Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah menganugerahkan nikmat


iman serta limpahan barakah kepada kami, sehingga kami berkesempatan
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam selalu
tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, Yakni suri tauladan
ummat, hingga menjadi motivasi kami untuk berkarya melalui ilmu
bermanfaat. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, yang telah memberikan kami pemahaman akan beberapa
disiplin ilmu sehingga kami mempunyai bekal dalam menyelesaikan makalah
kami, karena tanpa bimbingan dosen maka sulit bagi kami untuk bisa
menyelesaikan makalah ini yang membahas tentang informed consen
t(persetujuan tindakan medis).

Tiada lain tujuan kami menyusun makalah ini, kecuali hanya untuk
menambah pengethuan kita dalam bidang etika dan hukum kesehatan,
maka kami sediakan makalah ini yang di dalamnya telah kami bahas secara
spesifik tentang informed consent mulai dari pengertian dasar serta
penerapannya.

kami berharap dengan hadirnya makalah ini maka akan menambah


ilmu pengetahuan dan harapan besar kami semoga makalah ini bisa
bermamfaat untuk kami dan pembaca semuanya.

Februari, 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………………

KATA PENGANTAR ...........................................................................................................................1

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ....................................................................................................................3

1.2 . Rumusan masalah...............................................................................................................4

1.3 . Tujuan…….........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pengertian informed consent……….……..........................................................................4


2.2. Tujuan perlunya informed consent…………………...…...................................................5
2.3 Fungsi informed consent……………………………….……………………………..…....6
2.4 Bentuk- bentuk dan unsur informed consent………………………………….
…………...7
2.5 Tata laksana informed consent………………………………………………..…….
…..….8
2.6 Ruang lingkup dalam informed consent………………………………..….
……………….8
2.7Dasar hukum informed
consent………………………………………………………......13
2.8 Sanksi hukum terhadap informed consent………………………………………..
……….15
BAB 1II PENUTUP
3.1. Kesimpulan………………………………………………………………………….…….15

3.2. Saran………………………………………………………………………..…………...…16

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………...16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informed consent merupakan suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah
sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan
yang ditawarkan pihak lain. Atau Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan
Informed Consent adalah memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.

Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan diharapkan terlaksana


hubungan yang lancar antara pasien dan tenaga kesehatan. akan tetapi
dapat terjadi masalah diantara 2 prinsip, yaitu prinsip memberikan
kebaikan kepada pasien yang bertolak dari sudut pandang nilai etika dan
ilmu kesehatan berdasarkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
tenaga kesehatan, dan prinsip menghormati hak menentukan diri sendiri
dari sudut pandang pasien. Sehingga terdapat benturan yang dilematis
antara tanggung jawab moral profesi dan hak asasi manusia yang universal
dalam hubungannya dengan kesehatan. dengan demikian informed consent
dibuat dengan tujuan untuk (1) memberikan perlindungan kepada pasie atas
segala tindakan medis dan (2) memberikan perlindungan tenaga kesehatan
terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga yang dianggap merugikan
pihak lain.

Secara aspek hukum informed consent dapat disimpulkan yaitu


persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar informasi
dan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien
yang tertera dalam Permenkes No 290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 Ayat (1).
Tujuan Informed Consent adalah melindungi hak individu untuk menentukan
nasibnya sendiri (self-determination).

Peraturan Informed Consent apabila dijalankan dengan baik antara


Dokter dan pasien akan sama-sama terlindungi secara Hukum. Tetapi
apabila terdapat perbuatan diluar peraturan yang sudah dibuat tentu
dianggap melanggar hukum. Dalam pelanggaran Informed Consent telah
diatur dalam pasal 19 Permenkes No. 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran, dinyatakan terhadap dokter yang melakukan tindakan
tanpa Informed Consent dapat dikenakan sanksi berupa teguran lisan,
teguran tertulis sampai dengan pencabutan Surat Ijin Praktik.

Untuk itu, sangat diperlukan bagi dokter, tenaga kesehatan serta


masyarakat untuk mengetahui tentang aspek hukum informed consent.
Selain itu perlu pula mengetahui isi dari informed consent serta format
informed consent yang sah secara hukum.

