A. Definisi dan Dasar Hukum dan Prosedur Perizinan Kegiatan Pengolahan
Limbah B3 Pengolahan limbah B3 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. (MENLHK. 2020)
Dasar hukum pengolahan limbah B3 yaitu :
1. Undang-Undang 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup; 2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun 4. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizian Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; 5. Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor: KEP-03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun; dan 6. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis
B. Proses Pengolahan Limbah B3
Proses pengolahan limbah B3 dapat dilakukan secara kimia, fisik, atau
biologi. Proses pengolahan limbah B3 secara kimia atau fisik yang umumnya dilakukan adalah stabilisasi/ solidifikasi. Sedangkan untuk pengolahan secara biologi dilakukan dengan bioremidiasi dan viktoremidiasi (Enviro. 2015). Berikut metode yang digunakan untuk pengolahan limbah B3:
1. Berdasarkan Metode yang digunakan:
a. Stabilisasi adalah proses penambahan suatu zat dan dicampur dengan limbah untuk meminimalkan kecepatan migrasi (perpindahan) limbah untuk mengurangi toksisitas dari limbah Sehingga, stabilisasi digambarkan sebagai proses dimana seluruh atau sebagian kontaminan terikat dengan menambahkan media, pengikat, atau pengubah. Solidifikasi adalah proses menggunakan aditif berdasarkan sifat fisis alami dari limbah (seperti yang ditentukan sebagai kriteria teknis dari kekuatan, tekanan, dan/atau permeabilitas) digunakan selama proses. Objektif stabilisasi dan solidifikasi untuk mereduksi toksisitas dan mobilitas limbah sebaik perbaikan kriteria teknis dalam material stabilisasi peranan aditif dalam proses stabilisasi yaitu:
1) Memperbaiki cara penanganan dan karakteristik fisik limbah
2) Mengurangi permukaan area yang dilalui dimana dapat memindahkan dan mengurangi kontaminan yang terjadi. 3) Membatasi kelarutan dari berbagai polutan yang ada di limbah 4) Mengurangi toksisitas dari kontaminan Contoh bahan yang dapat digunakan untuk proses stabilisasi/solidifikasi adalah semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik.
b. Metode insinerasi (pembakaran) dapat diterapkan untuk memperkecil
volume B3 namun saat melakukan pembakaran perlu dilakukan pengontrolan ketat agar gas beracun hasil pembakaran tidak mencemari udara. Insinerasi memiliki banyak manfaat untuk mengolah berbagai jenis sampah seperti sampah medis dan beberapa jenis sampah berbahaya di mana patogen dan racun kimia bisa hancur dengan temperatur tinggi. Insinerasi sangat populer di beberapa negara seperti Jepang di mana lahan merupakan sumber daya yang sangat langka. Denmark dan Swedia telah menjadi pionir dalam menggunakan panas dari insinerasi untuk menghasilkan energi. c. Bioremediasi adalah penggunaan bakteri dan mikroorganisme lain untuk mendegradasi/ mengurai limbah B3. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Dan vitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk mengabsorbsi dan mengakumulasi bahan-bahan beracun dari tanah.
Ketiga proses ini sangat bermanfaat dalam mengatasi
pencemaran oleh limbah B3 dan biaya yang diperlukan lebih murah dibandingkan dengan metode kimia atau fisik. Kekurangannya proses pengolahan limbah B3 secara biologi tersebut merupakan proses alami sehingga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk membersihkan limbah B3, terutama dalam skala besar.
2. Berikut adalah jenis pengolahan limbah B3 yaitu:
a. Proses pengolahan secara kimia :
1) Reduksi-Oksidasi Reduksi-Oksidasi Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi (redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik. 2) Elektrolisasi 3) Netralisasi Netralisasi Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau Ca(OH)2. Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti H2SO4 atau HCI. 4) Presipitasi / Pengendapan Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi Kontaminan logam berat dalam cairan diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO karena dapat mengikat As, Zn, Ni, Mn dan Hg. 5) Solidifikasi / Stabilisasi 6) Absorpsi 7) Penukaran ion, dan Penukaran ion Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat diserap oleh resin anion. 8) Pirolisa 9) Limbah infeksius Ada beberapa metode penanganan limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu : a) Metode Desinfeksi Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak aktif. b) Metode Pengenceran (Dilution) dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga dapat menimbulkan banjir. b. Metode Proses Biologis dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah. 1) Metode Ditanam ( Land fill ) yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah. 2) Metode Insinerasi (Pembakaran) Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO 2 dan H2O. Bahan- bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah). 3) Limbah umum, limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat dan dibakar di insinerator c. Proses pengolahan limbah secara fisik : 1) Pembersihan gas : elektrostatik presipitator, penyaringan partikel, wet scrubbing, dan adsorpsi dengan karnbon aktif 2) pemisahan cairan dengan padatan : sentrifugasi, klarifikasi, koagulasi, filtrasi, flokulasi, floatasi, sedimentasi, dan thickening 3) Penyisihan komponen-komponen yang spesifik : adsorpsi, kristalisasi, dialisa, electrodialisa, leaching, reverse osmosis, solvent extraction, dan stripping 3. Pengolahan limbah berdasarkan bentuknya: (DLHK. 2016.) a. Pengolahan Limbah Padat 1) Penimbunan Terbuka Terdapat dua cara penimbunan sampah yang umum dikenal, yaitu metode penimbunan terbuka (open dumping) dan metode sanitary landfill. Di lahan penimbunan terbuka, berbagai hama dan kuman penyebab penyakit dapat berkembang biak. Gas metan yang dihasilkan oleh pembusukan sampah organik dapat menyebar ke udara sekitar dan menimbulkan bau busuk serta mudah terbakar. Cairan yang tercampur dengan sampah dapat merembes ke tanah dan mencemari tanah serta air. 2) Sanitary Landfill Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Pada landfill yang lebih modern, biasanya dibuat sistem Iapisan ganda (plastik – lempung – plastik – lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk dari proses pembusukan sampah. Gas tersebut kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan listrik. 3) Insinerasi Insinerasi adalah pembakaran sampah/limbah padat menggunakan suatu alat yang disebut insinerator. Kelebihan dari proses insinerasi adalah volume sampah berkurang sangat banyak (bisa mencapai 90 %). Selain itu, proses insinerasi menghasilkan panas yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik atau untuk pemanas ruangan. b. Pengolahan Limbah Pada Fasa Cair (Water Phase Treatment) Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan berikut: 1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air minum. 2) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan. 3) Tidak menimbulkan pencemaran pada flora dan fauna yang hidup di air di dalam penggunaannya sehari-hari. 4) Tidak dihinggapi oleh vektor atau serangga yang mengakibatkan penyaki. 5) Tidak terbuka dan harus tertutup. 6) Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap; Pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: a) Pengolahan secara Fisika Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. b) Pengolahan secara Kimia Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. c) Pengolahan secara Biologi Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. c. Pengolahan Limbah Fasa Gas (Gas Phase Treatment) Mengontrol Emisi Gas Buang Emisi gas buang dapat dikurangi dengan mulai menggunakan sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan. menghilangkan materi partikulat dari udara pembuangan filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang keluar dari cerobong. pengendap siklon atau cyclone separators adalah pengedap debu / abu yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Membersihkan udara yang kotor dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari bagian bawah alat. Dengan pengendap elektrostatik, yaitu menggunakan arus listrik untuk mengionkan limbah. Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai.
C. Prosedur Izin Pengolahan Limbah B3
Permohonan izin pengolahan limbah B3 diajukan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Bahan Berbahaya dan Beracun, disampaikan melalui Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Gambar Alur Permohonan Izinan Kegiatan Pengolahan Limbah B3
D. Dampak Pengolahan Limbah B3
DAFTAR PUSTAKA
DLHK. 2016.Penanganan Limbah Bahan Kimia Kadaluarsa. Jakarta: DLHK
(diakses pada 11 Maret 2020 pukul 19.59 https://dlhk.bantenprov.go.id/upload/article/Penanganan_Limbah_Bahan _Kimia_Kadaluarsa.pdf)
Enviro. 2015. Metode Pengolahan Limbah B3 Secara Fisik, Kimia, dan Biologi. Jakarta: cr-enviro (diakses pada 11 maret 2020 pukul 19.16 WIB http://www.cr-enviro.com/metode-pengolahan-limbah-b3-secara-kimia- fisik-dan-biologi/)
MENLHK. 2020. Izin Pengolahan Limbah B3. Jakarta: Kementerian Lingkungan
Hidup (diakses pada 11 Maret 2020 pukul 19.21 WIB http://pelayananterpadu.menlhk.go.id/index.php/izin-pengolahan-limbah- b3)