Tiada lain tujuan kami menyusun makalah ini, kecuali hanya untuk
menambah pengethuan kita dalam bidang etika dan hukum kesehatan,
maka kami sediakan makalah ini yang di dalamnya telah kami bahas secara
spesifik tentang informed consent mulai dari pengertian dasar serta
penerapannya.
Februari, 2020
Penyusun
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
1.3 . Tujuan…….........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
3.2. Saran………………………………………………………………………..…………...…16
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………………...16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Informed consent merupakan suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang efektif
antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang
tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek hukum bukanlah
sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah persetujuan sepihak atas layanan
yang ditawarkan pihak lain. Atau Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran
yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara
lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tujuan
Informed Consent adalah memberikan perlindungan kepada pasien serta memberi
perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif.
BAB II
PEMBAHASAN
Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut
dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri dari dua kata,
yaitu : Informed dan Consent. Informed berarti telah mendapatinformasi/penjelasan/keterangan.
Consent berarti memberi persetujuan atau mengizinkan.
Pengertian yang lebih luas terkait informed consent yakni adalah memberi izin atau
wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu informed consent(IC),dengan demikian
berarti suatu pernyataan setuju atau izin oleh pasien atau secara sadar, bebas dan rasional setelah
memperoleh informasi yang dipahaminya, dari tenaga kesehatan/doker yang memahami tentang
penyakitnya. Kata dipahami harus digaris bawahi atau ditekankan, karena pemahaman suatu
informasi oleh tenaga kesehatan/dokter belum tentu dipahami juga oleh pasien. Harus diingat
bahwa yang terpenting adalah pemahaman oleh pasien (Hendrik, 2010,hal.57).
1. Memberikan perlindungan hukum kepada pasien sebagai pengguna jasa medis dari
segala tindakan dokter yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dan melindungi
pasien dari malpraktek yang disebabkan karena adanya kesalahan yang dilakukan oleh
dokter dalam tindakan kedokteran yang mengakibatkan kerugian bagi pasien.
2. Memberikan perlindungan hukum kepada dokter yang telah menjalankan tindakan
medis sesuai dengan standar pelayanan kedokteran apabila terjadi suatu kegagalan
medis. Hal tersebut dikarenakan pada setiap tindakan medis melekat suatu risiko.
Tidak mungkin dokter menjamin upaya pengobatan yang diberikan akan selalu
berhasil sesuai keinginan pasien/keluarga. Dokter hanya dapat memberikan upaya
maksimal untuk kesembuhan pasien (inspanningsverbintenis).
Informed Consent itu sendiri menurut jenis tindakan / tujuannya dibagi tiga, yaitu:
1. Yang bertujuan untuk penelitian (pasien diminta untuk menjadi subyek penelitian)
2. Yang bertujuan untuk mencari diagnosis;
3. Yang bertujuan untuk terapi.
3 Expressed Consent
Persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan
lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian
sebaiknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan
dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian.
Menurut J.Guwandi, SH.(2004) terdapat 3 bagian dari informed consent:
1. Pengungkapan dan penjelasan (disclosure and explanation) kepada pasien dalam bahasa
yang dapat dimengerti oleh pasiennya tentang:
Penegakan diagnosis;
Sifat dan prosedur atau tindakan medic yang diusulkan;
Kemungkinan timbulnya resiko;
Manfaatnya;
Alternative (jika ada)
1.5 a. memastikan bahwa pasien mengerti apa yang telah dijelaskan kepadanya(harus
diperhitungkan tingkat intelektualnya)
b. bahwa pasien menerima risiko-risiko tersebut
c. bahwa pasien mengizinkan dilakukan prosedur atau tindakan medic tersebut
3. harus didokumentasikan (dalam bentuk rekam medis atau medical record)
Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3
(tiga) unsur sebagai berikut :
a. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah
sakit.
b. Hak memperoleh pelayanan yang adil dan manusiawi
c. Hak memperoleh pelayanan keperawatan dan asuhan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi keperawatan tanpa diskriminasi.
d. Hak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai
dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit
e. Hak meolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri
pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh
informasi yang jelas tentang penyakitnya.
f. Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
g. Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal
itu tidak mengganggu pasien lainnya
h. Hak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
i. Hak mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya
j. Hak menerima atau menolak bimbingan moral atau spiritual
k. Hak didampingi perawat atau keluarga pada saat diperiksa dokter.
Dalam masalah “informed consent” dokter sebagai pelaksana jasa tindakan medis,
disamping terikat oleh KODEKI (Kode Etik Kedokteran Indonesia) bagi dokter, juga
tetap tidak dapat melepaskan diri dari ketentuan-ketentuan hukun perdata, hukum pidana
maupun hukum administrasi, sepanjang hal itu dapat diterapkan.
Pada pelaksanaan tindakan medis, masalah etik dan hukum perdata, tolok ukur
yang digunakan adalah “kesalahan kecil” (culpa levis), sehingga jika terjadi kesalahan
kecil dalam tindakan medis yang merugikan pasien, maka sudah dapat dimintakan
pertanggungjawabannya secara hukum. Hal ini disebabkan pada hukum perdata secara
umum berlaku pada “barang siapa merugikan orang lain harus memberikan ganti
rugi”.Sedangkan pada masalah hukum pidana, tolak ukur yang dipergunakan adalah
“kesalahan berat” (culpa lata). Oleh karena itu, adanya kesalahan kecil (ringan) pada
pelaksanaan tindakan medis belum dapat dipakai sebagai tolak ukur untuk menjatuhkan
sanksi pidana.
Aspek Hukum Perdata, suatu tindakan medis yang dilakukan oleh pelaksana jasa
tindakan medis (dokter) tanpa adanya persetujuan dari pihak pengguna jasa tindakan
medis (pasien), sedangkan pasien dalam keadaan sadar penuh dan mampu memberikan
persetujuan, maka dokter sebagai pelaksana tindakan medis dapat dipersalahkan dan
digugat telah melakukan suatu perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad)
berdasarkan Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPer). Hal ini karena
pasien mempunyai hak atas tubuhnya, sehingga dokter dan harus menghormatinya;
Aspek Hukum Pidana, “informed consent” mutlak harus dipenuhi dengan adanya
pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan. Suatu
tindakan invasive (misalnya pembedahan, tindakan radiology invasive) yang dilakukan
pelaksana jasa tindakan medis tanpa adanya izin dari pihak pasien, maka pelaksana jasa
tindakan medis dapat dituntut telah melakukan tindak pidana penganiayaan yaitu telah
melakukan pelanggaran terhadap Pasal 351 KUHP.
Sebagai salah satu pelaksana jasa tindakan medis dokter harus menyadari bahwa
“informed consent” benar-benar dapat menjamin terlaksananya hubungan hukum antara
pihak pasien dengan dokter, atas dasar saling memenuhi hak dan kewajiban masing-
masing pihak yang seimbang dan dapat dipertanggungjawabkan. Masih banyak seluk
beluk dari informed consent ini sifatnya relative, misalnya tidak mudah untuk
menentukan apakah suatu inforamsi sudah atau belum cukup diberikan oleh dokter. Hal
tersebut sulit untuk ditetapkan secara pasti dan dasar teoritis-yuridisnya juga belum
mantap, sehingga diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi terhadap masalah
hukum yang berkenaan dengan informed consent ini.
Persetujuan dari pasien dari merupakan hal yang harus sangat diperhatikan, pasien
tepat tidak dibawah tekanan hubungan tenaga – pasien. Sebelum dan sesudahnya telah
mendapatkan informasi lengkap, dan pihak yang membuat persetujuan adalah mereka
pasien dewasa (lebih dari 21 tahun atau sudah menikah ) atau dapat diwakilkan pihak
Keluarga/ Wali/ induk semang.Syarat sahnya persetujuan tindakan medik yang
dilakukan oleh tenaga medis terhadap pasien, sejatinya pasien diberikan secara bebas,
diberikan oleh orang yang sanggup membuat perjanjian.Telah mendapatkan penjelasan
dan memahaminya, Mengenai susuatu hal yang khas dari persetujuan ini, tindakan
dilakukan pada situasi yang sama. Tetapi penolakan (informed refusal) bisa juga
dilakukan oleh pasien, karena merupakan hak pasien/ keluarga pasien dan tiada satupun
tenaga kesehatan yang bisa memaksa sekalipun berbahaya bagi pasien maka sebaiknya
pihak rumah sakit/ dokter meminta pasien/ kel menandatangani surat penolakan terhadap
anjuran tindakan medik tersebut di lembaran khusus.
Seperti yang telah di atur dalam peraturan berikut:
Undang-Undang Republik Indonesia no.36 tahun 2009
Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (KODERSI).
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1419/Men.Kes/Per/X/2005 tentang
Penyelanggaraan Praktik Kedokteran.
informed Consent yang diperoleh dengan tata cara yang tidak benar tidak dapat di anggap
sebagai penemu hak otonomi pasien, sehingga tindakan tersebut merupakan tindakan melanggar
hukum namun demikian pelaksanaan informed Consennt di indonesia hanya dilakukan dengan
mengindahkan nilai-nilai dalam budaya setempat yang sangat bervariasi.
3.2 Saran
Dalam Hal ini semoga dapat membatu pengetahuan dan menambah ilmu pengetahuan
kita dalam kesehatan , dan yang terpenting adalah dalam hal ini Pemerintah Bertanggung jawab
merencanakan , mengatur, menyelenggarakan dan membina Serta mengawasi penyelenggaraan
upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masayarakat. Juga sumber daya di bidang
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya, terhadap Informed Consent agar kelak tidak terjadi perselisihan
DAFTAR PUSTAKA