1.2 Rumusan Masalah


 Pengertian Informed consent
 Tujuan informed consent
 Fungsi informed consent
 Bentuk- bentuk dan unsur informed consent
 Tata laksana informed consent
 Ruang Lingkup penting dalam informed consent
 Dasar hukum informed consent
 Sanksi hukum terhadap informed consent
1.3 Tujuan
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui Informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui fungsi dan tujuan
informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui Bentuk- bentuk dan
unsur informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui bagaimana tata
laksana informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui ruang lingkup dalam
informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui dasar hukum
informed consent
 Mahasiswa dapat memahami dan mengetahui sanksi hukum
terhadap informed consent

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Informed Consent

Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut
dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri dari dua kata,
yaitu : Informed dan Consent. Informed berarti telah mendapatinformasi/penjelasan/keterangan.
Consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan.
Pengertian yang lebih luas terkait informed consent yakni adalah memberi izin atau
wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu informed consent(IC),dengan demikian
berarti suatu pernyataan setuju atau izin oleh pasien atau secara sadar, bebas dan rasional setelah
memperoleh informasi yang dipahaminya, dari tenaga kesehatan/doker yang memahami tentang
penyakitnya. Kata dipahami harus digaris bawahi atau ditekankan, karena pemahaman suatu
informasi oleh tenaga kesehatan/dokter belum tentu dipahami juga oleh pasien. Harus diingat
bahwa yang terpenting adalah pemahaman oleh pasien (Hendrik, 2010,hal.57).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 serta manual


persetujuan tindakan kedokteran KKI tahun 2008, disebutkan bahwa Informed Consent adalah
persetujuan tindakan kedokteran/informasi kesehatan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekatnya setelah mendapatkan penejlasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang
akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

2.2 tujuan informed consent

1. Memberikan perlindungan hukum kepada pasien sebagai pengguna jasa medis dari
segala tindakan dokter yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dan melindungi
pasien dari malpraktek yang disebabkan karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh
dokter dalam tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian bagi pasien.
2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter yang telah menjalankan tindakan
medis sesuai dengan standar pelayanan kedokteran apabila terjadi suatu kegagalan
medis. Hal tersebut dikarenakan pada setiap tindakan medis melekat suatu risiko.
Tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan yang diberikan akan selalu
berhasil sesuai keinginan pasien/keluarga. Dokter hanya dapat memberikan upaya
maksimal untuk kesembuhan pasien (inspanningsverbintenis).

2.3 Fungsi Informed Consent

Fungsi informed consent secara umum adalah:


 Proteksi dari pasien dan subyek;
 Mencegah terjadinya penipuan atau paksaan;
 Menimbulkan rangsangan kepada profesi medis untuk mengadakan introspeksi terhadap
diri sendiri;
 Promosi dari keputusan-keputusan rasional;
 Keterlibatan masyarakat (dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai social
dan mengadakan pengawasan dalam penyelidikan biomedik.

Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:
1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian)
2. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis;
3. Yang bertujuan untuk terapi.

2.4 Bentuk Informed Consent


1 Implied Constructive Consent (keadaan normal)
Persetujuan yang diberikan kepada pasien secara tersirat dan tanpa pernyataan
tegas. Isyarat persetujuan ini ditangkap dokter dari sikap dan tindakan pasien.
Umumnya tindakan dokter disini adalah tindakan yang biasa dilakukan atau sudah
diketahui umum. Misalnya pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium,
memberikan suntikan pada pasien, menjahit luka, dan lain sebagainya.

2 Implied Emergency Consent (keadan gawat)


Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang dokter
memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan
persetujuan dan keluarganya pun tidak ditempat. Maka dokter dapat melakukan
tindakan medik terbaik menurut dokter. Misalnya kasus pada pasien yang mengalami
sesak nafas atau gagal jantung.

3 Expressed Consent

Persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan
lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian
sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan
dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian.
Menurut J.Guwandi, SH.(2004) terdapat 3 bagian dari informed consent:
1. Pengungkapan dan penjelasan (disclosure and explanation) kepada pasien dalam bahasa
yang dapat dimengerti oleh pasiennya tentang:
 Penegakan diagnosis;
 Sifat dan prosedur atau tindakan medic yang diusulkan;
 Kemungkinan timbulnya resiko;
 Manfaatnya;
 Alternative (jika ada)
1.5 a. memastikan bahwa pasien mengerti apa yang telah dijelaskan kepadanya(harus
diperhitungkan tingkat intelektualnya)
b. bahwa pasien menerima risiko-risiko tersebut
c. bahwa pasien mengizinkan dilakukan prosedur atau tindakan medic tersebut
3. harus didokumentasikan (dalam bentuk rekam medis atau medical record)

Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3
(tiga) unsur sebagai berikut :

 Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter;


 Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan;
 Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan persetujuan.

2.5 Tata Laksana Informed Consent


Pada umumnya, keharusan adanya Informed Consent secara tertulis yang
ditandatangani oleh pasien sebelum dilakukannya tindakan medik tertentu itu, dilakukan
di sarana kesehatan yaitu di Rumah Sakit atau Klinik, karena erat kaitannya dengan
pendokumentasiannya ke dalam catatan medik (Medical Record). Hal ini disebabkan,
Rumah Sakit atau Klinik tempat dilakukannya tindakan medik tersebut, selain harus
memenuhi standar pelayanan rumah sakit juga harus memenuhi standar pelayanan medik
sesuai dengan yang ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan No.
436/MENKES/SK/VI/1993 Tentang Berlakunya Standar Pelayanan di Rumah Sakit.
Dengan demikian, Rumah Sakit turut bertanggung jawab apabila tidak dipenuhinya
persyaratan Informed Consent. Apabila tindakan medik yang dilakukan tanpa adanya
Informed Consent, maka dokter yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif
berupa pencabutan surat izin praktik, Berarti, keharusan adanya Informed Consent secara
tertulis dimaksudkan guna kelengkapan administrasi Rumah Sakit yang bersangkutan.
Persetujuan dalam informed consent dianggap sah apabila pasien telah diberi
penjelasan/ informasi dan pasien atau yang sah mewakilinya dalam keadaan cakap/
kompeten untuk memberikan keputusan/ persetujuan. Tindakan kedokteran yang
mengandung resiko tinggi diperlukan penandatanganan formulir suatu informed consent.

Oleh karena itu, dengan ditandatanganinya Informed Consent secara tertulis


tersebut, maka dapat diartikan bahwa pemberi tanda tangan bertanggung jawab dalam
menyerahkan sebagian tanggung jawab pasien atas dirinya sendiri kepada dokter yang
bersangkutan, beserta resiko yang mungkin akan dihadapinya. Untuk itu, tindakan medik
yang ditentukan oleh dokter harus dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan standar
profesinya.(Guwandi, 2004).

2.6 Ruang Lingkup Informed Consent


Ruang lingkup dan materi informasi yang diberikan tergantung pada pengetahuan
medis pasien pada saat itu. Jika memungkinkan, pasien juga diberitahu mengenai
tanggung jawab orang lain yang berperan serta dalam pengobatan pasien.
Pasien memiliki hak atas informasi tentang kecurigaan dokter akan adanya
penyakit tertentu walaupun hasil pemeriksaan yang telah dilakukan inkonklusif. Hak- hak
pasien dalam pemberian informed consent adalah:
1. Hak atas informasi
Informasi yang diberikan meliputi diagnosis penyakit yang diderita, tindakan medik
apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit sebagai akibat tindakan tersebut
dan tindakan untuk mengatasinya, alternative terapi lainnya, prognosannya, perkiraan
biaya pengobatan.
2. Hak atas persetujuan
Consent merupakan suatu tindakan atau aksi beralasan yang diberikan tanpa paksaan
oleh seseorang yang memiliki pengetahuan cukup tentang keputusan yang ia
berikan.Kriteria consent yang syah yaitu tertulis, ditandatangani oleh klien atau orang
yang bertanggung jawab, hanya ada salah satu prosedur dan konsekuensinya. Hak
persetujuan atas dasar informasi
a. Hak atas rahasia medis
b. Hak atas pendapat kedua ( Second Opinion)
c. Hak untuk melihat rekam medis
d. Hak perlindungan bagi orang yang tidak berdaya
e. Hak pasien dalam penelitian

Hak pasien membuat keputusan sendiri untuk berpartisipasi,mendapatkan informasi yang


lengkap, menghentikan partisipasi dalam penelitian tanpa sangsi, bebas bahaya,
percakapan tentang sumber pribadi dan hak terhindar dari pelayanan orang yang tidak
kompoten.

a. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
b. Hak memperoleh pelayanan yang adil dan manusiawi
c. Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi.
d. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
e. Hak meolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh
informasi yang jelas tentang penyakitnya.
f. Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
g. Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya
h. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
i. Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
j. Hak menerima atau menolak bimbingan moral atau spiritual
k. Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter.

2.7 Dasar Hukum Informed Consent


Dalam hubungan hukum, pelaksana dan pengguna jasa tindakan medis (dokter,
dan pasien) bertindak sebagai “subyek hukum ” yakni orang yang mempunyai hak dan
kewajiban, sedangkan “jasa tindakan medis” sebagai “obyek hukum” yakni sesuatu yang
bernilai dan bermanfaat bagi orang sebagai subyek hukum, dan akan terjadi perbuatan
hukum yaitu perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum, baik yang dilakukan satu
pihak saja maupun oleh dua pihak.

Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana
maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.

Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara
umum berlaku pada “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi”.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk menjatuhkan
sanksi pidana.

Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan
persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan
digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena
pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;

Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu
tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan
pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa
tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.

Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara
pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-
masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk
beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk
menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal
tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum
mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah
hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.

Adanya kewajiban dari pihak pemberi informasi dalam menyampaikan sebuah


persetujuan tindak medik yang akan dilakukan atau setelah dilakukan. Tentunya tenaga
kesehatan harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada pasien/ keluarga
diminta atau tidak diminta. Informasi tersebut: harus dengan jelas yang berkaitan dengan
penyakit pasien ; prosedur diagnostik, tindakan/terapi, alternatif terapi dan pembiayaan
serta resiko yang mungkin timbul dari proses tersebut dan harus dijelaskan selengkap-
lengkapnya, kecuali dipandang merugikan pasien atau pasien menolak untuk diberikan 
informasi. Informasi itu juga sewajarnya diberikan oleh tenaga kesehatan yang
melakukan tindakan atau tenaga kesehatan lain yang diberi wewenang, dan bila
dipandang perlu informasi bisa diberikan pada pihak keluarga pasien

Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan, pasien
tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga – pasien. Sebelum dan sesudahnya telah
mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat persetujuan adalah mereka
pasien dewasa (lebih dari 21 tahun  atau sudah menikah ) atau dapat diwakilkan pihak
Keluarga/ Wali/ induk semang.Syarat sahnya persetujuan tindakan medik  yang
dilakukan oleh tenaga medis terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas,
diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan
dan memahaminya, Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan
dilakukan pada situasi yang sama. Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga
dilakukan oleh pasien, karena merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun
tenaga kesehatan yang bisa memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya
pihak rumah sakit/ dokter meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap
anjuran tindakan medik tersebut di lembaran khusus.
Seperti yang telah di atur dalam peraturan berikut:
 Undang-Undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009
 Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang
Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.

2.8 Sanksi Hukum Informed Consent


1. Sanksi Pidana
Apabila seorang tenaga kesehatan menorehkan benda tajam tanpa persetujuan
pasien dipersamakan dengan adanya penganiayaan yang dapat dijerat Pasal 351
KUHP
2. Sanksi Perdata
Tenaga kesehatan atau sarana kesehatan yang mengakibatkan kerugian dapat
digugat dengan 1365, 1367, 1370, 1371 KUHPer
3. Sanksi Administratif
Pasal 13 pertindik mengatur bahwa
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien atau
keluarganya dapat dikenakan sanksi administrative berupa pencabutan izin
praktik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Di Indonesia perkembangan “informed consent” secara yuridis formal, ditandai dengan
munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tentang “informed consent” melalui SK
PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No.
585 tahun 1989 tentang “Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent”. Serta dipertegas
oleh Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004.

informed Consent yang diperoleh dengan tata cara yang tidak benar tidak dapat di anggap
sebagai penemu hak otonomi pasien, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan melanggar
hukum namun demikian pelaksanaan informed Consennt di indonesia hanya dilakukan dengan
mengindahkan nilai-nilai dalam budaya setempat yang sangat bervariasi.

3.2 Saran
Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu pengetahuan
kita dalam kesehatan , dan yang terpenting adalah dalam hal ini Pemerintah Bertanggung jawab
merencanakan , mengatur, menyelenggarakan dan membina Serta mengawasi penyelenggaraan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masayarakat. Juga sumber daya di bidang
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, terhadap Informed Consent agar kelak tidak terjadi perselisihan

DAFTAR PUSTAKA

Guwandi,J.2004.Informed Consent&Informed Refusal 4th edition.Fakultas Kedokteran Indonesia:Jakarta

Hendrik,SH.M.Kes.2010.Etika dan Hukum Kesehatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC:


Jakarta

http://www.sinta.unud.ac.id/makalah informed consent.html Format PDF

http://www.rekaoktasimbolon.blogspot.com/makalah informed consent.html Format PDF

Anda mungkin juga menyukai