Anda di halaman 1dari 12

PERAN EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA

TERHADAP STRES AKADEMIK PADA REMAJA AWAL

Niken Tri Yunita


Program Pascasarjana
Magister Psikologi Profesi
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Email: niken3yunita@gmail.com

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran efikasi diri dan dukungan teman sebaya
terhadap stres akademik pada remaja awal di SMP Negeri 6 Yogyakarta. Subjek yang
digunakan berjumlah 233 orang yang terdiri dari siswa kelas VIII dan IX yang berusia
12–15 tahun. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil
penelitian menunjukkan terdapat peran sangat signifikan efikasi diri dan dukungan
teman sebaya secara bersama-sama terhadap stres akademik pada remaja awal,
diperoleh F=93,448 dengan p=0,000 (p<0,01), ada peran sangat signifikan efikasi diri
terhadap stres akademik pada remaja awal, diperoleh Beta= -0,616 dengan p=0,000
(p<0,01), tidak ada peran dukungan teman sebaya terhadap stres akademik pada remaja
awal, diperoleh Beta= -0,973 dengan p=0,087 (p>0,05). Sumbangan efikasi diri dan
dukungan teman sebaya terhadap stres akademik pada remaja awal sebesar 44,8%.

Kata kunci: stres akademik, efikasi diri, dukungan teman sebaya

ABSTRACT
Aims of this research are to determine the role of self efficacy and peer support with
academic stress in early adolescence in SMP Negeri 6 Yogyakarta. Sampling is done
by cluster random sampling. Subjects were 233 students consisting of grade VIII and
IX students aged 12-15 years old. Data analysis technique using multiple linear
regression analysis. The results showed significant role of self efficacy and peer
support jointly against academic stress in early adolescence, yielding F = 93,448 with
p = 0.000 (p <0.01), there was a significant role of self efficacy against stress
academic in early adolescence, Beta = -0.616 with p = 0,000 (p <0.01), there is no
significant peer support role against academic stress in early adolescence with Beta = -
0.973 and p = 0.087 (p> 0.05) . Contribution of self efficacy and peer support to
academic stress in early adolescence as big as 44.8%.

Keywords: academic stress, self efficacy, peer support

195
LATAR BELAKANG MASALAH
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis
melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu
siswa agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek
intelektual, emosional, moral maupun sosial (Yusuf, 2001). Sekolah merupakan faktor
penentu bagi perkembangan kepribadian anak sebagai siswa baik dalam cara berpikir,
bersikap maupun cara berperilaku (Hurlock dalam Yusuf, 2001). Sekolah memiliki
peranan yang meliputi bagaimana sekolah memberikan kesempatan untuk meraih
sukses bagi anak, di sekolah anak-anak banyak menghabiskan waktunya daripada
tempat lain di luar rumah dan sekolah juga memberikan kesempatan pertama pada
anak untuk menilai dirinya (Yusuf, 2001).
Tahun pertama di sekolah menengah pertama dapat menyulitkan bagi sejumlah
siswa (Anderman & Anderman; Elmora dalam Santrock, 2012). Transisi yang terjadi
dari kelas enam sekolah dasar ke kelas tujuh di SMP berlangsung ketika banyak
perubahan di individu, keluarga dan sekolah, terjadi secara simultan. Perubahan-
perubahan ini mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pubertas dan citra tubuh;
munculnya pemikiran operasional formal, termasuk perubahan dalam kognisi sosial;
meningkatnya tanggung jawab dan menurunnya ketergantungan pada orangtua;
memasuki struktur sekolah yang lebih besar dan impersonal; perubahan dari satu guru
ke banyak guru serta perubahan dari kelompok teman sebaya yang kecil dan homogen
menjadi kelompok rekan sebaya yang lebih besar dan heterogen. Selain itu, siswa
mengalami fenomena top-dog yaitu keadaan-keadaan dimana siswa bergerak dari
posisi yang paling atas ketika di SD yaitu menjadi yang tertua, terbesar, dan berkuasa
menuju posisi yang paling rendah saat memasuki SMP yaitu menjadi yang paling
muda, kecil dan tidak berkuasa di sekolah (Santrock, 2003).
Siswa pada masa sekolah menengah pertama berada dalam rentang usia 11/12
tahun – 15 tahun atau biasanya dalam tahap remaja awal. Monks, dkk (1994)
berpendapat bahwa masa remaja secara global berlangsung antara usia 12 tahun sampai
21 tahun, dengan pembagian 12 tahun sampai 15 tahun untuk masa remaja awal, 15
tahun sampai 18 tahun untuk remaja pertengahan dan usia 18 tahun sampai 21 tahun
untuk remaja akhir. Papalia, dkk (2003) mengatakan bahwa masa remaja awal, kira-
kira mulai usia 11 atau 12 tahun hingga 14 tahun merupakan masa transisi dari masa
196
kanak-kanak. Menurut Thornburg (Dariyo, 2004) masa remaja awal umumnya individu
telah memasuki pendidikan di bangku sekolah menengah pertama (SMP) sedangkan
masa remaja tengah individu sudah duduk di bangku sekolah menegah atas (SMA).
Selanjutnya penggolongan mereka yang tergolong masa remaja akhir umumnya sudah
memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU dan mungkin sudah bekerja.
Ketidaksiapan seseorang dalam menanggung beban atas tuntutan akademik
dengan mengikuti serangkaian jadwal yang panjang atau kurikulum yang terlalu padat
akan membuat siswa mengalami kejenuhan dan stres di bidang akademik (Mulyadi
dalam Elwan, 2014). Dalam cakupan akademik, stres tidak dapat dihindari karena
berkaitan juga dengan aspek pembelajaran, terutama pengalaman belajar (Nanwani,
2010). Stres yang terjadi karena adanya stressor akademik disebut stres akademik.
Olejnik dan Holschuh (2007) menggambarkan stres akademik adalah respon yang
muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa.
Menurut Baumel (2000), stres akademik dapat terjadi karena harapan untuk pencapaian
prestasi akademik meningkat, baik dari orangtua, guru maupun teman sebaya. Rao
(2008) menyatakan bahwa tuntutan akademik yang sering dialami siswa seperti adanya
tes atau ujian, kompetisi kelas, tuntutan waktu, orangtua, guru dan lingkungan kelas
dan kesuksesan masa depan. Selain itu, sumber stres pada remaja bisa disebabkan
karena beban akademik yang tinggi, materi-materi yang diwajibkan dan persepsi
tentang waktu yang tidak cukup untuk belajar (Nandamuri, 2011).
Menurut penelitian Noviari (2013) bahwa faktor penyebab stres akademik pada
siswa kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta faktor terbesar sekitar 84% dipengaruhi oleh
keyakinan diri. Keyakinan diri yang dimaksud yaitu keyakinan terhadap dirinya sendiri
atas kemampuan yang dimiliki untuk bisa menyelesaikan tugas-tugas dari sekolah
(Noviari, 2013). Keyakinan diri yang dimaksud dapat juga disebut dengan efikasi diri
yang dibatasi sebagai keyakinan individu terhadap kemampuannya sendiri dalam
menghadapi masalah dan arah berpikir individu dalam memandang masalah, secara
optimis atau pesimis, karena nantinya menentukan cara menghadapi hambatan
akademik yang akan dihadapi.
Selain efikasi diri, dukungan teman sebaya juga merupakan salah satu yang
dapat mempengaruhi stres akademik pada remaja. Teman sebaya sebagai bagian dari
masa remaja juga merupakan salah satu yang dapat mempengaruhi stres akademik
197
pada remaja. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-anak
atau remaja yang memiliki usia atau tingkatan kematangan yang kurang lebih sama.
Pada usia remaja keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya ditandai dengan
persahabatan dengan teman. Melalui dukungan yang dirasakan remaja yang diperoleh
dari teman sebaya, remaja dapat merasa lebih tenang apabila dihadapkan pada suatu
masalah.
Menurut Wentzel dkk (Arends, 2009) bahwa saat remaja di SMP tidak
memiliki teman maka akan berimbas pada rendahnya perilaku prososial, prestasi
akademik dan tekanan emosional (emotional distress). Selain itu, rendahnya dukungan
sosial teman sebaya juga dapat meningkatkan kemungkinan munculnya simptom-
simptom depresi pada remaja (Young dkk, 2005). Penting bagi remaja untuk memiliki
pertemanan yang luas untuk membuka peluang menerima dukungan sosial dari teman-
temannya. Dukungan dari teman-teman dipandang masuk akal untuk mampu
mempengaruhi berkurangnya tekanan karena pada remaja lebih cenderung memilih
mencari teman sebaya karena mereka adalah pihak yang memiliki nasib yang sama
yaitu pihak yang paling mengerti (Monks dkk, 2006).
Berdasarkan uraian diatas, peneliti merasa tertarik mengadakan penelitian
dengan judul “Peran Efikasi Diri dan Dukungan Teman Sebaya terhadap Stres
Akademik Pada Remaja Awal”.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui peran efikasi diri
dan dukungan teman sebaya terhadap stres akademik pada remaja awal.

MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan teori dalam psikologi
khusunya psikologi klinis tentang peran efikasi diri dan dukungan teman sebaya
terhadap stres akademik pada remaja awal.

198
TINJAUAN PUSTAKA
Stres Akademik
Olejnik dan Holschuh (2007) menjelaskan stres akademik adalah respon yang
muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan. Stres
akademik mengacu pada perasaan yang dialami siswa ketika tuntutan dan sistem
sekolah melebihi kemampuan mereka untuk mengatasinya (Kapri dkk, 2013). Aspek-
aspek stres akademik yang ditunjukkan siswa ada empat yaitu kognitif, afektif,
fisiologis dan perilaku. Stres akademik dipengaruhi oleh dua hal yaitu faktor risiko dan
faktor protektif. Salah satu faktor protektif yang mempengaruhi stres akademik adalah
efikasi diri dan dukungan teman sebaya.
Efikasi Diri
Teori tentang efiksi diri dikembangkan oleh Bandura (1997) yang
mendefinisikan efikasi diri sebagai suatu keyakinan manusia pada kemampuan yang
dimiliki untuk mengorganisasikan serangkaian tindakan agar dapat mencapai tujuan
yang dikehendaki. Meyer (1999) menyebutkan bahwa efikasi diri adalah perasaan
seseorang terhadap kompetensi dirinya unuk berhasil. Individu yang memiliki efikasi
diri yang tinggi akan memperlihatkan sikap yang lebih gigih, tidak cemas dan tidak
merasa tertekan dalam menghadapi suatu tugas serta memiliki motivasi yang tinggi.
Aspek-aspek efikasi diri pada manusia menurut Bandura (1997) yaitu tingkat (level),
keluasan (generality) dan kekuatan (strength).
Dukungan Teman Sebaya
Taylor (2012) menjelaskan dukungan sosial adalah informasi dari orang lain
terhadap seseorang bahwa ia dicintai dan diperhatikan, dipandang dan dihargai serta
sebagai bagian dalam jaringan komunikasi dan menjadi kewajiban bersama. Dukungan
sosial juga disebut sebagai kenyamanan, kepedulian, harga diri atau bantuan yang
tersedia untuk seseorang dari orang lain atau kelompok. Hubungan yang saling
mendukung satu sama lain dapat dilihat dari sumbernya. Dalton, dkk (2001)
menjelaskan teman adalah sosok yang berperan penting dalam memberikan dukungan
kepada individu, khusunya remaja. Dukungan yang diberikan dapat ditemukan di
berbagai keadaan. Menurut Santrock (2007) kawan-kawan sebaya (peers) adalah anak-
anak atau remaja yang memiliki usia atau tingkatan kematangan yang kurang lebih
sama. Pada usia remaja keterlibatan remaja dalam kelompok sebaya ditandai dengan
199
persahabatan dengan teman, melalui dukungan yang dirasakan remaja yang diperoleh
dari teman sebaya, remaja dapat merasa lebih tenang apabila dihadapkan pada suatu
masalah. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan teman
sebaya adalah dukungan atau bantuan yang bersumber dari teman yang memiliki usia
yang kurang lebih sama untuk saling memberi dan menerima berupa bantuan perasaan
nyaman atau kenyamanan, informasi ataupun material dan perhatian maupun
penghargaan. Dukungan teman sebaya termasuk dalam dukungan sosial. Menurut
Taylor (2012), dukungan sosial memiliki empat aspek yaitu: dukungan emosional
(emotional support), dukungan penghargaan (esteem support), dukungan informasional
(informational support) dan dukungan instrumental (tangible or instrumental support).

METODE PENELITIAN
Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah stres akademik sebagai variabel
terikat. Efikasi diri dan dukungan teman sebaya sebagai variabel bebas. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cluster
random sampling . Metode cluster random sampling yaitu teknik pengambilan sampel
dengan cara melakukan randomisasi terhadap kelompok, bukan terhadap subjek secara
individual (Azwar, 2007).
Metode pengumpulan data dilakukan dengan skala stres akademik, skala efikasi
diri dan skala dukungan teman sebaya. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 233
orang siswa kelas VIII dan IX di SMP Negeri 6 Yogyakarta. Adapun teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi linier berganda.

Jumlah Jumlah total Persentase

VIII 99 43 %
Kelas 233
IX 134 57 %
Jenis Laki-laki 101 43 %
233
Kelamin Perempuan 132 57 %
12 tahun 8 3%
13 tahun 80 34 %
Usia 233
14 tahun 119 52 %
15 tahun 26 11 %

200
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil uji validitas skala stres akademik diperoleh koefisien
validitas bergerak antara 0,237 sampai dengan 0,605. Reliabilitas skala sebesar 0,879.
Jumlah item 40, yang valid sebanyak 28 item. Skala efikasi diri diperoleh koefisien
validitas bergerak antara 0,220 sampai dengan 0,652. Reliabilitas skala sebesar 0,888.
Jumlah item 36, yang valid sebanyak 30 item. Skala dukungan teman sebaya diperoleh
koefisien validitas bergerak antara 0,334 sampai dengan 0,836. Reliabilitas skala
sebesar 0,949. Jumalh item 32, yang valid sebanyak 32 item.
Berdasarkan hasil analisis uji asumsi: (1) uji normalitas dengan menggunakan
metode Kolmogrov-Smirnov, diketahui bahwa besarnya nilai Kolmogrov-Smirnov
terhadap ketiga variabel dalam penelitian ini adalah 1,130 dan nilai signifikannya
adalah 0,155. Hal ini berarti data terdistribusi normal karena data dikatakan
berdistribusi normal jika Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05. (2) uji linieritas diketahui
bahwa variabel efikasi diri dengan stres akademik adalah linier dengan p=0,000
(p<0,01). Variabel dukungan teman sebaya dengan stres akademik adalah linier dengan
p=0,000 (p<0,01). (3) uji multikolinieritas diketahui bahwa tidak ada satu variabel
bebas yang nilai tolerance kurang dari 10 persen (0,1) yaitu variabel efikasi diri
dengan nilai tolerance sebesar 0,756, dan dukungan teman sebaya dengan nilai
tolerance sebesar 0,756 Hasil perhitungan VIF juga menunjukkan kondisi yang sama,
yaitu nilai VIF disekitar angka 1 sehingga dikatakan tidak terjadi multikolinieritas.
Nilai VIF efikasi diri sebesar 1,322 dan nilai VIF dukungan teman sebaya sebesar
1,322, sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat masalah
multikolinieritas pada model penelitian ini.
Berdasarkan hasil analisis uji hipotesis dengan menggunakan teknik regresi
berganda diperoleh hasil: (1) berdasarkan hasil analisis regresi berganda, diperoleh
nilai F sebesar 93,448 dengan taraf signifikan p=0,000 (p<0,01). Hasil ini
menunjukkan bahwa terdapat peran yang sangat signifikan efikasi diri dan dukungan
teman sebaya secara bersama-sama atau simultan terhadap stres akademik pada remaja
awal. Dengan demikian hipotesis pertama diterima. (2) hasil perhitungan analisis
regresi berganda menunjukkan bahwa ᵝ= -0,616 dan thitung sebesar -10,948 dengan
p=0,000 (p<0,01). Dengan demikian, ada peran efikasi diri terhadap stres akademik
pada remaja awal dan hipotesis kedua diterima, (3) hasil perhitungan analisis regresi
201
berganda menunjukkan bahwa ᵝ= -0,097 dan thitung sebesar -1,719 dengan p=0,087
(p>0,05). Dengan demikian, tidak ada peran dukungan teman sebaya terhadap stres
akademik pada remaja awal dan hipotesis ketiga ditolak.

Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .670a .448 .444 6.189
a. Predictors: (Constant), Skala Dukungan Teman Sebaya, Skala Efikasi Diri
b. Dependent Variable: Skala Stres Akademik

ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 7158.197 2 3579.099 93.448 .000a
Residual 8809.107 230 38.300
Total 15967.305 232
a. Predictors: (Constant), Skala Dukungan Teman Sebaya, Skala Efikasi Diri
b. Dependent Variable: Skala Stres Akademik

Coefficientsa
Model Standardized Collinearity Statistics
Coefficients
Beta t Sig. Tolerance VIF
1 (Constant) 27.530 .000
Skala Efikasi Diri -.616 -10.948 .000 .756 1.322
Skala Dukungan Teman -.097 -1.719 .087 .756 1.322
Sebaya
a. Dependent Variable: Skala Stres Akademik

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama ada peran efikasi


diri dan dukungan teman sebaya terhadap stres akademik pada remaja awal. Hal ini
dalam penelitian Vieno, et, el (2007) bahwa sekolah sebagai institusi yang sangat
signifikan berhubungan dengan efikasi diri siswa, karena siswa SMP yang berada
dalam tahap perkembangan remaja awal mulai mampu berpikir secara abstrak dan
mampu membuat kesimpulan dari peristiwa yang tidak disangka. Oleh karena itu
adanya tugas dan masalah yang muncul di kehidupan sekolah akan mampu dihadapi
oleh siswa jika memiliki tingkat efikasi diri yang baik sehingga dengan
berkembangnya efikasi diri tersebut dapat membantu mengatasi stres akademik yang
dialaminya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stres akademik menurut penelitian
yang dilakukan oleh Noviari (2013) salah satu faktornya yaitu keyakinan diri atau
disebut juga efikasi diri yang berpengaruh 84% sebagai penyebab stres akademik pada
202
siswa kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta. Hal ini juga dikuatkan dengan penelitian ini
hasil bahwa ada peran efikasi diri terhadap stres akademik pada remaja awal di SMP
Negeri 6 Yogyakarta yaitu terdapat hubungan yang negatif dan sangat signifikan antara
efikasi diri dengan stres akademik. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi efikasi diri
maka semakin rendah stres akademik, dan sebaliknya semakin rendah efikasi diri maka
semakin tinggi stres akademik. Hal ini senada dengan yang disampaikan Bandura
(Nurlaila, 2011) bahwa dengan efikasi diri akan meningkatkan ketahanan diri terhadap
cemas, stres, depresi serta mengaktifkan perubahan-perubahan biokimia yang dapat
mempengaruhi berbagai ancaman.
Efikasi diri merupakan keyakinan individu terhadap kemampuannya sendiri
dalam menghadapi masalah dan cara berpikir dalam memandang masalah, secara lebih
optimis yang nantinya menentukan cara menghadapi hambatan akademik yang akan
dihadapi. Oleh karena itu efikasi diri sangat berperan penting bagi siswa dalam
mengurangi tingkat stres akademik. Hal itu diperkuat oleh teori Bandura (Feist dan
Feist, 2010) menyatakan bahwa efikasi diri yang rendah cenderung mudah menyerah
saat menghadapi kesulitan-kesulitan akademik dan mudah stres jika menemukan
kesulitan-kesulitan dalam hidupnya, sedangkan efikasi diri yang tinggi akan
menimbulkan percaya diri untuk mampu mengerjakan tugas sesuai dengan tuntutan,
bekerja keras, bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
Berdasarkan hasil analisis dengan analisis regresi berganda diperoleh hasil
bahwa tidak ada peran dukungan teman sebaya terhadap stres akademik pada remaja
awal, hal ini dikarenakan siswa kelas VIII dan IX di SMP Negeri 6 Yogyakarta
memiliki efikasi diri yang sangat tinggi artinya keyakinan terhadap kemampuan
dirinya secara internal membantu ketika menghadapi permasalahan terutama stres
akademik sehingga secara eksternal tidak memerlukan bantuan dalam hal ini adalah
dukungan teman sebaya, meskipun pada remaja ketika memasuki masa transisi maka
teman sebaya merupakan bagian penting dalam diri remaja awal.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah dalam pembuatan blue print skala
stres akademik, peneliti tidak merinci atau menggunakan sumber-sumber stres
akademik yang meliputi tugas atau pekerjaan rumah (PR), persaingan atau kompetisi
antar siswa, hubungan guru dengan siswa, takut kegagalan, kurangnya waktu belajar
atau tidak ada waktu istirahat dan lingkungan fisik sekolah, sehingga hal tersebut dapat
203
ditambahkan bagi peneliti selanjutnya dalam pembuatan blue print skala stres
akademik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diperoleh hasil terdapat peran
efikasi diri dan dukungan teman sebaya secara bersama-sama terhadap stres akademik
pada remaja awal. Efikasi diri dan dukungan teman sebaya memberi sumbangan
sebesar 44,8% terhadap stres akademik pada remaja awal di SMP Negeri 6
Yogyakarta. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada 55,2% sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak ikut diteliti.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan, maka peneliti akan
memberikan saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak lain, antara lain:
1. Bagi siswa kelas VIII dan IX di SMP Negeri 6 agar dapat meningkatkan dan
mempertahankan efikasi diri dengan cara selalu berpikir positif terhadap
permasalahan yang dihadapi, gigih dalam berusaha dan yakin terhadap kemampuan
sendiri sehingga dapat menurunkan stres akademik yang dihadapi.
2. Bagi sekolah, penelitian ini dapat menjadi deteksi dini mengenai kondisi siswa
sehingga dapat dilakukan penanganan lebih dini melalui pelatihan atau seminar
mengenai stres akademik dan cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres
akademik bagi siswa.
3. Peneliti hanya menguji peran efikasi diri dan dukungan teman sebaya terhadap
stres akademik pada remaja awal, sementara itu stres akademik tidak hanya
dipengaruhi oleh kedua variabel tersebut, namun dipengaruhi oleh variabel-variabel
lain seperti: tempramen positif, kepercayaan diri, keterampilan memecahkan
masalah, hubungan yang baik dengan orang lain, authoritative parenting,
ekspektasi positif dari orang lain dan iklim keluarga yang positif. Untuk penelitian
selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini dengan cara menguji
variabel yang lebih bervariatif terhadap stres akademik. Selain itu, peneliti
selanjutnya dapat mempertimbangkan sumber stres akademik sebagai indikator
dalam penyusunan blue print skala stres akademik.

204
DAFTAR PUSTAKA
Arends, R. (2009). Learning to teach, 9th Edition. New York: McGraw-Hill
Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bandura, A. (1997). Self efficacy: The exercise of control. New York: W.H. Freeman
and Company

Baumel. (2000). Stres belajar akademik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia

Dalton, J. H., Elias, M. J., & Wandersman, A. (2001). Community psychology: Linking
individuals and communities. United Stated of America: Wadsworth
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Bogor: Ghalia Indonesia
Elwan, T. K. (2014). Gambaran stres akademik siswa SMAN 3 Padang. Skripsi.
Sumatra Barat: Fakultas Psikologi Universitas Andalas.

Feist, J., & Feist, G. J. (2010). Teori kepribadian. Terjemahan. Theories of Personality.
7th Edition. Penerjemah: Smita Prathita Sjahputri. Jakarta: Salemba Humanika

Kapri, C. U., Ahmad, J., & Rani, N. (2013). A study of creative stimulation school
environment and academic stress with respect to underachievers in science at
secondary school level. Journal of Teacher Education. 1 (1), 1-7

Meyer, D. G. (1999). Social psychology (9th Ed). Boston: McGraw Hill

Monks, F. J., Knoers, A. M. P., & Haditono, S. R. (1994) Psikologi perkembangan:


Pengantar dalam berbagai bagiannya. Cetakan kesembilan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Nandamuri, P. P. (2011). Sources of academic stress-a study on management students.


Journal of ITM Business School. India

Nanwani. (2010). Faktor-faktor penyebab stres akademik pada siswa kelas 5 SD


Jubilee-Jakarta. (Online) dalam http://lib.atmajaya.ac.id//. Diakses Februari
2017

Nurlaila, S. (2011). Pelatihan efikasi diri untuk menurunkan kecemasan pada siswa-
siswa yang akan menghadapi ujian akhir nasional. Jurnal Guidena. 1, 4-7

Noviari, V. K. N. (2013). Identifikasi faktor penyebab stres akademik pada siswa RSBI
kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta (Skripsi tidak diterbitkan). Universitas
Negeri Yogyakarta: Yogyakarta

205
Olejnik, S. N., & Holschuh, J. P. (2007). College rules! How to study, survive and
succed in collage. (2nd Edition). New York: Teen Speed Press. (diakses Maret
2017). http//books.google.co.id/

Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldmen, R. D. (2003). Human development (9th Ed).
New York: McGraw-Hill Companies, Inc

Rao, A. S. (2008). Academic stress and adolescent distress: The experience of 12th
standard student in Chennai, India. United State: Proquest LLC

Santrock, J.W. (2003). Perkembangan remaja. Terjemahan oleh Shinto B. Adelar &
Sherly Saragih. Jakarta:Erlangga.

Santrock, J.W. (2007). Remaja (Edisi kesebelas). Alih Bahasa: Benedictine


Widyasinta. Jakarta: Erlangga
Santrock, J.W. (2012). Perkembangan masa hidup. Terjemahan oleh Benedictine
Widyasinta. Jakarta: Erlangga

Tylor, S. E. (2012). Health psychology. 4th Edition. New York: McGraw-Hill, Inc

Vieno, A., Santinello, M., Pastore, M., & Perkins, D. D. (2007). Social support, sense
of community in school, and self efficacy as resources during early
adolescence: An integrative model. Am J Community Psychology, 39, 177-190
Young, J. F., Berenson, K., & Cohen, P. G. (2005). The role of parent and peer support
in predicting adolescent depression: A longitudinal community study. Journal
of Research on adolescence, 15, 407-423
Yusuf. (2001). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja Rosda
Karya

206

Anda mungkin juga menyukai