Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

SEJARAH TENTANG PLOTINUS

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Dr. Wahyudin, M.Pd.

Disusun Oleh:

Anggun Septi Afrika (1901031008)

Kelas B
Semester 1

Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah


Fakultas Tarbiyahdan Ilmu Keguruan

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO


I
1
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah


SWT. yang telah memberikan taufik, nikmat dan hidayah-Nya
serta memberikan kekuatan kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah
Tentang Plotinus”. dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa tanpa adanya bantuan, dukungan,


dan kerjasama yang baik dari semua pihak, makalah ini tidak
akan terselesaikan dengan baik. Untuk itu, kami mengucapkan
terimakasih.

Mengingat pengetahuan dan kemampuan kami yang


terbatas makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka dari itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga pengalaman membuat
makalah ini dapat menjadi dorongan bagi kami untuk karya yang
lebih sempurna. Akhirnya kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Metro, 26 November 2019

Penyusun
II
1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................ 1


A. Latar Belakang ..................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................... 1
C. Tujuan .................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN .............................................. 2


1. Plotinus.................................................................. 2
A. Asal Mula Pemikiran Plotinus.............................. 2
B. Konsep Pemikiran Plotinus................................. 4
C. Pemikiran Plotinus Terhadap Masa Kini.............. 7
D. Kedudukan Plotinus........................................... 9
2. Teori Tentang Filsafat Ketuhanan......................... 11

BAB III PENUTUP ..................................................... 23


1. Kesimpulan .......................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA

III
1
IV
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Filsafat dalam perkembangannya, seringkali melahirkan filosof-filosof


hebat yang memberikan warna tersendiri dalam dunia pemikiran manusia. Dari
sekian banyak filsuf terkenal, salah satunya adalah Plotinus. Beliau adalah
filosof asal Mesir, yang terkenal dengan ajarannya tentang jiwa.

Selain itu, yang membuat penting untuk dipelajari adalah tentang


jawabannya atas pertanyaan yang mengatakan, “Apa bahan alam semesta ini?”.
Dimana jawaban Plotinus atas pertanyaan diatas, kemudian dinamakan Teori
Emanasi yaitu teori tentang penciptaan alam semesta.

Akan tetapi pemikiran Plotinus bukan hanya itu, dia juga mengemukakan
pemikiran tentang etika. Secara umu ajaran Plotinus disebut Plotinisme atau
Neoplatonisme. Jadi, ada kaitannya antara ajaran Plotinus dengan ajaran Plato.

B. Rumus Masalah

1. Bagaimana awal mula pemikiran plotinus?

2. Sebutkan konsep pemikiran plotinus?

3. Apa tujuan pembelajaran pendidikan?

4. Sebutkan prinsip-prinsip pembelajaran pendidikan?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui awal mula pemikiran plotinus

2. Mengetahui konsep plotinus

3. Mengetahui tentang pemikiran logis


1

4. Mengetahui adanya sikap pemikiran logis


BAB II

PEMBAHASAN

1. Plotinus

A. Awal Mula Pemikiran Plotinus

Plotinus di lahirkan pada tahun 204 Masehi di Lycopolis, Mesir. orang


tuanya berasal dari Yunani. Mengenai Plotinus, banyak yang tidak mengetahui
tentang kehidupanya.Plotinus terkenal karena ajaran filsafatnya. hukum dan
soebani mengatakan,”awalnya Plotinus mempelajari filsafatdari ajaran yunani,
terutama dari buah tangan Ploto.” Secara umum ajaran Plotinus disebut
Plotinisme atau Neo-Platinisme adalah suatu sistem yang teosentris, yaitu
teotentris adalah sebuah pemikiran di mana semua proses dalam kehidupan di
muka bumi ini akan kembali kepada Tuhan .

Plotinus percaya pada tiga hal surgawi, yaitu yang esa, intelektualitas, dan
jiwa. Ia juga menyatakan bahwa “Plilashopy is easy” yang artinya “Filsafat itu
mudah”. Ia menawarkan konsep emanation ex deo “ (memancar keluar dari
Tuhan) sebagai pengganti creation ex nihilo (pencipta dari ketiadaan) . platinus
memounyai sifat ketidak percayaan mmaterialitas yang melekat , memegang
pandangan bahwa fenomena merupan suatu citra yang buruk/memesis. Ketidak
percayaan ini di perluas ke jiwa, termasuk dirinya sendiri. Seperti yang di
laporkan oleh porphyry bahwa di suatu saat ia menolak untuk di potret dengan
berbagai alas an.

Plotinus mengambil studi filsafat pada usia 28 tahun, disekitar tahun 232
masehi dan berpetualang ke Alexandria untuk belajar filsafat. Di sana dia tidak
puas kepada setiap guru yang di temuinya sampai pada suatu saat dia bertemu
9
2
1
dengan seseorang dan menyarankanya untuk menemui saccas ammonius.
Setelah mendengarkan ide-ide dan ceramah amonius ia berkata kepada teman
yang menyarankanya .”ia adalah pria yang saya cari.” Mulai saat itu mulai
belajar sungguh-sungguh kepada instruktur barunya.

Selain amonius plotinus juga belajar dari karya karya Alexander dari
aprodicius, numenius dan berbagai stoa romawi, seperti aristoteles.setelah
menghabiskan 11 tahun berikutnya di Alexandria ia kemudian memnyelidiki
ajaran filosofis dari filsuf Persia dan filsuf india disekitar usia 38 tahun, dalam
mengejar upaya ini iameninggalkan Alexandria dan bergabung dengan tentara
gardium III di Persia. Namun kampanye itu gagal, dan pada ahirnya gordien
menjemput ajalnya, Plotinus menemukan dirinya di tinggalkan di tanah musuh
enggan susah payah berusaha menemukan jalan keluar kembali ke tempat aman
di antiokhia. Masa hidupnya adalah pada awal era kesulitan kekaisaran romawi
yang kemudian terpecah menjadi 2, kekaisaran timur dan barat. Oleh karena itu
Plotinus di anggap sebagai pemikir agung terakhir romawi.

Pada usia 40 tahun , pada masa pemerintahan philip arab, ia datang ke


roma, dimana ia tinggal selama sebagian besar hidupnya. Di sama iamenari
sejumlah siswa. Sejumlah siswanya tersebut seperti propyry
,ameliusgentilianus of Tuscany, senator castriciusfirmus, dan eustoschius dari
Alexandria, seorang dokter yang mengabdiakn dirinya untuk belajar dari
Plotinus dan menghadiri kepadanya sampai kematianya, siswa lainya
termasukzethos, seprang keturunan arab yang meninggal sebelum Plotinus dan
seorang kritikus dan penyair, paulinius seorang dokter skitopolis serapion dari
Alexandria.

Porphyry melaporkan bahwa Plotinus meninggal di usia 66 tahun pada


tahun 270 masehi bertepatan pata masa pemerintahan kaisor cloudius II. Karya-
karya yang sangat banyak di kumpulkan dan di sunting oleh porphyry,
muridnya, menjadi buku yang berjudul” anneads” judul ini berasal istilah
yunani yang berarti “ Sembilan” karena setiap bukunya (semua berjumlah
9
3
1
enam buku) berisi dari sembilan bab1:
1
Hakim, Atang Abdul dan Saebani, Beni Ahmad. Filsafat Umum . (Bandung: Pustaka Setia.
2008) Hal. 148
1.Ennead pertama berisi tentang masalah etika, kebijakan, kebahagiaan,
bentuk-bentuk kebaikan, kejahatan, dan masalah pencabutan dari kehidupan.
2.Ennead kedua berisi tentang fisik alam semesta, binatang-binatang
potensialitasdan akualitas, sirkulasi gerakan, kualitas dan bentukdan kritik
terhadap agostisisme.
3.Ennead ketiga berisi tentang implikasi filsafat tentang dunia, seperti masalah
iman, kuasa tuhan, kekekalan, waktu dan tatanan alam.
4.Ennead keempat berisi tentang sifat dan fungsi jiwa.
5.Ennead kelima berisi tentang roh ketuhanan (alam idea).
6.Ennead keenam berisi tentang free widan ada yang mnjadi realitas.

B. Konsep Pemikiran Plotinus

Plotinus pada awalnya tidak bermaksud untuk mengemukakan filfasatnya


sendiri. Plotinus yang berupaya memadukan ajaran Aristoteles dan Plato,hanya
saja pada praktiknya, ia lebih condong ajaran-ajaran Plato ia hanya ingin
memperdalam filsafat Plato, oleh karenanya filsafatnya disebut juga pula
dengan Neoplatinosme. Alasan baru yang dirintisnya mencakup berbagai
pemikiran dari berbagai negara dan menjadi pusat bagi peminat filsafat, ilmu
dan sastra.

Walaupun Plotinus memang banyak mempergunakan istilah-istilah Plato


dan mempergunakan juga dasar-dasar pikirannya, akan tetapi ia memajukan
banyak hal yang sebelumnya tidak diselidikin, oleh filsafat Yunani jadi hal
yang baru. Oleh Plotinus diarahkan kepada Tuhan dan Tuhanlah yang menjadi
dasar segala sesuatunya. Lain dari dengan tegas idea tertinggi itu disebutnya
Tuhan atau yang esa( to hen). Sayangnya ia tidak membedakan ada yang satu
ini dengan ada yang bermacam-macam. Dengan demikian menurut Plotinus
dalam intinya dan dalam hakekatnya ada itu sungguh-sungguh hanya satu
belaka Tuhan dan semua( lainnya) berhakekat sama ajaran yang menyatakan
9
4
1
semuanya itu berhakekat Tuhan disebut Panteisme.
Noeplatonisme dibangun oleh Plotinus(204-270SM) yang merupakan
filosof besar fase terakhir Yunani. Noeplatonisme merupakan rangkaian
terakhir dari fase helenisme Romawi, yaitu suatu fase pengulangan ajaran
Yunani yang lama, jadi aliran ini masih berkisaran pada filsafat Yunani, yang
teramu dalam mistik( tasawuf timur ) dan juga digabung dengan berbagai aliran
lain yang mendukung. Akibatnya, didalam kadang terjadi tabrakan antara
filsafat Yunani dengan agama-agama samawi.

Menurut Plotinus, semua wujud di alam semesta ini adalah Tuhan Yang
Esa, kebaikan mutlak sumber bagi fikiran, hakekat segala sesuatu dan segala-
segalanya. Ia merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan-pisahkan atau
dibagi dari dzat esa tersebut dengan jalan pelimpah( emanas ) Dari Yang Esa
( to hen ) keluarlah Bonus ( akal tertinggi, spirit, over mind ) seperti keluarnya
sinar dari benda yang bercahaya Nous tersebut ialah fikiran tertinggi ( over
mind ) bagi alam semesta dan bagi dunia idea serta gudang dari semua form,
dimana semua fikiran dan perkara yang wujud menjadi bagian-bagianya.
Noeplatonisme ini terdapat unsur-unsur Platinusme, Phytagoras,Aristotetes,
Stoa, dan Mistik timur. Jadi berpadu antara unsur-unsur kemanusiaan,
keagamaan dan Mistik. Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep
kesatuan, yang disebutkan dengan nama" Yang Esa" dan semua yang ada
berhasrat seluruhnya terdapat gerakan 2 antara yaitu :

1. Dialektika Menurun ( a way down )

Dialektika Menurun digunakan untuk menjelaskan " wujud tertinggi "


dan cara keluarnya darinya. Penjelasannya terhadap wujud tertinggi itu,
Plotinus terkenal dengan teorinya" Yang Esa ", ia sampai kepada kesimpulan
bahwa semua yang wujud, termasuk didalamnya wujud pertama ( Yang
Esa ), merupakan rangkaian mata rantai yang kuat dan erat dan kemudian
dalam studi keagamaan dikenal dengan istilah " kesatuan wujud ". Plotinus
9
5
1
sangat mementingkan kesatuan.
Semua makhluk yang ada, bersama-sama merupakan keseluruhan yang
tersusun sebagai suatu hirarki. Pada puncak hirarki terdapat " Yang Esa "
( bahasa Yunani : to hen ). Setiap taraf dalam hirarki berasal dari taraf lebih
tinggi yang paling berdekatan dengannya. Taraf satu berasal dari taraf lain
melalui jalan pengeluaran atau emanasi ( emonation ). Ditunjukkan bahwa
pengeluaran itu secara mutlak perlu memancarkan dari sumbernya taraf lebih
tinggi tidak bebas dalam mengeluarkan taraf berikutnya, tetapi dalam proses
pengeluaran ini taraf yang lebih tinggi tidak berubah dan kesempurnaannya
tidak hilang sedikit pun.

2. Dialektika Menarik ( a way up )

Dialektika menarik digunakan untuk menjelaskan soal akhlak dan jiwa,


dengan maksud untuk menentukan kebahagian manusia. Setiap taraf hirarki
mempunyai tujuan untuk kembali kepada taraf lebih tinggi yang paling dekat
dan karena itu secara tidak langsung menuju ke " Yang Esa ". Karena hanya
manusia mempunyai hubungan dengan semua taraf hirarki dialah yang dapat
melaksanakan pengambilan kepada " Yang Esa ". Hal ini dapat dicapai
melalui tiga hal : Langkah pertama adalah penyucian, dimana manusia
melepaskan diri dari materi dengan laku tapa. Langkah kedua adalah
penerangan, dimana ia diterangi dengan pengetahuan tentang idea-idea akal
Budi. Akhirnya, langkah ketiga adalah penyatuan dengan "Yang Esa" yang
melebihi segala pengetahuan. Langkah terakhir ini ditunjukan Plotinus
dengan nama "ekstase" ( ekstacy ). Prophyry menceritakan bahwa selama 6
tahun ia bersama Plotinus , 4 kali menyaksikan gurunya mengalami ekstase
tersebut.

Dua dialektika itu, oleh Plotinus dikembangkan teori tentang asal usul
alam semesta yang tampaknya juga merupakan gabungan dari teori Plato dan
Aristotetes, yang kemudian dikenal sebagai sistem emanasi.
9
6
1
C. Pemikiran Plotinus terhadap Masa Kini

Sistem metafisika Plotinus ditandai oleh konsep transendens . Menurut


pendapatnya , didalam pikiran terdapat tiga realitas yaitu : The one , The
mind , and The soul .

1. The One (Yang Esa) adalah tuhan yangsuatu realitas yang tidak mungkin
dapat dipahami melalui metode sains dan logika . The One juga tidak
dapat didekati melalui pengindraan dan tidak dapat dipahami lewat
pemikiran logis .

2. Realitas yang kedua yaitu Naos disebut juga mind . Mind adalah gambaran
tentang Yang Esa dan didalamnya mengandung ide-ide plato. Idea-idea itu
merupakan bentuk asli Objek kandungan. Naos adalah benar-benar
kesatuan untuk menghayatinya kita mesti melalui permenungan .

3. The Soul yaitu realitas ketiga dalam filsafat plotinus . Soul itu
mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat
dilihat dalam dua aspek , yaitu energi dibelakang dunia dan pada waktu
yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta . Jiwa manusia juga
mempunyai dua aspek yaitu, intelek yang tunduk pada reinkarnasi dn
irrasional .

Dalam ajaran plotinus , jiwa tidak bergantung pada materi atau dengan
kata lain jiwa aktif dan materi bersifat pasif . Hubungannya dengan hubungan
suatu benda dengan bayangannya . Makin jauh yang mengalir yang asal akan
tetapi sempurna seperti halnya yang asal-corak filsafat plotinus berkisaran
pada konsep yang satu . Artinya, semua yang ada sumber dan akan kembali
kepada yang satu ,oleh karenanya dalam realitas seluruhnya. terdapat dua
gerakan yang terdapat pada sumber nya, yaitu :
a) Dari Atas Kebawah
9
7
1
Teori yang pertama ini dapat digambarkan sebagaimana dalam
emanasi . Pancaran dari yang satu memancar menjadi budi (nus) , akal
budi ini sama dengan ide-ide plato yang dianggap platinus sebagai intelek
yang memikirkan dirinnya . Dari akal budi pekerti itu muncullah dari jiwa
dunia ini mengeluarkan materi (Psykhe) . Akhirnya dari jiwa dunia ini
mengeluarkan (nyle) , yang bersama dengan jiwa dunia merupakan jagat
raya . Karena materi memiliki tingkatan paling rendah , maka ia berupa
makhluk yang paling kurang sempurna dari sumber-sumber kejahatan .
b) Dari Bawah Keatas
Teori kedua ini dapat pula dikatakan dengan kebersatuan dengan
yang satu . inilah yang menjadi tujuan dari filsafat yang dikonsep oleh
plotinus . Fase terakhir dari perjalanan menuju ketuhanan hanya bisa
dicapai dengan mistik atau semedi (estatic-mystical experience) yang oleh
plotinus disebut dengan istilah terbang dari pribadi ( The Flight Of the
alone to alone ) artinya menuju kepada tuhan.2
1. Tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada plotinus , ia menganggap
sains lebih rendah dari pada keimanan . Metafisika lebih rendah dari
pada keimanan . Plotinus dapat disebut sebagai musuh naturalisme . ia
membedakan dengan tegas antara tubuh dan jiwa . jiwa menurutnya
tidak diterjemahkan kedalam ukuran badaniah.
2. Tentang jiwa
Suatu kekuatan ilahiyah dan merupakan sumber kekalan . alam
semesta berada dalam satu jiwa dunia . Dalam filsafat plotinus
dikemukakan pula adanya reinkarnasi sebagai mana dalam teori filsafat
plato . selain itu jiea telah ada sebelum keberadaan jasmani , sehingg
jiwa bersifat kekal . Reinkarnasi ditentukan oleh prilaku manusia pada
saat hidupnya dan hanya jiwa yang kotor sajalah yang mengalami
reinkarnasi . Menurutnya jiwa yang tinggi adalah jiwa yang tidak
mengingat apa-apa kecuali tinggi .
3. Etika dan Estetika
9
8
1

2
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) Hal. 160
Setiap warga negara dsalam dunia politik harus menjalankan
tugas-tugasnya sekalipun tidak tertarik didalamnya. Plotinus tidak
menganggap , tetapi perenunglah yang lebih penting. Konsep keindahan
pada plotinus berhubungan dengan pandangan tentang kejahatan .
Menurut Plotinus, kejahatan tidak mempunyai realitas meta fisis .
plotinus berpendapat bahwa keindahan dibumi dan langit terdapat
hubungsn . konsep keindahan plotinus hubungan dengan pandangan
tentang kejhatan , Menurut Plotinus kejahatan tidak mempunyai realitas
metafis , yaitu kejahatan adalah sekedar syarat kesempurnan alam .
4. Bersatu dengan Tuhan
Tujuan tercapainya kebersatuan dengan Tuhan . Caranya dengan
mengenal alam memalai alat indra kemudian dengan ini kita mengenal
keagungan tuhan , yang menghantarkan kita menuju jiwa dunia , setelah
itu menuju jiwa ilahi.

D. Kedudukan Plotinus
Teori neo-platonisme memiliki pengaruh yang besar dalam dunia
filsafat .Koamologi Plotinus termasuk tinggi terutama dalam hal kedalaman
spekulasinya dan daya imajinasinya. Pandangan mistis merupakan ciri
fiksafat , usahanya untuk memahami realitas spiritual cukup gigih . Teoti ini
sangat besar pengaruhnya pada filsafat pada filosof yang mengemukakannys
sampai hari belumada teori yang memuaskan tentang asal-usul semesta
selain teori emanasi . secara filosof .Ajaran kebersatuan dengan tuhan
mengingatkan kita pada teori yang dikembangkan oleh para suffi muslim,
seperti Al-hallaj , abu yazid , al bisthomi,ibn Al arabi, dll.

1. Pengikut plotinus

Sesudah plotinus neo-plotinisme hanya menghasilkan sedikit


filosof yang berbobot
9 .
1
Perphyny (233-301).Dia adalah salah satu murid plotinus yang mengumpulkan
karya plotinus dan menyebarkan dalam bentuk ennead. Ia mengatakan bahwa
setiap orang bijak tentu menghormati tuhan sekalipun dengan cara diam . Orang
bijak selalu melatih diri untuk mengenal tuhan , berdoa dan bertaubat serta
melaukan kebaikan, sedangkan orang yang bodoh akan menodai Tuhan sekalipun
sering berdoa dan bertaubat .
a) Lamblichus (10.330). Ia berpendapat bahwa manusia tidak akan
selamattanpa iman bahwa manusia tidak mungkin memahami Tuhan
dan ajarannya.
b) Proclus , berpendapat bahwa manusia tidak akan selamat tanpa iman .

10
9
sedangkan orang yang bodoh akan menodai Tuhan sekalipun sering berdoa dan
bertaubat .
c) Lamblichus (10.330). Ia berpendapat bahwa manusia tidak akan
selamattanpa iman bahwa manusia tidak mungkin memahami Tuhan
dan ajarannya.
d) Proclus , berpendapat bahwa manusia tidak akan selamat tanpa iman .

2. PEMIKIRAN PARA TOKOH FILSAFAT TENTANG TUHAN

Berikut adalah pemikiran dan pendapat beberapa tokoh filsafat


tentang Tuhan :
1.      Ludwig Wittgenstein
Tuhan adalah dzat transedental yang eksistensi-Nya melampaui seluruh matra
materi duniawi, Dia adalah mystic yang tidak pernah dapat diekspresikan dengan
bahasa duniawi. Namun demikian, percaya akan adanya Tuhan itu berarti
memahami berbagai persoalan makna kehidupan. Beriman kepada Tuhan juga
berarti memandang berbagai fakta duniawi ini bukanlah akhir dari segalanya, dan
beriman kepada Tuhan juga berarti memandang bahwa hidup ini sungguh
mempunyai suatu maksud dan tujuan yang bermakna.3
2.      Al-Kindi
Tuhan adalah wujud yang hak. Ia ada dari semula dan ada untuk selama-lamanya.
Tuhan adalah wujud yang sempurna yang tidak didahului oleh wujud lain.
Wujudnya tidak berakhir dan tidak ada wujud selain daripada-Nya. Tidak
berserikat Dia. Mustahil Ia tidak ada.4
Sementara dalam versi lain, Tuhan adalah wujud yang hak (benar) yang bukan
asalnya tidak ada kemudian menjadi ada. Ia selalu mustahil tiada ada. Ia selalu
ada dan akan selalu ada. Oleh karenanya Tuhan adalah wujud sempurna yang

11
3
Win Ushuluddin Bernadien, Ludwig Wittgenstein : pemikiran ketuhanan & implikasinya
terhadap kehidupan keagamaan di era modern (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
4
Sidi Gazalba, Sistematika filsafat : pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan,
metafisika, teori nilai (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 326.
yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada
wujud kecuali dengan-Nya.5
3.      Al-Farabi
Tuhan Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa sebab suatu sebab,
karena kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab tergantung
kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dulu adanya.
Karena itu Tuhan adalah zat yang azali (tanpa permulaan) dan yang selalu ada.
Zatnya itu sendiri sudah cukup menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya.
Wujud-Nya tidak terdiri dari hule (matter ; benda) dan form (shurah), yaitu dua
bagian yang terdapat pada makhluk. Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara
tersebut, tentunya akan terdapat susunan (bagian-bagian) pada Zat-Nya.6
4.      Aristoteles
Tuhan sebagai ‘Aktualitas Abadi’ yang menyebabkan perubahan dan merupakan
‘Aktualitas Murni’ (Actus Purus) bukan benda material, karena jika penggerak
pertama sebagai benda material berarti dia sebagai subjek yang berubah, padahal
dia adalah ‘Penyebab Awal’ yang tidak terciptakan dan bersifat abadi.7
B.     ISTILAH-ISTILAH TENTANG FILSAFAT KETUHANAN
Berikut ini adalah beberapa istilah yang menyangkut tentang filsafat ketuhanan :
1.      Teodise
Adalah pembenaran ajaran agama tentang kekuasaan dan
aturan Tuhan yang menyangkut masalah penderitaan dan
adanya kejahatan dalam berbagai bentuk.
2.      Theisma
Theisma mempercayai bahwa Theus (penamaan Tuhan dalam
bahasa Yunani) itu ialah awal dan akhir dari segala-galanya.
3.      Henotheism

5
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta :Bulan Bintang, 1990), 77.
12
6
Ibid.,90
7
Win Ushuluddin Bernadien,Op. Cit., hal. 22.
Masing-masing dewa memiliki kekuasaannya sendiri-sendiri,
misalnya Dewa Matahari kekuasaannya panas. Dewa hujan
kekuasaannya air. Ketika musim kemarau orang memuja Dewa
Hujan. Untuk mengambil hatinya, dikatakanlah bahwa Dia-lah
yang paling berkuasa, bahkan satu-satunya Dewa. Ketika musim
hujan yang panjang, orang memrlukan Dewa Matahari.
Dikatakan pula bahwa Dia-lah yang paling berkuasa, bahkan
satu-satunya Dewa.
4.      Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma)
istilah tersebut terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti,
dalam agama nasrani Trinitas atau Tritunggal. Trimurti lahir dari
Politheisma. Dari sekian banyak dewa, suatu ketika muncul tiga
dewa yang dipandang paling berkuasa atau paling diperlukan.
Dalam agama Hindu Purana muncullah Brahman (Dewa yang
mencipta), Wisynu (Dewa yang memelihara ciptaan Brahman),
dan Syiwa (Dewa yang merusak, melenyapkan apa yang dicipta
Brahman dan dipelihara oleh Wisynu).
5.      Monotheisma Murni
Tuhan itu esa dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki
sifat satu-satunya, tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan
pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk atau rupa yang
ditemukan dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran
manusia), bukan bentuk atau rupa Tuhan.8

C.     SIFAT DAN HAKIKAT TUHAN DALAM ISLAM


Keberadaan Tuhan telah diyakini oleh sebagian besar umat
manusia. Namun masih terdapat sekelompok kecil dari mereka
yang merasa Tuhan itu tidak ada.
13
Dalam islam, bukti-bukti mengenai eksistensi Tuhan telah
disebutkan dalam Al-Qur’an. Diantaranya :
8
Sidi gazalba, Op. Cit., hal. 318-325.
  Surat An-naziat 17-23 :
“Kamukah yang lebih sulit menciptakannya atau langit yang dibangunnya ?”
(27)
“Ditinggikan-Nya dan diatur-Nya dengan sebaik-baiknya.”(28)
“Dan dijadikan-Nya malam gelap-gulita dan siang terang cuaca.”(29)
“Dan bumi sesudah itu dikembangkan-Nya”(30)
“Dikeluarkan-Nya dari situ airnya dan padang rumputnya”(31)
“Dan gunung-gunung diletakkan-Nya dengan teguh.”(32)
“Keperluan untukmu dan binatang ternakmu”(33)
  Surat Al-Ikhlash 1-4 :
“Katakanlah : Allah itu Esa.”(1)
“Allah itu tempat untuk meminta.”(2)
“Tiada beranak dan tiada diperanakkan (beribu-bapak).”
“Dan tiada seorang pun yang serupa dengan dia.”

  Al-An’am ayat 3 :
“Dan Dia Allah Penguasa di langit dan di bumi, mengetahui rahasiamu dan
yang kamu terangkan, dan mengetahui apa yang kamu usahakan.”9
Al-Farabi, sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia
terlebih dahulu membagi wujud yang ada menjadi dua bagian, yaitu :
1.      Wajibul wujud lighairihi. Yaitu wujud yang nyata karena lainnya.
Contohnya adalah wujud cahaya yang tidak akan ada kalau sekiranya
tidak ada matahari.
2.      Wajibul wujud li dzatihi. Yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak
ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Kalau ia tidak ada,
9
M.Yusuf Musa, Al-Qur’an dan Filsafat (Penuntun mempelajari Filsafat Islam),
(Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
14Yogya, 1991), hal. 10-11.
maka yang lima pun. tidak akan ada sama sekali. Ia adalah
sebab Yang Pertama bagi semua wujud. Wujud Yang Wajib
tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Wujud Tuhan adalah wujud yang paling sempurna.,
karena wujud yang sempurna itu, maka wujud tersebut
tidak mungkin terdapat sama sekali pada selain Tuhan,
seperti halnya dengan sesuatu yang sempurna indahnya
ialah apabila tidak terdapat keindahan semacam itu pada
lainnya atau dengan kata lain Ia menyendiri dengan
keindahan-Nya itu. Karena itu Tuhan adalah Esa dan tidak
ada sekutu-Nya.10 Sifat-sifat Tuhan telah banyak
disebutkan dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu
tauhid/ilmu Kalam. Terdapat 3 sifat bagi Allah, yaitu : sifat
wajib bagi Allah berjumlah 20, sifat Mustahil bagi Allah
berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah hanya 1. Sifat
tersebut dalam filsafat dikemukakan oleh Sanusi dengan
sebutan Hukum Budi Yang Tiga.11
D.    HUBUNGAN KONSEPSI TUHAN DENGAN ILMU FILSAFAT
Dalam islam, konsep ilmu tidak dapat dipisahkan
dari konsep Tuhan, karena semua ‘ilmuberasal dari-Nya.
Ilmu-Nya adalah absolute dan menyeluruh, mencakup
yang tampak maupun yang tersembunyi. Tuhan
mengetahui segalanya, tidak ada yang tidak diketahui-Nya
di dunia ini. Dia adalah awal dan akhir dari segala
pengetahuan.12 Filsafat dan agama memiliki ‘permainan’

10
Ahmad Hanafi, Op. Cit., hal. 90.
11
Sidi Gazalba, Op. Cit., hal. 334.
12
M. Hadi Masruri; Imron15
Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an : melacak kerangka
dasar integrasi ilmu dan budaya, (Malang : UIN-Malang Press, 2007), hal. 38.
yang berbeda dalam hal ketuhanan. Dalam perspektif
filsafat, Tuhan merupakan ‘something to be argued about’,
sedangkan dalam perspektif agama Tuhan merupakan
‘something to be sacrificed form’ yang tergambar di dalam
segenap aktivitas masyarakat.
Fungsi filsafat dalam kaitannya dengan distingsi
Ketuhanan adalah sebagai alat analisis konseptual yang
terkandung di dalam hal ihwal Ketuhanan. Melalui filsafat
orang akan mengerti bahwa kata Tuhan tidak hanya
memiliki satu arti, melainkan bermacam-macam arti.
Sebagai contoh, ‘Allah-nya orang Arab sebelum Islam
berbeda dengan ‘Allah-nya islam. Perbedaan itu antara
lain karena Allah-nya orang orang Arab memiliki
persekutuan dan anak yang semuanya minta dilayani
dalam bentuk sajian dan ketundukan dari manusia,
sedangkan ‘Allah-nya’ Islam, sebagaimana yang terekam
singkat dalam al-Qur’an Surat al-ikhlash berada dalam
pengertian paham monotheisme murni, karena Tuhan
dalam Islam dipahamkan sebagai Dzat Tunggal yang tidak
sebanding dengan apapun, Dzat yang tidak memerlukan
persekutuan, Dzat yang tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dia adalah awal dan akhir dari segala
harapan.13
E.     ANALISIS
Tuhan adalah penguasa segala hal, tidak hanya alam
semesta yang bersifat dhohir, tetapi juga hal yang bersifat
ghaib, seperti halnya hati. Jika terdapat pertanyaan
mengenai dimanakah tempat yang tidak dapat diketahui
16

13
Win Ushuluddin Bernadien, Op. cit., hal. 132-133.
oleh siapapun, maka jawabannya adalah tidak ada. Karena
Tuhan (Allah) akan selalu mengawasi makhluk-Nya.
Filsafat ketuhanan seperti menjawab pertanyaan
manusia mengenai Tuhannya. Filsafat ketuhanan juga
memberi semacam gambaran dan bukti-bukti, tidak
sebatas bahwa Tuhan itu ada, tetapi juga bukti bahwa
eksistensi Tuhan tidak luput dari kehidupan. Beberapa
tokoh filsafat pun menjelaskan hingga pada sifat-sifat dan
hakikatnya.
Namun, sebagaimana suatu hal pasti mempunyai
kekurangan, ilmu yang bersangkutan dengan Tuhan pun
tidak dapat dipelajari oleh semua orang dengan sukses
sebagai tujuannya. Atau dapat memahami tanpa
mengganggu keimanan seseorang. Filsafat mengajak
manusia untuk berpikir, filsafat ketuhanan berarti berpikir
mengenai ketuhanan. Tidak sedikit manusia yang justru
menjadi aneh, bahkan bisa dikatakan ‘gila’ setelah akalnya
tidak mampu menemukan jawaban memuaskan atas
pertanyaannya tentang Tuhan.
Sebagaimana pula dzat Allah yang agung, berbeda
dengan makhluknya, dan maha segala-galanya, maka
semakin manusia berpikir tentang Tuhan, bagaimana
wujudnya, bagaimana bentuknya, dimana tempatnya,
maka semakin manusia itu tidak mampu memikirkannya.
Karena akal manusia tidak akan mampu mencapai atau
membayangkan bagaimana Tuhan.

17

Panteisme
Dalam masalah pengertian akan panteisme banyak pihak yang
mengartikan panteisme secara berbeda sehingga pergerakannya
defenitifnya bergerak sangat liar. Sebagai pengantar, penulis
memposisikan diri pada paradigma bahwa pandangan panteistik dan
ateistik sama sekali berbeda, namun sekaligus berbeda dengan pandangan
teistik. Panteisme adalah salah satu posisi religius sekaligus metafisis.
Mengutip H.P. Owen,

“God is everything and everything is God…the world is either


identical with God or in some way a self-expression of his nature”14

Pandangan ini tidak jauh berbeda dengan apa yang Alasdair


MacIntyre sebut sebagai Unity, bagimana dia menjelaskan bahwa segala
hal berhubungan dalam sebuah bentuk kesatuan atau unity namun
sekaligus terdefenisi dan terdeterminasi sebagai hal-hal yang berbeda.15

Jika kita melihat pada posisi teistik, maka kita akan sampai pada
defenisi bahwa Tuhan terdefenisi sebagai satu bentuk personal yang
terlepas dari dunia atau apa yang disebut sebagai konsep transenden.
Transendensi inipun kemudian memiliki beberapa tatanan lebih lanjut,
sebagain percaya bahwa Tuhan sepenuhnya transenden dan terlepas dari
konsep holistik keduniawian dan sebagian lagi beranggapan bahwa Tuhan
personal tersebut tidak sepenuhnya terlepas dari dunia dan dunia
merupakan pancaran dari Tuhan atau yang dalam kajian teologis disebut
sebagai imanensi. Imanensi ini juga kemudian menjadi salah satu
keberpijakan dalam pandangan panteisme.

Tuhan dalam bentuk personal inilah yang kemudian bagi banyak


pandangan panteisme tidak diterima. Sebagai alternatif, panteisme pun
tidak mengafirmasi bentuk Tuhan yang berada dalam kondisi sepenuhnya
18
14
H.P. Owen, Concepts of Deity (London: Macmillan, 1971) p. 74.

15
Alasdair MacIntyre, “Pantheism,” Encyclopedia of Philosophy (New York: Macmillan and Free Press, 1967)
vol. 5, p. 34.
transenden, sepenuhnya secara ontologis berbeda dengan dunia ini.Salah
satu isu yang menjadi kontraposisi panteistik terhadap transendensi Tuhan
yang absolut adalah jika Tuhan diandaikan secara ontologis berada dalam
sesuatu yang melewati dunia dan semesta, maka bagaimana mungkin
adanya pengetahuan tentang Tuhan, indikasinya, jika sistem pengetahuan
tentang tuhan tidak mungkin adanya, bagaimana seseorang berbicara atau
bahkan mengkonseptualisasikan Tuhan itu sendiri.

Maka diskursus ini telah dibawa tidak hanya pada level metafisis
atau teologis, namun juga mencakup persoalan ontologi serta
epistemologi atau sistem pengetahuan tentang Tuhan itu sendiri. Namun,
jika universalitas serta konsep Tuhan yang imanen dalam pandangan
panteistik pun berindikasi sama. Jika Tuhan adalah suatu konsep yang
imanen dan hadir dalam setiap hal secara unitas namun terbagi, akan
muncul pertanyaan epistemik yang sama. Bagaimana sistem kepercayaan
ini bisa dimasukkan dalam diskursus jika basis epistemiknya sendiri
berada dalam lingkaran paradoksal. Kita bisa menerima panteisme
sebagai salah satu alternatif dan open-paradigm dalam hal teologis dan
sistem religi sebagaimana penulis sebutkan di atas, namun, terlalu
prematur untuk menutup diskursus mengenai panteisme sebagai sebuah
kajian ontologis dan epistemologis.

Teisme dalam Pandangan Panteisme

Dalam melihat hubungan antara panteisme dan teisme, kita harus


melihat fakta bahwa panteisme mengafirmasi eksistensi Tuhan
sebagaimana teisme mengakui keberadaan Tuhan. Namun panteisme
19
berposisi non-teistik atau dalam pemahaman bentuk tuhan personal dalam
monoteisme. Panteisme kemudian juga tidak serta merta menjadi bebal
dan tidak peka terhadap nilai-nilai ketuhanan sebagaimana dalam
pandangan ateistik. Yang coba ditolak oleh panteisme adalah ide tentang
Tuhan yang dimanifestasikan kalangan teistik dalam bentuk persona.
Namun kemudian pertanyaannya adalah, bagaimana kalangan teistik
melihat panteisme sendiri. Menurut Robert Oakes16, secara konsekuensial
panteisme adalah salah satu jawaban yang dibutuhkan oleh teisme, ini
dikarenakan pada keberpijakan teisme secara psikologis mengandaikan
Tuhan itu adalah manifestasi kemahaan yang transenden dan tidak bisa
dicapai manusia dan berada pada bentuk konstruksional yang namun pada
akhirnya akan sampai pada pemahaman bahwa secara teori kreasionisme
dan konsep kejahatan, transendensi Tuhan dianggap tidak bisa menjawab
pertanyaan tersebut sehingga panteisme adalah alternatif paling mungkin.

Jika kita melihat panteisme sebagai bentuk sistem kepercayaan,


Buddha adalah salah satu contoh paling mendekati, walaupun dalam
Buddha tidak memiliki konsep Tuhan sebagaimana panteisme, namun
paham naturalis yang dipegang, pemahaman terhadap kebaikan semesta
serta keterikatan antar benda merepresentasikan setidaknya lapisan terluar
dari panteisme. Atau jika kita merujuk lebih radikal tanpa harus mengait-
ngaitkan fakta secara induktif, ajaran monisme inipun sudah menjadi
salah satu sistem kepercayaan yang berimplementasi dalam kehidupan
beberapa masyarakat di timur seperti India. 17 Menyoal bagaimana
pandangan teistik dalam melihat panteisme, mengutip Michael P. Levine
dalam bukunya Pantheism, A Non-theistic Concept of Deity,

“This is not meant to deny that the doctrine is pantheistic in some


ways. After all, it is arguing for a kind of Unity of all things. Indeed, the
point of the doctrine seems to be to adopt a kind of pantheistic outlook—
with its accrued benefits—while maintaining as much as possible of the
20
16
Robert Oakes, “Does Traditional Theism Entail Pantheism?” American Philosophical Quarterly, 20 (1983)
p. 105.

17
Wainwright, “God’s Body,” p. 479.
classical theistic metaphysic. It is the most common theistic version of
“pantheism” and it explicitly or implicitly acknowledges various
“defects” (call them what you will) of theism.”18

Permasalahan di Dalam Panteisme

“The ideas both of creation and of evil which have appeared in


this section are important in considering the relation of God to the world
in the context of classical theistic metaphysics.”19

Jika kita berbicara dalam tatanan panteisme maka kita akan


sampai pada pertanyaan-pertanyaan mengenai bagaimana Tuhan dan
dunia ini memiliki keterikatan. Keterikatan ini telah dibahas sejak lama
dan mengemuka dan terartikulasi terutama dalam pembahasan
kreasionisme dan persoalan evil.

Dalam konteks kreasionisme, posisinya adalah, mengutip Jantzen,

“Whatever the doctrine of creation is, it is not a scientific


explanation for the origin of universes…creation ex nihilo is…a theistic
label to the mystery of why there should be something rather than
nothing…

“He that formed the eye, shall he not see…” (Psalm 94:9–10 AV)
…the one who originated our ability to perceive can hardly be without
that ability himself; the creator of persons is personal.”20

Jika kita mengandaikan bahwa panteisme adalah salah satu


alternative yang diajukan terhadap pandangan teisme, maka kita akan
sampai pada pertanyaan tentang demarkasi pembedaan antara yang teis
18
Michael P. Levine, “Pantheism, A21
Non-theistic Concept of Deity” (London: Routledge, 1994) p.168.

19
Ibid, p. 168

20
Grace Jantzen, God’s World, God’s Body (Philadelphia: Westminster, 1984), pp. 131
dan yang panteis, dan seharusnya, panteisme itu adalah konsekuensi yang
tidak terelakkan dan kemudian, sebagai alternatif, bagaimana panteisme
menyikapi hal-hal seperti teori kreasionisme yang dalam pandangan
teistik ke-ada-an Tuhan dan semesta ini adalah sebuah necessary, dan
semesta adalh ciptaan yang dibuat dari ketiadaan. Dalam hal ini sendiri
panteisme memiliki banyak pertimbangan dan terlihat kebingungan
memposisikan diri serta menjadi isu problematis sekaligus misterius di
bawah bayang-bayang paham creation ex nihilo itu sendiri.sedangkan
dalam teistik, kreasionisme adalah salah satu aspek penting dalam
perkembangan sistem kepercayaan agama monoteistik.

Namun kemudian sains seakan memberi ruang bagi panteisme


dalam menyikapi persoalan kreasionisme ini. Teori evolusi yang
dikembangkan Darwin yang meskipun tidak membawa kepentingan
sistem kepercayaan seakan mengafirmasi kedudukan panteisme dalam
teori kreasionisme. Meskipun kemudian terjadi banyak pertimbangan dan
opositif dari kalangan panteisme sendiri, teori evolusi memberi jawaban
diskursif bagi panteisme dalam menyikapi teori kreasionisme, bagaimana
kehadiran Tuhan dalam setiap aspek, dalam setiap sel, dalam semua benda
dan bagaimana penemuan sel Tuhan pada era kontemporer telah
membawa panteisme pada pemahaman yang sama sekali baru terlepas
dari sel Tuhan hanyalah sebatas penamaan dan permasalahan bahasa
dalam ilmu sains.

Namun ketika seakan-akan panteisme telah menemukan jawaban


akan permasalahan kreasionisme, panteisme sebenarnya berhadapan
dengan permasalahan yang lebih masif dan kompleks yang bahkan tidak
bisa dijawab oleh teistik itu sendiri, yaitu permasalahan evil atau
kejahatan. Mengutip H.P. Owen,
22
“Pantheists are bound to find the fact of evil (and especially
moral evil) an enormous embarrassment. It is difficult enough to square
this fact with belief in an omnipotent and infinitely loving Creator. It is
much more difficult to square it with the view that an evil world is an
actual expression of God’s perfect nature.”21

Asumsi awal dari permasalahan evil ini adalah, jika Tuhan itu
adalah kesempurnaan dan bentuk ke-maha-an tertinggi, maka kenapa
kejahatan itu masih ada jika Tuhan itu adalah yang maha baik. Owen
sendiri mengungkapkan bahwa perlawanan terhadap Tuhan personal
kaum teistik mengenai ke-maha-annya tidak sebanding dengan bagaimana
permasalahan evil ini dihadapkan dengan panteisme, dimana Tuhan itu
adalah bentuk kesempurnaan dari yang alamiah, maka, jika semesta
adalah manifestasi dari Tuhan yang sempurna, berarti kejahatan atau evil
itu sendiri dibawa dan berkembang di dalam kesempurnaan alam yang
merupakan Tuhan itu sendiri.

Namun dalam pembahasan kontemporer, panteisme berdiri bukan


lagi pada paradigma teistik, permasalahan menyoal evil ini adalah term
yang digunakan dalam teisme klasik. Namun pun demikian, panteisme
tidak bisa terlepas begitu saja dari permasalahan ini. Panteisme tetap
memiliki tanggung jawab memberikan penjelasan dalam menyikapi
persoalan ini. Tempat berdiri pertama dari panteisme adalah fakta bahwa
term evil yang digunakan disini bukanlah sebagai konsep moral
melainkan sebuah kajian metafisis. Meskipun dia dikaji sebagai sebuah
kajian konsep moral, dia adalah komitmen metafisis dari teisme.

Kemudian, permasalahan evil maupun kreasionisme ini secara


kognitif tidak bisa dipenetrasi. Mereka berdiri pada rawa-rawa teologis.
Yang tereksplorasi adalah reasoning bukan fakta-fakta empiris maupun
metafisis. Namun dalam permasalahan evil ini kebanyakan secara
kesusasteraan dicoba dijawab sebagaimana kritik Leo Tolstoy dalam
23
kumpulan ceritanya yang berjudul Dimana Cinta Ada, Disana Tuhan ada
atau dalam banyak lagi jawaban-jawaban particular yang belum cukup
21
Ibid. p. 131
mewadahi pertanyaan-pertanyaan mengenai persoalan evil ini dalam level
teologis terutama panteisme.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

A.    Pemikiran para tokoh filsafat tentang Tuhan disampaikan


antara lain oleh Ludwig Wittgenstein, Al-Kindi, Al-Farabi,
dan Aristoteles. Masing-masing mengemukakan
pendapatnya tentang Tuhan.
B.     Dalam filsafat ketuhanan muncul pula berbagai istilah-
istilah mengenai ketuhanan, diantaranya : Teodise,
Theisma, Henotheism, Ketuhanan Maha Tiga
(Trinitheisma), dan Monotheisma Murni.
C.     Sifat dan Hakikat Tuhan dalam islam telah tercantum
dalam Al-Quran, selain itu salah satu filsuf, Al-Farabi
mengemukakan teori wujud yang terbagi menjadi dua,
yaitu wajibul wujud lidzatihi dan wajibul wujud lighairihi.
Sifat Tuhan juga dijelaskan dalam cabang ilmu tersendiri
yaitu ilmu tauhid.
D.    Segala ilmu berasal dari Allah. Termasuk ilmu filsafat. Ilmu
filsafat mempunyai hubungan dengan Tuhan karena Tuhan
termasuk salah satu objek yang dikaji dalam bab
metafisika. Salah satu fungsi filsafat dalam Ketuhanan
adalah sebagai analisis konseptual.
Panteisme sebagai salah satu sistem kepercayaan yang tidak hanya dalam
level teologi namun metafisis, yang dimana secara etimologis berasal dari bahasa
Yunani Panyang berarti semesta. Sesuai dengan defenisi etimologisnya,
panteisme sebagai sebuah sistem kepercayaan yang menekankan bahwa Tuhan
itu termanifestasi dalam semesta. Panteisme hadir sebagai salah satu alternatif
bagi pandangan teistik. Bagaimana posisi panteis dalam menyikapi teistik yang
tertutup hingga problem-problem yang dihadapi teisme seperti permasalahan
kreasionisme dan evil. Pada akhrinya tulisan ini bukanlah sebuah finalitas, masih
24
banyak ruang-ruang diskursif yang penulis ajukan dalam perkembangan
pengetahuan kea rah yang lebih baik, lebih mendalam dan lebih radikal.
DAFTAR PUSTAKA

Bernadien, Win Ushuluddin.2004.Ludwig


Wittgenstein : Pemikiran Ketuhanan dan Implikasinya
Terhadap Kehidupan Keagamaan di Era Modern. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.

Gazalba, Sidi. 1977. Sistematika Filsafat, pengantar


kepada: dunia filsafat, teori pengetahuan, metafisika, teori
nilai. Bulan Bintang: Jakarta.

Masruri, hadi dan Imron Rosyidi. 2007. Filsafat Sains


Dalam Al-Qur’an : Melacak Kerangka Dasar Integrasi Ilmu
dan budaya. UIN Press: Malang.

Musa, M. Yusuf. 1991. Al-Qur’an dan Filsafat


(Penuntun Mempelajari Filsafat Islam). PT. Tiara Wacana
Yogya: Yogyakarta.
Hanafi, Ahmad. 1996. Pengantar Filsafat Islam. Bulan
Bintang: Jakarta.

Alasdair MacIntyre, Pantheism,Encyclopedia of Philosophy. New


York: Macmillan and Free Press, 1967.

Grace Jantzen, God’s World, God’s Body. Philadelphia:


Westminster, 1984.
H.P. Owen, Concepts of Deity. London: Macmillan, 1971.

Michael P. Levine, Pantheism, a Non-theistic Concept of Deity.


London: Routledge, 1994.

Robert Oakes, Does Traditional Theism Entail Pantheism?


American Philosophical Quarterly, 1983.

William J. Wainwright, God’s Body. Journal of the American


Academy of Religion, 1974.

25

Anda mungkin juga menyukai