Anda di halaman 1dari 11

1.

Definisi
Prinsip TIK diuraikan pertama kali oleh Profesor Munroe dan Kellie
pada tahun 1820. Mereka menyatakan bahwa pada orang dewasa, otak berada
dalam tengkorak yang volumenya selalu konstan. Ruang intrakranial terdiri atas
parenkim otak sekitar 83%, darah 6%, dan cairan serebrospinal (LCS) 11% .
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan atau hubungan volume di antara
kranium dan isi kubah kranium. Volume kranium terdiri atas darah, jaringan
otak, dan cairan serebrospinal (CSS). Peningkatan tekanan intrakranial ini
merupakan peningkatan CSS lebih dari 15 mmHg. Faktor yang mempengaruhi
kemampuan tubuh untuk dapat menstabilkan tekanan intrakranial adalah tekanan
darah sistemik, ventilasi dan oksigen, jumlah metabolik dan kebutuhan oksigen
(demam, aktivitas, perubahan), vasospasme area serebral, dan saturasi oksigen
serta hematrokit.( Hudak & Gallo, 2017)
Ketidakmampuan mengatur dan menstabilkan tekanan intrakranial
diakibatkan oleh peningkatan TIK, sebagai akibat dari trauma kepala, edema
serebral, abses dan infeksi, lesi, serta bedah intrakranial.
TIK normal bervariasi menurut umur, posisi tubuh, dan kondisi klinis. TIK
normal adalah 7-15 mm Hg pada dewasa yang berbaring, 3-7 mm Hg pada anak-
anak, dan 1,5-6 mm Hg pada bayi cukup umur. (Joanna Beeckler, 2016).
Jadi dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan Tekanan intrakranial
(TIK) merupakan tekanan dalam rongga kranial dan biasanya diukur sebagai
tekanan dalam ventrikel lateral otak

2. Etiologi
Pada peningkatan tekanan intrakranial, klinis yang sering ditemui dan
dipantau adalah pada cedera kepala, dimana pada mekanisme tersebut
menyebabkan perubahan volume intrakranial. Kasus seperti Hematoma traumatik
dapat terkumpul dalam intraserebral, ruang subarakhnoid, ruang subdural, atau
ekstradural, menciptakan tekanan gradien dalam tengkorak dan mengakibatkan
pergeseran otak. Penambahan volume ekstra dalam bentuk air pada dasarnya
terjadi pada kasus edema serebral baik sitotoksik (karena kegagalan pompa
membran sel) atau vasogenik (karena cedera pembuluh darah). Perubahan CBV
menyebabkan gangguan autoregulasi aliran darah otak (Cerebral Blood
Flow/CBF) dan metabolisme yang dapat menyebabkan kongesti vaskular
(hiperemi), namun umumnya peningkatan tekanan intrakranial lebih besar jika
dibanding peningkatan tekanan intrakranial setelah cedera kepala pada orang
dewasa.
Jika diambil kesimpulan, sebagai berikut:
1. Volume intrakranial yang meninggi
 Tumor serebri
 Abses
 Hematoma ekstraserebral
 Trauma
 Acute brain swelling
 Pendarahan
 Infark yang luas
2. Dari faktor pembuluh darah, meningkatnya tekanan vena yang diakibatkan
kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, bahkan tidak
hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater,
juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis.
3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka
dapat terjadi hidrosefalus.
4. Peningkatan produksi CSF dapat terjadi pada meningitis, subarachnoid
hemoragik, atau tumor pleksus choroid

3. Epidemiologi
Kenaikan tekanan intrakranial merupakan salah satu kegawat-daruratan yang
terjadi dalam bidang neurologis. Salah satu penyebab terjadinya kenaikan tekanan
intrakranial adalah akibat trauma pada kepala. Studi epidemiologis menunjukan
bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 10 juta kasus trauma kepala yang
menyebabkan kematian. Tekanan intrakranial dapat menyerang semua umur.
Insiden tertinggi tekanan intrakranial adalah pada jenis kelamin perempuan dengan
obesitas.(Very, 2016)

