan Hatta Berangkat Ke Jakarta Untuk
Membacakan Proklamasi Di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada Tanggal 16 Tengah
Malam Rombongan Tersebut Sampai Di Jakarta.
Piagam Jakarta
Piagam Jakarta Adalah Hasil Kompromi Tentang Dasar Negara Indonesia Yang
Dirumuskan Oleh Panitia Sembilan Dan Disetujui Pada Tanggal 22 Juni 1945 Antara
Pihak Islam Dan Kaum Kebangsaan (Nasionalis). Panitia Sembilan Merupakan Panitia
Kecil Yang Dibentuk Oleh BPUPKI.
Di Dalam Piagam Jakarta Terdapat Lima Butir Yang Kelak Menjadi Pancasila Dari Lima
Butir, Sebagai Berikut:
1. Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-
Pemeluknya
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan
Perwakilan
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pada Saat Penyusunan UUD Pada Sidang Kedua BPUPKI, Piagam Jakarta Dijadikan
Muqaddimah (Preambule). Selanjutnya Pada Pengesahan UUD 45 18 Agustus 1945 Oleh
PPKI, Istilah Muqaddimah Diubah Menjadi Pembukaan UUD Setelah Butir Pertama
Diganti Menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Perubahan Butir Pertama Dilakukan Oleh
Drs. M. Hatta Atas Usul A.A. Maramis Setelah Berkonsultasi Dengan Teuku Muhammad
Hassan, Kasman Singodimedjo Dan Ki Bagus Hadikusumo.
Tugas Presiden Sementara Dibantu Oleh Komite Nasional Sebelum Dibentuknya MPR
Dan DPR.
Sidang PPKI Pasca Kemerdekaan Indonesia
Sidang 18 Agustus 1945
Setelah Proklamasi, Pada Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI Mengadakan Sidang Di Bekas
Gedung Road Van Indie Di Jalan Pejambon.
Kesimpulan
Secara Simbolik PPKI Dilantik Oleh Jendral Terauchi Dengan Mendatangkan Sukarno,
Hatta Dan Rajiman Wedyodiningrat Ke Saigon Tanggal 9 Agustus 1945.
Hasilnya Cepat Lambat Kemerdekaan Bisa Diberikan Tergantung Kepada Kerja PPKI.
Terauchi Menyampaikan Keputusan Bahwa Kemerdekaan Indonesia Akan Diberikan
Pada Tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh Pelaksanaan Kemerdekaan Diserahkan
Seluruhnya Kepada PPKI.
Persamaan BPUPKI Dan PPKI
Saran-Saran
Sebagai Pelajar Dan Generasi Muda, Maka Kita Selayaknya Menjadikan
Momentum PPKI Ini Menjadi Sebuah Konsep Motivasi Dalam Menjelang
Kehidupan Masa Depan Kita. Agar Tidak Menyia-Nyiakan Kemerdekaan Yang Kita
Peroleh.
Kita Harus Mengisi Kemerdekaan Dengan Aktifitas Yang Berkualitas Dan Bermutu,
Sehingga Dapat Memberi Manfaat Kepada Kehidupan Dan Kemajuan Bangsa.