Anda di halaman 1dari 27

Putusan Nomor : PUT-111984.99/2006/PP/M.

IIIA TAHUN 2018

Jenis Pajak : Gugatan

K
Tahun Pajak : 2006

JA
Pokok Sengketa : Penerbitan Surat Keputusan Tergugat KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017
tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b

PA
Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak disetujui Penggugat;

Menurut Terbanding : Bahwa Surat Keputusan Nomor KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22


Maret 2017 yang dijadikan objek gugatan Penggugat adalah Surat Keputusan
tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang

N
Bayar Nomor 00009/207/06/618/16 tanggal 11 April 2016 Masa Pajak
September 2006 Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf B Karena Permohonan

LA
Wajib Pajak;
bahwa di dalam ketentuan Pasal 23 ayat (2) huruf c UU KUP yang dapat
diajukan gugatan adalah Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan
keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan

DI
Pasal 26;
bahwa berdasarkan rumusan tersebut, terlihat bahwa yang dapat diajukan
GA
gugatan adalah keputusan (beschiking) sebagai pelaksanaan dari keputusan
perpajakan (beschiking);
bahwa dalam kasus yang menjadi gugatan tersebut, Tergugat menerbitkan
Surat Keputusan Tergugat tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat
EN

Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf B


Karena Permohonan Wajib Pajak sebagai suatu beschiking awal dan tidak
terdapat beschiking lagi sebagai pelaksanaan beschiking awal tersebut;
bahwa berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, hasil
TP

penelitian dan alasan yang dikemukakan oleh Penggugat, disampaikan hal-


hal sebagai berikut:
a PT xxx didirikan berdasarkan akte notaris Buntario, SH, SE, MH Nomor 79
IA

tanggal 14 April 2004 di Jakarta. Tergugat terdaftar sejak tanggal 4 Juni


2004 dan dikukuhkan sebagai PKP pada tanggal 7 Juni 2004;
b Berdasarkan Putusan Pengadilan Niaga dari Pengadilan Negeri Surabaya
AR

Nomor 01/Pdt.Sus-Pailit/2013PN.Niaga.Sby tanggal 10 Februari 2016


diputuskan bahwa Penggugat PAILIT dan mengangkat Sdr. Agung Satryo
Wibowo, SE, AK, SH, MM, CA sebagai kurator;
c Berdasarkan Putusan Pidana yang telah Berkekuatan Hukum Tetap dari
ET

Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20


Oktober 2015 diketahui bahwa atas nama Yuji Ossel yang merupakan
mantan Direktur PT xxx dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak
KR

pidana di bidang perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan SPT


dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap yang
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa langkah atau
SE

tindakan yang dilakukan oleh Tergugat untuk menindaklanjuti putusan


pengadilan Negeri Surabaya berkaitan dengan Pidana denda adalah tidak
benar dan tidak sesuai Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,
dikarenakan Pidana Denda sebagai akibat dari kerugian negara telah diganti
cengan pidana kurungan selama 4 (Empat Bulan) oleh Yujiossel sehingga
tidak ada lagi Pidana Denda yang harus ditagih oleh Tergugat, maka Tergugat
berpendapat bahwa:
a Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan
Umum Perpajakan mengatur bahwa: Direktur Jenderal Pajak berwenang

K
melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan

JA
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b Berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Ketentuan
Umum Perpajakan mengatur bahwa: Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun

PA
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu
tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan

N
atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah

LA
mempunyai kekuatan hukum tetap;
Penjelasan Pasal 13 ayat (5) UU Ketentuan Umum Perpajakan
Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana perpajakan

DI
untuk menentukan kerugian pada pendapatan Negara, atas jumlah pajak
yang terutang belum dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak;
GA
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses
pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5 (lima) tahun.
Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh PPNS, tetapi
EN
oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan,
misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan
penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan
adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak;
TP

Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang
tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnyayg dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan Negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
IA

mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak masih dibenarkan


utuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48% (empat
puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
AR

meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilampaui;
bahwa ketentuan di atas menjadi dasar kewenangan bagi Tergugat untuk
menerbitkan ketetapan pajak terutang beserta dengan sanksi administrasi
ET

perpajakan;
bahwa ketentuan Pasal 2 ayat (2) PMK 183/2015 menyatakan bahwa Direktur
Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
KR

atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun telah lewat, dalam hal
Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana
SE

karena melakukan tindak bidana di bidang perpajakan atau tindak pidana


lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara;
bahwa kaidah hukum peraturan perundang-undangan di atas membuktikan
secara jelas bahwa Tergugat memiliki kewenangan untuk menerbitkan
SKPKB dan SKPKBT sekalipun Penggugat mendalilkan adanya Putusan
Pengadilan Negeri Surabaya Nomor Putusan
01/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.Niaga.Sby;
bahwa berdasarkan dalil Penggugat yang mendasarkan pada Yurisprudensi
dari Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung R.I Nomor

K
1091/B/PK/PJK/2014 tanggal 10 Maret 2015, Tergugat berpendapat bahwa:

JA
a Negara kita adalah negara hukum dengan sistem peradilan civil law,
sehingga semua argumentasi kita harus berdasarkan pada hukum yang
berlaku pada saat ini (hukum positif), bukan berdasarkan pada buku-buku
hukum dan yurisprudensi (Putusan Mahkamah Agung). Buku-buku hukum

PA
dan yurisprudensi hanya dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
mengambil suatu putusan;
b Profesor Sudikno Mertokusumo dalam bukunya Mengenal Hukum Suatu
Pengantar halaman 104-105 yang menyatakan sebagai berikut

N
Yurisprudensi atau putusan pengadilan merupakan produk yudikatif, yang
berisi kaedah atau peraturan hukum yang mengikat pihak-pihak yang

LA
bersangkutan atau terhukum. Jadi putusan pengadilan hanya mengikat
orang-orang tertentu saja dan tidak mengikat setiap orang secara umum
seperti Urdang-Undang. Putusan berisi kaedan-kaedah hukum: putusan
adalah hukum. Putusan pengadilan adalah hukum sejak dijatuhkan sampai

DI
dilaksanakan.Sejak dijatuhkan putusan pengadilan mempunyai kekuatan
mengikat bagi para pihak untuk mengakui eksistensi putusan tersebut.
Putusan pengadilan mempunyai kekuatan berlaku untuk dilaksanakan sejak
GA
putusan itu memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Setelah dilaksanakan
putusan pengadilan itu hanyalah merupakan sumber hukum;
c Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 759 K/Pdt.Sus-Pailit/2016
EN
pada halaman 90, dinyatakan bahwa DR. H. Harifin A. Tumpa, SH., M.H.
dalam kata sambutannya sebagai Ketua Mahkamah Agung RI tahun 2009
yang terdapat dalam buku "Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik
Indonesia" menyatakan:
TP

Hukum yurisprudensi adalah salah satu sumber hukum yang diajarkan di


kampus dan di praktekkan di pengadilan. Hasil penelitian BPHN tahun 1995
menemukan bahwa putusan hakim yang dikategorikan sebagai hukum
yurisprudensi harus memenuhi syarat: putusan atas suatu peristiwa yang
IA

belum jelas peraturan perundang-undangannya, sudah berkekuatan hukum


tetap, berulang kali dijadikan dasar hukum untuk nnernutus perkara yang
sama, putusan hakim itu telah memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan
AR

putusan itu telah dibenarkan oleh Mahkamah Agung RI. Jadi sejatinya
yurisprudensi merupakan kaidah-kaidah hukum baru yang diciptakan hakim,
bersifat kasuistis, dan merupakan sumber hukum Indonesia;
bahwa dalil Penggugat yang menyatakan bahwa pidana denda yang
ET

dijatuhkan kepada Penggugat telah dibebankan dan dipertanggungjawabkan


dalam perkara atas nama Terdakwa Yujiossel maka Penggugat tidak dapat
diberikan atau dijatuhi pidana denda lagi dalam perkara ini, maka Tergugat
berpendapat bahwa
KR

a Dalam ilmu hukum dikenal adanya asas hukum lex specialis derogat legi
generalis, yang artinya aturan hukum yang khusus mengesampingkan
aturan hukum umum. Dalam hal pelaksanaan pemenuhan kewajiban
SE

perpajakan maka undang-undang di bidang perpajakan seperti UU


Ketentuan Umum Perpajakan bersifat lebih khusus sehingga
mengesampingkan undang-undang yang bersifat umum lainnya. Hal ini
termasuk juga dalam pengaturan tindak pidana di bidang perpajakan
dimana ketentuan yang menjadi dasar pemidanaan adalah UU Ketentuan
Umum Perpajakan;
b Sanksi pidana penjara dan pidana denda yang dikenakan kepada terpidana
tidak menghapuskan sanksi administrasi perpajakan. Pasal 39A UU
Ketentuan Umum Perpajakan tersebut hanya mengatur besarnya sanksi
pidana yang dikenakan kepada terpidana, sedangkan sanksi

K
administrasinya belum dikenakan. Untuk menagih sanksi administrasi
tersebut, pembuat Undang-Undang telah memikirkan cara menagih pokok

JA
utang (sanksi administrasi) diluar sanksi pidana tadi yaitu dengan
menerbitkan SKPKB;
c Sanksi pidana tidak sama dengan sanksi administrasi perpajakan. Kedua

PA
hal tersebut diatur di dalam pasal yang berbeda. Salah satu sanksi pidana
atas tindak pidana perpajakan diatur di dalam Pasal 39 UU Ketentuan
Umum Perpajakan sedangkan sanksi administrasi perpajakan salah
satunya diatur di dalam Pasal 13 ayat (5) UU Ketentuan Umum Perpajakan;
d Sanksi pidana yang dijatuhkan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri

N
Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/PN.SBY tanggal 20 Oktober 2015
didasarkan pada ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1)

LA
UU KUP dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP
sebagaimana tercantum di dalam bagian pertimbangan Majelis Hakim pada
halaman 125 Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

DI
1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby yang berbunyi sebagai berikut:
Menimbang, bahwa dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas
maka terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
GA
Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No.6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
EN
Tata Cara Perpajakan dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1)
Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umurn dan Tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No.6 Tahun
TP

1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sesuai dengan
dakwaan kesatu dan kedua;
bahwa sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat melalui hasil
pemeriksaan berupa SKPKB adalah berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5)
IA

UU KUP yang menyatakan sebagai berikut.


Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
AR

ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh


delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila
Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindakan lainnya yang dapat menimbulkan
ET

kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai


kekuatan hukum tetap;
bahwa ketentuan tersebut di atas menjadi dasar kewenangan bagi Tergugat
KR

untuk menerbitkan ketetapan pajak terutang beserta dengan sanksi


administrasi perpajakannya sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU
KUP;
bahwa lebih lanjut, Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 183/2015 memberikan
SE

penjelasan bahwa Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas


suatu tindak pidana perpajakan tidak menghalangi Tergugat untuk melakukan
pemeriksaan dan penagihan utang pajak tersebut sebagaimana dinyatakan
sebagai berikut:
(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutargnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan:
a Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; atau

K
b Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
(2) Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak

JA
Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima)
tahun telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan

PA
Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib
Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara.
e bahwa sanksi pidana denda dijatuhkan atas perbuatan pidana yang

N
dilakukan oleh Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU
Ketentuan Umum Perpajakan, sedangkan sanksi administrasi perpajakan

LA
sebagaimana diatur di dalam Pasal 13 ayat (5) UU Ketentuan Umum
Perpajakan diberikan untuk menarik pokok pajak terutang ditambah dengan
bunga administrasi sebesar 48%;

DI
f bahwa perbedaan selanjutnya antara sanksi pidana denda dengan sanksi
administrasi perpajakan adalah sanksi administrasi perpajakan masuk
sebagai komponen Penerimaan Negara dari Pajak sedangkan sanksi
GA
pidana denda masuk sebagai komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP);
Pendapat Ahli
EN
bahwa ahli dari Tergugat menyampaikan Penjelasan Tertulis berisi pendapat
hukumnya yang pada pokoknya menyatakan sebagai berikut:
Ultimum Remedium Dalam Kaitan Hukum Pidana Dengan Hukum Pajak
Pengertian Hukum Pidana
TP

Pompe, menyatakan bahwa hukum pidana adalah keseluruhan aturan


ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
dengan sangsi pidana;
IA

D. Azewinkel-suringa, membegi hukum pidana dalam arti:


Objektif (ius poenale), yang meliputi:
AR

Perintah dan larangan yang pelanggarnya diancam dengan sanksi pidana


oleh badan yang berhak.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila
ET

norma itu dilanggar, yang dinamakan hukum Panitensier.


Subjektif (ius puniendi), yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut
pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana;
KR

Moeljatno mengatakan bahwa hukum pidana adalah bagian darai


keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-
dasar dan aturan untuk :
Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang
SE

disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggara larangan tersebut.
Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimna
yang telah diancamkan.
Menentukan dengan cara bagaimna pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
Satochid Kartanegara, bahwa hukum pidana dapat dipandang dari beberapa

K
sudut, yaitu:

JA
Hukum pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang
mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap
pelanggarannya yang diancam dengan hukuman.

PA
Hukum pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur
hak negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang
dilarang.
Roeslan Saleh, mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat
yang dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat

N
dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum
masyarakat. Oleh karena itu, suatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang

LA
menghambat atau pertentangan dengan tercapainya tatanan dalam
pergaulan yang dicita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari hukum
pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut:

DI
Hukum pidana sebagai hukum positif.
Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan
pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya,
GA
Tujuan Hukum Pidana.
Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan
yang tidak baik;
EN

Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan;
Menurut aliran klasik tujuan hukum pidana untuk melindungi individu dari
TP

kekuasaan penguasa atau negara;


Menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana untuk melindungi
masyarakat terhadap kejahatan, dengan demikian hukum pidana harus
memeperhatikan kejahatan dan keadaan penjahat (aliran ini mendapat
IA

pengaruh dari perkembangan kriminologi);


Pengertian Hukum Pajak.
AR

Prof. DR. Rachmat Soemitro, S. H.


Hukum Pajak adalah Suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai
ET

pembayar pajak;
Bohari
Hukum Pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur
KR

hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai


pembayar pajak;
Santoso Brotodihardjo
Hukum Pajak atau hukum Fiskal adalah Keseluruhan dari peraturan-
SE

peraturan yang meliputi wewenang pemerintah untuk mengambil kekayaan


seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui
kas negara, sehingga ia merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur
hubungan-hubungan hukum antara negara dengan orang-orang atau badan-
badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (yang disebut wajib
pajak);
bahwa kesimpulan yang dapat ditarik dari ketiga definisi tersebut :
Hukum Pajak adalah keseluruhan peraturan yang mengatur hubungan (hak

K
dan kewajiban) antara negara dan pemerintah sebagai pemungut pajak
(fiskus) dengan rakyat sebagai pembayar pajak (wajib pajak);

JA
Fungsi dan Tujuan Pajak.
Fungsi Pajak

PA
Sebagai dasar dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang harus
memenuhi syarat keadilan, efisien, dan sederhana sejelas-jelasnya dalam
undang-undang hukum pajak itu sendiri;
Sebagai dasar untuk menentukan siapa subjek maupun objek yang perlu dan
tidak perlu dijadikan sumber pemungutan pajak yang berfungsi untuk

N
meningkatkan potensi pajak di dalam suatu negara;

LA
Sebagai dasar dalam pembagian beban pajak kepada rakyat yang didasarkan
pada kepentingan masing-masing individu (anggota masyarakat);
Sebagai dasar penggunaan/pemanfaatan dari hasil pemungutan pajak, balk
dalam memenuhi anggaran APBN serta APBD maupun memenuhi target

DI
perolehan pajak yang akan digunakan untuk kepentingan sosial dan
kesejahteraan umum;
GA
Memberi kepastian hukum untuk menetapkan sanksi administrasi/ tata usaha,
maupun sanksi pidana (berupa penjara ataupun kurungan);
Tujuan Pajak.
bahwa tujuan utama dari sebuah hukum pajak adalah menegakkan keadilan
EN

yang terdiri dari keadilan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang telah


tertuang di dalam undangundang maupun dari segi peraturan yang digunakan
dalam pelaksanaan pemungutan pajak itu sendiri;
TP

Hukum Pajak Merupakan Bagian Hukum Administrasi Negara, dan


Hubungannya dengan Hukum Pidana
Pengertian Hukum Adminitrasi Negara/HAN.
IA

Hukum Administrasi Negara adalah Peraturan hukum mengenai administrasi


dalam suatu negara, dimana hubungan antar warga negara dan
pemerintahannya dapat berjalan dengan balk dan aman;
AR

Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan mengenai segala hal


ihwal penyelenggaran negara yang dilakukan oleh aparatur negara guna
mencapai tujuan negara;
Alasan Hukum Pajak sebagai Bagian HAN
ET

Pemungutan pajak kepada wajib pajak adalah kegiatan dalam rangka


pelaksanaan fungsi kepemerintahan;
KR

Ketetapan yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara sebagai objek
hukum administrasi negara;
Pejabat tata usaha negara yang menerbitkan ketetapan yang menimbulkan
sengketa sebagai subjek hukum administrasi negara;
SE

Hubungan dengan Hukum Pidana


Pasal 103 KUHP yang menentukan bahwa ketentuan dari delapan bab Buku
Pertama KUHP berlaku juga terhadap perbuatan yang dapat dihukum
menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali kalau ada undang-
undang lain tindakan Administrasi Pemerintahan (algemene maatrigelen van
bestuur) menentukan lain;
Bab VII Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir

K
dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (mulai Pasal 38 sampai
dengan Pasal 43) mencantumkan ketentuan pidana. Ajaran ini dikenal

JA
sebagai "Ultimum Remedium";
Ultimum Remedium.

PA
bahwa ajaran Ultimum Remedium dari dilihat dari proses sebagai berikut:
Pertama-tama Wajib Pajak/WP wajib membuat sendiri (self assesment)
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 Ayat (1) KUP;
Kemudian Ditjen Pajak (Fiscus) dapat melakukan pemeriksaan (Pasal 8 Ayat

N
4 KUP).Kemudian DP dapat melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan (Pasal
8 Ayat 3 KUP).

LA
Setelah DP melakukan Pemeriksan Bukti Permulaan, tetapi WP tetap tidak
mau secara sukarela melaksanakan kewajiban perpajakannya, maka baru DP
melakukan proses penyidikan (Pasal 44 KUP).

DI
Namun apabila WP melunasi hutang pajak, walau DP sudah melakukan
proses penyidikan, maka atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung
dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan (Pasal 44
B KUP). GA
Pasal 13 A
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat
EN
Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak
benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
TP

pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa


kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang
dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar.
IA

bahwa berdasarkan uraian pasal di atas, pengenaan sanksi pidana


merupakan upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Bagi
AR

Wajib Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan tersebut dikenakan


sanksi administratif, sedangkan apabila pelanggaran tersebut merupakan
perbuatan yang kedua kalinya maka dapat dikenakan sanksi pidana sesuai
dengan Pasal 38 dengan pidana denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak
ET

terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling
singkat 3 tahun atau paling lama 1 tahun.
DJP Masih dapat Menagih Hutang Pajak Walau Sudah Dihukum Pidana.
KR

Pasal 13 Ayat (5) KUP menentukan bahwa:


Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
SE

ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh


delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila
Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindakan lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Penjelasan Pasal 13 ayat (5) UU KUP
Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang

K
perpajakan, untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas
jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan surat ketetapan pajak;

JA
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses
pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari 5 (lima) tahun.

PA
Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh PPNS, tetapi
oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan,
misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan
penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan
adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak;

N
Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang
tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di

LA
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak masih
dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48

DI
% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang
dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilampaui.
GA
bahwa ahli yang dihadirkan oleh Penggugat dalam persidangan menyatakan
pendapat sebagaimana yang tertulis dalam Penjelasan Tertulisnya;
EN
Menurut Penggugat : Bahwa kronologis gugatan Penggugat atas Keputusan Tergugat Nomor :
KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 adalah diawali
dengan dilakukannya Pemeriksaan terhadap Penggugat yang telah
dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya
dengan penetapan Nomor Putusan 01/Pdt.Sus-Pailit/2016/PN.SBY pada
TP

tanggal 10 Februari 2016 yang dalam amar putusannya menyatakan:


Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;
Menyatakan Termohon PT. xxx beralamat xxx Pailit dengan segala akibat
IA

hukumnya;
Menunjuk Sdr. Ane Rosiana, SH, MH, Hakim Niaga pada Pengadilan Negeri
AR

Surabaya sebagai Hakim Pengawas;


Mengangkat Sdr. Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA Nomor
AHU.AH.04.03-92 tanggal 18 Agustus 2015, berkantor di Jalan Klampis
Semolo Timur 12-C, Surabaya, sebagai Kurator;
ET

Menetapkan biaya kepailitan dan imbalan Jasa Kurator akan ditetapkan


kemudian setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya dan proses
kepailitan berakhir;
KR

Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini
ditetapkan sejumlah Rp 1.411.000 (Satu Juta Empat Ratus Sebelas Ribu
Rupiah);
SE

bahwa sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor


1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana
Perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PT. xxx yang dalam putusannya
menyatakan sebagai berikut :
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan
kesatu dan kedua;
Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8
bulan;

K
Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 60.000.000.000,- (Enam Puluh Milyar

JA
rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti
dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan

PA
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;
Menetapkan barang bukti berupa …………….. dst untuk dikembalikan kepada
penyidik Direktorat Jenderal Pajak;

N
Menghukum terdakwa untuk membayar membayar biaya perkara sebesar Rp
10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah);

LA
bahwa Putusan Pengadilan Negeri a quo telah dinyatakan INCRACHT;
bahwa sesuai dengan pasal 270 Jo Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP), menyatakan bahwa "Pelaksanaan putusan

DI
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh
Jaksa, yang untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya,
Jika putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana
GA
diberikan jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali
dalam putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi”;
bahwa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
EN
Kejaksaan pasal 31 ayat (1) huruf b dan c menyatakan bahwa "di bidang
Pidana Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat”;
TP

bahwa sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA No. 2 Tahun


1983 tanggal 8 Desember 1983, yang dimaksud dengan perkataan "harus
seketika dilunasi" dalam Pasal 273 ayat (1) KUHAP harus diartikan :
IA

Apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, maka
pelunasannya harus dilakukan pada saat diucapkan;
AR

Apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan,
maka pelunasannya harus dilakukan pada saat putusan itu oleh jaksa
diberitahukan kepada terpidana. Jika terdapat alasan yang kuat, maka jangka
waktu pembayaran pidana denda dapat diperpanjang untuk paling lama satu
ET

bulan. Dengan demikian jangka waktu pembayaran pidana denda paling lama
dua bulan. Dan apabila setelah dua bulan dendanya belum juga dibayar oleh
terpidana, maka eksekusi pidana dendanya diganti dengan pidana kurungan
sebagai pengganti;
KR

bahwa untuk melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut


pada Nomor 2 pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pada tanggal 6 November
2015 telah membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
berdasarkan pada Surat Perintah pelaksanaan putusan pengadilan No. Print-
SE

03/0.5.10/Fu.1/11/2015 tanggal 5 Nopember 2015;


bahwa setelah jatuh tempo kewajiban pembayaran pidana denda sesuai
dengan putusan pengadilan, terpidana (YUJIOSSEL) pada tanggal 19 Januari
2016 membuat surat pernyataan bahwa tidak sanggup untuk membayar
denda sebesar Rp. 60.000.000.000 (Enam Puluh Milyar Rupiah);
bahwa pada tanggal 20 Januari 2016 saudara terpidana (YUJIOSSEL), di
hadapan Jaksa JOLFISSAMBOW, SH membuat surat pernyataan
ketidaksanggupan membayar pidana denda dan bersedia menjalani pidana
kurungan selama 4 (Empat) bulan sebagai pengganti pidana denda tersebut

K
sesuai dengan Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
bahwa sampai tanggal surat permohonan ini pidana denda masih belum

JA
dibayar oleh terpidana sehingga secara ketentuan terpidana (YUJIOSSEL)
akan menjalani hukuman pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan;
bahwa Kurator selama proses Kepailitan dari Penggugat (dalam Pailit), yang

PA
dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit menerima surat dari Tergugat
dengan Nomor S-7388/WPJ.11/KP.13/2016 tanggal 25 Februari 2016 perihal
tanggapan pemberitahuan dan Undangan atas Kepailitan Penggugat kepada
Kurator Penggugat (dalam Pailit) yaitu Saudara Agung Satryo Wibowo, SE,
Ak, SH, MM, CA yang pada poin nomor 3 dalam surat tersebut menyatakan

N
akan menindaklanjuti putusan pengadilan berkenaan dengan total kerugian
negara yang masih harus dibayar sebesar Rp. 40.680.179.847 (Empat Puluh

LA
Milyar Enam Ratus Delapan Puluh Juta Seratus Tujuh Puluh Sembilan Ribu
Delapan Ratus Empat Puluh Tujuh Rupiah) melalui Proses Pemeriksaan
Pajak, dengan tujuan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

DI
(SKPKB);
bahwa untuk menindaklanjuti Pemeriksaan Pajak maka Tergugat
mengeluarkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-
GA
00004/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2006, Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-
00005/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
EN
melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2007, dan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-
00003/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
melakukan pemeriksaan pajak (all taxes) tahun pajak 2005, dan saat ini
TP

Tergugat telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak 2005-
2007;
bahwa langkah atau tindakan yang dilakukan oleh Tergugat untuk
menindaklanjuti putusan pengadilan Negeri Surabaya berkaitan dengan
IA

Pidana denda adalah tidak benar dan tidak sesuai Peraturan Perundang-
Undangan yang berlaku, dikarenakan Pidana Denda sebagai akibat dari
kerugian negara telah diganti dengan pidana kurungan selama 4 (Empat
AR

Bulan) oleh YUJIOSSEL sehingga tidak ada lagi Pidana Denda yang harus
ditagih oleh Tergugat;
bahwa berdasarkan Yurisprudensi dari Putusan Peninjauan Kembali
Mahkamah Agung R.I Nomor : 1091/B/PK/PJK/2014 tanggal 10 Maret 2015,
ET

dengan Amar Putusan:


MENGADILI,
Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
KR

Kembali CV xxx tersebut;


Membatalkan Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.46980/PP/M.I/19/2013,
tanggal 4 September 2013;
SE

MENGADILI KEMBALI,
Mengabulkan gugatan Penggugat ;
Membatalkan Surat Keputusan Tergugat sekarang Termohon Peninjauan
Kembali, yaitu Surat Keputusan Nomor KEP-190/WPJ.17/2012, tanggal 20
Maret 2012;
Menghukum Termohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya perkara
dalam peninjauan kembali ini ditetapkan sebesar Rp 2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu Rupiah).