4. Patofisilogi
5. Gejala Klinis
a. Sakit kepala merupakan gejala umum pada peningkatan TIK. Sakit kepeala
terjadi karena traksi atau distorsi arteri dan vena dan durameter akan
memberikan gejala yang berat pada pagi hari dan diperberat oleh aktivitas,
batuk, mengangkat beban, dan bersin.
b. Muntah proyektil dapat menyertai gejala dan peningktan TIK.
c. Edema papil disebabkan transmisi tekanan melalui selubung nervus optikus
yang berhubungan dengan rongga subarachnoid di otak. Hal ini merupakan
indikator klinis yang baik untuk hipertensi intrakranial.
d. Defisit neurologis seperti gejala perubahan tingkat kesadaran, gelisah,
iritabilitas, letargi, dan penurunan fungsi motorik.
e. Bila peningktan TIK berlanjut dan progresif berhubungan dengan pergeseran
jaringan otak, maka akan terjadi sindroma herniasi dan tanda-tanda umum
Cushing’s triad (hipertensi bradikardi dan respirasi ireguler). Pola napas akan
dapat membantu melokalisasi level cedera.
Onset terjadinya juga harus diperhatikan seperti onset yang cepat biasanya
karena perdarahan, hidrosefalus akut, atau trauma; onset yang bertahap karena
tumor, hidrosefalus yang sudah lama, atau abses. Riwayat kanker sebelumnya,
berkurangnya berat badan, merokok, penggunaan obat-obatan, koagulopati,
trauma atau penyakit iskemik dapat berguna dalam mencari etiologi peningkatan
TIK ini.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Computerized Tomography / CT SCAN
CT Scan merupakan pemeriksaan yang aman dan tidak invasif serta
mempunyai ketepatan yang tinggi. Tujuan utama penggunaan ct scan adalah
mendeteksi perdarahan intra cranial, lesi yang memenuhi rongga otak (space
occupying lesions/ SOL), edema serebral dan adanya perubahan struktur
otak.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat mendeteksi tumor dengan jelas dimana dapat dibedakan
antara tumor dan jaringan sekitarnya. MRI dapat mendeteksi kelainan
jaringan sebelum terjadinya kelainan morfologi.
c. Cerebral angiography
Tindakan angiography ini dilaksanakan dengan memasukan kateter ke
dalam pembuluh darah besar (biasanya melalui arteri femoralis) dan
memasukan zat kontras setelah kateter mencapai arteri karotis. Tindakan ini
berguna untuk mendeteksi adanya penyempitan ataupun sumbatan pada
pembuluh darah pada daerah cerebral.

