Anda di halaman 1dari 2

Putu Maharaja Segara Putra

1706071762
Filsafat Hukum A Paralel

Sociological Jurisprudence, Socio-Legal Studies, and Sociology of Law


(American and Scandinavian) Legal Realism

Ilmu sosiologi sangat berkembang dan dalam mempelajari hukum ilmu sosilogi
menjadi ilmu yang penting untuk dikaitkan. Pemikiran hukum cenderung untuk
merefleksikan kejadian-kejadian sosial ke dalam sosiologi, sedangkan jika membahas
mengenai sosciological jurisprudence gejala sosial-lah yang menjadi dasar dan bagian dari
pendapat hukum. Sociological Jurisprudence memiliki beberapa ciri yaitu hukum yang
bersifat sosiologis, merupakan cabang ilmu hukum, merupakan aspek sosial dari hukum,
hukum merupak law in action, dan terdapat di dalam pengadilan. Sosiologi hukum itu sendiri
merupakan ilmu yang memepelajari tentang gejala-gejala yang ada di masyarakat. Ahli yang
terkenal di dalam ilmu ini ialah Weber, Durkhain, dan Ehrlich.
Kemudian, terdapat pendapat Roscoe yang merupakan seorang amerika yang
mengajarkan mengenai hukum sebagai alat kontrol masyarakat (law is a tool for social
engineering). Kemudian, terdapat pendapat Julius Stone, seroang tokoh sociological
jurisprudence modern yang di dalam argumentasinya membahas teori sosial dan ekonomi
dalam hal yang lebih kompleks, Ia mempercayai sebuah pendekatan yaitu perlakuan khusus
dalam masalah di keadaan yang diisolasi. John Austin kemudian berpendapat bahwa di dalam
mempelajari prinsip-prinsip umum hukum dan sistem hukum, harus dipelajari secara satu
kesatuan.
Kemudian terdapat teori Realisme Amerika, yang menjadi dasar dari aliran ini adalah
pembelajarannya yang membagi metafisis dan sosiologis menjadi dua bagian yang sama rata.
Sumber hukum utama dari aliran ini merupakan putusan hakim. Bapak gerakan realisme
Amerika ini adalah Holmes. Di dalam satu tlisannya yaitu the path of the law, Ia memberikan
satu rumusan tentang hukum yang didasarkan pada pnegalaman dan Ia meragukan peranan
logika di dalam hukum.
Kemudian, terdapat pendapat John Dewey, di dalam tulisannya yaitu logical method
of law. Ia berpendapat bahwa logika adalah salah satu teori tentang penyelidikan mengenai
akibat-akibat yang mungkin terjadi, satu proses dimana prinsip-prinsip umum hanya dapat
dipergunakan sebagai alat yang harus dienarkan oleh pekerjaan yang dilakukannya.
Kepercayaan akan kebenaran dari putusan-putusan hakim terdahulu harus dilandasi pada
asas-asas umu yang digantikan oleh satu logika. Logika menurur Beliau pada intinya adalah
disiplin empiris dan konkret.
K. Llewllyn kemudian dikenal sebagai ahli sosilogi hukum yang menyebutkan ciri-
ciri dari teori realisme, yaitu :
1. Realisme tidak mengakui adanya satu mazhab realisme, didefinisikan sebagai satu
cara berpikir tentang hukum;
2. Realisme adalah konsepsi hukum yang terus berubah dan dipergunakan untuk tujuan-
tujuan sosial;
3. Realisme berdasar pada pendapat adanya pemisahan antara das sein dan das sollen
guna kepentingan penyelidikan;
4. Relaisme tidak menggantukan putusan-putusannya pada peraturan-peraturan dan
pengertian-pengertian hukum tradisional;
5. Gerakan realisme berpendirian bahwa perkembangan dari hukum dilandaskan pada
akibat yang dihasilkan. 12

1
Antonius Cahyadi dan Fernando Manullang, Filsafat Hukum (Depok: Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2012).
2
R.H. Clark, “Karl Llewllyn on Legal Method: A Social Science Reconsideration”,
Tulsa Law Revies 3 Vol. 14 (2013).

Anda mungkin juga menyukai