K
bahwa berdasarkan Pertimbangan hukum Hakim Agung Mahkamah Agung RI

JA
yang terdapat dalam Putusan PK tersebut di atas, dapat Penggugat
sampaikan untuk mendukung dasar hukum Pemohon dalam pengajuan surat
permohonan ini adalah sebagai berikut :

PA
Alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo
dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang
terungkap dalam uji bukti persidangan dan pertimbangan hukum Majelis
Pengadilan Pajak, karena Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan

N
Kembali Hendro Teguh selaku Direktur CV xxx telah dituntut dan dijatuhi
hukuman pidana karena melakukan tindak pidana berpajakan berdasarkan

LA
Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT)
sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 323 K/PID/2010
tanggal 30 September 2010, sehingga pajak yang kurang dibayar yang

DI
menimbulkan kerugian penerimaan Negara telah dibebankan dan telah
dilaksanakan pembayaran melalui putusan Iskak Soegiarto Teguh. Hal ini
ditetapkan sejalan dengan suatu pendapat hukum bahwa seorang Wajib
GA
Pajak yang telah dijatuhi hukum pidana sebagaimana dikutib dari pendapat
Cochran & Malone (1995) merupakan suatu tindakan yang berupa Retribution
(pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan
pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat)
EN
dan di sisi yang lain yang serupa dengan pendapat Terance D. Miethe dan
Hong Lu (2005) yaitu tujuan pemidanaan yaitu selain Retribution
(pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation (penahanan dan
pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali kepada masyarakat).
TP

Sedangkan menurut Muladi dan Barda Nawawi (2005) bahwa tujuan pidana
selain untuk menghukum pembuat kejahatan juga untuk membuat orang tidak
melakukan kejahatan. Di sisi lain sanksi pidana perpajakan tersebut dilihat
dari pemenuhan kewajiban pembayaran bersifat depend terhadap hukum
administrasi yang meletakkan prinsip administration penal law merupakan
IA

kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium. Di samping itu hukuman


pidana perpajakan pada hakekatnya lebih mengedepankan dan memiliki
penekanan pada aspek pencegahan (deterrence aspect) dan dalam upaya
AR

meningkatkan shock therapy serta aspek pendidikan (education aspect)


dengan tidak meningkatkan dan menggalakkan fungsi penerimaan Negara
(budgetair function) oleh karenanya keputusan Tergugat harus dibatalkan
karena Penggugat telah menjalani hukuman;
ET

Dengan demikian berdasarkan petimbangan tersebut diatas, Pemohon


Peninjauan Kembali sangat berdasar dan beralasan patut untuk dikabulkan;
bahwa Penggugat berpendapat dengan menggunakan metode penafsiran
KR

futuristik ketentuan pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000


tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan harus dibaca dan
dimaknai sebagai berikut:
SE

Apabila dalam suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan


hukum tetap terungkap adanya data fiskal yang sengaja belum dilaporkan
oleh Wajib Pajak dan dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara,
maka data fiskal tersebut harus direalisasikan atau ditagih sebagai
pendapatan Negara yang harus disetor ke Kas Negara;
Mekanisme penagihannya dapat melalui pengadilan itu sendiri atau melalui
penerbitan SKPKB oleh Direktorat Jenderal Pajak sepanjang belum
diakomodir dalam putusan pengadilan tersebut;
bahwa dalam hal ini Tergugat mengeluarkan SKPKB berdasarkan putusan

K
Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20
Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana Perpajakan yang dilakukan oleh

JA
Direktur PT. xxx yang dalam putusannya menyatakan sebagai berikut :
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan

PA
kesatu dan kedua;
Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8
bulan;
Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 60.000.000.000, - (Enam Puluh

N
Milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti
dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;

LA
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan:
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan:

DI
Menetapkan barang bukti berupa ……….. dst untuk dikembalikan kepada
penyidik Direktorat Jenderal Pajak;
GA
Menghukum terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 10.000,-
(Sepuluh Ribu Rupiah);
bahwa Putusan Pengadilan Negeri a quo telah dinyatakan INCRACHT;
EN

bahwa dengan demikian meskipun perbuatan terdakwa terbukti dan


memenuhi unsur yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
Negara, akan tetapi pidana denda yang dijatuhkan kepada Penggugat telah
dibebankan dan dipertanggungjawabkan dalam perkara atas nama Terdakwa
TP

Yujiossel maka Penggugat tidak dapat diberikan atau dijatuhi pidana denda
lagi dalam perkara ini (ULTIMUM REMIDIUM);
Pendapat Ahli
IA

bahwa ahli yang dihadirkan oleh Penggugat menyampaikan Penjelasan


Tertulis yang berisi pendapat hukumnya atas sengketa ini yaitu sebagai
berikut:
AR

Fakta Hukum
Sesuai dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 mengenai Tindak Pidana
ET

Perpajakan yang dilakukan oleh Direktur PT xxx yang dalam putusannya


menyatakan sebagai berikut:
Menyatakan, terdakwa YUJIOSSEL telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana perpajakan sesuai dengan dakwaan
KR

kesatu dan kedua;


Menghukum terdakwa YUJIOSSEL dengan pidana penjara selama 2 tahun 8
bulan;
SE

Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp60.000.000.000,00 (Enam Puluh


Milyar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti
dengan hukuman kurungan selama 4 (empat) bulan;
Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;
Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;
Menetapkan barang bukti berupa dst untuk dikembalikan kepada penyidik
Direktorat Jenderal Pajak;

K
Menghukum terdakwa untuk membayar membayar biaya perkara sebesar
Rp10.000,00 (Sepuluh Ribu Rupiah) ;

JA
Putusan Pengadilan Negeri a quo tidak diajukan upaya hukum dan oleh
karenanya putusan tersebut telah dinyatakan mempunyai kekuatan hukum
tetap, (in kracht);

PA
Sesuai dengan pasal 270 Jo Pasal 273 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), menyatakan bahwa "Pelaksanaan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dilakukan oleh Jaksa, yang
untuk itu panitera mengirimkan salinan surat putusan kepadanya. Jika
putusan pengadilan menjatuhkan pidana denda, kepada terpidana diberikan

N
jangka waktu satu bulan untuk membayar denda tersebut, kecuali dalam
putusan acara pemeriksaan cepat yang harus seketika dilunasi”;

LA
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
pasal 31 ayat (1) huruf b dan c menyatakan bahwa "di bidang Pidana
Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang Melaksanakan penetapan hakim

DI
dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat”;
GA
Sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung/SEMA Nomor 2 Tahun 1983
tanggal 8 Desember 1983, yang dimaksud dengan perkataan "harus seketika
dilunasi" dalam Pasal 273 ayat (1) KUHAP hams diartikan:
EN
Apabila terdakwa atau kuasanya hadir pada waktu putusan diucapkan, maka
pelunasannya harus dilakukan pada saat diucapkan;
Apabila terdakwa atau kuasanya tidak hadir pada waktu putusan diucapkan,
maka pelunasannya harus dilakukan pada saat putusan itu oleh jaksa
TP

diberitahukan kepada terpidana. Jika terdapat alasan yang kuat, maka jangka
waktu pembayaran pidana denda dapat diperpanjang untuk paling lama satu
bulan. Dengan demikian jangka waktu pembayaran pidana denda paling lama
dua bulan. Dan apabila setelah dua bulan dendanya belum juga dibayar oleh
IA

terpidana, maka eksekusi pidana dendanya diganti dengan pidana kurungan


sebagai pengganti;
Bahwa untuk melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Surabaya tersebut
AR

pada Nomor 2 pihak Kejaksaan Negeri Surabaya pada tanggal 6 Nopember


2015 telah membuat berita acara pelaksanaan putusan pengadilan
berdasarkan pada Surat Perintah pelaksanaan putusan pengadilan No Print-
03/0.5.10/Fu.1/11/2015 tanggal 5 Nopember 2015;
ET

Bahwa setelah jatuh tempo kewajiban pembayaran pidana denda sesuai


dengan putusan pengadilan, terpidana (YUJIOSSEL) pada tanggal 19 Januari
2016 membuat surat pernyataan bahwa tidak sanggup untuk membayar
KR

denda sebesar Rp60.000.000.000,00 (Enam Puluh Milyar Rupiah);


Pada tanggal 20 Januari 2016 saudara terpidana (YUJIOSSEL), di hadapan
Jaksa JOLFISSAMBOW, SH membuat surat pernyataan ketidaksanggupan
membayar pidana denda dan bersedia menjalani pidana kurungan selama 4
SE

(Empat) bulan sebagai pengganti pidana denda tersebut sesuai dengan


Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap;
Bahwa sampai tanggal surat permohonan ini pidana denda masih belum
dibayar oleh terpidana sehingga secara ketentuan terpidana (YUJIOSSEL)
akan menjalani hukuman pidana kurungan selama 4 (Empat) bulan;
PT. xxx telah dinyatakan Pailit oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri
Surabaya dengan penetapan Nomor Putusan 01/Pdt. Sus-Pailit/2016/PN.SBY
pada tanggal 10 Februari 2016 yang dalam amar putusannya menyatakan:
Mengabulkan permohonan Pemohon tersebut;

K
Menyatakan Termohon PT. xxx beralamat xxx Pailit dengan segala akibat

JA
hukumnya;
Menunjuk sdr. Ane Rosiana, SH, MH, Hakim Niaga Pada Pengadilan Negeri
Surabaya Sebagai Hakim Pengawas;

PA
Mengangkat Sdr. Agung Satryo Wibowo, SE, Ak, SH, MM, CA Nomor
AHU.AH.04.03-92 tanggal 18 Agustus 2015, berkantor di Jalan Klampis
Semolo Timur 12-C, Surabaya Sebagai Kurator;
Menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa Kurator akan ditetapkan

N
kemudian setelah Kurator selesai menjalankan tugasnya dan proses
kepailitan berakhir;

LA
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara yang sampai hari ini
ditetapkan sejumlah Rp. 1.411.000 (Satu Juta Empat Ratus Sebelas Rupiah);
Kurator selama proses Kepailitan dari PT xxx (dalam Pailit), yang dalam

DI
pengurusan dan pemberesan harta pailit menerima surat dari Tergugat
dengan Nomor S-7388/WPJ.11/KP.13/2016 tanggal 25 Februari 2016 perihal
tanggapan pemberitahuan dan Undangan atas Kepailitan PT. xxx kepada
GA
Kurator PT xxx (dalam Pailit) yaitu Saudara Agung Satryo Wibowo, SE, Ak,
SH, MM, CA yang pada poin nomor 3 dalam surat tersebut menyatakan akan
menindakianjuti putusan pengadilan berkenaan dengan total kerugian negara
yang masih hams dibayar sebesar Rp40.680.179.847,00 (Empat Puluh Milyar
EN
Enam Ratus Delapan Puluh Juta Seratus Sembilan Puluh Tujuh Ribu
Delapan Ratus Empat Puluh Tujuh Rupiah) melalui Proses Pemeriksaan
Pajak, dengan tujuan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB);
TP

Untuk menindaklanjuti Pemeriksaan Pajak maka Tergugat mengeluarkan


Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor
PEMB00004/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2006, Surat
IA

Pembertahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor PEMB-


00005/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2007, dan Surat
AR

Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Nomor


PEMB00003/WPJ.11/KP.1305/RIK.SIS/2016 tanggal 24 Februari 2016 untuk
melakukan pemeriksaan pajak (all Taxes) tahun pajak 2005, dan saat ini
Tergugat telah menerbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk Tahun Pajak 2005-
ET

2007;
Pada tanggal 11 April 2016, Tergugat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Pajak Penghasilan Nomor 00001/206/05/618/16 Tanggal 11
April 2016 Tahun Pajak 2005;
KR

Pada tanggal 10 Oktober 2016, Penggugat mengajukan permohonan


pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar;
Pada tanggal 22 Maret 2016, Tergugat menerbitkan Surat keputusan
SE

Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017


tentang Pembatalan Ketetapan Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib
Pajak;
Isu Hukum
Apakah sama Addresat Surat keputusan Tergugat Nomor
KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 yang mendasarkan
Pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015?

K
Apakah dibenarkan oleh hukum, Tergugat masih dapat menagih pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan Putusan Pengadilan

JA
Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan menerbitkan Surat
Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22

PA
Maret 2017?
Analisa Hukum:
Addresat Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017
tanggal 22 Maret 2017 dengan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor

N
1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 adalah SAMA
Hukum Pidana Perpajakan merupakan administrative penal law (Hukum

LA
Pidana Administrative). Hukum Pidana dipakai sebagai sarana untuk
menegakkan pelanggaran-pelanggaran administrative dan hukum pidana
dipakai sebagai ultimum remedium yang oleh karenanya sanksi administrative
tidak dapat diberlakukan lagi jika sanksi pidana telah dijatuhkan terhadap

DI
pelanggaran-pelanggaran administrative yang sama;
Hakikatnya SKPKB merupakan sanksi administrative terhadap suatu
GA
pelanggaran administrative tertentu. Jika tindakan atas pelanggaran
administrative tersebut telah mendapatkan sanksi pidana, maka pelanggaran
yang sama tidak dapat dikenakan sanksi administrative dikarenakan hukum
pidana sebagai ultimum remedium;
EN

Addressat pidana denda pada putusan pidana a quo adalah ditujukan


terhadap Wajib Pajak yang mengisi SPT tidak benar atau tidak lengkap
sehingga menimbulkan kerugian pendapatan Negara, demikian pula dengan
Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22
TP

Maret 2017;
Pasal 13 ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007 terkait dengan frasa “keterangan
lain” harus dibaca dan dimaknai “apabila suatu putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap terungkap adanya data fiscal yang
IA

sengaja belum dilaporkan oleh wajib pajak dan dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan Negara, maka data fiscal tersebut harus direalisasikan atau
ditagih sebagai pendapatan Negara yang harus disetor ke Kas Negara.
AR

Mekanisme penagihannya dapat melalui pengadilan itu sendiri atau melalui


penerbitan SKPKB oleh Dirjen Pajak sepanjang belum diakomodir dalam
putusan pengadilan tersebut".
ET

bahwa dalam perkara a quo SK Tergugat Nomor


KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 hanya mendasarkan
pada Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 oleh karenanya frasa"
KR

keterangan lain" pada Pasal 13 ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007 tidak
terpenuhi;
Karena tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) UU Nomer 28 Tahun 2007, maka Pidana Denda dalam Putusan
SE

Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20


Oktober 2015 substansinya sama dengan Surat Keputusan Tergugat Nomor
KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan
Ketetapan Pajak Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan
Pasal 36 ayat (1) huruf b dan oleh karenanya Dirjen Pajak dilarang/tidak
berwenang mengeluarkan SKPKB a quo;
Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22
Maret 2017 adalah Cacat Yuridis dan Melanggar Asas Ne Bis in Idem

K
Sebagaimana uraian di atas bahwa Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-
01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 mendasarkan pada amar

JA
Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby
tanggal 20 Oktober 2015;
Tergugat untuk menindaklanjuti putusan Pengadilan Negeri Surabaya

PA
berkaitan dengan Pidana denda adalah tidak benar dan tidak sesuai
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dikarenakan Pidana Denda
sebagai akibat dari kerugian negara telah diganti dengan pidana kurungan
selama 4 (empat) bulan oleh YUJIOSSEL sehingga tidak ada lagi Pidana
Denda yang dapat dijatuhkan;

N
Dalam Pasal 76 KUHP dinyatakan bahwa kecuali dalam hal putusan hakim
masih mungkin diulangi (herziening) orang tidak boleh dituntut dua kali karena

LA
perbuatan yang oleh hakim Indonesia terhadap dirinya telah diadili dengan
putusan yang menjadi tetap". Pasal 76 KUHP dikenal dengan asas Ne Bis In
Idem;

DI
Terpidana telah diputus dengan pidana denda berdasarkan putusan telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (in casu: Pengadilan Negeri Surabaya
Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015) kemudian
GA
Terpidana harus membayar denda kembali atas pelanggaran yang sama
sebagaimana isi Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak
NomorKEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 hal tersebut
jelas-jelas melanggar asas Ne Bis In Idem;
EN

Sejalan dengan pendapat Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, SKP Kurang bayar
setelah adanya putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap merupakan
analogy sehingga bertentangan dengan asas Ne Bis In Idem. SKP Kurang
Bayar yang diterbitkan oleh Tergugat tersebut adalah tindakan sewenang-
TP

wenang dan bertentangan dengan asas kepastian hukum;


Pendapat tersebut diperkuat dengan Yurisprudensi dari Putusan Peninjauan
Kembali Mahkamah Agung R.I Nomor: 1091/B/PKJPJK/2014 tanggal 10
Maret 2015, dengan berdasarkan Pertimbangan hukum Hakim Agung
IA

Mahkamah Agung RI yang terdapat dalam Putusan PK tersebut di atas


adalah sebagai berikut:
AR

Alasan permohonan Pemohon Peninjauan Kembali dalam perkara a quo


dapat dibenarkan, karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan
Kembali tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan bukti-bukti yang
terungkap dalam uji bukti persidangan dan pertimbangan hukum Majelis
ET

Pengadilan Pajak, karena Penggugat sekarang Pemohon Peninjauan


Kembali, Hendro Teguh, selaku Direktur CV TDP telah dituntut dan dijatuhi
hukuman pidana karena melakukan tindak pidana berpajakan berdasarkan
Pasal 39 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
KR

berdasarkan putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT)


sebagaimana dalam putusan Mahkamah Agung RI Nomor 323 KJPID/2010
tanggal 30 September 2010, sehingga pajak yang kurang dibayar yang
menimbulkan kerugian penerimaan Negara telah dibebankan dan telah
SE

dilaksanakan pembayaran melalui putusan Iskak Soegiarto Teguh;


bahwa hal ini ditetapkan sejalan dengan suatu pendapat hukum bahwa
seorang Wajib Pajak yang telah dijatuhi hukum pidana sebagaimana dikutip
dari pendapat Cochran & Malone (1995) merupakan suatu tindakan yang
berupa Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation
(penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali
kepada masyarakat) dan disisi yang lain yang serupa dengan pendapat
Terance D. Miethe dan Hong Lu (2005) yaitu tujuan pemidanaan yaitu selain
Retribution (pembalasan), Deterrence (pencegahan), Incapacitation

K
(penahanan dan pengasingan), Rehabilitation (pengintegrasian kembali
kepada masyarakat). Sedangkan menurut Muladi dan Barda Nawawi (2005)

JA
bahwa tujuan pidana selain untuk menghukum pembuat kejahatan juga untuk
membuat orang tidak melakukan kejahatan. Di sisi lain sanksi pidana
perpajakan tersebut dilihat dari pemenuhan kewajiban pembayaran bersifat
depend terhadap hukum administrasi yang meletakkan prinsip administration

PA
penal law merupakan kebijakan perpajakan sebagai ultimum remedium;
bahwa di samping itu hukuman pidana perpajakan pada hakekatnya lebih
mengedepankan dan memiliki penekanan pada aspek pencegahan
(deterrence aspect) dan dalam upaya meningkatkan shock therapy serta

N
aspek pendidikan (education aspect) dengan tidak meninggalkan dan
menggalakkan fungsi penerimaan Negara (budgetair function) oleh karenanya

LA
keputusan Tergugat harus dibatalkan karena Penggugat telah menjalani
hukuman;
Bahwa dengan demikian berdasarkan petimbangan tersebut diatas, Pemohon

DI
Peninjauan Kembali sangat berdasar dan beralasan patut untuk dikabulkan;
Kesimpulan
Addresat Surat Keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017
GA
tanggal 22 Maret 2017 yang mendasarkan pada Putusan Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor 1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 adalah
SAMA;
EN
Surat keputusan Tergugat Nomor KEP-01748/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22
Maret 2017 mendasarkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor
1861/Pid.Sus/2015/Pn.Sby tanggal 20 Oktober 2015 merupakan tindakan
sewenang-wenang dan melanggar asas Ne Bis In Idem.
TP

Menurut Majelis : Bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis atas berkas gugatan dan
penjelasan para pihak dalam persidangan, diketahui bahwa yang menjadi
sengketa dalam gugatan ini adalah terkait dengan :
IA

Sengketa formal, karena Keputusan Tergugat


(KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017) yang digugat oleh
Penggugat bukan merupakan objek gugatan; dan
AR

Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor


KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan
Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan
Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak
ET

disetujui Penggugat
ad.1 Sengketa formal, karena Keputusan Tergugat
(KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017) yang digugat oleh
KR

Penggugat bukan merupakan objek gugatan.


bahwa menurut Tergugat, obyek gugatan yang diajukan Penggugat berupa
KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan
Ketetapan Pajak atas SKPKB Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena
SE

Permohonan Wajib Pajak, tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata


Usaha Negara, oleh karena itu bukan merupakan obyek gugatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan (selanjutnya disebut UU KUP) serta Pasal 1 angka 9 dan
Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN;
bahwa menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang KUP : "Putusan
Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan
peradilan tata usaha negara". Dari ketentuan tersebut jelas menyatakan

K
bahwa peradilan pajak merupakan subsistem dari peradilan tata usaha
negara;

JA
bahwa Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN menyatakan bahwa, "Tidak
termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-
Undang ini : Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil

PA
pemeriksaan badan peradilan berdasarkan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku";
bahwa yang dimaksud dalam rumusan Pasal 2 e Undang-Undang PTUN
adalah suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang berasal dari suatu proses

N
pemeriksaan atau dari suatu putusan badan peradilan lain, dalam hal ini
adalah Putusan Tata Usaha Negara. Substansi dari norma Pasal 2 huruf e

LA
Undang-Undang PTUN ini adalah cerminan dari prinsip dalam
penyelenggaraan peradilan bahwa proses pemeriksaan dan/atau putusan dari
suatu pengadilan tidak dapat diperiksa atau diadili oleh pengadilan lain;
bahwa norma Pasal 2 huruf e ini terkait erat dengan prinsip Kompetensi

DI
Absolut. Dalam Kompetensi Absolut dinyatakan bahwa wewenang badan
peradilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu secara mutlak tidak dapat
diperiksa oleh badan peradilan lain. Berdasarkan prinsip Kompetensi Absolut
GA
tersebut maka Keputusan Tata Usaha Negara yang terbit dari suatu proses
pemeriksaan dan/atau hasil putusan pengadilan tidak dapat diperiksa atau
diadili di Pengadilan Tata Usaha Negara dan/atau di pengadilan lain yang
berada di lingkungan badan peradilan Tata Usaha Negara;
EN

bahwa dengan demikian karena obyek gugatan yang diajukan Penggugat


berupa KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017(selanjutnya
disebut KEP 01761) tentang Pembatalan Ketetapan Pajak atas SKPKB
Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) huruf b karena Permohonan Wajib Pajak tidak
TP

termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara, maka atas yang
diajukan gugatan oleh Penggugat tersebut bukan merupakan obyek gugatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf c Undang-Undang
KUP serta Pasal 1 angka 9 dan Pasal 2 huruf e Undang-Undang PTUN;
IA

bahwa menurut Penggugat, berdasarkan Pasal 1 angka 9 Undang-Undang


Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya
AR

disebut UU PTUN) dinyatakan : "Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu


penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
ET

individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata."
bahwa KeputusanTergugat a quo adalah termasuk Keputusan yang
merupakan penetapan secara tertulis, yang diterbitkan oleh Pejabat yakni
KR

Direktur Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan


surat itu, didasarkan pada Undang-Undang yang berlaku, dengan demikian
bersifat konkret, hanya ditujukan kepada Penggugat (individual), dan bersifat
final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari instansi atasan atau
SE

instansi lain, serta mempunyai akibat hukum bagi Penggugat (badan hukum
perdata), oleh karena itu menurut Pemohon Keputusan tersebut adalah
merupakan keputusan yang merupakan Obyek Gugatan dan diajukan
Gugatan;
bahwa berdasarkan penjelasan tersebut di atas Keputusan Direktur Jenderal
Pajak nomor 01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang 27
merupakan obyek gugatan sesuai Pasal 23 ayat (2) huruf c UU.KUP.;
bahwa terkait dengan dalil Tergugat yang menyatakan bahwa
KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 merupakan keputusan tata usaha negara

K
yang berasal dari suatu keputusan yang sudah dilakukan oleh badan
peradilan maka tidak dapat diperiksa dan diadili lagi oleh suatu badan

JA
peradilan lain dalam hal ini dalam peradilan PTUN., Majelis berpendapat
bahwa Keputusan nomor 01761/NKEB/WPJ.11/2017 a quo adalah
keputusan yang dibuat oleh Terbanding sendiri, sehingga merupakan

PA
keputusan yang terkait dengan perpajakan, oleh karena itu tidak terkait
dengan keputusan badan peradilan lainnya;
bahwa menurut Majelis, berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU PTUN
sebagaimana yang telah disebutkan di atas, terdapat lima unsur Keputusan
Tata Usaha Negara, yaitu:

N
1. Penetapan tertulis;

LA
2. Dibuat oleh Pejabat Tata Usaha Negara;
3. Mendasarkan diri kepada peraturan perundang-undangan;
4. Memiliki 3 (tiga) sifat tertentu (konkrit, individual dan final).
5. Akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata

DI
bahwa menurut Majelis, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 a quo,
keputusan nomor KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017
adalah merupakan penetapan secara tertulis, yang diterbitkan oleh Pejabat
GA
yakni Direktur Jenderal Pajak yang mempunyai kewenangan untuk
menerbitkan surat itu, di dasarkan pada Undang-undang yang berlaku,
dengan demikian bersifat konkret, hanya ditujukan kepada Penggugat
(individual), dan bersifat final karena tidak lagi memerlukan persetujuan dari
EN

instansi atasan atau instansi lain, serta mempunyai akibat hukum bagi
Penggugat (badan hukum perdata), oleh karena itu menurut Majelis surat
tersebut adalah merupakan keputusan;
bahwa menurut Pasal Pasal 23 ayat (2) UU.KUP : Gugatan Wajib Pajak atau
TP

Penanggung Pajak terhadap:


c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26
IA

hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak


bahwa oleh karena keputusan nomor KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 a quo
merupakan keputusan yang terkait dengan keputusan Tergugat sebelumnya,
AR

yaitu SKPKB Nomor 000009/207/06/618/16, maka menurut Majelis, hal


tersebut harus dimaknai bahwa keputusan Tergugat a quo adalah termasuk
dalam pengertian keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan
perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26,
ET

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) c UU KUP;


bahwa berdasarkan hal-hal tersebut Majelis befrpendapat bahwa Keputusan
Tergugat nomor KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 a
KR

quo, adalah merupakan merupakan objek gugatan.


ad.2. Penerbitan Surat Keputusan Tergugat Nomor
KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017 tentang Pembatalan
Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Berdasarkan
SE

Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak yang tidak
disetujui Penggugat
bahwa menurut Tergugat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Nomor 000009/207/06/618/16 ditetapkan oleh Tergugat karena terbitnya
Putusan Pidana yang telah berkekuatan hukum tetap dari Pengadilan Negeri
Surabaya Nomor: 1861/Pid,Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 yang
memutuskan Yuji Ossel yang merupakan mantan Direktur PT. xxx yang
dinyatakan bersalah karena telah melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan yaitu dengan sengaja menyampaikan SPT dan/atau keterangan

K
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap yang menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara;

JA
bahwa berdasarkan Ketentuan Pasal 13 ayat (5) Undang-undang Nomor 6
Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
Sebagaimana Telah Beberapa kali Dubah Terakhir Dengan Undang-undang

PA
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009 (selanjutnya disebut UU KUP) :
"Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh
clelapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila

N
Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat

LA
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap."
bahwa menurut penjelasan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP :

DI
"Apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana
perpajakan, untuk menentukan kerugian pada pendapatan negara, atas
jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak.
GA
Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses
pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dart 5 (lima) tahun.
Kemungkinan dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh PPNS, tetapi
EN

oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan,


misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan
penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan
adanya suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak.
TP

Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang
tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana dl
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang
IA

telah mempunyai kekuatan hukum tetap, Surat Ketetapan Pajak masih


dibenarkan untuk diterbitkan, ditambah sanksi administrasi bunga sebesar 48
% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang
AR

dibayar meskipun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) dilampaui.";
bahwa mengacu pada Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor
ET

183/PMK.03/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan


Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan
Pajak dan Surat Tagihan Pajak (selanjutnya disebut PMK Nomor 183 Tahun
2015) : "Direktur Jenderal Pajak tetap dapat menerbitkan Surat Ketetapan
KR

Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun
telah lewat, dalam hal Direktur Jenderal Pajak menerima Putusan Pengadilan
yang telah tnemperoleh kekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang
SE

dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak


pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara."
bahwa berdasarkan Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP serta Pasal 2
ayat (2) PMK Nomor 183 Tahun 2015 a quo, maka Direktur Jenderal Pajak
diberikan wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan pemeriksaan
pajak dan menerbitkan SKPKB / SKPKBT apabila terdapat putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap Wajib Pajak yang
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

K
bahwa dengan demikian, berdasarkan ketentuan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku maka penerbitan SKPKB oleh Tergugat kepada

JA
Penggugat telah sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Undang-
Undang kepada Tergugat;
bahwa selanjutnya terkait dengan dalil Penggugat yaitu bahwa pidana denda

PA
yang dijatuhkan kepada PT xxx telah dibebankan dan
dipertanggungjawabkan dalam perkara atas nama Terdakwa Yuji Ossel maka
Penggugat tidak dapat diberikan atau dijatuhi pidana denda lagi dalam
perkara ini, Tergugat berpendapat bahwa :

N
dalam ilmu hukum dikenal adanya asas hukum lex specialis derogat legi
general's, yang artinya aturan hukum yang khusus mengesampingkan aturan

LA
hukum umum. Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan adalah
UndangUndang yang secara khusus diterbitkan dalam rangka mengatur
terkait ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Undang-Undang KUP
bersifat lebih khusus dibandingkan dengan Undang-Undang yang bersifat

DI
umum lainnya;
bahwa karena sifat Undang-Undang KUP adalah mengatur secara khusus
dalam bidang
GA perpajakan sehingga Undang-Undang KUP ini
mengesampingkan Undang-Undang lain yang bersifat umum;
bahwa tata cara perpajakan terkait tindak pidana di bidang perpajakan, sanksi
pidana penjara dan Benda pidana di bidang perpajakan, serta penerbitkan
EN
Surat Ketetapan Pajak karena adanya putusan Pengadilan Negeri yang telah
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan adanya kerugian pada
pendapatan negara telah secara khusus diatur dalam Undang-Undang KUP;
bahwa Pasal 39 dan 39A Undang-Undang KUP mengatur terkait sanksi
TP

pidana penjara dan sanksi pidana denda sedangkan Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang KUP mengatur terkait sanksi adrninistrasi perpajakan.
Bahwa penerapan sanksi pidana perpajakan dengan sanksi administrasi
perpajakan adalah tidak sama, karena hal ini diatur dalam pasal yang
IA

berbeda, yaitu sanksi pidana diatur dalam Pasal 39 dan 39A Undang-Undang
KUP sedangkan sanksi administrasi diatur antara lain dalam Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang KUP;
AR

sanksi pidana yang dijatuhkan berdasarkan putusan Pengadilan Negeri


Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015
adalah berdasarkan Pasal 39 ayat (1) huruf c jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP
dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP. Sedangkan
ET

sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat melalui hasil


pemeriksaan berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP;
bahwa tindakan pidana yang dilakukan oleh Sdr. Yuji Ossel selaku Direktur
KR

PT. xxx merupakan tindakan yang mewakili perusahaan sehingga perusahaan


dalam hal ini adalah Penggugat juga turut bertanggung jawab atas pajak
terutang yang seharusnya dibayar oleh Penggugat. Dengan adanya kerugian
pada pendapatan Negara yang ditimbulkan akibat perbuatan hukum Direktur
SE

Penggugat maka Negara dalam hal ini, berdasarkan Undang-Undang diwakili


oleh Direktorat Jenderal Pajak, memiliki wewenang untuk memperoleh
kembali adanya kerugian negara berupa pajak yang terutang tersebut dengan
cara melalui penerbitan SKPKB;
dengan demikian, berdasarkan ketentuan yang telah diuraikan di atas maka
diterbitkannya SKPKB kepada Penggugat karena adanya putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap terhadap Direktur Penggugat karena terbukti secara
hukum telah melakukan tindak pidana perpajakan yang telah menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara telah sesuai dengan kewenangan yang

K
diberikan Undang-Undang kepada Direktur Jenderal Pajak sebagaimana
diatur dalam Pasal 13 ayat (5), Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang KUP Jo.

JA
Pasal 2 PMK Nomor 183 Tahun 2015;
bahwa menurut Penggugat, penjelasan Pasal 13 ayat (5) secara jelas
menyatakan bahwa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar masih dibenarkan

PA
untuk diterbitkan sepanjang terdapat putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap yang menunjukkan adanya suatu jumlah
objek pajak yang belum dikenai pajak;
bahwa berdasarkan fakta persidangan dan putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Surabaya yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, objek

N
pajak/pajak yang menjadi acuan putusan Hakim tersebut adalah PPh dan
PPN masa/tahun pajak 2005, 2006 dan 2007, yang sama persis dengan

LA
pajak yang ditagih Tergugat dengan SURAT KEPUTUSAN;
bahwa oleh karena itu SURAT KEPUTUSAN yang diterbitkan Tergugat tidak
mempunyai landasan hukum seperti yang ditentukan Pasal 13 ayat (5) UU

DI
KUP beserta Penjelasannya;
bahwa menanggapi pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa denda
pidana yang
GA diputus Pengadilan Negeri Surabaya Nomor:
1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 berbeda dengan
denda/sanksi menurut UU Perpajakan, Pemohon dapat jelaskan sebagai
berikut:
EN
bahwa amar putusan tersebut diatas menyatakan bahwa Terdakwa telah
dipidana penjara selama 2 tahun 8 bulan dan dipidana denda sebesar
Rp.60.000.000.000,00 subsider 4 bulan karena memenuhi Pasal 39 ayat (1) c
junto Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 1983 std. dengan UU Nomor 16
Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP);
TP

bahwa dari fakta di atas jelas sekali bahwa selain menjatuhkan pidana
penjara hukuman badan, Majelis Hakim telah menerapkan pidana denda
berdasarkan UU Perpajakan yang berlaku;
IA

bahwa karena Terdakwa telah dijatuhi sanksi pidana Pasal 39 ayat (1), sanksi
administrasi Pasal 13 ayat (5) tidak bisa diterapkan lagi, untuk menghindari
pengenaan hukuman/sanksi ganda atas perbuatan yang sama;
AR

bahwa menanggapi pendapat Tergugat yang menyatakan bahwa masih


terdapat pajak terutang sebesar Rp.60.000.000.000,00 yang belum dibayar
sehubungan putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor:
ET

1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015, Pemohon dapat


jelaskan sebagai berikut:
bahwa Terdakwa menerima sepenuhnya putusan Hakim tersebut dan tidak
melakukan upaya banding, sehingga putusan Hakim tersebut inkracht. Dalam
KR

pertimbangan Hakim di sebutkan bahwa Terdakwa telah membayar hutang


pokok pajak sekitar Rp.19.000.000.000,00 dan untuk denda sejumlah
Rp.38.000.000.000,00 telah dibayar Rp.5.000.000.000,00;
SE

bahwa di hadapan Jaksa Jolfissambow, SH. Pada tanggal 20 januari 2016


Terpidana membuat surat pernyataan ketidaksanggupan membayar pidana
denda sebesar Rp60.000.000.000,00 dan bersedia menjalani hukuman
kurungan selama 4 (empat) bulan;
bahwa dari fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Terdakwa telah
menebus semua konsekuensi hukuman atas tindakan pidana di bidang
perpajakan yang telah dilakukannya, dengan mengakui bersalah dan
bersedia dihukum penjara selama 2 tahun 8 bulan. Atas pidana denda
sebesar Rp60.000.000.000,00 telah diganti dengan hukuman kurungan

K
selama 4 bulan;
bahwa pidana denda sebesar Rp 60.000.000.000,00 adalah setara dengan

JA
hukuman kurungan selama 4 bulan (subsider), sehingga jika Terdakwa sudah
menjalani hukuman kurungan selama 4 bulan, kewajiban membayar pidana
denda sebesar Rp60.000.000.000,00 gugur dengan sendirinya;

PA
bahwa seharusnya Tergugat mentaati pendapat Hakim tersebut di atas, dan
tidak lagi menerbitkan SURAT KEPUTUSAN yang bertentangan dengan
putusan Hakim. Hal ini sesuai dengan asas hukum "apa yang diputus Hakim
harus dianggap benar" ("res judicata pro veritate habetur");

N
bahwa berdasarkan pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti dan
penjelasan para pihak yang disampaikan dalam persidangan, diketahui

LA
bahwa yang menjadi sengketa (material) dalam gugatan ini pada dasarnya
adalah terkait dengan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa dengan telah
dipenuhinya kewajiban pembayaran denda pidana sebagai pelaksanaan
hukuman subsider, maka sudah tidak ada lagi hukuman lainnya yang dapat

DI
dijatuhkan kepada Penggugat karena sesuai dengan azas hukum ultimum
remedium seluruh kewajiban Penggugat/Wajib Pajak dengan sendirinya juga
sudah terpenuhi;
GA
bahwa berdasarkan pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan
Negeri Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober
2015 sebagaimana tersebut di atas, diketahui bahwa terdakwa terbukti telah
bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana pasal 39 ayat 1 huruf c dan
EN

d jo pasal 43 ayat 1 UU KUP;


bahwa menurut Pasal 39 ayat (1) huruf c UU.KUP : Setiap orang yang
dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
TP

penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan
denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak
atau kurang dibayar.
IA

bahwa berdasarkan Pasal 43 ayat 1 UU KUP : Ketentuan sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 39 dan Pasal 39A, berlaku juga bagi wakil, kuasa,
AR

pegawai dari Wajib Pajak, atau pihak lain yang menyuruh melakukan, yang
turut serta melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan.
bahwa berdasarkan ketentuan-ketentuan a quo, Majelis berpendapat bahwa
ET

jenis hukuman yang diatur dalam Pasal-Pasal a quo adalah terkait dengan
pidana penjara dan pidana denda, yang keduanya telah dijatuhkan kepada
Penggugat;
KR

bahwa selanjutnya berdasarkan pasal 13 ayat (5) KUP. sebagaimana tersebut


di atas : ...... Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh
delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila
SE

Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
bahwa menurut Majelis, ketentuan dalam Pasal a quo adalah terkait sanksi
adrninistrasi perpajakannya, dengan demikian berbeda dengan ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 39 UU KUP. yang mengatur mengenai sanksi
berupa pidana penjara dan pidana denda;
bahwa berdasarkan penelitian Majelis atas putusan Pengadilan Negeri

K
Surabaya Nomor: 1861/Pid.Sus/2015/PN.Sby tanggal 20 Oktober 2015 a quo,
sanksi yang dijatuhkan adalah di dasarkan pada Pasal 39 ayat (1) huruf c jo.

JA
Pasal 43 ayat (1) dan Pasal 39 ayat (1) huruf d jo. Pasal 43 ayat (1) UU KUP.
Sedangkan sanksi administrasi perpajakan yang diterbitkan Tergugat adalah
berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (5) UU KUP;

PA
bahwa menurut Majelis, antara sanksi pidana denda dengan sanksi
administrasi perpajakan adalah dua hal yang berbeda, hal ini antara lain
dapat dilihat dari komponen penerimaannya; Sanksi administrasi perpajakan
merupakan komponen Penerimaan Negara, sedangkan sanksi pidana denda
masuk sebagai komponen Penerimaan Negara Bukan Pajak;

N
bahwa dengan demikian sanksi pidana penjara dan pidana denda yang

LA
dikenakan kepada terpidana tidak menghapuskan pajak yang terutang
beserta sanksi administrasi perpajakan karena Pasal 39A tersebut hanya
mengatur besarnya sanksi pidana yang dikenakan kepada terpidana,
sedangkan terkait pajak yang terutang beserta sanksi administrasi perpajakan

DI
belum diperhitungkan;
bahwa ketentuan di dalam Undang-undang KUP yang mengatur dan
memberlakukan sanksi administrasi dan sanksi pidana adalah bukan
GA
merupakan satu-satunya ketentuan yang berlaku di Indonesia, karena ada
banyak ketentuan yang lain menggunakan hal serupa, seperti yang berlaku di
dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup
terutama pada pasal 100. Demikian pula ketentuan yang diatur di dalam
EN

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah


diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (Selanjutnya disebut UU Perbankan)
khususnya pasal 49 ayat (2) huruf b, serta pada pasal 52 ayat (1) UU
Perbankan yang menyatakan bahwa “Dengan tidak mengurangi ketentuan
TP

pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, 47A, Pasal  48, Pasal 49 dan
Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan sanksi administratif kepada
bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang ini, atau pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha
IA

bank yang bersangkutan”. Hal ini secara jelas memiliki makna bahwa sanksi
pidana dan administratif tetap dapat berjalan keduanya.
bahwa selanjutnya di dalam penjelasannya, Tergugat menyampaikan
AR

perhitungan kewajiban dari Penggugat secara ringkas sebagai berikut :


1. Jumlah pokok pajak yang dikenakan kepada penggugat adalah sebesar
Rp.40.000.000.000,-
ET

2. Jumlah denda yang telah dihitung dan ditetapkan oleh Hakim Pengadilan
Negeri Surabaya adalah sebesar Rp.60.000.000.000,- yang berasal dari 2
X Rp.40.000.000.000,- = Rp.80.000.000.000,- dikurangi pembayaran yang
telah dilaksanakan sebelumnya sebesar Rp.19.000.0000.0000,-
KR

3. Angka 2 (dua) merupakan angka pengali yang berasal dari pasal 39 ayat
(1) KUP yang menyatakan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar;
SE

bahwa dengan demikian menurut Majelis, masih ada kewajiban lainnya dari
Penggugat yang belum dilunasi, yaitu pokok pajak sebesar
Rp.40.000.000.000 (empat puluh milyar rupiah) ditambah sanksi bunga
sebesar 48 % (sesuai pasal 13 ayat (5) KUP) sehingga menjadi sejumlah
sebagaimana yang telah diterbitkan SKPKB oleh tergugat yaitu sebesar
Rp.60.000.000.000 (enam puluh milyar rupiah).
bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Majelis berpendapat bahwa
penerbitan SKPKB Nomor 000009/207/06/618/16 tanggal 11 April 2016
terkait dengan pengenaan sanksi administrasi dalam ketentuan perundang-

K
undangan perpajakan yang berlaku telah sesuai dengan kewenangan yang
diberikan Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (5)

JA
Undang-Undang KUP;
bahwa terkait dengan dalil Penggugat yang menyatakan bahwa apa yang
sudah diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan Negeri dengan prinsip nebis

PA
in idem tidak tepat lagi apabila masih dikeluarkan SKP, Majelis berpendapat
bahwa berdasarkan ketentuan pasal 13 ayat (5) UU KUP dan Pasal 2 ayat (2)
PMK Nomor 183/PMK.03/2015 sebagaimana tersebut di atas, maka penerbitan SKPKB
oleh Tergugat masih dimungkinkan, oleh karena itu telah sesuai dengan
kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang kepada Tergugat;

N
bahwa hal tersebut sekaligus menjawab terkait dengan dalil yang

LA
dikemukakan oleh Penggugat, yaitu bahwa ”dengan telah dilakukannya
pemenuhan kewajiban pembayaran denda pidana sebagai pelaksanaan
hukuman subsider dari Majelis Hakim a quo, sudah tidak ada lagi hukuman
lainnya yang dapat dijatuhkan kepada Penggugat karena sesuai dengan azas

DI
hukum ultimum remedium seluruh kewajiban Penggugat/wajib pajak dengan
sendirinya juga sudah terpenuhi”,
bahwa oleh karenanya penerbitan SKPKB oleh Tergugat menurut Majelis
GA
sudah benar dan bukan merupakan pengenaan ganda yang didasarkan dari
putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya, melainkan penghitungan yang
didasarkan dari jumlah pokok pajak yang belum dibayar/dilunasi oleh
Penggugat.
EN

bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang


Pengadilan Pajak disebutkan dalam :
Pasal 76:
TP

Hakim menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktian beserta


penilaian pembuktian dan untuk sahnya pembuktian diperlukan paling sedikit
2 (dua) alat bukti sebagaimana dimaksud dalam pasal 69 ayat (1)
IA

Pasal 78 :
Putusan Pengadilan Pajak diambil berdasarkan hasil penilaian pembuktian,
dan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
AR

bersangkutan, serta berdasarkan keyakinan Hakim.


bahwa menurut memori penjelasan pasal 78 disebutkan :
Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
ET

peraturan perundang-undangan perpajakan.


Keyakinan Hakim di dasarkan pada penilaian pembuktian dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
KR

bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dan penilaian Majelis atas bukti-bukti


dan keterangan yang diberikan oleh para pihak yang terungkap di dalam
persidangan, keterangan ahli serta peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku, Majelis berkeyakinan untuk menolak gugatan
SE

Penggugat.

Menimbang : Bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis


berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, untuk menolak
gugatan Penggugat

Mengingat : Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan


ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku

K
dan yang berkaitan dengan perkara ini;

JA
Memutuskan : Menolak gugatan Penggugat terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak
Nomor. KEP-01761/NKEB/WPJ.11/2017 tanggal 22 Maret 2017, tentang
Pembatalan Ketetapan Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

PA
Berdasarkan Pasal 36 Ayat (1) Huruf b Karena Permohonan Wajib Pajak,
atas nama PT xxx, NPWP xxx, beralamat xxx;
Demikian diputus di Surabaya berdasarkan Musyawarah setelah pemeriksaan
dalam persidangan dicukupkan pada Hari Kamis tanggal 14 Desember 2017
oleh Hakim Majelis IIIA Pengadilan Pajak dengan susunan Majelis sebagai

N
berikut:
Dr. Sartono, S.H., M.H., M.Si, sebagai Hakim Ketua,

LA
M.Z. Arifin, S.H., M.Kn. sebagai Hakim Anggota,
Junaidi Eko Widodo, Ak., M.P.P. sebagai Hakim Anggota,
Yang dibantu oleh Drs. Tripto Tri Agustono, M.Si., sebagai Panitera

DI
Pengganti
Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim Ketua
Majelis IIIA Pengadilan Pajak pada hari Kamis tanggal 19 April 2018 dengan
GA
dihadiri oleh para Hakim anggota, Panitera Pengganti, serta dihadiri oleh
Penggugat dan tidak dihadiri oleh Tergugat;
EN
TP
IA
AR
ET
KR
SE

Anda mungkin juga menyukai