7. Komplikasi
Komplikasi dari peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu:
a. Herniasi batang otak
b. Ireversible anoxia otak.
c. Diabetes Insipidus    akibat penurunan sekresi ADH    kelebihan urine,
penurunan osmolaritas urine, serum hiperosmolaritas dengan terapi: cairan,
elektrolit, vasopresin.
d. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH)    peningkatan
sekresi ADH   kebalikan Diabetes insipidus , terapi: batasi cairan, 3 %
hipertonic saline solution hati-hati central pontine myelolysis    tetraplegia
dengan defisit nerves cranial. Terapi lain SIADH     lithium carbonate/
demeclocycline      blok aksi ADH.
8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum berdasarkan teori, yaitu:
1) Kaji kepatenan jalan napas, pernapasan (frekuensi, irama, kedalaman), dan
sirkulasi.
2) Berikan obat diuretik osmosis seperti manitol atau urea, sesuai intruksi
untuk mengeluarkan cairan dari daerah otak dan darah yang berada pada
otak.
3) Berikan steroid seperti deksametason, sesuai intruksi untuk mengurangi
edema sekitar otak, jika ada.
4) Bantu hiperventilasi dengan menggunakan ventilator volume untuk
alkalosis respiratorik, yang menyebabkan vasokontriksi serebral dan
penurunan volume yang menyebabkan pengurangan TIK.
5) Monitor efek obat paralis neuromuskular seperti pancurmonium, yang
mungkin diberikan selama penggunaan ventilasi mekanik untuk mencegah
perubahan tekanan intrakranial secara mendadak berhubungan dengan
bentuk, tegang, atau akibat pemakaian ventilator.
6) Obati demam sesuai permintaan, sebab peningkatan volume cairan CSS
dan kejadian peningkatan TIK yang mendadak terjadi bersama dengan
serangan demam.
7) Berikan barbiturat dosis tinggi dan obat anestesi lainnya sesuai intruksi
untuk mengurangi status koma dan tekanan metabolisme otak yang dapat
mengurangi aliran darah serebral dan TIK.
8) Hindari posisi atau aktivitas yang mungkin meningkatkan TIK seperti
memutar kepala klien, posisi, dan fleksi leher.
9) Meminimalkan pengisapan (suction) atau rangsangan lainnya yang dapat
meningkatkan TIK.
10) Jaga posisi kepala, tinggikan sekitar 30 derajat untuk mengurangi tekanan
vena jugularis dan penurunan TIK.
11) Gunakan monitoring/ Pemantuan TIK untuk mengetaui peningkatan TIK
(di atas 20 mmHG persisten 15 menit atau lebih jika sesuai peningkatan
TIK).
b. Penatalaksaan Kegawatdaruratan peningkatan TIK, yaitu :
Berdasarkan jurnal Kayana, dkk (2016) penatalaksanaan
kegawatdaruratan pada pasien peningkatan TIK yaitu :
1) Pemantauan TIK
Pemantauan TIK digunakan untuk mencegah terjadinya fase
kompensasi ke fase dekompensasi. Secara obyektif, pemantauan TIK
adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai
tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari
cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat ireversibel dan letal.
Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang
sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak
begitu juga dengan oksigenasi otak.
2) Indikasi Pemantauan TIK
Pedoman BTF (Brain Trauma Foundation) 2007 merekomendasi
bahwa TIK harus dipantau pada semua cedera kepala berat (Glasgow
Coma Scale/GCS 3-8 setelah resusitasi) dan hasil CT scan kepala
abnormal (menunjukkan hematoma, kontusio, pembengkakan, herniasi,
dan/atau penekanan sisterna basalis) (Level II), TIK juga sebaiknya
dipantau pada pasien cedera kepala berat dengan CT scan kepala
normal jika diikuti dua atau lebih kriteria antara lain usia>40 tahun,
sikap motorik, dan tekanan darah sistolik <90 mmHg (level III).
3) Kontraindikasi Pemantauan TIK
Tidak ada kontrindikasi absolut untuk memantau TIK, hanya ada
beberapa kontraindikasi relatif yaitu:
 Koagulopati dapat meningkatkan risiko perdarahan pada
pemasangan pemantauan TIK. Bila memungkinkan pemantauan
TIK ditunda sampai International Normalized Ratio (INR),
Prothrombin Time (PT) dan Partial Thromboplastin Time (PTT)
terkoreksi ( INR <1,4 dan PT <13,5 detik). Pada kasus
emergensi dapat diberikan Fresh Frozen Plasma (FFP) dan vitamin K.
 Trombosit < 100.000/mm³
 Bila pasien menggunakan obat anti platelet, sebaiknya berikan
sekantong platelet dan fungsi platelet dengan menghitung waktu
perdarahan.
 Imunosupresan baik iatrogenik maupun patologis juga merupaka
kontraindikasi relatif pemasangan pemantauan TIK
4) Metode pemantauan TIK
Ada dua metode pemantauan TIK yaitu metode invasif (secara
langsung) dan non invasive (tidak langsung). Metode non invasif
(secara tidak langsung) dilakukan pemantauan status klinis,
neuroimaging dan neurosonology (Trancranial Doppler
Ultrasonography/ TCD). Sedangkan metode invasif (secara langsung)
dapat dilakukan di beberapa lokasi anatomi yang berbeda yaitu
intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid/ subdural, dan epidural.
Metode yang umum dipakai yaitu intraventrikular dan intraparenkimal
(microtransducer sensor). Metode subarakhnoid dan epidural sekarang
jarang digunakan karena akurasinya rendah. Pengukuran tekanan LCS
lumbal tidak memberikan estimasi TIK yang cocok dan berbahaya bila
dilakukan pada TIK meningkat. Beberapa metode lain seperti Tympanic
Membrane Displacement/ TMD, Optic nerve sheath diameter/ ONSD
namun akurasinya sangat rendah.
 Pemantauan TIK secara tidak langsung
Pemantauan status klinis Beberapa kondisi klinis yang harus dinilai
pada peningkatan TIK yaitu:
 Tingkat kesadaran (GCS)
 Pemeriksaan pupil
 Pemeriksaan motorik ocular (perhatian khusus pada nervus III dan
VI)
 Pemeriksaan motorik (perhatian khusus pada hemiparesis)
 Adanya mual atau muntah
 Keluhan nyeri kepala
 Tanda-tanda vital saat itu

