Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih

lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi lebih dari 3 kali dalam 24

jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran

tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).

Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di

negara berkembang seperti di Indonesia. Pada tahun 2000 IR (Insiden

Rate) penyakit diare 301/1000 penduduk, tahun 2003 naik menjadi

374/1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan

tahun 2010 naik menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian luar biasa

(KLB) diare juga masih sering terjadi, dengan CFR (Case Fatality Rate)

yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 kecamatan

dengan jumlah kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%).

Tahun 2009 terjadi KLB di 24 kecamatan dengan jumlah kasus 5.756

orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan di tahun

2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204

dengan kematian 73 orang (CFR 1,74%) (Buletin Jendela Data

Informasi Kemenkes RI 2011).


Angka kesakitan (Insidens Rate) diare untuk semua kelompok umur di

propinsi Lampung dari tahun 2005-2012 cenderung meningkat, yaitu

dari 9,8 per 1000 penduduk menjadi 18,24 per 1000 penduduk tahun

2012. Bila dibandingkan dengan rata-rata nasional, angka ini masih jauh

dibawah angka nasional: 374 per 1000 penduduk. Walaupun angka

kesakitan meningkat, namun angka kematian atau CFR diare masih di

bawah 1%. Angka kesakitan diare di Kabupaten Pringsewu sendiri

masih sebanyak 7,25 (Dinkes, 2012). Diare termasuk dalam 10 besar

penyakit yang ditemukan di Balai Pengobatan Umum Puskesmas

Ketapang. Oleh karena masih banyaknya penemuan kasus diare di

wilayah kerja Puskesmas Ketapang, maka diperlukan evaluasi terhadap

keberhasilan “Sub Progam Penemuan dan Penanganan Penyakit Diare”

di Puskesmas Ketapang periode Januari 2017 sampai dengan Desember

2017.

Menurut data dari puskesmas ketapang, angka kejadian diare yang

terjadi di wilayah kerja puskesmas ketapang ini semakin meningkat dari

tahun sebelumnya, yaitu 19,980 kasus pada tahun 2017 dan meningkat

menjadi 20,760 kasus pada tahun 2018.

Puskesmas Ketapang merupakan salah satu puskesmas yang rutin

melaksanakan kegiatan P2 Diare, namun program ini belum mencapai

target 100%. Berdasarkan Laporan hasil Program penemuan dan

penanganan diare pada balita Puskesmas Ketapang tahun 2018,

didapatkan angka cakupan penderita diare yang ada di wilayah kerja

Puskesmas ketapang sebagai berikut :

2
 Usia <5 tahun : 34%

Puskesmas sebagai unit fungsional terkecil dan merupakan lini terdepan

pelayanan memegang peranan penting dalam penanganan diare di

masyarakat. Program Pemberantasan Diare (P2 Diare) yang termasuk

ke dalam salah satu dari Program Pemberantasan Penyakit Menular

(P2M) telah menjadi prioritas bagi Departemen Kesehatan RI (Depkes

RI, 2011). Program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) di

Puskesmas Natar mencakup penemuan dan penanganan penyakit

menular seperti penyakit diare, Tuberkulosis paru , Demam Berdarah

Dengue (DBD), Malaria, penumonia, Kusta, Accute Flacyd Paralisis

(AFP), dan Gigitan Hewan Pembawa Rabies (GHTR), serta kegiatan

terkait pencegahan penyakit seperti imunisasi dan surveilans

pengamatan penyakit.

Dengan terlaksananya program ini diharapkan puskesmas dapat

melakukan berbagai upaya pencegahan melalui penemuan dan

penanganan kasus diare secara baik sehingga pada akhirnya dapat

menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare.

1.2. Perumusan Masalah

1. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun

masalah yang ditemukan pada sub program penemuan dan

penanganan penyakit diare adalah:

3
- Masih banyak ditemukannya angka kejadian diare di wilayah

kerja Puskesmas Ketapang.

- Angka kejadian diare yang meningkat dari tahun sebelumnya

- Belum tercapainya target penemuan kasus dan penanganan diare

pada program pemberantasan diare yaitu 100%.

2. Permasalahan yang akan dievaluasi adalah bagaimana pelaksanaan

program terkait penemuan dan penanganan diare di wilayah kerja

Puskesmas Ketapang tahun 2018?

1.3. Tujuan

a. Tujuan umum

Melakukan evaluasi sub program penemuan dan penanganan diare

di wilayah kerja Puskesmas Ketapang periode Januari-Desember

2018 yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan program

tersebut pada tahun-tahun berikutnya.

b. Tujuan Khusus

1) Diketahuinya pencapaian-pencapaian dari sub program upaya

P2M dari program Penemuan dan penanganan penyakit diare di

Puskesmas Ketapang.

2) Diketahuinya kemungkinan penyebab masalah dalam

pelaksanaan program Penemuan dan penanganan penyakit diare

di Puskesmas Ketapang.

4
3) Dirumuskannya alternatif pemecahan masalah bagi pelaksanaan

program Penemuan dan penanganan penyakit diare di

Puskesmas Ketapang.

1.4. Manfaat

a. Bagi penulis (evaluator)

1) Memperdalam ilmu kedokteran komunitas mengenai evaluasi

pelaksanaan program Penemuan dan penanganan penyakit

diare.

2) Melatih serta mempersiapkan diri dalam mengatur suatu

program khususnya program kesehatan.

3) Mengetahui sedikit banyaknya kendala yang dihadapi dalam

mengambil langkah yang harus dilakukan dalam mencapai

tujuan yang telah ditetapkan, antara lain perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan.

b. Bagi puskesmas yang dievaluasi

1) Mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam Penemuan

dan penanganan penyakit diare di wilayah kerjanya.

2) Sebagai masukan dalam pelaksanaan program Penemuan dan

penanganan penyakit diare di puskesmas Ketapang agar

keberhasilan program di masa mendatang dapat tercapai

secara optimal.

5
c. Bagi masyarakat

Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu khususnya bagi

yang beresiko terjangkit penyakit diare dalam meningkatkan

angka penemuan dan penanganan diare di wilayah kerja

Puskesmas Ketapang.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diare

2.1.1 Definisi

Diare adalah perubahan pada konsistensi dan atau frekuensi

defekasi dengan maupun tanpa lendir atau darah. Perubahan yang

dimaksud adalah konsistensi cair atau setengah cair dan

peningkatan kandungan air dalam feses yang lebih banyak dari

normal, yaitu lebih dari 200 g atau 200 ml/24 jam pada orang

dewasa atau lebih dari 10 g/kgBB/24 jam pada anak. Sedangkan

yang dimaksud dengan perubahan frekuensi adalah keluarnya

tinja lunak atau cair lebih atau sama dengan 3x/hari (Sudoyo

dkk., 2010).

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare

adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk

dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan

bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa,

yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat disertai

dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling

sering dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama

kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami 1-3 episode

diare berat (Simatupang, 2008).

7
Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare persisten adalah diare akut karena infeksi usus yang karena

suatu sebab berlangsung lebih atau sama dengan 14 hari yang

biasa dihubungkan dengan penyakit dasar atau keadaan lain,

sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari

14 hari, hilang timbul, yang biasa di hubungkan dengan infeksi

(Sudoyo dkk., 2010).

Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

Diare persisten adalah diare akut karena infeksi usus yang karena

suatu sebab berlangsung lebih atau sama dengan 14 hari yang

biasa dihubungkan dengan penyakit dasar atau keadaan lain,

sedangkan diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari

14 hari, hilang timbul, yang biasa di hubungkan dengan infeksi

(Sudoyo dkk., 2010).

2.1.2 Etiologi diare

Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah

golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut

karena infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory.

8
Tabel 1. Enteropatogen penyebab diare yang tersering
berdasarkan umur

Diare akut karena infeksi disebabkan oleh masuknya

mikroorganisme atau toksin melalui mulut. Kuman tersebut dapat

melalui makanan, air atau minuman yang terkontaminasi kotoran

manusia atau hewan. Kontaminasi tersebut dapat melalui

jari/tangan penderita yang telah terkontaminasi (Suzanna, 2008).

Mikroorganisme penyebab diare akut karena infeksi seperti

dibawah ini :

VIRUS BAKTERI PROTOZOA


Rotavirus Shigella Giardia Lamblia
Norwalk virus Salmonella Entamoeba Histolytica
Enteric Campylobacter Cryptosporidium
adenovirus Eschersia
Calicivirus Yersinina
Astrovirus Clostridium difficile
Small round Staphylococcus
virusses aureus
Coronavirus Bacillus cereus
cytomegalovirus Vibrio cholerae

Tabel 2. Kuman penyebab diare akut karena infeksi

9
a. Virus

Patogenesis terjadingan diare yang disebabkan virus yaitu

virus yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif

menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus

pada usus halus. Biopsi usu halus menunjukkan berbagai

tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada

lamina propia. Infeksi rotavirus menyebabkan kerusakan

berupa bercak-bercak pada sel epitel usus halus bagian

proksimal yang menyebabkan bertambahnya sekresi cairan

kedalam lumen usus, selain itu terjadi pula kerusakan enzim-

enzim disakarida yang menyebabkan intoleransi laktosa yang

akhirnya akan memperlama diare. Penyembuhan terjadi bila

permukaan mukosa telah regenerasi (Setiawan,2011).

Diare karena virus ini paling banyak terjadi pada anak dan

biasanya tak berlangsung lama, hanya beberapa hari (3- 4 hari)

dapat sembuh tanpa pengobatan (selft limiting disease).

Penderita akan sembuh kembali setelah enetrosit usus yang

rusak diganti oleh enterosit yang baru dan normal serta sudah

matang, sehingga dapat menyerap dan mencerna cairan serta

makanan dengan baik (Manson, 2011).

10
b.Bakteri

Ditinjau dari kelainan usus, diare karena bakteri dibagi atas dua

golongan adalah :

a. Bakteri noninvasif (enterotoksigenik)

Mikroorganisme yang tidak merusak mukosa usus antara lain

Enterotoxigenic, V. Cholerae eltor, E. Colli (ETEC), S.

Aureus dan C.perfringens (Setiawan, 2011).

b. Bakteri enteroinvasif

Bakteri merusak mukosa usus seperti Salmonella sp, Shigella

sp, Enteroinvansive E colli (EIEC), Yersinia s dan C.

Perfringens (tipe C) (Setiawan, 2011).

c. Parasit

Amoeba juga dapat menyebabkan diare melalui produksi enzim

fosfoglikomutase dan lisozim yang mengakibatkan kerusakan

sampai nekrosis dan ulkus pada dinding usus. Antara mukosa

usus dan ulkus masih normal, berbeda dengan ulkus karena

disentri basiler, dimana antara mukosa dan ulkus ikut

meradang. Ulkus tersebut menimbulkan perdarahan. Kerusakan

intestinal ini menimbulkan rangsangan neurohumoral yang

menyebabkan pengeluaran sekret dan timbul diare. Selain

amoeba, Cryptosporidium dan G. Lamblia juga dapat

menyebabkan diare (Sunoto,2010).

11
Selain infeksi diare juga dapat disebabkan oleh malabsorbsi

seperti malabsorbsi karbohidrat, disakarida (inteloransi laktosa,

maltosa, dan sukrosa) monosakarida (inteloransi glukosa,

fruktosa, dan galaktosa). Selain itu diare karena faktor

makanan kadaluarsa, beracun, alergi karena makanan, dan

diare karena faktor psikologis, rasa takut dan cemas juga dapat

terjadi (Vila J et al., 2010).

2.1.3 Epidemiologi

Diare adalah penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak

di negara berkembang. Pada tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta

balita meninggal karena diare. Hal ini menempatkan diare pada

peringkat kedua penyebab kematian. Delapan dari sepuluh

kematian akibat diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan

(Depkes RI, 2010).

Di negara berkembang anak berusia di bawah 3 tahun umumnya

mengalami 3 episodik diare setiap tahunnya. Angka kejadian

diare di Indonesia hingga saat ini masih tinggi yaitu 423 per 1000

penduduk untuk semua umur, yang semakin meningkat dari

tahun ke tahun. Hasil survei kesehatan rumah tangga (SKRT)

pada tahun 2004 menunjukkan angka kematian akibat diare

adalah 23 per 100 ribu penduduk dan balita sebesar 75 per 100

ribu balita (Depkes RI, 2010).

12
Selama tahun 2000, dari 26 propinsi cakupan penemuan dan

pengobatan penderita sebanyak 3.370.668 orang dan jumlah

KLB selama tahun tersebut ada 65 kejadian tersebar di 13

provinsi dengan jumlah penderita 4.127 orang dan kematian 59

orang. Penderita diare tertinggi di Kalimantan Selatan (1744

orang), Bali 9677 orang), Sulawesi Utara (476 orang), Jambi

(328 orang), Sumatra Utara (310 orang), Sulawesi Selatan (160

orang), Sulawesi Tengah (115 orang) dan Jawa Tengah (88

orang) yakni urutan ke delapan, sedangkan urutan jumlah dengan

kematian tertinggi berturut-turut adalah Sulawesi utara, Maluku,

dan jawa Tengah. Meskipun jumlah penderita diare di Jawa

Tengah menempati urutan kedelapan, tetapi angka kematiannya

berada pada urutan ketiga (Day, 2011).

2.1.4 Faktor Penyebab Diare

Penyebab diare ditinjau dari host, agent dan environment, yang

diuraikan sebagai berikut:

a. Faktor pejamu (host)

Menurut Widjaja (2009), bahwa host yaitu diare lebih banyak

terjadi pada balita, dimana daya tahan tubuh yang

lemah/menurun system pencernaan dalam hal ini adalah

lambung tidak dapat menghancurkan makanan dengan baik

dan kuman tidak dapat dilumpuhkan dan betah tinggal di

dalam lambung, sehingga mudah bagi kuman untuk

13
menginfeksi saluran pencernaan. Jika terjadi hal demikian,

akan timbul berbagai macam penyakit termasuk diare.

b. Faktor kausal (agent)

Agent merupakan penyebab terjadinya diare, sangatlah jelas

yang disebabkan oleh faktor infeksi karena faktor kuman,

malabsorbsi dan faktor makanan. Aspek yang paling banyak

terjadi diare pada balita yaitu infeksi kuman e.colli, salmonella,

vibrio chorela (kolera) dan serangan bakteri lain yang jumlahnya

berlebih dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika

kondisi lemah) pseudomonas (Widjaja, 2009).

c. Faktor lingkungan (Environment)

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi

antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan dapat

dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis (flora

dan fauna disekitar manusia) yang bersifat biotik: mikroorganisme

penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang,

tumbuhan), vector pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang

pembawa sumber bahan makanan, obat, dan lainnya. Dan juga

lingkungan fisik, yang bersifat abiotic: yaitu udara, keadaan tanah,

geografi, air dan zat kimia. Keadaaan lingkungan yang sehat dapat

ditunjang oleh sanitasi lingkungan yang memenuhi syarat

kesehatan dan kebiasaan masyarakat untuk Perilaku Hidup Bersih

dan Sehat (PHBS). Pencemaran lingkungan sangat mempengaruhi

perkembangan agent yang berdampak pada host (penjamu)

14
sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit, termasuk

diare (Widjaja, 2009).

2.1.5 Gambaran Klinis

Diare yang terjadi dalam kurun waktu kurang atau sama dengan

14 hari disertai dengan demam, nyeri abdomen dan muntah

disebut dengan diare akut. Diare akut karena infeksi dapat

disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam, tenesmus,

hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Muntah-muntah

hampir selalu disertai diare akut, baik yang disebabkan bakteri

atau virus V. Cholerae. E. Coli patogen dan virus biasanya

menyebabkan watery diarrhea sedangkan campylobacter dan

amoeba menyebabkan bloody diarrhea (Manson, 2011).

Karena kehilngan cairan maka penderita merasa haus, berat

badan berkurang, mata cekung, lidah/ mulut kering, tulang pipi

menonjol, turgor berkurang dan suara menjadi serak. Asidosis

metabolik sebagai efek dari dehidrasi dapat menyebabkan

frekuensi pernafasan cepat, gangguan kardiovaskuler berupa nadi

yang cepat tekanan darah menurun, pucat, akral dingin kadang-

kadang sianosis, aritmia jantung karena gangguan elektrolit,

anuria sampai gagal ginjal akut (Triadmodjo, 200).

15
2.1.6 Klasifikasi Diare

Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan gejala dan tanda klinis


(Sudoyo dkk., 2010)

Klasifikasi Gejala atau tanda

Dehidrasi Dua atau lebih tanda-tanda berikut :


berat
Letargi / tidak sadar
Sunken eyes
Tidak dapat minum atau sulit minum
Skin pinch sangat lambat kembali (> 2detik)
Dehidrasi Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
sedang
Rewel
Sunken eyes
Terlihat kehausan
Skin pinch lambat kembali
Dehidrasi Tidak cukup tanda-tanda untuk
ringan mengklasifikasikannya sebagai dehidrasi sedang atau
berat

TTabel 3. Derajat dehidrasi menurut WHO tahun 2010

2.1.7 Penatalaksanaan Diare

Penatalaksanaan diare berupa Lintas Diare, yaitu : (1) Cairan, (2)

Seng, (3) Nutrisi, (4) Antibiotik yang tepat, (5) Edukasi .

a. Tanpa dehidrasi

- Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT

diberikan 5-10 mL/kgbb setiap diare cair atau berdasarkan

usia, yaitu umur < 1 tahun sebanyak 50-100 mL, umur 1-5

tahun sebanyak 100-200 mL, dan umur di atas 5 tahun

16
semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai

kemauan anak. ASI harus terus diberikan.

- Pasien dapat dirawat di rumah, kecuali apabila terdapat

komplikasi lain (tidak mau minum, muntah terus menerus,

diare frekuen dan profus)

b. Dehidrasi Ringan-Sedang

- Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak

75 mL/kgBB dalam 3 jam untuk mengganti kehilangan cairan

yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 mL/ kgBB setiap diare

cair.

- Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah

setiap diberi minum walaupun telah diberikan dengan cara

sedikit demi sedikit atau melalui pipa nasogastrik. Cairan

intravena yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B

atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan berat

badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.

 Berat badan 3-10 kg : 200 mL/kgBB/hari

 Berat badan 10-15 kg : 175 mL/kgBB/hari

 Berat badan > 15 kg : 135 mL/kgBB/hari\

- Pasien dipantau di Puskesmas/Rumah Sakit selama proses

rehidrasi sambil memberi edukasi tentang melakukan

rehidrasi kepada orangtua.

17
c. Dehidrasi Berat

- Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat

atau ringer asetat 100 mL/kgBB dengan cara pemberian:

- Umur kurang dari 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam 1 jam

pertama, dilanjutkan 70 mL/ kgBB dalam 5 jam berikutnya

- Umur di atas 12 bulan: 30 mL/kgBB dalam ½ jam pertama,

dilanjutkan 70 mL/kgBB dalam 2,5 jam berikutnya

- Masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau

dan dapat minum, dimulai dengan 5 mL/kgBB selama

proses rehidrasi

 Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

(lihat PPM PGD)

- Hipernatremia (Na >155 mEq/L)

Koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan

pemberian cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar

Na tidak boleh lebih dari 10 mEq per hari karena bisa

menyebabkan edema otak

- Hiponatremia (Na <130 mEq/L)

Kadar natrium diperiksa ulang setelah rehidrasi selesai,

apabila masih dijumpai hiponatremia dilakukan koreksi

sbb:

18
Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum x 0.6 x

berat badan; diberikan dalam 24 jam.

- Hiperkalemia (K >5 mEq/L)

Koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas

10% sebanyak 0.5-1 ml/ kg BB i.v secara perlahan-lahan

dalam 5-10 menit; sambil dimonitor irama jantung dengan

EKG. Untuk pemberian medikamentosa dapat dilihat PPM

Nefrologi.

- Hipokalemia (K <3,5 mEq/L)

Koreksi dilakukan menurut kadar Kalium.

- Kadar K 2,5-3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kg BB per

oral per hari dibagi 3 dosis

- Kadar K <2,5 mEq/L, berikan KCl melalui drip intravena

dengan dosis:

 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24

jam dalam 4 jam pertama

 3,5 - kadar K terukur x BB (kg) x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x

BB dalam 20 jam berikutnya.

d. Seng

Seng terbukti secara ilmiah terpercaya dapat menurunkan

frekuensi buang air besar dan volume tinja sehingga dapat

menurunkan risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Seng Zink

19
elemental diberikan selama 10-14 hari meskipun anak telah

tidak mengalami diare dengan dosis :

- Umur di bawah 6 bulan: 10 mg per hari

- Umur di atas 6 bulan: 20 mg per hari

e. Nutrisi

ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat

sesuai umur tetap diberikan untuk mencegah kehilangan berat

badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya

perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak

tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi

sering (lebih kurang 6 x sehari), rendah serat, buah buahan

diberikan terutama pisang.

f. Medikamentosa

- Tidak boleh diberikan obat anti diare

- Antibiotik

Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya disentri

(diare berdarah) atau kolera. Pemberian antibiotik yang tidak

rasional akan mengganggu keseimbangan flora usus sehingga

dapat memperpanjang lama diare dan Clostridium difficile

akan tumbuh yang menyebabkan diare sulit disembuhkan.

Selain itu, pemberian antibiotik yang tidak rasional dapat

mempercepat resistensi kuman terhadap antibiotik. Untuk

20
disentri basiler, antibiotik diberikan sesuai dengan data

sensitivitas setempat, bila tidak memungkinkan dapat

mengacu kepada data publikasi yang dipakai saat ini, yaitu

kotrimoksazol sebagai lini pertama, kemudian sebagai lini

kedua. Bila kedua antibiotik tersebut sudah resisten maka lini

ketiga adalah sefiksim.

- Antiparasit

Metronidazol 50 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis merupakan

obat pilihan untuk amuba vegetative

g. Edukasi

Orangtua diminta untuk membawa kembali anaknya ke Pusat

Pelayanan Kesehatan bila ditemukan hal sebagai berikut:

demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat

haus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.

Orangtua dan pengasuh diajarkan cara menyiapkan oralit

secara benar.

Langkah promotif/preventif : (1) ASI tetap diberikan, (2)

kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, (3)

kebersihan lingkungan, buang air besar di jamban, (4)

immunisasi campak, (5) memberikan makanan penyapihan

yang benar, (6) penyediaan air minum yang bersih, (7) selalu

memasak makanan (IDAI, 2009).

21
2.1.8 Pencegahan Diare

Karena penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral,

penularannya dapat dicegah dengan menjaga higiene pribadi

yang baik. Ini termasuk sering mencuci tangan setelah keluar

dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan. Kotoran

manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan

ternak harus terjaga dari kotoran manusia.

Karena makanan dan air merupakan penularan yang utama, ini

harus diberikan perhatian khusus. Minum air, air yang

digunakan untuk membersihkan makanan, atau air yang

digunakan untuk memasak harus disaring dan diklorinasi. Jika

ada kecurigaan tentang keamanan air atau air yang tidak

dimurnikan yang diambil dari danau atau air, harus direbus

dahulu beberapa menit sebelum dikonsumsi. Ketika berenang di

danau atau sungai, harus diperingatkan untuk tidak menelan air.

Semua buah dan sayuran harus dibersihkan menyeluruh dengan

air yang bersih (air rebusan, saringan, atau olahan) sebelum

dikonsumsi. Limbah manusia atau hewan yang tidak diolah

tidak dapat digunakan sebagai pupuk pada buah-buahan dan

sayuran. Semua daging dan makanan laut harus dimasak. Hanya

22
produk susu yang dipasteurisasi dan jus yang boleh dikonsumsi.

Wabah EHEC terakhir berhubungan dengan meminum jus apel

yang tidak dipasteurisasi yang dibuat dari apel terkontaminasi,

setelah jatuh dan terkena kotoran ternak.

Vaksinasi cukup menjanjikan dalam mencegah diare infeksius,

tetapi efektivitas dan ketersediaan vaksin sangat terbatas. Pada

saat ini, vaksin yang tersedia adalah untuk V. colera, dan

demam tipoid. Vaksin kolera parenteral kini tidak begitu efektif

dan tidak direkomendasikan untuk digunakan. Vaksin oral

kolera terbaru lebih efektif, dan durasi imunitasnya lebih

panjang. Vaksin tipoid parenteral yang lama hanya 70 % efektif

dan sering memberikan efek samping. Vaksin parenteral terbaru

juga melindungi 70 %, tetapi hanya memerlukan 1 dosis dan

memberikan efek samping yang lebih sedikit. Vaksin tipoid oral

telah tersedia, hanya diperlukan 1 kapsul setiap dua hari selama

4 kali dan memberikan efikasi yang mirip dengan dua vaksin

lainnya.

Pencegahan terhadap aspek higiene perorangan adalah:

1. Mencuci tangan dengan sabun setelah keluar dari kamar kecil

dan sebelum menjamah makanan.

2. Mengkonsumsi air minum yang sudah dimasak (mendidih).

Jika minum air yang tidak dimasak, dalam hal ini air minum

23
kemasan hendaknya diperhatikan tutup botol atau gelas yang

masih tertutup rapi dan tersegel dengan baik.

3. Tidak memakan sayuran, ikan dan daging mentah atau

setengah matang.

4. Mencuci sayuran dengan bersih sebelum dimasak.

5. Mencuci dengan bersih buah-buahan yang akan dikonsumsi.

6. Selalu menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan

secara teratur dan menggunting kuku.

7. Mencuci alat makan (piring, sendok, garpu) dan alat minum

(gelas, cangkir) dengan menggunakan sabun dan dikeringkan

dengan udara. Jika menggunakan kain lap, hendaknya

menggunakan kain lap yang bersih dan kering.

8. Mencuci dengan bersih alat makan-minum bayi/anak-anak

dan merendam dalam air mendidih sebelum digunakan.

9. Bagi para pengusaha makanan (restoran, katering)

menerapkan aturan yang ketat dalam penerimaan terhadap

calon penjamah makanan (food handler) yang akan bekerja

dengan mensyaratkan pemeriksaan tinja terhadap

kemungkinan adanya carrier atau penderita asimptomatik

pada para calon penjamah makanan. Selama para penjamah

makanan tersebut bekerja, minimal 6 bulan sekali dilakukan

pemeriksaan tinja.

10.Membuang kotoran, air kotor dan sampah organik secara baik

dengan tidak membuangnya secara sembarangan.

24
11.Segera berobat ke petugas kesehatan jika frekuensi buang air

meningkat, sakit pada bagian abdomen dan kondisi tinja

encer, berlendir dan terdapat darah. Sebelum berobat atau

minum obat, minum cairan elektrolit guna mencegah

timbulnya kekurangan cairan tubuh.

Pencegahan terhadap aspek sanitasi lingkungan adalah:

1. Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat. Prinsip

pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat adalah

tinja yang dibuang terisolir dengan baik sehingga tidak

dihinggapi serangga, tidak mengeluarkan bau, dan tidak

mencemari sumber air.

2. Menggunakan air minum dari sumber air bersih yang sanitair

(air ledeng, pompa sumur dangkal atau dalam, penampungan

air hujan).

3. Menghindari pemupukan tanaman dengan kotoran manusia

dan hewan. Jika menggunakan pupuk kandang dan kompos,

pastikan bahwa kondisi pupuk kandang atau kompos tersebut

benar-benar kering.

4. Menutup dengan baik makanan dan minuman dari

kemungkinan kontaminasi serangga (lalat, kecoak), hewan

pengerat (tikus), hewan peliharaan (anjing, kucing) dan debu

(IDAI2009).

25
2.2. Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare di

Puskesmas

Program pencegahan dan pemberantasan penyakit diare (P2Diare)

adalah salah satu usaha pokok di puskesmas. Secara umum program

P2D meliputi penemuan kasus dini, diagnosis, pengobatan, surveilans,

penyediaan air bersih, distribusi logistik, komunikasi informasi dan

edukasi dan laboratorium (Depkes RI, 2011).

Tujuan umum dari program pengendalian penyakit diare adalah

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas

program dan lintas sektor terkait. Tujuan khususnya yaitu ; tercapainya

penurunan angka kesakitan, terlaksananya tatalaksana diare sesuai

standar, diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah

penyakit diare di masyarakat, terwujudnya masyarakat yang mengerti,

menghayati dan melaksanakan hidup sehat dan tersusunnya rencana

kegiatan pengendalian penyakit diare di wilayah kerja.

Strategi program pengendalian penyakit diare yaitu melaksanakan tata

laksana diare yang standar di sarana kesehatan melalui Lima Langkah

Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), meningkatkan tatalaksana

penderitas diare di rumah tangga yang tepat dan benar, meningkatkan

SKD dan penanggulangan KLB diare, melaksanakan upaya

pencegahan yang efektif dan melaksanakan monitoring dan evaluasi.

26
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian penyakit diare di

puskesmas yaitu tatalaksana penderita diare, surveilans epidemiologi,

promosi kesehatan, pencegahan diare, pengelolaan logistik serta

pemantauan dan evaluasi.

Pada program P2D, terdapat kebijakan mutu bertujuan untuk

memberikan arah dalam penanggulangan diare di wilayah kerja

puskesmas. Terdapat beberapa target yang harus dicapai atau sasaran

mutu seperti di bawah ini: (Depkes RI, 2011)

1. 100% Puskesmas melaporkan kasus diare tepat waktu

2. Angka kematian 0%

3. KLB diare 0%

4. 100% masyarakat terlayani air bersih

5. 100% Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan mampu melakukan

rehidrasi intravena

6. Angka kesakitan <1% (50/1000 penduduk )

7. 100% kader terlatih tentang penanganan penderita diare

8. 100% penderita diare tertangani

9. 100% oralit tersedia di kader miminal 10 sachet/200ml

10. 100% medis dan paramedis melakukan tatalaksana diare (MTBS)

11. 100% ketepatan diagnosis

12. 100% cakupan imunisasi campak

13. 100% puskesmas memiliki protab tatalaksana diare

14. 100% penderita diare diobati dan menerima oralit

27
15. 100% PDAM bebas kuman

16. 100% Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan memiliki pojok oralit

17. 100% Puskesmas Kecamatan memiliki klinik sanitas

18. 100% masyarakat menggunakan jamban pada daerah kumuh

28
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

a. Berdasarkan evaluasi Program Pemberantasan Diare di Puskesmas

Ketapang periode Januari-Desember 2018, didapatkan masalah

penemuan dan penanganan diare tidak mencapai target (34%).

b. Faktor penyebab masalah yang telah diidentifikasi adalah masalah

PSP ( Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ) masyarakat terhadap

kewaspadaan diare.

c. Alternatif pemecahan masalah yang dapat dipertimbangkan yaitu

dengan menyediakan sarana pojok oralit di puskesmas.

B. Saran

a. Bagi Puskesmas Ketapang

1) Melakukan pelatihan bagi para kader sehingga program

pelaksanaan P2D dapat terlaksana dan kegiatan-kegiatan

penyuluhan dapat dilakukan lebih baik

2) Peningkatan pelatihan penyuluhan kader secara berkala yang

terintegrasi agar dapat dilakukan penyampaian informasi secara

menarik dan efektif kepada masyarakat.

29
b. Bagi Pendidikan

1) Memberi kesempatan pada dokter internship yang sedang

menjalani program internship untuk berinteraksi dan memberikan

penyuluhan ke masyararakat.

2) Memberi kesempatan pada dokter internship untuk dapat

membatu pelaksanaan evaluasi program P2D secara berkala.

c. Bagi Kader dan Masyarakat

1) Lebih turut berperan serta secara aktif dalam setiap kegiatan yang

dilakukan Puskesmas termasuk sosialisasi tentang diare sehingga

dapat mengenali kewaspadaan diare.

30

Anda mungkin juga menyukai