Disusun Oleh:
Kelas B
Semester 1
Penyusun
II
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................... iii
DAFTAR PUSTAKA
III
1
IV
1
BAB I
PENDAHULUAN
Akan tetapi pemikiran Plotinus bukan hanya itu, dia juga mengemukakan
pemikiran tentang etika. Secara umu ajaran Plotinus disebut Plotinisme atau
Neoplatonisme. Jadi, ada kaitannya antara ajaran Plotinus dengan ajaran Plato.
B. Rumus Masalah
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
1. Plotinus
Plotinus percaya pada tiga hal surgawi, yaitu yang esa, intelektualitas, dan
jiwa. Ia juga menyatakan bahwa “Plilashopy is easy” yang artinya “Filsafat itu
mudah”. Ia menawarkan konsep emanation ex deo “ (memancar keluar dari
Tuhan) sebagai pengganti creation ex nihilo (pencipta dari ketiadaan) . platinus
memounyai sifat ketidak percayaan mmaterialitas yang melekat , memegang
pandangan bahwa fenomena merupan suatu citra yang buruk/memesis. Ketidak
percayaan ini di perluas ke jiwa, termasuk dirinya sendiri. Seperti yang di
laporkan oleh porphyry bahwa di suatu saat ia menolak untuk di potret dengan
berbagai alas an.
Plotinus mengambil studi filsafat pada usia 28 tahun, disekitar tahun 232
masehi dan berpetualang ke Alexandria untuk belajar filsafat. Di sana dia tidak
puas kepada setiap guru yang di temuinya sampai pada suatu saat dia bertemu
9
2
1
dengan seseorang dan menyarankanya untuk menemui saccas ammonius.
Setelah mendengarkan ide-ide dan ceramah amonius ia berkata kepada teman
yang menyarankanya .”ia adalah pria yang saya cari.” Mulai saat itu mulai
belajar sungguh-sungguh kepada instruktur barunya.
Selain amonius plotinus juga belajar dari karya karya Alexander dari
aprodicius, numenius dan berbagai stoa romawi, seperti aristoteles.setelah
menghabiskan 11 tahun berikutnya di Alexandria ia kemudian memnyelidiki
ajaran filosofis dari filsuf Persia dan filsuf india disekitar usia 38 tahun, dalam
mengejar upaya ini iameninggalkan Alexandria dan bergabung dengan tentara
gardium III di Persia. Namun kampanye itu gagal, dan pada ahirnya gordien
menjemput ajalnya, Plotinus menemukan dirinya di tinggalkan di tanah musuh
enggan susah payah berusaha menemukan jalan keluar kembali ke tempat aman
di antiokhia. Masa hidupnya adalah pada awal era kesulitan kekaisaran romawi
yang kemudian terpecah menjadi 2, kekaisaran timur dan barat. Oleh karena itu
Plotinus di anggap sebagai pemikir agung terakhir romawi.
Menurut Plotinus, semua wujud di alam semesta ini adalah Tuhan Yang
Esa, kebaikan mutlak sumber bagi fikiran, hakekat segala sesuatu dan segala-
segalanya. Ia merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan-pisahkan atau
dibagi dari dzat esa tersebut dengan jalan pelimpah( emanas ) Dari Yang Esa
( to hen ) keluarlah Bonus ( akal tertinggi, spirit, over mind ) seperti keluarnya
sinar dari benda yang bercahaya Nous tersebut ialah fikiran tertinggi ( over
mind ) bagi alam semesta dan bagi dunia idea serta gudang dari semua form,
dimana semua fikiran dan perkara yang wujud menjadi bagian-bagianya.
Noeplatonisme ini terdapat unsur-unsur Platinusme, Phytagoras,Aristotetes,
Stoa, dan Mistik timur. Jadi berpadu antara unsur-unsur kemanusiaan,
keagamaan dan Mistik. Seluruh sistem filsafat Plotinus berkisar pada konsep
kesatuan, yang disebutkan dengan nama" Yang Esa" dan semua yang ada
berhasrat seluruhnya terdapat gerakan 2 antara yaitu :
Dua dialektika itu, oleh Plotinus dikembangkan teori tentang asal usul
alam semesta yang tampaknya juga merupakan gabungan dari teori Plato dan
Aristotetes, yang kemudian dikenal sebagai sistem emanasi.
9
6
1
C. Pemikiran Plotinus terhadap Masa Kini
1. The One (Yang Esa) adalah tuhan yangsuatu realitas yang tidak mungkin
dapat dipahami melalui metode sains dan logika . The One juga tidak
dapat didekati melalui pengindraan dan tidak dapat dipahami lewat
pemikiran logis .
2. Realitas yang kedua yaitu Naos disebut juga mind . Mind adalah gambaran
tentang Yang Esa dan didalamnya mengandung ide-ide plato. Idea-idea itu
merupakan bentuk asli Objek kandungan. Naos adalah benar-benar
kesatuan untuk menghayatinya kita mesti melalui permenungan .
3. The Soul yaitu realitas ketiga dalam filsafat plotinus . Soul itu
mengandung satu jiwa dunia dan banyak dunia kecil. Jiwa dunia dapat
dilihat dalam dua aspek , yaitu energi dibelakang dunia dan pada waktu
yang sama ia adalah bentuk-bentuk alam semesta . Jiwa manusia juga
mempunyai dua aspek yaitu, intelek yang tunduk pada reinkarnasi dn
irrasional .
Dalam ajaran plotinus , jiwa tidak bergantung pada materi atau dengan
kata lain jiwa aktif dan materi bersifat pasif . Hubungannya dengan hubungan
suatu benda dengan bayangannya . Makin jauh yang mengalir yang asal akan
tetapi sempurna seperti halnya yang asal-corak filsafat plotinus berkisaran
pada konsep yang satu . Artinya, semua yang ada sumber dan akan kembali
kepada yang satu ,oleh karenanya dalam realitas seluruhnya. terdapat dua
gerakan yang terdapat pada sumber nya, yaitu :
a) Dari Atas Kebawah
9
7
1
Teori yang pertama ini dapat digambarkan sebagaimana dalam
emanasi . Pancaran dari yang satu memancar menjadi budi (nus) , akal
budi ini sama dengan ide-ide plato yang dianggap platinus sebagai intelek
yang memikirkan dirinnya . Dari akal budi pekerti itu muncullah dari jiwa
dunia ini mengeluarkan materi (Psykhe) . Akhirnya dari jiwa dunia ini
mengeluarkan (nyle) , yang bersama dengan jiwa dunia merupakan jagat
raya . Karena materi memiliki tingkatan paling rendah , maka ia berupa
makhluk yang paling kurang sempurna dari sumber-sumber kejahatan .
b) Dari Bawah Keatas
Teori kedua ini dapat pula dikatakan dengan kebersatuan dengan
yang satu . inilah yang menjadi tujuan dari filsafat yang dikonsep oleh
plotinus . Fase terakhir dari perjalanan menuju ketuhanan hanya bisa
dicapai dengan mistik atau semedi (estatic-mystical experience) yang oleh
plotinus disebut dengan istilah terbang dari pribadi ( The Flight Of the
alone to alone ) artinya menuju kepada tuhan.2
1. Tentang Ilmu
Idea keilmuan tidak begitu maju pada plotinus , ia menganggap
sains lebih rendah dari pada keimanan . Metafisika lebih rendah dari
pada keimanan . Plotinus dapat disebut sebagai musuh naturalisme . ia
membedakan dengan tegas antara tubuh dan jiwa . jiwa menurutnya
tidak diterjemahkan kedalam ukuran badaniah.
2. Tentang jiwa
Suatu kekuatan ilahiyah dan merupakan sumber kekalan . alam
semesta berada dalam satu jiwa dunia . Dalam filsafat plotinus
dikemukakan pula adanya reinkarnasi sebagai mana dalam teori filsafat
plato . selain itu jiea telah ada sebelum keberadaan jasmani , sehingg
jiwa bersifat kekal . Reinkarnasi ditentukan oleh prilaku manusia pada
saat hidupnya dan hanya jiwa yang kotor sajalah yang mengalami
reinkarnasi . Menurutnya jiwa yang tinggi adalah jiwa yang tidak
mengingat apa-apa kecuali tinggi .
3. Etika dan Estetika
9
8
1
2
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010) Hal. 160
Setiap warga negara dsalam dunia politik harus menjalankan
tugas-tugasnya sekalipun tidak tertarik didalamnya. Plotinus tidak
menganggap , tetapi perenunglah yang lebih penting. Konsep keindahan
pada plotinus berhubungan dengan pandangan tentang kejahatan .
Menurut Plotinus, kejahatan tidak mempunyai realitas meta fisis .
plotinus berpendapat bahwa keindahan dibumi dan langit terdapat
hubungsn . konsep keindahan plotinus hubungan dengan pandangan
tentang kejhatan , Menurut Plotinus kejahatan tidak mempunyai realitas
metafis , yaitu kejahatan adalah sekedar syarat kesempurnan alam .
4. Bersatu dengan Tuhan
Tujuan tercapainya kebersatuan dengan Tuhan . Caranya dengan
mengenal alam memalai alat indra kemudian dengan ini kita mengenal
keagungan tuhan , yang menghantarkan kita menuju jiwa dunia , setelah
itu menuju jiwa ilahi.
D. Kedudukan Plotinus
Teori neo-platonisme memiliki pengaruh yang besar dalam dunia
filsafat .Koamologi Plotinus termasuk tinggi terutama dalam hal kedalaman
spekulasinya dan daya imajinasinya. Pandangan mistis merupakan ciri
fiksafat , usahanya untuk memahami realitas spiritual cukup gigih . Teoti ini
sangat besar pengaruhnya pada filsafat pada filosof yang mengemukakannys
sampai hari belumada teori yang memuaskan tentang asal-usul semesta
selain teori emanasi . secara filosof .Ajaran kebersatuan dengan tuhan
mengingatkan kita pada teori yang dikembangkan oleh para suffi muslim,
seperti Al-hallaj , abu yazid , al bisthomi,ibn Al arabi, dll.
1. Pengikut plotinus
10
9
sedangkan orang yang bodoh akan menodai Tuhan sekalipun sering berdoa dan
bertaubat .
c) Lamblichus (10.330). Ia berpendapat bahwa manusia tidak akan
selamattanpa iman bahwa manusia tidak mungkin memahami Tuhan
dan ajarannya.
d) Proclus , berpendapat bahwa manusia tidak akan selamat tanpa iman .
11
3
Win Ushuluddin Bernadien, Ludwig Wittgenstein : pemikiran ketuhanan & implikasinya
terhadap kehidupan keagamaan di era modern (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004).
4
Sidi Gazalba, Sistematika filsafat : pengantar kepada dunia filsafat, teori pengetahuan,
metafisika, teori nilai (Jakarta : Bulan Bintang, 1977), 326.
yang tidak didahului oleh wujud lain, tidak berakhir wujud-Nya dan tidak ada
wujud kecuali dengan-Nya.5
3. Al-Farabi
Tuhan Allah adalah wujud yang sempurna dan yang ada tanpa sebab suatu sebab,
karena kalau ada sebab bagi-Nya berarti ia tidak sempurna, sebab tergantung
kepada-Nya. Ia adalah wujud yang paling mulia dan yang paling dulu adanya.
Karena itu Tuhan adalah zat yang azali (tanpa permulaan) dan yang selalu ada.
Zatnya itu sendiri sudah cukup menjadi sebab bagi keabadian wujud-Nya.
Wujud-Nya tidak terdiri dari hule (matter ; benda) dan form (shurah), yaitu dua
bagian yang terdapat pada makhluk. Kalau sekiranya ia terdiri dari dua perkara
tersebut, tentunya akan terdapat susunan (bagian-bagian) pada Zat-Nya.6
4. Aristoteles
Tuhan sebagai ‘Aktualitas Abadi’ yang menyebabkan perubahan dan merupakan
‘Aktualitas Murni’ (Actus Purus) bukan benda material, karena jika penggerak
pertama sebagai benda material berarti dia sebagai subjek yang berubah, padahal
dia adalah ‘Penyebab Awal’ yang tidak terciptakan dan bersifat abadi.7
B. ISTILAH-ISTILAH TENTANG FILSAFAT KETUHANAN
Berikut ini adalah beberapa istilah yang menyangkut tentang filsafat ketuhanan :
1. Teodise
Adalah pembenaran ajaran agama tentang kekuasaan dan
aturan Tuhan yang menyangkut masalah penderitaan dan
adanya kejahatan dalam berbagai bentuk.
2. Theisma
Theisma mempercayai bahwa Theus (penamaan Tuhan dalam
bahasa Yunani) itu ialah awal dan akhir dari segala-galanya.
3. Henotheism
5
Ahmad Hanafi, Pengantar Filsafat Islam (Jakarta :Bulan Bintang, 1990), 77.
12
6
Ibid.,90
7
Win Ushuluddin Bernadien,Op. Cit., hal. 22.
Masing-masing dewa memiliki kekuasaannya sendiri-sendiri,
misalnya Dewa Matahari kekuasaannya panas. Dewa hujan
kekuasaannya air. Ketika musim kemarau orang memuja Dewa
Hujan. Untuk mengambil hatinya, dikatakanlah bahwa Dia-lah
yang paling berkuasa, bahkan satu-satunya Dewa. Ketika musim
hujan yang panjang, orang memrlukan Dewa Matahari.
Dikatakan pula bahwa Dia-lah yang paling berkuasa, bahkan
satu-satunya Dewa.
4. Ketuhanan Maha Tiga (Trinitheisma)
istilah tersebut terkenal dalam agama Hindu dengan Trimurti,
dalam agama nasrani Trinitas atau Tritunggal. Trimurti lahir dari
Politheisma. Dari sekian banyak dewa, suatu ketika muncul tiga
dewa yang dipandang paling berkuasa atau paling diperlukan.
Dalam agama Hindu Purana muncullah Brahman (Dewa yang
mencipta), Wisynu (Dewa yang memelihara ciptaan Brahman),
dan Syiwa (Dewa yang merusak, melenyapkan apa yang dicipta
Brahman dan dipelihara oleh Wisynu).
5. Monotheisma Murni
Tuhan itu esa dalam jumlah, sifat dan perbuatan. Tuhan memiliki
sifat satu-satunya, tidak ada duanya. Tiap sifat yang ditemukan
pada alam, bukan sifat Tuhan. Tiap bentuk atau rupa yang
ditemukan dalam alam (termasuk dalam alam imajinasi pikiran
manusia), bukan bentuk atau rupa Tuhan.8
Al-An’am ayat 3 :
“Dan Dia Allah Penguasa di langit dan di bumi, mengetahui rahasiamu dan
yang kamu terangkan, dan mengetahui apa yang kamu usahakan.”9
Al-Farabi, sebelum membicarakan tentang hakikat Tuhan dan sifat-sifat-Nya, ia
terlebih dahulu membagi wujud yang ada menjadi dua bagian, yaitu :
1. Wajibul wujud lighairihi. Yaitu wujud yang nyata karena lainnya.
Contohnya adalah wujud cahaya yang tidak akan ada kalau sekiranya
tidak ada matahari.
2. Wajibul wujud li dzatihi. Yaitu wujud yang apabila diperkirakan tidak
ada, maka akan timbul kemuslihatan sama sekali. Kalau ia tidak ada,
9
M.Yusuf Musa, Al-Qur’an dan Filsafat (Penuntun mempelajari Filsafat Islam),
(Yogyakarta : PT. Tiara Wacana
14Yogya, 1991), hal. 10-11.
maka yang lima pun. tidak akan ada sama sekali. Ia adalah
sebab Yang Pertama bagi semua wujud. Wujud Yang Wajib
tersebut dinamakan Tuhan (Allah).
Wujud Tuhan adalah wujud yang paling sempurna.,
karena wujud yang sempurna itu, maka wujud tersebut
tidak mungkin terdapat sama sekali pada selain Tuhan,
seperti halnya dengan sesuatu yang sempurna indahnya
ialah apabila tidak terdapat keindahan semacam itu pada
lainnya atau dengan kata lain Ia menyendiri dengan
keindahan-Nya itu. Karena itu Tuhan adalah Esa dan tidak
ada sekutu-Nya.10 Sifat-sifat Tuhan telah banyak
disebutkan dalam cabang ilmu tersendiri yaitu ilmu
tauhid/ilmu Kalam. Terdapat 3 sifat bagi Allah, yaitu : sifat
wajib bagi Allah berjumlah 20, sifat Mustahil bagi Allah
berjumlah 20, dan sifat jaiz bagi Allah hanya 1. Sifat
tersebut dalam filsafat dikemukakan oleh Sanusi dengan
sebutan Hukum Budi Yang Tiga.11
D. HUBUNGAN KONSEPSI TUHAN DENGAN ILMU FILSAFAT
Dalam islam, konsep ilmu tidak dapat dipisahkan
dari konsep Tuhan, karena semua ‘ilmuberasal dari-Nya.
Ilmu-Nya adalah absolute dan menyeluruh, mencakup
yang tampak maupun yang tersembunyi. Tuhan
mengetahui segalanya, tidak ada yang tidak diketahui-Nya
di dunia ini. Dia adalah awal dan akhir dari segala
pengetahuan.12 Filsafat dan agama memiliki ‘permainan’
10
Ahmad Hanafi, Op. Cit., hal. 90.
11
Sidi Gazalba, Op. Cit., hal. 334.
12
M. Hadi Masruri; Imron15
Rossidy, Filsafat Sains dalam Al-Qur’an : melacak kerangka
dasar integrasi ilmu dan budaya, (Malang : UIN-Malang Press, 2007), hal. 38.
yang berbeda dalam hal ketuhanan. Dalam perspektif
filsafat, Tuhan merupakan ‘something to be argued about’,
sedangkan dalam perspektif agama Tuhan merupakan
‘something to be sacrificed form’ yang tergambar di dalam
segenap aktivitas masyarakat.
Fungsi filsafat dalam kaitannya dengan distingsi
Ketuhanan adalah sebagai alat analisis konseptual yang
terkandung di dalam hal ihwal Ketuhanan. Melalui filsafat
orang akan mengerti bahwa kata Tuhan tidak hanya
memiliki satu arti, melainkan bermacam-macam arti.
Sebagai contoh, ‘Allah-nya orang Arab sebelum Islam
berbeda dengan ‘Allah-nya islam. Perbedaan itu antara
lain karena Allah-nya orang orang Arab memiliki
persekutuan dan anak yang semuanya minta dilayani
dalam bentuk sajian dan ketundukan dari manusia,
sedangkan ‘Allah-nya’ Islam, sebagaimana yang terekam
singkat dalam al-Qur’an Surat al-ikhlash berada dalam
pengertian paham monotheisme murni, karena Tuhan
dalam Islam dipahamkan sebagai Dzat Tunggal yang tidak
sebanding dengan apapun, Dzat yang tidak memerlukan
persekutuan, Dzat yang tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan, Dia adalah awal dan akhir dari segala
harapan.13
E. ANALISIS
Tuhan adalah penguasa segala hal, tidak hanya alam
semesta yang bersifat dhohir, tetapi juga hal yang bersifat
ghaib, seperti halnya hati. Jika terdapat pertanyaan
mengenai dimanakah tempat yang tidak dapat diketahui
16
13
Win Ushuluddin Bernadien, Op. cit., hal. 132-133.
oleh siapapun, maka jawabannya adalah tidak ada. Karena
Tuhan (Allah) akan selalu mengawasi makhluk-Nya.
Filsafat ketuhanan seperti menjawab pertanyaan
manusia mengenai Tuhannya. Filsafat ketuhanan juga
memberi semacam gambaran dan bukti-bukti, tidak
sebatas bahwa Tuhan itu ada, tetapi juga bukti bahwa
eksistensi Tuhan tidak luput dari kehidupan. Beberapa
tokoh filsafat pun menjelaskan hingga pada sifat-sifat dan
hakikatnya.
Namun, sebagaimana suatu hal pasti mempunyai
kekurangan, ilmu yang bersangkutan dengan Tuhan pun
tidak dapat dipelajari oleh semua orang dengan sukses
sebagai tujuannya. Atau dapat memahami tanpa
mengganggu keimanan seseorang. Filsafat mengajak
manusia untuk berpikir, filsafat ketuhanan berarti berpikir
mengenai ketuhanan. Tidak sedikit manusia yang justru
menjadi aneh, bahkan bisa dikatakan ‘gila’ setelah akalnya
tidak mampu menemukan jawaban memuaskan atas
pertanyaannya tentang Tuhan.
Sebagaimana pula dzat Allah yang agung, berbeda
dengan makhluknya, dan maha segala-galanya, maka
semakin manusia berpikir tentang Tuhan, bagaimana
wujudnya, bagaimana bentuknya, dimana tempatnya,
maka semakin manusia itu tidak mampu memikirkannya.
Karena akal manusia tidak akan mampu mencapai atau
membayangkan bagaimana Tuhan.
17
Panteisme
Dalam masalah pengertian akan panteisme banyak pihak yang
mengartikan panteisme secara berbeda sehingga pergerakannya
defenitifnya bergerak sangat liar. Sebagai pengantar, penulis
memposisikan diri pada paradigma bahwa pandangan panteistik dan
ateistik sama sekali berbeda, namun sekaligus berbeda dengan pandangan
teistik. Panteisme adalah salah satu posisi religius sekaligus metafisis.
Mengutip H.P. Owen,
Jika kita melihat pada posisi teistik, maka kita akan sampai pada
defenisi bahwa Tuhan terdefenisi sebagai satu bentuk personal yang
terlepas dari dunia atau apa yang disebut sebagai konsep transenden.
Transendensi inipun kemudian memiliki beberapa tatanan lebih lanjut,
sebagain percaya bahwa Tuhan sepenuhnya transenden dan terlepas dari
konsep holistik keduniawian dan sebagian lagi beranggapan bahwa Tuhan
personal tersebut tidak sepenuhnya terlepas dari dunia dan dunia
merupakan pancaran dari Tuhan atau yang dalam kajian teologis disebut
sebagai imanensi. Imanensi ini juga kemudian menjadi salah satu
keberpijakan dalam pandangan panteisme.
15
Alasdair MacIntyre, “Pantheism,” Encyclopedia of Philosophy (New York: Macmillan and Free Press, 1967)
vol. 5, p. 34.
transenden, sepenuhnya secara ontologis berbeda dengan dunia ini.Salah
satu isu yang menjadi kontraposisi panteistik terhadap transendensi Tuhan
yang absolut adalah jika Tuhan diandaikan secara ontologis berada dalam
sesuatu yang melewati dunia dan semesta, maka bagaimana mungkin
adanya pengetahuan tentang Tuhan, indikasinya, jika sistem pengetahuan
tentang tuhan tidak mungkin adanya, bagaimana seseorang berbicara atau
bahkan mengkonseptualisasikan Tuhan itu sendiri.
Maka diskursus ini telah dibawa tidak hanya pada level metafisis
atau teologis, namun juga mencakup persoalan ontologi serta
epistemologi atau sistem pengetahuan tentang Tuhan itu sendiri. Namun,
jika universalitas serta konsep Tuhan yang imanen dalam pandangan
panteistik pun berindikasi sama. Jika Tuhan adalah suatu konsep yang
imanen dan hadir dalam setiap hal secara unitas namun terbagi, akan
muncul pertanyaan epistemik yang sama. Bagaimana sistem kepercayaan
ini bisa dimasukkan dalam diskursus jika basis epistemiknya sendiri
berada dalam lingkaran paradoksal. Kita bisa menerima panteisme
sebagai salah satu alternatif dan open-paradigm dalam hal teologis dan
sistem religi sebagaimana penulis sebutkan di atas, namun, terlalu
prematur untuk menutup diskursus mengenai panteisme sebagai sebuah
kajian ontologis dan epistemologis.
17
Wainwright, “God’s Body,” p. 479.
classical theistic metaphysic. It is the most common theistic version of
“pantheism” and it explicitly or implicitly acknowledges various
“defects” (call them what you will) of theism.”18
“He that formed the eye, shall he not see…” (Psalm 94:9–10 AV)
…the one who originated our ability to perceive can hardly be without
that ability himself; the creator of persons is personal.”20
19
Ibid, p. 168
20
Grace Jantzen, God’s World, God’s Body (Philadelphia: Westminster, 1984), pp. 131
dan yang panteis, dan seharusnya, panteisme itu adalah konsekuensi yang
tidak terelakkan dan kemudian, sebagai alternatif, bagaimana panteisme
menyikapi hal-hal seperti teori kreasionisme yang dalam pandangan
teistik ke-ada-an Tuhan dan semesta ini adalah sebuah necessary, dan
semesta adalh ciptaan yang dibuat dari ketiadaan. Dalam hal ini sendiri
panteisme memiliki banyak pertimbangan dan terlihat kebingungan
memposisikan diri serta menjadi isu problematis sekaligus misterius di
bawah bayang-bayang paham creation ex nihilo itu sendiri.sedangkan
dalam teistik, kreasionisme adalah salah satu aspek penting dalam
perkembangan sistem kepercayaan agama monoteistik.
Asumsi awal dari permasalahan evil ini adalah, jika Tuhan itu
adalah kesempurnaan dan bentuk ke-maha-an tertinggi, maka kenapa
kejahatan itu masih ada jika Tuhan itu adalah yang maha baik. Owen
sendiri mengungkapkan bahwa perlawanan terhadap Tuhan personal
kaum teistik mengenai ke-maha-annya tidak sebanding dengan bagaimana
permasalahan evil ini dihadapkan dengan panteisme, dimana Tuhan itu
adalah bentuk kesempurnaan dari yang alamiah, maka, jika semesta
adalah manifestasi dari Tuhan yang sempurna, berarti kejahatan atau evil
itu sendiri dibawa dan berkembang di dalam kesempurnaan alam yang
merupakan Tuhan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
25