Pada pasien yang dicurigai peningkatan TIK sebaiknya dilakukan


pemeriksaan CT scan kepala. Beberapa temuan pada neuroimaging
yang dicurigai kondisi patologis yang menyebabkan peningkatan
Adanya lebih dari satu kelainan ini sangat mungkin suatu
peningkatan TIK, sedangkan adanya salah satu temuan diatas
menunjukkan potensi peningkatan TIK. Bila diperlukan dapat
diteruskan dengan pemeriksaan MRI atau CT scan kontras untuk
menggambarkan patologi intrakranial dengan lebih baik, untuk
pengambilan keputusan awal, meskipun CT scan tanpa kontras pun
seringkali cukup. Keputusan penting yang harus dilakukan pada
pasien dengan TIK meningkat adalah apakahperangkat
pemantauan TIK harus dipasang. Neuroimaging digunakan untuk
menetapkan diagnosa yang mengakibatkan TIK meningkat, serta
melengkapi informasi yang diperoleh dari anamnesa dan
pemeriksaan. Pencitraan tidak dapat menggantikanpemantauan TIK
invasif. Pengulangan CT scan dapat digunakan ketika status klinis
pasienhanya membutuhkan penempatan monitor TIK dalam waktu
singkat. Dalam keadaan ini, pengulangan pencitraan setiap kali
perubahan status pasien dapat mendokumentasikan munculnya
temuan baru (misalnya, hematoma cedera kepala) yang kemudian
memerlukan penempatan monitor. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk menunda atau menghindari penempatan monitor TIK dalam
kasus di mana kebutuhan untuk itu awalnya kurang jelas.
 Pemeriksaan TIK secara langsung
Pemantauan TIK secara langsung dapat dilakukan dibeberapa lokasi
sesuai dengan anatomi kepala.
 Subarachnoid Screw. Subarachnoid screw dihubungkan ke
tranducer eksternal melalui tabung. Alat ini ditempatkan ke
dalam tengkorak berbatasan dengan dura. Ini adalah sekrup
berongga yang memungkinkan CSF untuk mengisi baut,
memungkinkan tekanan untuk menjadi sama. Keuntungan
metode ini adalah infeksi dan risiko perdarahan rendah.
Aspek negatif termasuk kemungkinan kesalahan permantauan
TIK, salah penempatan sekrup, dan oklusioleh debris.
 Kateter subdural/ epidural adalah metode lain untuk memantau
TIK. Metode ini kurang invasif tetapi juga kurang akurat. Hal
ini tidak dapat digunakan untuk mengalirkan CSF, namun
kateter memiliki risiko yang lebih rendah dari infeksi atau
perdarahan.
 Pemantauan TIK intraparenkim menggunakan microtransducer
yang diletakkan di parenkim otak melalui lubang kecil dan
baut tengkorak yang memungkinkan pemantauan TIK
simultan, mikrodialisis serebral dan oksigenasi jaringan otak.
Posisi pilihan perangkat tersebut adalah pada subtansia alba regio
frontal nondominan pada cedera otak difus, atau parenkim
perikontusional pada cedera otak fokal. Probe tekanan
intraparenkimal ditempatkan pada hemisfer kontralateral dari
hematoma intraserebral. Perangkat yang berbeda juga tersedia,
termasuk fiberoptic dan teknologi pneumatik. Monitor TIK
pneumatic Spiegelberg juga memungkinkan kalibrasi in vivo dan
pemantauan intrakranial. Monitor TIK Neurovent-P adalah
kateter serbaguna yang menggabungkan TIK, oksigenasi
jaringan otak dan pemantauan temperatur otak. Nilai TIK
harus diinterpretasikan dengan hati-hati dan berhubungan dengan
penilaian klinis dan radiologis pasien. Ketika ada perbedaan
yang signifikan antara nilai pemantauan dan gejala klinis,
penggantian atau penempatan kembali probe harus
dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Mustafa, Ulfa. 2016. Asuhan Keperawatan Gadar II Tekanan Intra
Kranial. Yogyakarta : Surya Global
Batticaca, Fransisca B. 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika
Widagdo, Wahyu dkk. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta : Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai