NPM : 19120342
ARSYAD AL-BANJARI
BANJARBARU, 2019
PENDAHULUAN
Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin
terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa
dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi
penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu
terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara
radikal. Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu,
oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah
antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan
filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan
dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman
mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya,
ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari
acuan pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi
dengan berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.
Kebenaran ilmu pengetahuan adalah kebenaran positif (berlaku sampai dengan saat ini),
sedangkan kebenaran filsafat adalah kebenaran spekulatif (dugaan yang tak dapat
dibuktikan secara empiris, riset, dan eksperimental). Baik kebenaran ilmu maupun
kebenaran filsafat bersifat nisbi (relative), sedangkan kebenaran agama bersifat mutlak
(absolut), karena agama adalah wahyu yang diturunkan Dzat Yang Maha benar, Maha
mutlak, dan Maha sempurna. Baik ilmu maupun filsafat, kedua-duanya dimulai dengan sikap
sangsi atau tidak percaya. Sedangkan agama dimulai dengan sikap percaya dan iman.
Adapun titik singgung, adalah perkara-perkara yang mungkin tidak dapat dijawab oleh
masing-masingnya, namun bisa dijawab oleh salah satunya. Gambarannya, ada perkara yang
dengan keterbatasan ilmu pengetahuan atau spekulatifnya akal, maka keduanya tidak bisa
menjawabnya.
Demikian pula dengan agama, sekalipun agama banyak menjawab berbagai persoalan,
namun ada persoalan-persoalan manusia yang tidak dapat dijawabnya. Sementara akal
budi, mungkin dapat menjawabnya.
2
BAB II
A. TINJAUAN FILSAFAT
Menurut Surajiyo (2010:1) secara etimologi kata filsafat, yang dalam bahasa Arab
dikenal dengan istilah falsafah dan dalam Bahasa Inggris di kenal dengan istilah
philoshophy adalah dari Bahasa Yunani philoshophia terdiri atas kata philein yang
berarti cinta (love) dan shopia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi istilah filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam arti yang
sedalam-dalamnya. Dengan demikian, seorang filsuf adalah pecinta atau pencari
kebijaksanaan.
Kalau menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama
memakai istilah philosophia dan philosophos ialah Pytagoras (592-497 S.M.), yakni
seorang ahli matematika yang kini lebih terkenal dengan dalilnya dalam geometri
yang menetapkan a2 + b2 = c2. Pytagoras menganggap dirinya “philosophos”
(pencinta kearifan). Baginya kearifan yang sesungguhnya hanyalah dimiliki semata-
mata oleh Tuhan.
Selanjutnya, orang yang oleh para penulis sejarah filsafat diakui sebagai Bapak
Filsafat ialah Thales (640-546 S.M.). Ia merupakan seorang Filsuf yang mendirikan
aliran filsafat alam semesta atau kosmos dalam perkataan Yunani. Menurut aliran
filsafat kosmos, filsafat adalah suatu penelaahan terhadap alam semesta untuk
mengetahui asal mulanya, unsur-unsurnya dan kaidah-kaidahnya (The Liang Gie,
1999).
3
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang
ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang
mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan
pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus
mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984).
Timbulnya filsafat karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap
awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam
perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak
semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan.
B. TINJAUAN AL-QUR’AN
Al-Qur’an merupakan sebuah kitab suci bagi umat islam, selain itu Al-Qur’an juga
adalah sumber hukum utama dalam ajaran agama islam. Menurut bahasa Al-Qur’an
berasal dari bahasa arab, yaitu bentuk jamak dari kata benda (masdar) dari kata kerja
qar’a-yaqra’u-qur’anan yang berarti bacaan atau sesuatu yang dapat di baca
berulang-ulang, inilah pengertian al qur’an dalam bahasa arab, dan Allah memilih
bahasa arab menjadi bahasa al-quran yaitu : dalam kosa kata bahasa arab tidak
dapat dirubah walau satu huruf saja, jika di rubah maka maknanya akan berbeda.
Jadi bisa di bilang Al-Qur’an adalah bacaan suci (membacanya bernilai ibadah dan
mendapatkan pahala), tentunya sesuai dengan tata aturan yang berlaku baik dalam
pengucapan huruf perhuruf (mahroj) ataupun tajwidnya.
