Anda di halaman 1dari 8

ELIMINASI

Eliminasi merupakan proses pembuangan. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

terdiri dari kebutuhan kebutuhan eliminasi uri (berkemih) dan eliminasi alvi

(defekasi)

A. ELIMINASI URI (BERKEMIH)

1. Sistem urinaria

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ retroperitoneal yang terdiri atas dua bagian

yaitu kanan dan kiri tulang belakang. Fungsi ginjal yaitu sebagai

pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh serta

menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine.

b. Kandung kemih (bladder, buli-buli)

Merupakan sebuah kantong yang terdiri dari otot halus yang

berfungsi sebagai penampung urine.

c. Uretra

Merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke

bagian luar. Pada pria dan wanita fungsinya berbeda yaitu pada

pria sebagai tempat pengaliran urine dan sekaligus sebagai sistem

reproduksi tetapi pada wanita hanya menyalurkan urine kebagian

luar tubuh.

2. Fakor – faktor yang mempengaruhi eliminasi urin

a. Pertumbuhan dan perkembangan


Misal pada anak-anak masih kesulitan untuk mengontrol buang air

kecil tetapi setelah bertambahnya usia (dewasa) kemampuan dalam

mengontrol buang air kecil meningkat.

b. Social cultural

Adanya masyarakat tertentu yang melarang buang air kecil di

tempat tertentu.

c. Psikologis

Meningkatnya sensitivitas untuk berkemih dan jumlah urine yang

diproduksi disebabkan stress (psikologis).

d. Kebiasaan sesorang (gaya hidup)

Misalnya seserang yang sudah terbiasa berkemih ditoilet akan

mengalami kesulitan jika berkemih dengan urineal atau pot urine.

e. Tonus otot dan tingkat aktivitas

Tonus otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis jika

mengalami gangguan akan mempengaruhi pengeluaran urine.

Tingkat aktivitas dapat memperbaiki tonus otot.

f. Intake cairan dan makanan

Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang

mempengaruhi jumlah urine. Misalnya protein, natrium, kopi.

g. Kondisi penyakit

Misalnya pada pasien diabetes melitus.


h. Pembedahan

Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus

mempengaruhi produksi urine (turun) karena pemberian obat

anestesi.

i. Pengobatan

Pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sebaliknya

pemberian anti hipertensi menyebabkan retensi urine.

j. Pemeriksaan diagnostic

Misal pemeriksaan IVP (intra venus pyelogram) yang dapat

membatasi asupan sehingga mengurangi jumlah urine.

3. Masalah Eliminasi Urine

a. Retensi urine

Penumpukan urine di didalam kandung kemih akibat

ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung

kemih, sehingga menyebabkan distensi vesika urinaria.

b. Inkontinensia urine

Ketidakmampuan otot spingter ekternal mengontrol ekskresi urine

disebabkan oleh proses penuaan (aging proses), pembesaran

kelenjar prostat, penurunan kesadaran, penggunaan obat narkotik

dan sedatif.

c. Enuresis
Tidak sanggup menahan kemih (ngompol) biasanya terjadi pada

anak maupun jompo.

B. ELIMINASI ALVI (BUANG AIR BESAR)

1. Fisiologi Defekasi.

Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga

disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat

bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu.

Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang

peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf

sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap

kebutuhan untuk defekasi.

2. Defekasi dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu

a. Refleks defekasi instrinsik.

Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding

rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus

mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon

desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini

menekan feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati

anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter

eksternal tenang maka feses keluar.

b. Refleks defekasi parasimpatis.

Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal diteruskan ke

spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,

kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini


meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus

internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus

individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal tenang

dengan sendirinya.

Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma

yang akan meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi

muskulus levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses

melalui saluran anus.

Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan

tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan

kebawah kearah rektum.

Jika refleks defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja

dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal, maka rasa

terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum

meluas untuk menampung kumpulan feses.

Susunan feses terdiri dari bakteri yang umumnya sudah mati, lepasan

epitelium dari usus, sejumlah kecil zat nitrogen terutama musin (mucus),

garam terutama kalsium fosfat, sedikit zat besi dari selulosa, sisa zat

makanan yang tidak dicerna dan air (100 ml).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Eliminasi fecal.

Usia dan perkembangan, diet, pemasukan cairan, aktifitas fisik,, faktor

psikologik, kebiasaan, posisi, nyeri, kehamilan, operasi & anestesi, obat-

obatan, test diagnostik, kondisi patologis, iritans.

4. Masalah eliminasi fecal.


a. Konstipasi

Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya

frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras,

dan mengejan. BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum.

Kondisi ini terjadi karena feses berada di intestinal lebih lama,

sehingga banyak air diserap.

b. Impaction.

Impaction merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga

tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan.

Impaction berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.

c. Diare

Diare merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak

berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat.

Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang

menyebabkan meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses

menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan

menahan BAB.

d. Inkontinensia fecal

Yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari

anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan

gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma

spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu

secara mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar

secara fisik.
e. Flatulens

Yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus

meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya

gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang

menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan

oleh bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus

yang menghasilkan CO2.

f. Hemoroid

Yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa

internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,

kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan

dapat terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang.

Jika terjadi inflamasi dan pengerasan, maka pasien merasa panas

dan gatal. Kadang-kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat

BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya pasien mengalami konstipasi.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir
Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan


Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth
edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester
Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai