Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE

DI RUANG DAHLIA RSUD Prof. Dr. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

Disusun Oleh :

INTAN GATTY NUGRAHA

1811040041

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
A. Pengertian

Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal jantung
kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang insiden dan angka
kejadiannya (prevalensinya) terus meningkat. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10 % per tahun pada kasus gagal jantung ringan, yang akan
meningkat menjadi 30-40 % pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung
merupakan penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(readmision), meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal.

CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh


(Ebbersole, Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia (lansia)
karena penurunan fungsi ventrikel akibat proses penuaan.CHF ini dapat menjadi
kronis apabila disertai dengan penyakit-penyakit seperti hipertensi, penyakit katup
jantung, kardiomiopati (kelainan fungsi otot jantung), dan lain-lain. CHF ini juga
dapat berubah menjadi akut dan berkembang secara tiba-tiba pada kasus miokard
infark (penyakit serangan jantung akibat gangguan aliran darah ke otot jantung).

Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu


mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan
pengisian darah pada vena normal. Namun, definisi-definisi lain menyatakan bahwa
gagal jantung bukanlah suatu penyakit yang terbatas pada satu organ, malainkan suatu
sindrom klinis akibat kelainan jantung yang ditandai dengan respons hemodinamik,
renal, neural, dan hormonal. (Mutaqqin, 2009)

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung. Kelainan ini mengakibatkan jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Atau, jantung hanya mampu memompa
darah jika disertai peninggian volume diastolik secara abnormal. (Masnjoer, 2000)

Gagal jantung adalah sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai
oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh
kelainan struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan
yang mengakibatkan tejadinya pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik)
dan atau kotraktilitas miokardial (disfungsi sistolik). (Sudoyo Aru, dkk, 2009)
Para ahli kesehatan yang lain pun mengajukan definisi yang kurang lebih sama
di antaranya Brunner dan Sudartt yang mendefinisikan bahwa gagal jantung dalah
ketidakmampuan jantung daam memompa darah yang memadai (adekuat) untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. (Brunner & Sudartt, 2002)

B. Etiologi

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, yang
berdampak pada menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

2. Aterosklerosis Koroner

Kelainan ini mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran


darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.

3. Hipertensi Sistemik atau Hipertensi Pulmonal Gangguan ini menyebabkan


meningkatknya beberapa kerja jantung dan pada gilirannya juga turut
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat dianggap
sebagai mekanisme kompensasi, karena akan meningkatkan kontraktilitas
jantung.

4. Peradangan dan Penyakit Miokardium Degenenratif

Gangguan kesehatan ini berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini
secara langsung dapat merusak serabut jantung dan menyebabkan
kontraktilitas menurun.

5. Penyakit Jantung yang lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi organ jantung. Mekanisme yang
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (misalnya
stenosis katup seminuler) serta ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(misalnya tamponade perikardium, perikarditas, konstriktif, atau stenosis
katup siensi katup AV).

C. Klasifikasi

Klasifikasi / grade CHF atau gagal jantung menurut New York Heart Association
terbagi dalam 4 kelainan fungsional:

1. Grade I, timbul sesak pada aktifitas fisik berat.

2. Grade II, timbul sesak pada aktifitas fisik sedang.

3. Grade II, sesak pada aktifitas fisik ringan.

4. Grade IV, sesak pada aktifitas fisik sangat ringan/istirahat.

D. Tanda dan Gejala

1. Dispnea, yang terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Gangguan ini dapat terjadi saat istirahat ataupun beraktivitas
(gejalanya bisa dipicu oleh aktivitas gerak yang minimal atau sedang).

2. Ortopnea, yakni kesulitan bernapas saat penderita berbaring.

3. Paroximal, yakni nokturna dispnea,. Gejala ini biasanya terjadi setelah pasien
duduk lama dengan posisi kaki dan tangan di bawah atau setelah berbaring ke
tempat tidur.

4. Batuk, baik kering maupun basah sehingga menghasilkan dahak / lendir (sputum)
berbusa dalam jumlah banyak, kadang disertai darah dalam jumlah banyak.

5. Mudah lelah, dimana gejala ini muncul akibat cairan jantung yang kurang
sehingga menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal, di
samping menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.

6. Kegelisahan akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat munculnya rasa


sesak saat bernapas, dan karena si penderita mengetahui bahwa jantungnya tidak
berfungsi dengan baik.

7. Difungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan, dengan tanda dan gejala
sebagai berikut :
- Edema ekstremitas bawah atau edema dependen.

- Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas abdomen.

