2.2 Hewan Uji 2.2.1 Mencit Laboratorium Mencit laboratorium merupakan turunan dari mencit liar yang telah mengalami pembiakan secara selektif. Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phylum chordata. Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan famili muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L (Priyambodo, 2003). Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat. Mencit merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit : faktor eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan Mangkoewidjojo, 1998). Mencit memiliki berat badan yang bervariasi . Berat badan ketika lahir berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 gram untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985). Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3 tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8 minggu. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus. Satu induk dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Penyebaran mencit sangat luas, semua jenis (strain) yang dapat digunakan di laboratorium sebagai hewan percobaan berasal dari mencit liar melalui seleksi(Yuwono dkk, 2002). Mencit liar lebih suka hidup pada suhu lingkungan yang tinggi, tetapi mencit juga dapat hidup terus pada suhu lingkungan yang rendah (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). 2.2.2 Klasifikasi Mencit (Mus musculus) Nama latin mencit adalah Mus musculus yang dapat dikasifikasikan sebagai berikut: Kingdom :Animalia Filum :Chordata Subfilum :Vertebrata Kelas :Mamalia Ordo :Rodentia Famili :Muridae Genus :Mus Spesies :Mus musculus L. 2.2.3 Cara memegang mencit Mencit dapat dipegang dengan memegang ujung ekornya dengan tanan kanan, biarkan menjangkau/ mencengkram alas yang kasar ( kawat kandang ). Kemudian tangan kiri dengan ibu jari dan jari telunjuk menjepir kulit tengkuknya seerat/ setegang mungkin. Ekor dipindahkan dari tangan kanan, dijepit antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Denga demikian, mencit telah terpegang oleh tangan kiri dan siap untuk diberi perlakuan ( Malole,1989) 2.2.4 Penanganan Hewan Perobaan Hewan percobaan yang digunakan dilaboratorium tidak ternilai jasanya dalam penilaian efek, toksisitas dn efek samping serta keamana dan senyawa bioaktif. Hewan percobaan merupakan kunci didalam pengembangan senyawa bioaktif dan usaha-usaha kesehatan ( Malole,1989). Penanganan hewan percobaan hendaklah dilakukan dengan penuh rasa kasih sayang dan berperi kemanusiaan. Didalam menilai efek farmakologis suatu senyawa bioaktif dengan hewan percobaan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu : 1. Faktor internal pada hewan percobaan sendiri adalah umur, jenis kelamin, berat badan, keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetic. 2. Faktor-faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, popuasi dalam kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan ebelumnya, suplai oksigen dalam ruang pemeliharaan dan cara pemeliharaan. Keadaan faktor-faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadapsenyawa bioaktif yang diujikan. Penganganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Disamping itu, cara pemberian senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang digunakan tentu bergantung pula pada bahan ataubentuk sediaan yang akan digunakan serta hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai termpat kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorbs terlebih dahulu lalu kemudian sifat fisiologi yng berpengaruh. Cara atay rute pemberian senyawa bioaktif menentukan daerah kontak mula senyawa bioaktif dengan tubuh dan ini merupakan salah satu faktor untuk mempengaruhi efek senyawa bioaktif, penanganan umum beberapa hewan coba berbeda dengan bahan kimia yang merupakan bahan mati, percobaan dengan hewan percobaan yang hidup memerlukan perhatian dan penanganan yang khusus ( Malole,1989) 2.3 Fenobarbital 2.3.1 obat fenobarbital Fenobarbital merupakan derivate yang berdurasi lama (long acting) karena berada dalam darah antara 2-7 hari. Fenobarbital merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi. Mekanisme kerja dari fenobarbital yaitu dengan cara membatasi penjalaran frnobarbital dalam jagka waktu yang lama dapat menyebabkan efek toksik, kematian, indeks terapi yang sempit dan efek samping yang tidak menyenangkan. 2.3.2 Farmakokinetika Bioavailibilitas fenobarbial adalah sekitar 90%. Konsentrasi obat dalam plasma terjadi beberapa jam setelah pemberian dosis tunggal. 40-60% terikat dengan protein plasma dan mempunyai efek pada jaringan ikat, termasuk otak. Kadar puncak dalam waktu 1-3 jam dengan durasi kerja 10-12 jam. Waktu paruh eliminasi fenobarbital adalah 75-120 jam. Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresikan melalui ginjal lebih dari 25% fenobarbital didalam urin dan dalam bentuk utuh 2.1.3 Mekanisme Kerja Bereaksi langsung pada rseptor GABA denga berikatan pada tempat ikatan barbiturate sehingga memperpanjang durasi pembukaan chanel Cl, mengurangi aliran Na dan K, Mengurangi influx Ca dan menurunkan eksitabilitas glutamate ( Wibowo & Gofir, 2006) 2.1.4 Efek Terapi dan Non-terapi Fenobarbital merupakan agen yang efektif untuk kejang umum tonik klonik dan Partiar seizure. Fenobarbital banyak digunakan sebagai obat kejang karena kemanjuran, toksisitas yang rendah dan biaya yang murah. Akan tetapi penggunaan fenobarbital sebagai agen primer sebaiknya dikurangi, karena ada efek sedasi dan kecenderugan pengaruh obat dalam mengganggu perilaku pada anak. Fenobarbital dapat menyebabkan malgia, neuralgia, atralgia, terutama pada pasien psikoneuritik yang menderita insomnia. Bila diberikan dalam keadaan nyeri dapat menimbulkan gelisah, eksitasi bahkan delirium. Fenobarbital juga dapat menyebabkan reaksi alergi berupa dermatosis, erupsi pada kulit, dan kerusakan deregenerasi hati.