Dan secara istilah Al-Qur’an berarti bacaan mulia yang merupakan wahyu yang di
turunkan oleh Allah untuk Nabi Muhammad SAW melalui Malaikat Jibril AS dan
merupakan penutup kitab suci dari agama samawi (yang di turunkan dari langit). Al-
Qur’an adalah wahyu murni dari Allah SWT, bukan dari hawa nafsu perkataan Nabi
Muhammad SAW.
4
Subhi as-Salih menyatakan Al-Qur’an adalah kalam Allah swt merupakan mukzijat
yang di turunkan kepada nabi muhammad saw ditulis dalam mushaf dan di
riwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah.
5
BAB III
a. Az-Zumar 39 : 33
Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka
itulah orang-orang yang bertakwa.
b. An-Nisa 4 : 135
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa
dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau
enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala
apa yang kamu kerjakan.
Kebenaran dapat diperoleh melalui cara-cara tertentu tergantung dari obyek yang
ingin diketahui kebenarannya , yaitu sebagai berikut:
6
Contohnya, Budi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi.
Budi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada
manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapatkan gaji tinggi.
Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di
Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang.
Contohnya, seluruh mahasiswa Upi harus mengikuti kegiatan Ospek. Ryan adalah
mahasiswa Upi, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek.
● Kebenaran yang didapat dari kebetulan dan tidak ditemukan secara ilmiah. Tidak
dapat diandalkan karena kadang kita sering tertipu dengan kebetulan yang tidak bisa
dibuktikan. Namun satu atau dua kebetulan bisa juga menjadi perantara kebenaran
ilmiah, misalnya penemuan kristal Urease oleh Dr. J.S. Summers.
● Kebenaran Karena Akal Sehat (Common Sense): Akal sehat adalah serangkaian
konsep yang dipercayai dapat memecahkan masalah secara praktis. Kepercayaan
bahwa hukuman fisik merupakan alat utama untuk pendidikan adalah termasuk
kebenaran akal sehat ini. Penelitian psikologi kemudian membuktikan hal itu tidak
benar.
● Kebenaran Agama dan Wahyu: Kebenaran mutlak dan asasi dari Allah dan
Rasulnya. Beberapa hal masih bisa dinalar dengan panca indra manusia, tapi
sebagian hal lain tidak.
● Kebenaran Intuitif: Kebenaran yang didapat dari proses luar sadar tanpa
menggunakan penalaran dan proses berpikir. Kebenaran intuitif sukar dipercaya dan
7
tidak bisa dibuktikan, hanya sering dimiliki oleh orang yang berpengalaman lama dan
mendarah daging di suatu bidang.
● Kebenaran Karena Trial dan Error: Kebenaran yang diperoleh karena mengulang-
ulang pekerjaan, baik metode, teknik, materi dan paramater-parameter sampai
akhirnya menemukan sesuatu. Memerlukan waktu lama dan biaya tinggi.
Kebenaran filsafat memiliki proses penemuan dan pengujian kebenaran yang unik
dan dibagi dalam beberapa kelompok dan ada pula yang menganut dualisme
kelompok. Kebenaran diperoleh dengan cara merenungkan atau memikirkan sesuatu
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya, baik sesuatu itu ada atau mungkin ada.
Berikut pokok-pokok persoalan filsafat:
● Metafisika
Cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal atau hakekat objek (fisik) di dunia.
Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan
ada? Apa tempat manusia di dalam semesta?
● Etika
Cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
● Logik
Kebenaran yang ditarik dari penalaran. Dalam logika itupun titik tolaknya bisa
bertumpu pada rasionalitas atau empirik.
8
● Empirik
Sesuatu pernyataan dianggap benar kalau apa yang dinyatakannnya itu sesuai
dengan apa yang dilihatnya. Lingkup kebenaran empiris ini tidak boleh melampui
kewenangan pengukuran dan penilaian.
● Realisme
Mempercayai sesuatu yang ada di dalam dirinya sendiri dan sesuatu yang pada
hakekatnya tidak terpengaruh oleh seseorang.
● Naturalisme
Sesuatu yang bersifat alami memiliki makna, yaitu bukti berlakunya hukum alam dan
terjadi menurut kodratnya sendiri.
● Positivisme
Menolak segala sesuatu yang di luar fakta, dan menerima sesuatu yang dapat
ditangkap oleh pancaindra. Tolok ukurnya adalah nyata, bermanfaat, pasti, tepat dan
memiliki keseimbangan logika.
● Materialisme Dialektik
Orientasi berpikir adalah materi, karena materi merupakan satu-satunya hal yang
nyata, yang terdalam dan berada diatas kekuatannya sendiri. Filosofi resmi dari
ajaran komunisme.
● Idealisme
● Pragmatisme
Hidup manusia adalah perjuangan hidup terus menerus, yang sarat dengan
konsekuensi praktis. Orientasi berpikir adalah sifat praktis, karena praktis
berhubungan erat dengan makna dan kebenaran.
9
● Radikal
berfikir secara mendalam dalam menelusuri suatu akar masalah. Dalam mencari
kebenaran tantu diperlukan keseriusan dan penelitian dari akar masalah sehingga
dapat menghasilkan suatu kebenaran yang mutlak dan obyektif.
contoh: Dalam mempelajari Islam, pemikiran radikal sangat diperlukan agar kita
dapat memahami hakekat dan kebenaran keIslaman kita, apakah Islam yang kita
pelajari sudah sesuai atau tidak dengan tuntunan Rasulullah.
● Kritis
contoh: Pada saat guru selesai menjelaskan suatu mata pelajaran, siswa dituntut
untuk bertanya atau memberi pandapat agar suatu permasalahan dapat terbongkar
secara detil atau terbukti kebenarannya.
● Rasional
berfikir secara masuk akal, berfikir dgn menggunakan logika. Berfikir rasional berarti
kita memilih untuk hanya mengandalkan otak (bukan hati) dalam menyerap segala
sesuatu yang ada disekitar kita.
contoh: Seseorang tidak mempercayai hal – hal yang belum dilihatnya karena belum
adanya bukti atau kebenaran yang nyata di hadapannya.
● Konseptual
contoh: Pada kalimat “Prestasi belajar merupakan segala bentuk keberhasilan dari
mengikuti atau melakukan kegiatan belajar,” Ada konsep “keberhasilan belajar” dan
“mengikuti/melakukan kegiatan belajar” yang dipakai untuk menjelaskan dan
10
menegaskan makna prestasi belajar. Belum (tidak ada) penjelasan bagi kedua konsep
tersebut. Namun demikian, pendefinisian secara konseptual tersebut sudah
memberi makna mengenai apa yang dimaksud dengan prestasi belajar.
● Koheren
ada kekompakkan hubungan antara sebuah kalimat dan kalimat lain yang
membentuk paragraf. Makna kompak yang dimaksud adalah kalimatnya wajar dan
berurutan. Mudah dipahami, idenya tidak melompat-lompat sehingga
membingungkan, dan hanya membicarakan satu topik.
contoh: Puncak gunung yang hijau menambah indahnya pemandangan. Air jernih
bergelombang seperti kaca besar mengilap disinari matahari. Di tepi danau tampak
pohon-pohon dan bunga-bungaan yang berwarna-warni. Rumput-rumput berwarna
coklat karena kekeringan.
● Konsisten
berfikir lurus atau tidak berlawanan, selalu sama, tidak boleh bervariasi atau ada
kontradiksi.
contoh : pemilu yang lalu seseorang milih partai A, dan pada pemilu berikutnya dia
juga milih partai yang sama.
● Sistematis
mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu obyek, ilmu harus terurai dan
terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu
sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan
rangkaian sebab akibat menyangkut obyeknya.
contoh: Bila kita membuat suatu cerita, kita harus menyusunnya secara sistematis
atau berurutan agar pembaca paham apa yang kita maksud.
● Metodis
11
contoh: Dalam melakukan penelitian, peneliti diharuskan memakai cara-cara yang
handal untuk memperkecil resiko yang timbul.
● Komprehensif
Pemikiran yang komprehensif mencari jawaban yang paling tepat dengan melakukan
kajian yang lebih mendalam untuk menemukan solusi yang terbaik. Pemikiran yang
komprehensif menelusuri lebih dalam penjelasan yang dangkal dan kearifan
konvensional (tradisional), mempertimbangkan situasi secara terpisah dan juga
sebagai bagian dari keseluruhan yang lebih besar.
contoh: Untuk mengerti sesuatu permasalahan secara utuh, kita harus menyelidiki
kedalaman, ketinggian, dan lebarnya permasalahan tersebut. Hal itu mencakup masa
lalu, masa kini, masa yang akan datang, depan, belakang, dalam, luar, atas, bawah,
semua sisi.
● Pendidikan
● Lingkungan
● Teknologi
Perkembangan zaman saat ini sangat cepat, terutama dalam hal teknologi. Banyak
penemuan-penemuan baru yang semakin memudahkan kita dalam melakukan
sesuatu. Praktis adalah kata yang tepat dalam tujuan perkembangan teknologi.
Dengan semakin berkembangnya teknologi, kebahagiaan pun dapat diperoleh secara
singkat.
12
2. ILMIAH
Adalah segala sesuatu segala sesuatu yang bersifat keilmuan, didasarkan pada ilmu
pengetahuan, atau memenuhi syarat atau kaidah ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang kebenaran ilmiah, tentunya tidak lepas dari pemahaman tentang
ilmu. Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima –
ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu
diartikan sebagai idroku syai bi haqiqotih (mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam
bahasa Inggris, ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan
dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science (berasal dari bahasa latin
dari kata scio, scire yang berarti tahu) umumnya diartikan ilmu tapi sering juga
diartikan dengan ilmu pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada
makna yang sama. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ilmu adalah
pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala
tertentu dibidang (pengetahuan) itu.
a. At- Thalaq : 12
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah
berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu.
b. Thaha : 114
Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu
tergesa-gesa membaca Al qur’an sebelum disempurnakan mewahyukannya
kepadamu, dan katakanlah: “Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu
pengetahuan”.
c. Ali Imran : 7
Dialah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. Di antara (isi)nya ada
ayat-ayat yang muhkamaat, itulah pokok-pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-
ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil
pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.
13
Menurut The Liang Gie secara lebih khusus menyebutkan ciri-ciri ilmu sebagai
berikut :
b. Bersifat sistematik
c. Bersifat intersubjektif
Setelah kita memahami tentang ilmu itu sendiri, kita akan lebih mudah dalam
menafsirkan apa itu kebenaran ilmiah. Yaitu, kebenaran yang sesuai dengan fakta
dan mengandung isi pengetahuan. Pada saat pembuktiannya kebenaran ilmiah harus
kembali pada status ontologis objek dan sikap epistemologis (dengan cara dan sikap
bagaimana pengetahuan tejadi) yang disesuaikan dengan metodologisnya. Hal yang
penting dan perlu mendapat perhatian dalam hal kebenaran ilmiah yaitu bahwa
kebenaran dalam ilmu harus selalu merupakan hasil persetujuan atau konvensi dari
para ilmuwan pada bidangnya masing-masing.
14
budinya secara baik), dapat memahami kebenaran ilmiah. Oleh sebab itu kebenaran
ilmiah kemudian dianggap sebagai kebenaran universal. Dalam memahami
pernyataan di depan, perlu membedakan sifat rasional (rationality) dan sifat masuk
akal (reasonable). Sifat rasional terutama berlaku untuk kebenaran ilmiah,
sedangkan masuk akal biasanya berlaku bagi kebenaran tertentu di luar lingkup
pengetahuan. Sebagai contoh: tindakan marah dan menangis atau semacamnya,
dapat dikatakan masuk akal sekalipun tindakan tersebut mungkin tidak rasional.
b. Si empiris. Kebenaran ilmiah perlu diuji dengan kenyataan yang ada, bahkan
sebagian besar pengetahuan dan kebenaran ilmiah, berkaitan dengan kenyataan
empiris di alam ini. Hal ini tidak berarti bahwa dalam kebenaran ilmiah, spekulasi
tetap ada namun sampai tingkat tertentu spekulasi itu bisa dibayangkan sebagai
nyata atau tidak karena sekalipun suatu pernyataan dianggap benar secara logis,
perlu dicek apakah pernyataan tersebut juga benar secara empiris.
15
jiwa yang mempunyai kedudukan utama dalam alam semesta. Sebenarnya
realisme dan idealisme mempunyai kelemahan-kelemahan tertentu.
d. Wahyu adalah pengetahuan yang bersumber dari Tuhan melalui hambanya yang
terpilih untuk menyampaikannya (Nabi dan Rosul). Melalui wahyu atau agama,
manusia diajarkan tentang sejumlah pengetahuan baik yang terjangkau ataupun
tidak terjangkau oleh manusia.
3. MORAL / ETIKA
Tentang Istilah
Etika berasal dari bahasa Yunani ethos, yang berarti tempat tinggal yang biasa,
padang rumpt, kandang; kebiasaan, adat; watak; perasaan, sikap, cara berpikir.
dalam bentuk jamak ta etha artinya adat kebiasaan. Dalam arti terakhir inilah
terbentuknya istilah etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat
moral. Etika berarti: ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat
kebiasaan. Ada juga kata moral dari bahasa Latin yang artinya sama dengan etika.
Secara istilah etika memunyai tiga arti: pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur
tingkah lakunya. Arti ini bisa disebut sistem nilai. Misalnya etika Protestan, etika
Islam, etika suku Indoan. Kedua, etika berarti kumpulan asas atau nilai moral (kode
etik). Misalnya kode etik kedokteran, kode etik peneliti, dll. Ketiga, etika berati ilmu
tentang yang baik atau buruk. Etika menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan
etis menjadi bahan refleksi bagi suau penelitian sistematis dan metodis. Di sini sama
artinya dengan filsafat moral.
16
Amoral berarti tidak berkaitan dengan moral, netral etis. Immoral berarti tidak
bermoral, tidak etis. Etika berbeda dengan etiket. Yang terakhir ini berasal dari kata
Inggris etiquette, yang berarti sopan santun. Perbedaan keduanya cukup tajam,
antara lain: etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan, etika
menunjukkan norma tentang perbuatan itu. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan,
etika berlaku baik baik saat sendiri maupun dalam kaitannya dengan lingkup sosial.
etiket bersifat relatif, tergantung pada kebudayaan, etika lebih absolut. Etiket hanya
berkaitan dengan segi lahiriyah, etika menyangkut segi batiniah.
Moralitas merupakan suatu fenomena manusiawi yang universal, menjadi ciri yang
membedakan manusia dari binatang. Pada binatang tidak ada kesadaran tentang
baik dan buruk, yang boleh dan yang dilarang, tentang yang harus dan tidak pantas
dilakukan. Keharusan memunyai dua macam arti: keharusan alamiah (terjadi dengan
sendirinya sesuai hukum alam) dan keharusan moral (hukum yang mewajibkan
manusia melakukan atau tidak melakukan sesuatu).
Macam-macam etika
a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan suatu
kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas yang
terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan oleh
ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.
b. Etika normatif
c. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak
pada tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.
Metaetika dapat ditempatkan dalam wilayah filsafat analitis, dengan pelopornya
17
antara lain filsuf Inggris George Moore (1873-1958). Filsafat analitis menganggap
analisis bahasa sebagai bagian terpenting, bahkan satu-satunya, tugas filsafat.
Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the is/ought
question, yaitu apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari ucapan faktual. Kalau
sesuatu merupakan kenyataan (is), apakah dari situ dapat disimpulkan bahwa
sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought).
Dalam dunia modern terdapat terutama tiga situasi etis yang menonjol. Pertama,
pluralisme moral, yang timbul berkat globalisasi dan teknologi komunikasi.
Bagaimana seseorang dari suatu kebudayaan harus berperilaku dalam kebudayaan
lain. ini menyangkut lingkup pribadi. Kedua, masalah etis baru yang dulu tidak
terduga, terutama yang dibangkitkan oleh adanya temuan-temuan dalam teknologi,
misalnya dalam biomedis. Ketiga, adanya kepedulian etis yang universal, misalnya
dengan dideklarasikannya HAM oleh PBB pada 10 Desember 1948.
1. Hedonisme
“Apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?” kaum hedonis menjawab,
”kesenangan (b. Yunani: hedone).
Yang baik adalah: apa yang memuaskan keinginan kita, yang meningkatkan kuantitas
kesenangan dan kenikmatan kita.
Dalam sejarah filsafat, pandangan hedonisme dapat dilacak pada Aristippos dari
Kyrene (sekitar433-355 SM), murid Sokrates. Menurut Aristippos, yang baik adalah
kesenangan karena fakta menunjukkan bahwa sejak kecil manusia tertarik akan
kesenangan dan menghindari ketidaksenangan. Kesenangan itu bersifat badani yang
hakikatnya adalah gerak. Dan gerak dapat memiliki tiga kemungkinan: gerak kasar
(ketidaksenangan), gerak halus (kesenangan), dantiadanya gerak (netral). Lalu
kesenangan itu pun bersifat aktual, bukan masa lalu (ingatan) atau masa depan
(antisipasi). Dengan kata lain, kesenangan adalah adalah kini dan di sini. Singkatnya,
kesenangan bersifat badani, aktual dan individual. Meskipun demikian, Aristippos
tetap menekankan pengendalian diri agar tidak dikontrol kesenangan.
Filosof hedonisme lainnya adalah Epikuros (341-270 SM). Bagi Epikuros, kesenangan
(hedone) adalah tujuan kehidupan manusia. kesenangan yang dimaksud adalah
terbebas dari nyeri (rasa sakit) dan dari keresahan jiwa. Ada tiga keinginan yang yang
terkait dengan kesenangan: keinginan alamiah yang perlu (ex, makanan), keinginan
alamiah yang tidak perlu ex. Makanan enak), dan keinginan yang sia-sia (ex.
Kekayaan). Menurutnya, pemuasan akan keinginan macam pertamalah yang akan
melahirkan kesenangan paling besar. Namun, bagi Epikuros, orang bijak adalah orang
18
yang terlepas dari segala keinginan. Dengan hal tersebutlah, seseorang mencapai
ataraxia (ketenangan jiwa, tidak membiarkan diri tergangggu oleh hal-hal lain).
Ataraxia inilah tujuan hidup, disamping kesenangan.
2. Eudemonisme
Penggagasnya adalah Aristoteles (384-322 SM). Menurut Aristoteles, dalam tiap
aktivitasnya, manusia mengejar tujuan. Tujuan akhir, tertinggi dari manusia dalah
kebahagiaan (eudaimonia). Untuk mencapainya adalah dengan menjalankan
fungsinya dengan baik. Keunggulan dan kekhasan manusia ada pada akalnya (rasio).
Karena itu, untuk mencapai kebahagiaannya, seseorang harus menjalnakan fungsi-
fungsi rasio engan melakukan kegiatan rasional. Kegiatan-kegiatan rasional itu
disertai keutamaaan. Bagi Aristoteles, ada dua keutamaan, yaitu: keutamaan
intelektual (menyempurnakan rasio) dan keutamaan moral (melakukan pilihan-
pilihan dalam kehidupan sehari-hari). Keutamaan moral dapat digapai dengan sikap
tengah yang disebut phronesis (kebijaksanaan praktis). Ex, kemurahan hati adalah
sikap tengah dari kikir dan boros.
3. Utilitarisme
Jeremy Bentham (1748-1832 M) berpendapat, manusia berada pada dua
“penguasa”:
ketidaksenangan dan kesenangan. Manusia cenderung menjauhi ketidaksenangan
dan mencari kesenangan. Kebahagiaan adalah memiliki kesenangan dan bebas dari
kesusahan. Suatu perbuatan dinilai baik jika dapat meningkatkan kebahagiaan
sebanyak mungkin orang. Inilah the principle of utility (prinsip kegunaaan), yakni the
greatest happiness of the greatest number (kebahagiaan terbesar dari jumlah orang
terbesar). Karena itu, penetapan kegunaaan pun harus melalui kuantifikasi. Bentham
mengembangkan the hedonistic number.
Contoh:
Kemabukkan
Ketidaksenangan (debet)
Lamanya: singkat
Akibatnya: kemiskinan, nama buruk, tidak sanggup bekerja
Kemurnian: dapat diragukan ( keadaan mabuk sering tercampur unsur
ketidaksenangan)
Kesenangan (kredit)
Intensitas: membawa banyak kesenangan
Kepastian: kesenangan pasti terjadi
Jauh/dekat: kesenangan timbul cepat
19
Tokoh lainnya adalah John Stuart Milll (1806-1873). Mill mengkritik Bentham.
Menurutnya, kebahagiaaan/kesenangan perlu mempertimbangakn sisi kualitasnya
juga. Baginya, ada kesenangan yang bermutu rendah dan ada yang bermutu tingi.
Seperti kesenangan Sokrates lebih bermutu dibandingkan kesenangan orang tolol.
Lalu, kesenangan pun bisa diukur secara empiris melalui orang bijak dan
berpengalaman dalam hal ini. Prinsip Mill yang patut dicatat adalah bahwa suatu
perbutan dinilai baik jika lebahagiaan melebihi ketidakbahagiaaan, dimana
kebahagiaan semua orang yang terlibat dihitung dengan cara yang sama.
20