SKENARIO 2
BLOK NEONATES-CHILDHOOD AND GERIATRIC
DISUSUN OLEH:
1. Riza Putri Octarianti G1A116053
2. Reni dwiAstuti G1A116054
3. Obrilian Islami Juany G1A116055
4. Nanda Anandita G1A116056
5. Febi Sofiana G1A116057
6. Ririn Hayu Pangestu G1A116058
7. Puti Assyifa Alwis G1A116059
8. Shofia Wahdini G1A116060
9. Larassati G1A116061
10. Amelia Rachel Zaebrina G1A116062
11. Ilham Yuri Lubis G1A116063
12. Meta Hawika Putri G1A116064
Kakek M, seorang pensiunan guru yang masih bugar di usianya yang 70 tahun
tiba-tiba merasa berkunang-kunang dan jatuh terjerumus parit pada saat jalan-jalan di
pagi hari bersama isterinya. Kakek M mengeluh kesakitan pada tungkainya. Saat ini
kesadaran kakek M baik, dapat menjelaskan kepada keluarga kronologis kejadian
yang dialaminya. Kakek M segera dibawa ke RS, kepada dokter UGD beliau
menceritakan dalam 3 bulan ini, sudah jatuh 3 kali selain itu kakek M juga mengeluh
sering pusing berputar, mata kabur, dan pendengaran berkurang.
Dokter menjelaskan saat ini kakek M harus melakukan tirah baring untuk
proses penyembuhan yang optimal dan menjelaskan kepada keluarga komplikasi
yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama. Dokter juga menjelaskan
kakek M harus menjalani rahabilitasi setelah sembuh dari fraktur.
KLARIFIKASI ISTILAH:
4. Apa hubungan jenis kelamin dan umur terhadap keluhan yang dialami oleh
kakek M ?
Jawab :
Umur : penuaan menyebabkan penurunan fungsi fisiologis
Jenis kelamin : wanita pasca menopause meningkatkan risiko osteoporosis
(faktor hormone estrogen)
Ada beberapa hal yang membuat mata kabur pada pasien geriatri, yaitu
penurunan akomodasi, penurunan konstriksi pupil, dan proses penuaan.
Selain itu, juga terjadi penurunan ukuran pupil atau pupil mengalami
miosis karena otot sfingter pupil mengalami sclerosis sehingga
mengakkibatkan kesempitan lapang pandang. Proses penuaan juga
mnyebabkan lemak akan berkamulasi di sekitar kornea dan membentuk
lingkaran putih kekuningan antara iris dengan skelara, hal inilah yang
membuat mata pada geriatric akan kabur dan sukar fokus serta sensitifitas
terhadap cahaya meningkat.
C. Pendengaran berkurang
D. Sering jatuh
Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh :
a. Sistem sensorik
Faktor yang berperan di dalamnya adalah : visus (penglihatan),
pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau
perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua
penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan
fungsi vertibuler akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit
degenaritf leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan
sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia
mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan
normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan gungsi SSP
sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan
meningkatnya resiko jatuh.
d. Musculoskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti
merupakan faktor yang benar-benar murni milik lansia yang berperan
besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan
proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses
menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
1) Kekakuan jaringan penghubung Berkurangnya masa otot
2) Perlambatan massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus / lapangan pandang
5) Kerusakan proprioseptif.
a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya
sedikit sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin
disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh
juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba –
tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di
tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding
saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda
perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan
ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut
dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh,
misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif
menahun, nyeri dada tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik,
dan lain – lain.3
c. Glaukoma
Faktor penyebab :
a. Katarak
- Presbiskusis
FRAKTUR.6
1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
a. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan,
pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang
itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
2. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
3. TANDA KLASIK FRAKTUR :
a. Nyeri
b. Perubahan bentuk
c. Bengkak
d. Peningkatan temperatur local
e. Pergerakan abnormal.
f. Krepitasi
g. Kehilangan fungsi
4. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.
5. KOMPLIKASI FRAKTUR
A. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
b. Functional ROM
ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik.
Contohnya : ROM lutut dari ekstensi penuh (0 derajat) sampai
fleksi 90 derajat merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM
tersebut adalah ROM fungsional untuk duduk.
c. Active ROM
Pasien melakukan gerakan sendi secara parsial atau penuh tanpa
bantuan orang lain. Tujuan latihan ini untuk memelihara ROM dan
kekuatan minimal akibat kurangnya aktivitas dan untuk
menstimulasi sistem kardiopulmoner. Sasaran latihan tersebut
adalah otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 s.d 4).
i) Perubahan Struktur
Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan
terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan
merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi
kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-
terkait.Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasipada otot
jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti
penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan
dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada
lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada
usia 30-70 tahun.
q) Perubahan-perubahan Psikososial.
1) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purnatugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
Kehilangan finansial (income berkurang).
Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
Kehilangan teman/kenalanataurelasi.
Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality)
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.
7) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-temandan family.
10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.9,10