- Anoreksia dan mual, yang terjadi akibat pembesaran vena dan status vena di
dalam rongga abdomen.

- Rasa ingin kencing pada malam hari, yang terjadi karena perfusi renal dan
didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring.

- Badan lemah, yang diakibatkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan


sirkulasi, dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat dari
jaringan.

E. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan


kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung
(CO: Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume).
Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.
Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi,
yang tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum
Starling pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi
baik pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel
berkurang akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat,
maka volume dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan
meningkat. Hal ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir
diastolik dan menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini
berlangsung lama, maka akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat
istirahat masih bisa berfungsi dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang
berlangsung lama (kronik) akan dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan
sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan
transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah
ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi
sodium dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi,
menimbulkan peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan
penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator.
F. Pathways
Peningkatan
Beban volume
Disfungsi Miokard Beban tekanan Beban sistolik kebutuhan
(AMI) mikarditis berlebihan berlebihan metabolisme berlebihan

Kontraktilitas Beban sistol


Preload
menurun meingkat

Kontraktilitas
menurun

Hambatan pengosongan
ventirkel

COP
Gagal jantung
Beban jantung kanan

CHF

Gangguan ventrikel kiri Gangguan ventrikel kanan

Forward failure Backward failure Tekanan diastol


meningkat
LVED naik
Suplai darah Suplai O2 otak Renal Bendungan atrium
jaringan menurun flow Tekanan vena kanan
pulmonalis
Metabolisme sinkop RAA
anaerob Bendungan vena
Tekanan kapiler sistemik
paru
OAsidosis Penurunan Aldosteron
perfusi
metabolik jaringan Edema paru lien hepar
ADH
Penimbunan asam Ronchi basah splenomegali hepatomegali
laktat & ATP Retensi Na+H2O
Iritasi mukosa paru
Mendesak
diafragma
Intoleransi aktifitas Kelebihan volume Reflek batuk
cairan Sesak nafas
Penumpukan
sekret
Gangguan Ketidakefektifan
pertukaran pola nafas
G. Penatalaksanaan Umum dan Medis

1. Pemeriksaan Diagnostik

a. Ekokardiografi

Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam


diagnosis dan manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasif dan
dapat segera memberikan diagnosis tentang disfungsi jantung serta
informasi yang berkaitan dengan penyebabnya. Kombinasi mode M.
Ekokardiografi 2-D dan Dop-pler membuat tidak diperlukannya
pemeriksaan invasif yang lain. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk
memperkirakan ukuran dan fungsi kiri. Dimensi ventrikel kiri pada
akhir distolik dan sistolik dapat direkam dengan ekokardiografi mode
M. standar.

b. Rontgen Dada

Foto sinar X-dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya


hipertensi vena, edema par, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya
peningkatan tekanan vena paru adalah diversi aliran darah ke daerah
atas dan adanya peningkatan ukuran pembuluh darah.

c. Elektrokardiografi

Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab,


EKG tidak dapat menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal
menimbulkan kecurigaan akan adanya diagnosis yang salah. Pada
pemeriksaan EKG untuk pasien dengan gagal jantung dapat ditemukan
kelainan EKG seperti berikut :

─ Left bundle branch block atau kelainan ST/T yang


menunjukkan disfungsi ventrikel kiri kronis.

─ Jika pemeriksaan gelombang Q menunjukkan infark


sebelumnya dan kelainan pada segmen ST, maka ini
merupakan indikasi penyakit jantung iskemik.
─ Hipertrofi ventrikel kiri dan gelombang T terbalik
menunjukkan stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi.

─ Aritmia : deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block,


dan hipertrofi ventrikel kanan menunjukkan adanya disfungsi
ventrikel kanan.

2. Penatalaksanaan Medis

a. Pemeriksaan Oksigen

Pemberian oksigen sangat dibutuhkan, terutama pada pasien gagal


jantung yang disertai dengan edema paru. Pemenuhan oksigen akan
mengurangi kebutuhan miokardium dan membantu memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.

b. Terapi Nitrat dan Vasodilator

Penggunaan nitrat, baik secara akut maupun kronis, dalam


penatalaksanaan gagal jantung telah banyak mendapatkan dukungan
dari para pakar kesehatan, dengan menyebabkan vasodilatasi perifer,
jantung di unloaded (penurunan afterload), pada peningkatan curah
jantung lanjut, penurunan pulmonary artery wedge pressure
(pengukuran derajat kongestif dan beratnya gagal ventrikel kiri), serta
penurunan pada konsumsi oksigen mokard. Bentuk terapi ini telah
diketahui bermanfaat pada gagal jantung ringan sampai sedang, serta
pada kasus gagal edema pulmonal akut yang berhubungan dengan
infark miokard, gagal ventrikel kiri yang sulit sembuh kronis, dan
kegagalan yang berhubungan dengan regurgitasi mitrat berat.

c. Dieuretik

Selain tirah baring (bed rest), pembatasan garam dan air serta
dieuretik-baik oral maupun parental-akan menurunkan preload dan
kerja jantung. Dieuretik memiliki efek antihipertensi dengan
meningkatkan pelepasan air dan garam natrium. Hal ini menyebabkan
penurunan volume cairan dan merendahkan tekanan darah.
H. FOKUS PENGKAJIAN

Pengkajian Primer
§   Airway
a. Sumbatan atau penumpukan sekret
b. Wheezing atau krekles
§   Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
c. Ronchi, krekles
d. Ekspansi dada tidak penuh
e. Penggunaan otot bantu nafas
§   Circulation
a. Nadi lemah , tidak teratur
b. Takikardi
c. TD meningkat / menurun
d. Edema
e. Gelisah
f. Akral dingin
g. Kulit pucat, sianosis
h. Output urine menurun
§   Pengkajian Sekunder
Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
a. Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
b. Palpitasi atau berdebar-debar.
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas saat
beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari dua
buah.
d. Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Insomnia
g. Kaki bengkak dan berat badan bertambah
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2.        Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3.        Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4.        Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5.        Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6.        Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7.        Postur, kegelisahan, kecemasan
8.        Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang merupakan
faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat perkembangan CHF.
  Pemeriksaan Fisik
1.        Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi aktivitas,
nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah, mean arterial
presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans, Gallop’s, murmur.
2.        Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales, wheezing)
3.        Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
4.        Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang
kronis
5.        Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
6.        Konjungtiva pucat, sklera ikterik
I. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul.

1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan


frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup

2. Ketidakefektifan pola nafas tidak efektif b/d penurunan volume paru

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan tidak efektif b/d menurunnya curah jantung,


hipoksemia jaringan, asidosis dan kemungkinan thrombus atau emboli

4. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti paru, hipertensi pulmonal, penurunan


perifer yang mengakibatkan asidosis laktat dan penurunan curah jantung

5. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan dan
natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi pulmonal
J. Rencana tindakan

Diagnosa
N
Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
o
1 Penurunan curah NOC : Cardiac Care
jantung b/d respon 1. Cardiac Pump effectiveness 1. Evaluasi adanya nyeri
fisiologis otot 2. Circulation Status dada
jantung, 3. Vital Sign Status ( intensitas,lokasi,
peningkatan durasi.
frekuensi, dilatasi, Kriteria Hasil: 2. Catat adanya disritmia
hipertrofi atau jantung.
1. Tanda Vital dalam rentang
peningkatan isi 3. Catat adanya tanda
normal (Tekanan darah,
sekuncup dan gejala penurunan
Nadi, respirasi)
2. Dapat mentoleransi cardiac output.
aktivitas, tidak ada 4. Monitor status
kelelahan. kardiovaskuler.
3. Tidak ada edema paru, 5. Monitor status
perifer, dan tidak ada asites. pernafasan yang
4. Tidak ada penurunan menandakan gagal
kesadaran jantung
6. Monitor abdomen
sebagai indicator
penurunan perfusi.
7. Monitor adanya
perubahan tekanan
darah
8. Monitor adanya
dyspneu, fatigue,
tekipneu dan ortopneu

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri.
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
5. Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
§§ 
2 Ketidakefektifan NOC NIC
pola nafas 1. Respiratory status :
Ventilation
1.
       

2. Respiratory status : Posisikan


Airway patency pasien untuk
3. Vital sign Status memaksimalkan
ventilasi
Setelah dilakukan tindakan 2. Lakukan
keperawatan selama 3x24 jam fisioterapi dada jika
Pasien menunjukan keefektifan perlu.
pola napas, dibuktikan
dengan : 3. Keluarkan
Kriteria Hasil : sekret dengan batuk
1. Mendemonstrasikan atau suction
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
4. Auskultasi
suara nafas, catat
(mampu mengeluarkan adanya suara
sputum, mampu bernafas tambahan
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas
5. Monitor
respirasi dan status O2
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
6. Pertahankan
pernafasan dalam rentang jalan nafas yang paten.
normal, tidak ada suara
nafas abnormal) 7. Observasi
3. Tanda Tanda vital dalam adanya tanda tanda
rentang normal (tekanan hipoventilasi
darah, nadi, pernafasan)
8. Monitor
adanya kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi.

9. Monitor vital
sign

      

3 Ketidakefektifan NOC : NIC :


Perfusi jaringan 1. Circulation statu Peripheral Sensation
b/d menurunnya 2. Tissue Prefusion : Management (Manajemen
curah jantung, cerebral sensasi perifer)
hipoksemia Kriteria Hasil : 1. Monitor adanya
jaringan, asidosis 1. mendemonstrasikan daerah tertentu yang
dan kemungkinan status sirkulasi . hanya peka terhadap
thrombus atau panas/dingin/tajam/tu
2. Tekanan systole
emboli mpul.
dandiastole dalam
rentang yang 2. Monitor adanya
diharapkan paretese
3. Tidak ada tanda tanda 3. Instruksikan keluarga
peningkatan tekanan untuk mengobservasi
intrakranial (tidak kulit jika ada lsi atau
lebih dari 15 mmHg) laserasi
4. Tidak ada gerakan 4. Gunakan sarun tangan
gerakan involunter untuk proteksi
5. Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
6. Monitor kemampuan
BAK
7. Kolaborasi pemberian
analgetik
8. Monitor adanya
tromboplebitis
9. Diskusikan menganai
penyebab perubahan
sensasi.

4 Gangguan NOC : NIC :


1. Respiratory Status :
pertukaran gas Gas exchange Airway Managemen
b/d kongesti 2. Respiratory Status :
ventilation. 1. Buka jalan nafas,
paru, hipertensi 3. Vital Sign Status guanakan teknik chin
pulmonal, Kriteria Hasil : lift atau jaw thrust
1. Mendemonstrasikan bila perlu
penurunan peningkatan ventilasi 2. Posisikan pasien
dan oksigenasi yang untuk
perifer yang
adekuat memaksimalkan
mengakibatkan 2. Memelihara kebersihan ventilasi
paru paru dan bebas
asidosis laktat 3. Identifikasi pasien
dari tanda tanda
distress pernafasan
perlunya
dan penurunan pemasangan alat
3. Mendemonstrasikan
curah jantung. batuk efektif dan suara jalan nafas buatan
nafas yang bersih, 4. Keluarkan sekret
tidak ada sianosis dan dengan batuk atau
dyspneu (mampu suction
mengeluarkan sputum, 5. Auskultasi suara
mampu bernafas nafas, catat adanya
dengan mudah, tidak suara tambahan.
ada pursed lips) 6. Monitor respirasi
4. Tanda tanda vital dan status O2
dalam rentang normal
Respiratory Monitoring

1. Monitor rata –
rata, kedalaman, irama
dan usaha respirasi

2. Catat
pergerakan dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan
intercostal

3. Monitor suara
nafas, seperti dengkur

4. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia, kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot

5 Kelebihan volume Fluid management


cairan b/d NOC : 1. Pertahankan catatan
berkurangnya 1. Electrolit and acid base intake dan output yang
curah jantung, balance akurat
retensi cairan dan 2. Fluid balance 2. Pasang urin kateter
natrium oleh jika diperlukan
ginjal, hipoperfusi 3. Monitor hasil lab yang
ke jaringan perifer sesuai dengan retensi
dan hipertensi cairan (BUN , Hmt ,
Kriteria Hasil:
pulmonal osmolalitas urin  )
1. Terbebas dari edema,
efusi 4. Kaji lokasi dan luas
2. Bunyi nafas bersih, edema
tidak ada 5. Monitor masukan
dyspneu/ortopneu makanan / cairan dan
3. Terbebas dari distensi hitung intake kalori
vena jugularis, reflek harian
hepatojugular (+) 6. Monitor status nutrisi
4. Memelihara tekanan
vena sentral, tekanan Fluid Monitoring
kapiler paru, output 1. Tentukan riwayat
jantung dan vital sign jumlah dan tipe intake
dalam batas normal cairan dan eliminaSi
5. Terbebas dari 2. Tentukan
kelelahan, kecemasan kemungkinan faktor
atau kebingungan resiko dari ketidak
6. Menjelaskan indikator seimbangan cairan
kelebihan cairan (Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll )
3. Monitor serum dan
elektrolit urine
4. Monitor adanya
distensi leher, rinchi,
eodem perifer dan
penambahan B
5. Monitor tanda dan
gejala dari odema
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardhi. 2013. Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-
NOC. Edisi Revisi jilid 1. Jakarta

Ardiansyah M. 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta : DIVA Press

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung.,et al, edisi 8. Jakarta: EGC

Ethel,Sloane. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Mutaqqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Sudoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 1,2,3, edisi keempat. Internal
Publishing. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai