Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO 2
BLOK NEONATES-CHILDHOOD AND GERIATRIC

DISUSUN OLEH:
1. Riza Putri Octarianti G1A116053
2. Reni dwiAstuti G1A116054
3. Obrilian Islami Juany G1A116055
4. Nanda Anandita G1A116056
5. Febi Sofiana G1A116057
6. Ririn Hayu Pangestu G1A116058
7. Puti Assyifa Alwis G1A116059
8. Shofia Wahdini G1A116060
9. Larassati G1A116061
10. Amelia Rachel Zaebrina G1A116062
11. Ilham Yuri Lubis G1A116063
12. Meta Hawika Putri G1A116064

DOSEN PENGAMPU: dr. Asro Hayani Harahap

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
SKENARIO

Kakek M, seorang pensiunan guru yang masih bugar di usianya yang 70 tahun
tiba-tiba merasa berkunang-kunang dan jatuh terjerumus parit pada saat jalan-jalan di
pagi hari bersama isterinya. Kakek M mengeluh kesakitan pada tungkainya. Saat ini
kesadaran kakek M baik, dapat menjelaskan kepada keluarga kronologis kejadian
yang dialaminya. Kakek M segera dibawa ke RS, kepada dokter UGD beliau
menceritakan dalam 3 bulan ini, sudah jatuh 3 kali selain itu kakek M juga mengeluh
sering pusing berputar, mata kabur, dan pendengaran berkurang.

Dari pemeriksaan dokter tekanan darah 140/100 mmHg. Hasil pemeriksaan


laboratorium UGD di dapatkan GDS 180 mg/dl, Hb 10,5 gr %, tidak ditemukan
proteinuria. EKG dalam batas normal. Dari pemeriksaan radiologi pada kedua
tungkai dan ditemukan adanya fraktur.

Dokter menjelaskan saat ini kakek M harus melakukan tirah baring untuk
proses penyembuhan yang optimal dan menjelaskan kepada keluarga komplikasi
yang dapat ditimbulkan akibat tirah baring yang lama. Dokter juga menjelaskan
kakek M harus menjalani rahabilitasi setelah sembuh dari fraktur.
KLARIFIKASI ISTILAH:

1. Berkunang-kunang : perasaan seperti akan jatuh pingsan


2. Proteinuria : protein dalam urin yang jumlahnya 100 mg per 24 jam pada
orang dewasa dan 140 mg per 24 jam pada anak-anak
3. Fraktur : hilangnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan
luasnya dan ditandai dengan nyeri, deformitas serta pemendekan tulang.
4. Tirah baring : perawatan kedokteran yang melibatkan berbaringnya pasien di
tempat tidur dalam jangka waktu yang ditentukan
5. Rehabilitasi: proses membantu penderita untuk perbaikan psikologis dan
sosial yang maksimal
IDENTIFIKASI MASALAH:

1. Apa yang menyebabkan kakek M tiba-tiba berkunang-kunang sehingga


menyebabkan kakek M terjatuh ?
2. Bagaimana pencegahan dan komplikasi terjatuh pada lansia ?
3. Dalam skenario disebutkan bahwa kakek M sudah 3x terjatuh dalam 3 bulan
terakhir. Apa hubungan pusing berputar, mata kabur, dan pendengaran
berkurang terhadap keluhan yang dialami oleh kakek M tersebut ?
4. Apa hubungan jenis kelamin dan umur terhadap keluhan yang dialami oleh
kakek M ?
5. Faktor-faktor apa saja yang membuat penurunan pendengaran dan penglihatan
pada lansia ?
6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan dokter terhadap kakek M ?
7. Jelaskan mengenai fraktur !
8. Jelaskan mengenai indikasi dan komplikasi tirah baring !
9. Apa manfaat dari rehabilitasi ?
10. Bagaimana rehabilitasi untuk pasien fraktur ?
11. Bagaimana proses fisiologis dari penuaan ?
12. Bagaimana tatalaksana untuk kasus kakek M ?
BRAIN STORMING:

1. Apa yang menyebabkan kakek M tiba-tiba berkunang-kunang sehingga


menyebabkan kakek M terjatuh ?
Jawab :
Kakek M mengalami kehilangan keseimbangan yang mana hal ini
menyebabkan beliau tiba-tiba berkunang-kunang kemudian terjatuh.

2. Bagaimana pencegahan dan komplikasi terjatuh pada lansia ?


Jawab :
Pencegahan : identifikasi faktor risiko, penilaian pola berjalan, dan mengatasi
faktor situasional
Komplikasi : ketakutan, fraktur, kematian

3. Dalam skenario disebutkan bahwa kakek M sudah 3x terjatuh dalam 3 bulan


terakhir. Apa hubungan pusing berputar, mata kabur, dan pendengaran
berkurang terhadap keluhan yang dialami oleh kakek M tersebut ?
Jawab :
Pusing berputar : karena vertigo yang dialami oleh kakek M
Mata kabur, pendengaran berkurang : akibat proses penuaan yang dialami
oleh kakek M
Pendengaran berkurang : dipengaruhi oleh perubahan dari struktur telinga
pada lansia, penurunan hormone aldosterone, serta penumpukan serumen
yang dapat menyebabkan tinnitus pada pasien geriatric.
Jatuh : karena mata kabur dan pendengaran kakek M telah berkurang, serta
pada lansia terjadi perubahan gaya berjalan yang cenderung membongkok
membuat kekek M tidak fokus terhadap keadaan sekitar.
Faktor-faktor tersebutlah yang mungkin berhubungan dengan kejadian jatuh
yang telah dialami oleh kakek M dalam tiga bulan terakhir ini.

4. Apa hubungan jenis kelamin dan umur terhadap keluhan yang dialami oleh
kakek M ?
Jawab :
Umur : penuaan menyebabkan penurunan fungsi fisiologis
Jenis kelamin : wanita pasca menopause meningkatkan risiko osteoporosis
(faktor hormone estrogen)

5. Faktor-faktor apa saja yang membuat penurunan pendengaran dan penglihatan


pada lansia ?
Jawab :
Mata kabur : melemahnya otot siliaris, penurunan kontraksi pupil
Pendengaran berkurang : dipengaruhi oleh perubahan dari struktur telinga
pada lansia, penurunan hormone aldosterone, serta penumpukan serumen
yang dapat menyebabkan tinnitus pada pasien geriatric.

6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan dokter terhadap kakek M ?


Jawab :
TD : naik
GDS : normal
Hb :rendah
Urin : normal
EKG : normal
Radiologi : fraktur kedua tungkai

7. Jelaskan mengenai fraktur !


Jawab :
Fraktur adalah Rusaknya kontinuitas struktur tulang baik karena trauma
maupun non trauma.
Klasifikasi Fraktur :
- Berdasarkan penyebab : traumatic, patologis, stress
- Berdasarkan jenis : terbuka, tertutup, kompresi, stress, greenstick,
transversal, kominutuf, paksi
- Berdasarkan manifestasi klinis : tertutup, terbuka, komplikasi
- Berdasarkan radiologis : transversal, segmental, obliq, impaksi, spiral,
kominutif.

8. Jelaskan mengenai indikasi dan komplikasi tirah baring !


Jawab :
Komplikasi : emboli paru, DVT, ulkus decubitus, penurunan kapasitas otak,
atropi otot
Indikasi : imobilisas.

9. Apa manfaat dari rehabilitasi ?


Jawab :
Memperbaiki kondisi fisiologis dan social pasien, serta meningkatkan kualitas
hidup pasien.

10. Bagaimana proses fisiologis dari penuaan ?


Jawab :
Penurunan cairan dan lemak, fibrosis jaringan tubuh, kehilangan progresif
sistem pangaturan homeostasis tubuh
ANALISIS MASALAH

1. Apa yang menyebabkan kakek M tiba-tiba berkunang-kunang


sehingga menyebabkan kakek M terjatuh ?
Jawab :

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas dan


jatuh pada orang usia lanjut. Pada pasien (kakek M) juga dilaporkan adanya
keadaan jatuh3 kali dalam 3 bulan terakhir ini sebelum masuk rumah sakit,
menyebabkan luka di lutut kanan pasien tanpa adanya kecurigaan terjadi
fraktur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh banyak hal, namun jika dilihat
keseluruhan riwayat pasien, hal utama yang mungkin menyebabkan pasien
jatuh adalah dari faktor intrinsik (lemah, gangguan penglihatan, ataupun
tekanan darah yang tinggi yang menyebabkan timbulnya nyeri kepala). Selain
itu, pasien ini juga mengalami mata berkunang-kunang, hal ini juga
diakibatkan oleh hipotensi ortostatik.

Secara umum, penyebab jatuh pada lansia adalah:

a. Kecelakaan (merupakan penyebab utama) 30-50% kasus lansia1


 Murni kecelakaan, misalnya terpleset, tersandung.
 Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan
akibat proses menua. Misalnya karena mata kurang jelas, benda-
benda yang ada di rumah tertabrak, lalu jatuh.
b. Nyeri kepala dan/atau vertigo
 Penyakit vestibular
 Penyakit sistem saraf
c. Hipotensi orthostatik:
 Hipovolemia / curah jantung rendah
 Disfungsi otonom
 Gangguan aliran darah balik vena
 Terlalu lama berbaring
 Hipotensi sesudah makan
 Pengaruh obat-obat hipotensi
d. Obat-obatan:
 Diuretik, antihipertensi, antidepresan golongan trisiklik, sedatif,
antipsikotik, Obat-obat hipoglikemik serta alcohol.
e. Proses penyakit yang spesifik, misalnya:
 Kardiovaskular
Aritmia, Stenosis aorta, sinkope sinus carotis
 Neurologi
TIA, Stroke, serangan jantung, Parkinson, kompresi saraf spinal
karena Spondilosis, penyakit serebelum
f. Sinkope (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba):
 Drop attack (serangan roboh): Hilangnya kesadaran mendadak.
 Penurunan darah keotak secara tiba-tiba
 Terbakar matahari
g. Idiopatik:
 Tidak ada penyebab yang dapat di identifikasi

2. Bagaimana pencegahan dan komplikasi terjatuh pada lansia ?


Jawab :
Terdapat 3 usaha pokok untuk pencegahan, antara lain :
a. Identifikasi factor risiko2
Pada setiap lansia perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari adanya
faktor intrinsik risiko jatuh, perlu dilakukan assesmen keadaan sensorik,
neurologic, musculo skeletal dan penyakit sistemik yang
mendasari/menyebabkan jatuh.
Keadaan-keadaan ini berupa lingkungan rumah baik berupa penerangan
rumah, lantai pijakan untuk lansia ataupun tempat yang diusahakan untuk
tidak mengganggu aktifitas lansia. Dan juga perlu di perhatikan obat-
obatan yang akan di konsumsi oleh lansia yang mana dapat menyebabkan
gangguan pada lansia karena mekanisme obat tersebut mengganggu sistem
yang ada pada tubuh lansia. Apabila lansia menggunakan alat bantu
berjalan sebaiknya lansia diberikan tongkat, tripod, truk atau walker yang
terbuat dari bahan yang kuat dan ringan sehingga tidak mengganggu
lansia.
b. Penilaian pola berjalan (gait) dan keseimbangan8
1. Penilaian pola berjalan secara klinis.
Salah satu bentuk aplikasi fugnsional dari gerak tubuh adalah pola
jalan. keseimbangan, kekuatan, dan fleksibilitas di perlukan untuk
mempertahankan postur yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar
untuk mewujudkan pola jalan yang baik pada setiap individu.
2. Penilaian keseimbangan
Pemeriksaan keseimbangan seharusnya dilakukan saat berdiri secara
statistic dan dinamik, termasuk pemeriksaan kemampuan untuk
bertahan terhadap ancaman baik internal dan eksternal, testersebut
berupa penghilangan input visual saat berdiri dengan kaki menyempit
(Tes Romberg). Kemampuan untuk mempertahankan postur berdiri
sebagai respon dari gangguan internal yang dapat dilakukan dengan
meminta pasien untuk melakukan tes pencapaian fungsional, tes
tersebut berupa tes reflek yang benar (The Test of tighting reflexes).
c. Mengatur/mengatasi factor situasional8
Factor situasional yang bersifat serangan akut/eksaserbasi akut penyakit
yang di derita lansia dapat dicegah dengan pemeriksaan rutin kesehatan
lansia secara periodic dan perlu pula diberitahukan kepada lansia untuk
tidak melakukan aktifitas fisik yang sangat melelahkan atau berisiko untuk
terjadinya jatuh pada lansia.

3. Dalam skenario disebutkan bahwa kakek M sudah 3x terjatuh dalam


3 bulan terakhir. Apa hubungan pusing berputar, mata kabur, dan
pendengaran berkurang terhadap keluhan yang dialami oleh kakek
M tersebut ?
Jawaban :
Ditinjau satu-persatu berdasarkan keluhan yang dialami oleh kakek M,
adalah sebagai berikut :3,4
A. Pusing berputar
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan
tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang
sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat
Seiring dengan bertambahnya usia, struktur di dalam telinga mulai berubah
dan terjadi penurunan fungsi. Kemampuan seseorang untuk mendengar akan
berkurang, selain itu juga terdapat gangguan dalam menjaga keseimbangan
baik ketika duduk, berdiri, dan berjalan. Gangguan pendengaran yang terkait
dengan umur yaitu presbikusis.
B. Mata kabur

Ada beberapa hal yang membuat mata kabur pada pasien geriatri, yaitu
penurunan akomodasi, penurunan konstriksi pupil, dan proses penuaan.

Pada proses penuaan, terjadi awitan presbiopi dengan kehilangan


kemampuan akomodasi karena mengendurnya dan melemahnya otot siliaris
pupil, lensa kristalin mengalami sclerosis sehingga kehilangan elastisitasnya.
Hal tersebut membuat mata tidak bisa memfokuskan penglihatan jarak dekat,
implikasinya sulit membacah uruf yang kecil dan membaca dengan jarak yang
dekat.

Selain itu, juga terjadi penurunan ukuran pupil atau pupil mengalami
miosis karena otot sfingter pupil mengalami sclerosis sehingga
mengakkibatkan kesempitan lapang pandang. Proses penuaan juga
mnyebabkan lemak akan berkamulasi di sekitar kornea dan membentuk
lingkaran putih kekuningan antara iris dengan skelara, hal inilah yang
membuat mata pada geriatric akan kabur dan sukar fokus serta sensitifitas
terhadap cahaya meningkat.

C. Pendengaran berkurang

Kemampuan mendengar telinga akan menurun, terutama pada


frekuensi tinggi. Salah satu faktor yang memengaruhi keadaan ini adalah
hormon aldosteron. Pada lansia penderita presbikusis didapatkan memiliki
level aldosteron yang rendah. Aldosteron memiliki efek untuk mengontrol
transport ion kalium(K+) dan klor(Cl-) di koklea melalui kanal ion Na+-K+-
ATPase yang berfungsi untuk menjaga fungsi pendengaran. Selain presbikusis
gangguan pendengaran yang sering muncul pada usia lansia yaitu tinnitus.
Penumpukan kotoran telinga yang terlalu lama juga dapat menimbulkan
gangguan pendengaran seiring dengan bertambahnya usia

D. Sering jatuh

Untuk dapat memahami faktor resiko jatuh, maka harus dimengerti bahwa
stabilitas badan ditentukan atau dibentuk oleh :

a. Sistem sensorik
Faktor yang berperan di dalamnya adalah : visus (penglihatan),
pendengaran, fungsi vestibuler, dan proprioseptif. Semua gangguan atau
perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan penglihatan. Semua
penyakit telinga akan menimbulkan gangguan pendengaran. Vertigo tipe
perifer sering terjadi pada lansia yang diduga karena adanya perubahan
fungsi vertibuler akibat proses menua. Neuropati perifer dan penyakit
degenaritf leher akan mengganggu fungsi proprioseptif. Gangguan
sensorik tersebut menyebabkan hampir sepertiga penderita lansia
mengalami sensasi abnormal pada saat dilakukan uji klinik.
b. Sistem saraf pusat (SSP)
SSP akan memberikan respon motorik untuk mengantisipasi input
sensorik. Penyakit SSP seperti stroke, Parkinson, hidrosefalus tekanan
normal sering diderita oleh lansia dan menyebabkan gangguan gungsi SSP
sehingga berespon tidak baik terhadap input sensorik.
c. Kognitif
Pada beberapa penelitian, dementia diasosiasikan dengan
meningkatnya resiko jatuh.
d. Musculoskeletal
Faktor ini disebutkan oleh beberapa oleh beberapa peneliti
merupakan faktor yang benar-benar murni milik lansia yang berperan
besar terhadap terjadinya jatuh. Gangguan musculoskeletal
menyebabkan gangguan gaya berjalan (gait) dan ini berhubungan dengan
proses menua yang fisiologis. Gangguan gait yang terjadi akibat proses
menua tersebut antara lain disebabkan oleh :
1) Kekakuan jaringan penghubung Berkurangnya masa otot
2) Perlambatan massa otot
3) Perlambatan konduksi saraf
4) Penurunan visus / lapangan pandang
5) Kerusakan proprioseptif.

Yang kesemuanya menyebabkan :


1) Penurunan range of motio (ROM) sendi
2) Penurunan kekuatan otot, terutama menyebabkan kelemahan
ekstremias bawah
3) Perpanjangan waktu reaksi
4) Kerusakan persepsi dalam
5) Peningkatan postural sway (goyangan badan)

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan gerak, langkah


pendek, penurunan irama, dan pelebaran bantuan basal. Kaki tidak dapat menapak
dengan kuat dan lebih cenderung gampang gouah. Perlambatan reaksi
mengakibatkan seorang lansia susah / terlambat mengantisipasi bila terjadi
gangguan seperti terpeleset, tersandung, kejadian tiba – tiba, sehingga
memudahkan jatuh.3,4

Faktor – faktor situasional yang mungkin mempresipitasi jatuh antara lain :

a. Aktivitas
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
biasa seperti berjalan, naik atau turun tangga, mengganti posisi. Hanya
sedikit sekali ( 5% ), jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat. Jatuh juga sering
terjadi pada lansia dengan banyak kegiatan dan olahraga, mungkin
disebabkan oleh kelelahan atau terpapar bahaya yang lebih banyak. Jatuh
juga sering terjadi pada lansia yang imobil ( jarang bergerak ) ketika tiba –
tiba dia ingin pindah tempat atau mengambil sesuatu tanpa pertolongan.
b. Lingkungan
Sekitar 70% jatuh pada lansia terjadi di rumah, 10% terjadi di
tangga, dengan kejadian jatuh saat turun tangga lebih banyak dibanding
saat naik, yang lainnya terjadi karena tersandung / menabrak benda
perlengkapan rumah tangga, lantai yang licin atau tak rata, penerangan
ruang yang kurang
c. Penyakit Akut
Dizzines dan syncope, sering menyebabkan jatuh. Eksaserbasi akut
dari penyakit kronik yang diderita lansia juga sering menyebabkan jatuh,
misalnya sesak nafas akut pada penderita penyakit paru obstruktif
menahun, nyeri dada tiba – tiba pada penderita penyakit jantung iskenmik,
dan lain – lain.3

4. Apa hubungan jenis kelamin dan umur terhadap keluhan yang


dialami oleh kakek M?
Jawaban :
Pada usia menpouse, terjadi penurunan kadar estrogen sehingga
mengakibatkan penurunan aktivitas osteoblas. Hal ini mengakibatkan
penurunan matriks organic tulang dan peningkatan jumlah osteoklas di
dalam jaringan trabekular yang mengakibatkan patah tulang.
Pada wanita dan laki-laki terjadi penurunan kadar androgen pada saat
menopouse. Akan tetapi, kadar estron laki-laki lebih tinggi di bandingkan
perempuan, sehingga wanita lebih beresiko mengalami patah tulang.
Departemen Kesehatan RI mengelompokan usa lanjut menjadi usia lanjut
dini yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64) : kelompok
usia lanjut yaitu kelompok masa senium (65-70); dan kelompok usia lanjut
dengan beresiko tinggi (>70).11

5. Faktor-faktor apa saja yang membuat penurunan pendengaran dan


penglihatan pada lansia ?
Jawaban :

Gangguan Sensori Penglihatan pada Lansia :


a. Penurunan kemampuan penglihatan

Faktor penyebab : kornea, lensa,iris, dan vitrous humor akan


mengalami perubahan seiring bertambahnya usia. Bertambahnya usia juga
mempengaruhi fungsi organ pada mata seseorang yang berusia ≥ 60 tahun.
Fungsi kerja pupil akan cenderung menurun 2/3 dari fungsi kerja pupil
umumnya. Penurunan tersebut meliputi ukuran pupil dan kemampuan melihat
jarak jauh.

b. Gangguan Pemusatan Penglihatan

Faktor penyebab : adanya kerusakan pada organ mata yang disebut


makula yang memiliki fungsi untuk ketajaman penglihatan dan warna.
Kejadian ini biasa disebut ARMD (Age Related Macular Degeneration) yang
cenderung terjadi pada usia 50-65 tahun.

c. Glaukoma

Faktor penyebab :

1. Adanya peningkatan intra okuler (IOP) yang dikarenakan oleh hambatan


sirkulasi atau pengalihan cairan bola mata yang berisi O2 , gula dan nutrisi

2. Adanya kelemahan struktrur dari saraf

a. Katarak

Faktor penyebab : kebanyakan pada lansia mengalami katarak karena


gangguan metabolisme tubuh akibat penyakit yang berkepanjangan. Salah
satu contohnya adalah DM cenderung berkomplikasi pada katarak. Selain itu,
gaya hidup dan pola makan yang kurang sehat dapat memicu terjadinya
katarak. Jika sudah terjadi katarak dan tidak ditangani dengan baik maka akan
berakibat kebutaan pada lansia.
Gangguan Sensori Pendengaran pada Lansia

- Presbiskusis

Faktor penyebab : belum diketahui secara pasti, namun diduga karena


perubahan fisiologis didalam telinga karena proses penuaan, degenerasi
persarafan di telinga yang juga berhubungan dengan otak, atau dapat
dikarenakan berkurangnya suplai darah ke otak. Sekitar 30-35% orang berusia
antara 65-75 tahun akan mengalami gangguan pendengaran secara perlahan-
lahan akibat proses penuaan (presbiskusis).5

6. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan dokter terhadap


kakek M ?
Jawaban :
Interprestasi dari pemeriksaan penunjang pada Kakek M adalah
adanya tekanan darah 140/100 mmHg , GDS 180 mg/dl , Hb 10,5 gr % ,
tidak ditemukan proteinuria dan EKG dalam batas normal. Berdasarkan
hasil tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut12 :
• Tekanan darah 140/100 mmHg , berdasarkan kriteria hipertensi
menurut WHO tekanan darah 140/100 mmHg sudah termasuk kedalam
kriteria hipertensi derajat 1 untuk dewasa normal . Untuk kondisi pasien
geriatri hal ini belum dapat dipastikan dikarenakan geriatri dengan umur
70 tahun pada umumnya memiliki tekanan darah yang tinggi hal ini
disebabakan dinding arteri pada geriatri akan mengalami penebalan yang
mengakibatkan penumpukkan zat kolagen , sehingga pembuluh darah
akan berangsur- angsur menyempit dan menjadi kaku, karena itu darah
pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang
sempit daripada biasanya dna menyebabkan naiknya tekanan darah .
• GDS 180 mg/dl , gula darah sewaktu dengan kadar 180 mg/dl
menunjukkan bahwa gula darah dalam keadaan normal dimana GDS
normal yaitu jika nilai Gula darah sewaktu berada di bawah angka 200
mg/ dl
• Hb 10,5 gr% , nilai Hb pada angka 10,5 gr% dapat dikatakan pasien
mengalami anemia , karna normal Hb pada geriatri laki – laki adalah 12 gr
%.
• Tidak ada proteinuria , hasil pemeriksaan yang menunjukkan tidak
adanya proteinuria atau tidak ditemukannya protein dalam urin
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan besar tidak mengalami kelainan
pada ginjal dan sistem urinari.

7. Jelaskan mengenai fraktur !


Jawaban :

FRAKTUR.6
1. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa.
a. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat
dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan,
pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
b. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang
itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut dengan
fraktur patologis.
2. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang
lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya.
3. TANDA KLASIK FRAKTUR :
a. Nyeri
b. Perubahan bentuk
c. Bengkak
d. Peningkatan temperatur local
e. Pergerakan abnormal.
f. Krepitasi
g. Kehilangan fungsi
4. KLASIFIKASI FRAKTUR
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme


trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

D. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.

E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.


1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang
juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).

F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.


G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

5. KOMPLIKASI FRAKTUR
A. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.

2. Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang
terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah
dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan
yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
3. Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena
sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran
darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi,
tachypnea, demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
5. Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan
meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan
menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

B. Komplikasi Dalam Waktu Lama


1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan suplai darah ke tulang.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion
ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang
membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena
aliran darah yang kurang.
3. Malunion
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.6
8. Jelaskan mengenai indikasi dan komplikasi tirah baring !
Jawaban :
Tirah baring atau bed rest yaitu suatu keadaan dimana pasien
berbaring ditempat tidur selama hampir 24 jam setiap harinya dengan
tujuan untuk meminimalkan fungsi semua sistem organ.13 Imobilisasi
didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3 hari
atau lebih. Namun, tirah baring yang berlangsung lama dapat
menyebabkan dampak negatifterhadap sistem tubuh pasien. Upaya seperti
mobilisasi dini dapat dilakukan untuk mengurangi insiden dan mengurangi
beratnya komplikasi imobilisasi, sehingga dapat mempercepat proses
penyembuhan dan kualitas hidup pasien.14
Terdapat beberapa komplikasi dari imobilisasi antara lain :
a. Trombosis
Trombosis vena dalam merupakan salah satu gangguanvaskular perifer
yang penyebabnya multifaktorial, meliputi faktor genetik dan
lingkungan.Terdapat tiga faktor yang meningkatkan risiko trombosis vena
dalam yaitu karena adanya luka di vena dalam karena trauma atau
pembedahan, sirkulasi darah yang tidak baik pada vena dalam ,dan
berbagai kondisi yang meningkatkan resiko pembekuan darah. Beberapa
kondisi yang dapat menyebabkan sirkulasi darah tidak baik di vena dalam
meliputi gagal jantung kongestif, imobilisasi lama, dan adanya gumpalan
darah yang telah timbul sebelumnya.Gejala trombosis vena bervariasi,
dapat berupa rasa panas, bengkak, kemerahan, dan rasa nyeri pada
tungkai.
b. Emboli Paru
Emboli paru dapat menghambat aliran darah keparu dan memicu
refleks tertentu yang dapat menyebabkan panas yang mengakibatkan nafas
berhenti secara tiba-tiba. Sebagian besar emboli paru disebabkan oleh
emboli karena trombosis vena dalam. Berkaitan dengan trombosis vena
dalam, emboli paru disebabkan oleh lepasnya trombosis yang biasanya
berlokasi pada tungkai bawah yang pada gilirannya akan mencapai
pembuluh darah paru dan menimbulkan sumbatan yang dapat berakibat
fatal. Emboli paru sebagai akibat trombosis merupakan penyebab
kesakitan dan kematian pada pasien lanjut usia.
c. Kelemahan Otot
Imobilisasi lama akan menyebabkan atrofi otot dengan penurunan
ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan 1-2%
sehari. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi sering kali terjadi
dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh.
d. Kontraktur Otot dan Sendi
Pasien yang mengalami tirah baring lama berisiko mengalami
kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul nyeri
yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau menggerakkan sendi
yang kontraktur tersebut.
e. Osteoporosis
Osteoporosis timbul akibat ketidakseimbangan antara resorpsi tulang
dan pembentukan tulang. Imobilisasi meningkatkan resorpsi tulang,
meningkatkan kalsium serum, menghambat sekresi PTH, dan produksi
vitamin D3 aktif. Faktor utama yang menyebabkan kehilangan masa
tulang pada imobilisasi adalah meningkatnya resorpsi tulang.
f. Ulkus Dekubitus
Luka akibat tekanan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi
pada pasien usia lanjut dengan imobilisasi. Jumlah tekanan yang dapat
mempengaruhi mikrosirkulasi kulit pada usia lanjut berkisar antara 25
mmHg. Tekanan lebih dari 25 mmHg secara terus menerus pada kulit atau
jaringan lunak dalam waktu lama akan menyebabkan kompresi pembuluh
kapiler. Kompresi pembuluh dalam waktu lama akan mengakibatkan
trombosis intra arteri dan gumpalan fibrin yang secara permanen
mempertahankan iskemia kulit. Relief bekas tekanan mengakibatkan
pembuluh darah tidak dapat terbuka dan akhirnya terbentuk luka akibat
tekanan.
g. Hipotensi Postural
Hipotensi postural adalah penurunan tekanan darah sebanyak 20
mmHg dari posisi berbaring keduduk dengan salah satu gejala klinik yang
sering timbul adalah iskemia serebral, khususnya sinkop. Pada posisi
berdiri, secara normal 600-800 ml darah dialirkan kebagian tubuh inferior
terutama tungkai. Penyebaran cairan tubuh tersebut menyebabkan
penurunan curah jantung sebanyak 30%. Pada orang normal sehat,
mekanisme kompensasi menyebabkan tekanan darah tidak turun. Pada
lansia, umumnya fungsi baroreseptor menurun.Tirah baring total selama
paling sedikit 3 minggu akan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan posisi berdiri.
h. Pneumonia dan Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Akibat imobilisasi retensi sputum dan aspirasi lebih mudah terjadi
pada pasien geriatri. Pada posisi berbaring otot diafragma dan intercostal
tidak berfungsi dengan baik sehingga gerakan dinding dada juga menjadi
terbatas yang menyebabkan sputum sulit keluar dan pasien mudah terkena
pneumonia.Aliran urin juga terganggu akibat tirah baring menyebabkan
infeksi saluran kemih. Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia
lanjut disebabkan ketidakmampuan ke toilet, berkemih yang tidak
sempurna, gangguan status mental, dan gangguan sensasi kandung kemih.
i. Gangguan Nutrisi (Hipoalbuminemia)
Imobilisasi akan mempengaruhi system metabolic dan endokrin yang
akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabolism zatgizi. Salah satu
yang terjadi adalah perubahan metabolisme protein. Kadar plasma kortisol
lebih tinggi pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan
metabolism menjadi katabolisme. Keadaan tidak beraktifitas dan
imobilisasi selama 7 hari akan meningkatkan ekskresi nitrogen urin
sehingga terjadi hipoproteinemia.
j. Konstipasi dan Skibala
Imobilisasi lama akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon.
Semakin lama feses tinggal di usus besar, absorpsi cairan akan lebih besar
sehingga feses akan menjadi lebih keras. Asupan cairan yang kurang,
dehidrasi, dan penggunaan obat-obatan juga dapat menyebabkan
konstipasi pada pasien imobilisasi.

9. Apa manfaat dari rehabilitasi ?


Jawaban :

Menurut kamus kedokteran Dorland edisi 29, definisi rehabilitasi


adalah pemulihan ke bentuk atau fungsi yang normal setelah terjadi luka atau
sakit, atau pemulihan pasien yang sakit atau cedera pada tingkat fungsional
optimal di rumah dan masyarakat, dalam hubungan dengan aktivitas fisik,
psikososial, kejuruan dan rekreasi. Ilmu Rehabilitasi Medik (disebut juga
sebagai ilmu kedokteran fisik dan rehabilitasi) adalah ilmu yang
mengkhususkan diri dalam pelayanan masyarakat sejak bayi, anak, remaja,
dewasa sampai usia tua, yang memerlukan asuhan rehabilitasi medis. Di mana
pelayanan yang diberikan adalah untuk mencegah terjadinya kecacatan yang
mungkin terjadi akibat penyakit yang diderita serta mengembalikan
kemampuan penderita seoptimal mungkin sesuai kemampuan yang ada pada
penderita.1

Dokter yang bekerja dalam ruang lingkup Rehabilitasi Medik ini


adalah seorang Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik (Sp.KFR).
Dalam menjalankan tugasnya, seorang dokter Sp.KFR akan bekerja di dalam
tim bersama dengan fisioterapis, ahli terapi wicara, ahli terapi okupasi (untuk
aktivitas sehari-hari), ahli dalam bidang Orthose (alat untuk menguatkan
tubuh yang lemah) dan Prothese (alat untuk mengganti anggota tubuh yang
hilang), psikolog, dan pekerja sosial medik.1

Adapun tujuan rehabilitasi adalah untuk :


o Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik,
keterapian fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait.
o Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak penyakitnya
yang mungkin membawa kecacatan.
o Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan
partisipasi pada difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai
keterbatasan fungsional).
o Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan yang
berkualitas.8

Tujuan rehabilitasi pada lansia adalah :

o Membantu lansia mencapai hidup yang lebih bermakna,


o Membantu lansia untuk mencapai kemandirian secara optimal,
o Membantu meningkatkan kualitas hidup secara menyeluruh, dengan cara:
- meningkatkan dan memastikan pemanfaatan kemampuan dimiliki
(preserved abilities) secara optimal,
- meminimalkan munculnya kebutuhan atau keinginan untuk
mengembalikan kemampuan-kemampuan yang telah hilang (lost
abilities), dan
- memberikan bantuan yang diperlukan agar dapat menjalankan fungsi-
fungsi yang lebih baik.9

10. Bagaimana rehabilitasi untuk pasien fraktur ?


Jawaban :
Tujuan terapi pada fraktur adalah kesembuhan fraktur dengan pulihnya
fungsi mekanikal tulang yaitu kemampuan weight bearing dan pergerakan
sendi yang normal serta kembalinya aktivitas fungsional.
a. Penatalaksanaan Pasca Fraktur Tahap Awal
 Pergerakan Aktif
Edema normalnya bertahan hingga 1-2 minggu pasca fraktur. Edema
terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke jaringan lunak. Disabilitas
yang sering terjadi pasca fraktur disebabkan oleh adanya edema yang
persisten. Edema persisten dapat disebabkan oleh adanya infeksi,
gangguan sirkulasi darah, adanya cairan sinovial pada fraktur di daerah
sendi dan kekurangan nutrisi untuk proses penyembuhan. Edema tersebut
dapat mengganggu suplai darah sehingga memperlambat proses
penyembuhan. Metode yang mudah dan murah untuk menghilangkan
edema adalah dengan pergerakan aktif anggota gerak.
 Elevasi
Metode elevasi merupakan metode terbaik untuk mengurangi edema
apabila pergerakan aktif tidak dapat dilakukan. Metode elevasi digunakan
pada fraktur ekstremitas bawah dengan memposisikan ekstremitas diatas
bagian proksimal dan bagian proksimal berada di atas jantung.
 Terapi Fisik
Prosedur terapi fisik yang dapat dilakukan adalah dengan pemanasan,
massase dan latihan.
a. Pemanasan
Efek fisiologis dari pemanasan adalah untuk mengurangi nyeri,
meningkatkan sirkulasi darah dan melunakkan jaringan fibrosa.
b. Massase
Efek fisiologis massase adalah untuk menghilangkan nyeri dan
mengurangi edema. Massase dapat meningkatkan sirkulasi darah vena
sehingga dapat mengurangi edema. Stretching jaringan fibrosa yang
dilakukan pada massase dapat membantu dalam latihan lingkup gerak
sendi.
c. Latihan
Latihan pada rehabilitasi tahap awal adalah latihan aktif assistif. Latihan
tersebut dapat dilakukan di bagian proksimal atau distal area yang
diimobilisasi.
b. Penatalaksanaan Pasca Fraktur Tahap Lanjut
Tujuan penatalaksanaan pada tahap lanjut adalah
meningkatkan penyerapan edema yang masih ada, melunakkan dan
meregangkan jaringan fibrosa, meningkatkan lingkup gerak sendi,
mengembalikan efisiensi sirkulasi dan meningkatkan kekuatan otot.
a. Pemanasan
Terapi pemanasan bertujuan untuk memberikan sedasi,
meningkatkan sirkulasi dan melunakkan perlekatan fibrosa.
b. Massase
Teknik masase yang dilakukan adalah dengan gerakan usapan
dalam (deep stroking) dan penekanan (compression) yang bertujuan
untuk meregangkan perlekatan fibrosa serta menghilangkan edema
yang masih ada. Peregangan perlekatan jaringan fibrosa tersebut dapat
meningkatkan lingkup gerak.
c. Latihan
Pemanasan dan massase harus selalu diikuti dengan latihan.
Regimen efektif dimulai dengan latihan aktif asistif kemudian gerakan
bebas dan latihan resistif sesuai perbaikan pasien. Tujuan latihan pada
tahap ini adalah untuk meningkatkan lingkup gerak, kekuatan dan
koordinasi serta ketangkasan/keterampilan manual.

c. Terapi Latihan pada Fraktur


 Latihan Lingkup Gerak Sendi (LGS) /Range of Motion (ROM)
Exercise37
Latihan LGS adalah latihan pergerakan sendi dengan
jangkauan parsial atau penuh yang bertujuan untuk menjaga atau
meningkatkan lingkup gerak sendi tersebut. Latihan LGS
merupakan tipe latihan dasar yang paling banyak digunakan pada
kasus-kasus rehabilitasi fraktur. Latihan LGS dapat dilakukan
secara penuh (anatomik) atau fungsional (gerakan untuk melakukan
aktivitas khusus). Berikut ini macam-macam bentuk dari latihan
LGS :
a. Full ROM
Full ROM artinya ROM yang sesuai dengan dasar anatomi dari
sendi itu sendiri. Contohnya lutut yang mempunyai ROM 0 sampai
dengan 120 derajat.

b. Functional ROM
ROM fungsional adalah gerakan sendi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari atau kegiatan pasien yang spesifik.
Contohnya : ROM lutut dari ekstensi penuh (0 derajat) sampai
fleksi 90 derajat merupakan ROM yang tidak penuh, tetapi ROM
tersebut adalah ROM fungsional untuk duduk.

c. Active ROM
Pasien melakukan gerakan sendi secara parsial atau penuh tanpa
bantuan orang lain. Tujuan latihan ini untuk memelihara ROM dan
kekuatan minimal akibat kurangnya aktivitas dan untuk
menstimulasi sistem kardiopulmoner. Sasaran latihan tersebut
adalah otot dengan kekuatan poor sampai dengan good (2 s.d 4).

d. Active assistive ROM


Latihan ini dilakukan pasien dengan cara mengkontraksikan otot
untuk menggerakkan sendi, dan terapis membantu pasien dalam
melakukannya. Latihan ini merupakan latihan yang paling sering
dilakukan pada kelemahan atau hambatan pergerakan yang
disebabkan oleh nyeri atau ketakutan pasien.
e. Passive ROM
Latihan ini dilakukan dengan menggerakkan sendi tanpa kontraksi
otot pasien. Seluruh gerakan dilakukan oleh dokter atau terapis.
Tujuannya memelihara mobilitas sendi ketika kontrol dari otot-otot
volunter/sendi hilang atau pasien tidak sadar/tidak ada respon.
Sasaran latihan ini adalah otot dengan kekuatan zerro – trace (0-1).

11. Bagaimana proses fisiologis dari penuaan ?


Jawaban :
Perubahan anatomis pada lansia ditinjau dari postur tubuh, yakni pada usia
lanjut terjadi perubahan mulai dari posisi berdiri dimana posisi berdiri pada
lansia adalah terdapat jarak yang lebar antar kedua kaki pada pijakan, lutut dan
panggul sedikit fleksi, punggung membentuk sudut kearah depan terhadap
bidang vertikal, vertebra lumbal mendatar dan kifosis vertebra torakal
meningkat serta kepala maju kearah depan. Hal tersebut berkaitanndengan
proses penuaan pada sistem muskuloskeletal yang ditandai dengan penurunan
densitas massa tulang, degenerasi diskus vertebrae, serta hilangnya kekuatan
ligamentum spinal sehingga tubuh menjadi pendek dan posisi kepala menjadi
lebih maju kedepan. Selain postur yang juga mengalami perubahan adalah cara
atau gaya berjalan, hal inilah yang berkontribusi meningkatkan kejadian jatuh
karena pada umumnya orang lanjut usia tidak mampu mengangkat atau
menarik kakinya cukup tinggi sehingga mudah terantuk atau tersandung.

1. Perubahan Fisiologis pada penuaan


a) Perubahan pada Sistem Sensoris
Persepsi sensoris mempengaruhi kemampuan seseorang untuk saling
berhubungan dengan orang lain dan untuk memelihara atau membentuk
hubungan baru, berespon terhadap bahaya, dan menginterprestasikan
masukan sensoris dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.Pada lansia yang
mengalami penurunan persepsi sensori akanterdapat keengganan untuk
bersosialisasi karena kemunduran dari fungsi-fungsi sensoris yang
dimiliki. Indra yang dimiliki seperti penglihatan, pendengaran,
pengecapan, penciuman dan perabaan merupakan kesatuan integrasi dari
persepsi sensori.9
1) Perubahan pada Indera Penglihatan
Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam
proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan
akomodasi, konstriksi pupil,akibat penuan, dan perubahan warna
serta kekeruhan lensa mata, yaitu katarak.Semakin bertambahnya
usia, lemak akan berakumulasi di sekitar kornea dan membentuk
lingkaran berwarna putih atau kekuningan di antara iris dan sklera.
Kejadian ini disebut arkus sinilis, biasanya ditemukan pada lansia.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan
akibat proses menua:
 Terjadinya awitan presbiopi dengan kehilangan kemampuan
akomodasi. Kerusakan ini terjadi karena otot-otot siliaris menjadi
lebih lemah dan kendur, dan lensa kristalin mengalami sklerosis,
dengan kehilangan elastisitas dan kemampuan untuk memusatkan
penglihatan jarak dekat. Implikasi dari hal ini yaitu kesulitan
dalam membaca hurufhuruf yang kecil dan kesukaran dalam
melihat dengan jarak pandang dekat.
 Penurunan ukuran pupil atau miosis pupil terjadi karena sfingkter
pupil mengalami sklerosis. Implikasi dari hal ini yaitu
penyempitan lapang pandang dan mempengaruhi penglihatan
perifer pada tingkat tertentu.
 Perubahan warna dan meningkatnya kekeruhan lensa kristal yang
terakumulasi dapat enimbulkan katarak. Implikasi dari hal ini
adalah penglihatan menjadi kabur yang mengakibatkan kesukaran
dalam membaca dan memfokuskan penglihatan, peningkatan
sensitivitas terhadap cahaya, berkurangnya penglihatan pada
malam hari, gangguan dalam persepsi kedalaman atau stereopsis
(masalah dalam penilaian ketinggian), perubahan dalam persepsi
warna.
 Penurunan produksi air mata. Implikasi dari hal ini adalahmata
berpotensi terjadi sindrom mata kering.
2) Perubahan pada Indera Pendengaran
Penurunan pendengaran merupakan kondisi yang secara dramatis
dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan pendengaran pada
lansia disebut presbikusis.
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada penglihatan
akibat proses menua:
 Pada telinga bagian dalam terdapat penurunan fungsi
sensorineural, hal ini terjadi karena telinga bagian dalam dan
komponen saraf tidak berfungsi dengan baik sehingga terjadi
perubahan konduksi. Implikasi dari hal ini adalah kehilangan
pendengaran secara bertahap. Ketidak mampuan untuk
mendeteksi volume suara dan ketidakmampuan dalam mendeteksi
suara dengan frekuensi tinggi seperti beberapa konsonan (misal f,
s, sk, sh, l).
 Pada telinga bagian tengah terjadi pengecilan daya tangkap
membran timpani, pengapuran dari tulang pendengaran, otot dan
ligamen menjadi lemah dan kaku. Implikasi dari hal ini adalah
gangguan konduksi suara.
 Pada telingan bagian luar, rambut menjadi panjang dan tebal,
kulit menjadi lebih tipis dan kering, dan peningkatan keratin.
Implikasi dari hal ini adalah potensial terbentuk serumen sehingga
berdampak pada gangguan konduksi suara.
3) Perubahan pada Indera Perabaan
Perabaan merupakan sistem sensoris pertama yang menjadi
fungisional apabila terdapat gangguan pada penglihatan dan
pendengaran. Perubahan kebutuhan akan sentuhan dan sensasi taktil
karena lansia telah kehilangan orang yang dicintai, penampilan lansia
tidak semenarik sewaktu muda dan tidakmengundang sentuhan dari
orang lain, dan sikap dari masyarakat umum terhadap lansia tidak
mendorong untuk melakukan kontak fisik dengan lansia.
4) Perubahan pada Indera Pengecapan
Hilangnya kemampuan untuk menikmati makanan seperti pada saat
seseorang bertambah tua mungkin dirasakan sebagai kehilangan salah
satu keniknatan dalam kehidupan. Perubahan yang terjadi pada
pengecapan akibat proses menua yaitu penurunan jumlah dan
kerusakan papila atau kuncup-kuncup perasa lidah. Implikasi dari hal
ini adalah sensitivitas terhadap rasa (manis, asam, asin, dan pahit)
berkurang.
5) Perubahan pada Indera Penciuman
Sensasi penciuman bekerja akibat stimulasi reseptor olfaktorius oleh
zat kimia yang mudah menguap. Perubahan yang terjadi pada
penciuman akibat proses menua yaitu penurunan atau kehilangan
sensasi penciuman kerena penuaan dan usia. Penyebab lain yang juga
dianggap sebagai pendukung terjadinya kehilangan sensasi
penciuman termasuk pilek, influenza, merokok, obstruksi hidung, dan
faktor lingkungan. Implikasi dari hal ini adalah penurunan sensitivitas
terhadap bau.

b) Perubahan pada Sistem Integumen


Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas
tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan
dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan venavena tampak
lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit,
lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata
hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah.Sedikit
kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan
jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur
kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan
aktivitas kelenjar eksokri dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh
jaringan penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total,
menimbulkan penurunan turgor kulit.Massa lemak bebas berkurang 6,3%
BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa
air berkurang sebesar 2,5% per dekade.

c) Perubahan pada Sistem Muskuloskeletal


Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas,
gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia,
perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena
penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa
hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga,
mikroarsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan
maupun spontan.

d) Perubahan pada Sistem Skeletal


Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami
penurunan. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem
skeletal akibat proses menua:
1) Penurunan tinggi badan secara progresif
Hal inidisebabkan penyempitan diskus intervertebral dan penekanan
pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh
menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrelchest.
2) Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular
Yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi
dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya
risiko fraktur.

e) Perubahan pada Sistem Muskular


Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem muskular
akibat proses menua:
1) Waktu untuk kontraksi dan relaksasi muskular memanjang. Implikasi
dari hal ini adalah perlambatan waktu untuk bereaksi, pergerakan yang
kurang aktif.
2) Perubahan kolumna vertebralis, akilosis atau kekakuan ligamen dan
sendi, penyusustan dan sklerosis tendon dan otot, den perubahan
degeneratif ekstrapiramidal. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
fleksi.

f) Perubahan pada Sendi


Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sendi akibat proses
menua:
1) Pecahnya komponen kapsul sendi dan kolagen. Implikasi dari hal ini
adalahnyeri, inflamasi, penurunan mobilitas endi da deformitas.
2) Kekakuan ligamen dan sendi. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan
risikocedera.

g) Perubahan pada Sistem Neurologis


Berat otak menurun 10 – 20 %. Berat otak ≤ 350 gram pada saat
kelahiran, kemudian meningkat menjadi 1,375 gram pada usia 20
tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun penurunan ini
kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak berkurang
rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100 million
sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls
listrik dari susunan saraf pusat.Pada penuaan otak kehilangan 100.000
neuron / tahun. Neuron dapat mengirimkan signal kepada sel lain dengan
kecepatan 200 mil/jam. Terjadi penebalan atrofi cerebral (berat otak
menurun 10%) antar usia 30-70 tahun. Secara berangsur-angsur tonjolan
dendrit dineuron hilang disusul membengkaknya batang dendrit dan
batang sel. Secara progresif terjadi fragmentasi dan kematian sel. Pada
semua sel terdapat deposit lipofusin (pigment wear and tear) yang
terbentuk di sitoplasma, kemungkinan berasal dari lisosom atau
mitokondria.

h) Perubahan pada Sistem Kardiovaskular


Jantung dan pembuluh darah mengalami perubahan baik struktural
maupun fungisional. Penurunan yang terjadi berangsur-angsur sering
terjadi ditandai dengan penurunan tingkat aktivitas, yang mengakibatkan
penurunan kebutuhan darah yang teroksigenasi.Jumlah detak jantung saat
istirahat pada orang tua yang sehat tidakada perubahan, namun detak
jantung maksimum yang dicapai selama latihan berat berkurang. Pada
dewasa muda, kecepatan jantung dibawah tekanan yaitu, 180-200
x/menit. Kecepatan jantung pada usia 70-75 tahun menjadi 140-160
x/menit.

i) Perubahan Struktur
Pada fungsi fisiologis, faktor gaya hidup berpengaruh secara signifikan
terhadap fungsi kardiovaskuler. Gaya hidup dan pengaruh lingkungan
merupakan faktor penting dalam menjelaskan berbagai keragaman fungsi
kardiovaskuler pada lansia, bahkan untuk perubahan tanpa penyakit-
terkait.Secara singkat, beberapa perubahan dapat diidentifikasipada otot
jantung, yang mungkin berkaitan dengan usia atau penyakit seperti
penimbunan amiloid, degenerasi basofilik, akumilasi lipofusin, penebalan
dan kekakuan pembuluh darah, dan peningkatan jaringan fibrosis. Pada
lansia terjadi perubahan ukuran jantung yaitu hipertrofi dan atrofi pada
usia 30-70 tahun.

j) Perubahan pada Sistem Pulmonal


Perubahan anatomis seperti penurunan komplians paru dan dinding dada
turut berperan dalam peningkatan kerja pernapasan sekitar 20% pada
usia 60 tahun. Penurunan lajuekspirasi paksa atu detik sebesar 0,2
liter/dekade.

k) Perubahan pada Sistem Endokrin


Sekitar 50% lansia menunjukka intoleransi glukosa, dengan kadar gula
puasa yang normal. Penyebab dari terjadinya intoleransi glukosa ini
adalah faktor diet, obesitas, kurangnya olahraga, dan penuaan. Frekuensi
hipertiroid pada lansia yaitu sebanyak 25%, sekitar 75% dari jumlah
tersebut mempunyai gejala, dan sebagian menunjukkan “apatheic
thyrotoxicosis”.Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada
sistem endokrin akibat proses menua:
1. Kadar glukosa darah meningkat. Implikasi dari hal ini adalah Glukosa
darah puasa 140 mg/dL dianggap normal.
2. Ambang batas ginjal untuk glukosa meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah kadar glukosa darah 2 jam PP 140-200 mg/dL dianggap normal.
3. Residu urin di dalam kandung kemih meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah pemantauan glukosa urin tidak dapat diandalkan.
4. Kelenjar tiroad menjadi lebih kecil, produksi T3 dan T4 sedikit
menurun, dan waktu paruh T3 dan T4 meningkat. Implikasi dari hal ini
adalah serum T3 dan T4 tetap stabil.

l) Perubahan pada Sistem Renal dan Urinaria


Seiring bertambahnya usia, akan terdapat perubahan pada ginjal, bladder,
uretra, dan sisten nervus yang berdampak pada proses fisiologi terlait
eliminasi urine. Hal ini dapat mengganggu kemampuandalam mengontrol
berkemih, sehingga dapat mengakibatkaninkontinensia, dan akan
memiliki konsekuensi yang lebih jauh.

m) Perubahan pada Sistem Renal


Pada usia dewasa lanjut, jumlah nefron telah berkurang menjadi 1 juta
nefron dan memiliki banyak ketidaknormalan.Penurunan nefron terjadi
sebesar 5-7% setiap dekade, mulai usia 25 tahun. Bersihan kreatinin
berkurang 0,75 ml/m/tahun.Nefron bertugas sebagai penyaring darah,
perubahan aliran vaskuler akan mempengaruhi kerja nefron dan akhirnya
mempebgaruhi fungsi pengaturan, ekskresi, dan matabolik sistem renal.

n) Perubahan pada Sistem Gasrointestinal


Banyak masalah gastrointestinal yang dihadapi oleh lansia berkaitan
dengan gaya hidup. Mulai dari gigi sampai anus terjadi perubahan
morfologik degeneratif, antara lain perubahan atrofi pada rahang,
mukosa, kelenjar dan otot-otot pencernaan.

o) Perubahan pada Sistem Reproduksi


1) Pria
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi
pria akibat proses menua:
 Testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
 Atrofi asini prostat otot dengan area fokus hiperplasia. Hiperplasia
noduler benigna terdapat pada 75% pria >90 tahun.
2) Wanita
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada sistem reproduksi
wanita akibat proses menua:
 Penurunan estrogen yang bersikulasi. Implikasi dari hal ini adalah
atrofi jaringan payudara dan genital.
 Peningkatan androgen yang bersirkulasi. Implikasi dari hal ini
adalah penurunan massa tulang dengan risiko osteoporosis dan
fraktur, peningkatan kecepatan aterosklerosis

p) Perubahan pada Mental.


Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental: Perubahan fisik,
khususnya organ perasa, kesehatan umum, tingkat pendidikan ,keturunan
(Hereditas), lingkungan.
1) Kenangan (Memory).
 Kenangan jangka panjang: Berjam-jam sampai berhari-hari yang
lalu mencakup beberapa perubahan.
 Kenangan jangka pendek ataus eketika: 0-10 menit, kenangan
buruk.
2) IQ (Inteligentia Quantion).
 Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal.
 Berkurangnya penampilan, persepsi dan ketrampilan psikomotor,
terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan-
tekanan dari faktor waktu.

q) Perubahan-perubahan Psikososial.
1) Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan
identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang
pensiun (purnatugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
 Kehilangan finansial (income berkurang).
 Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
 Kehilangan teman/kenalanataurelasi.
 Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
2) Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of
mortality)
3) Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan
bergerak lebih sempit.
4) Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation).
5) Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit,
bertambahnya biaya pengobatan.
6) Penyakit kronis dan ketidak mampuan.
7) Gangguan saraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian.
8) Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
9) Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan
teman-temandan family.
10) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.9,10

12. Bagaimana tatalaksana untuk kasus kakek M ?


Jawaban :
Pada prinsipnya tatalaksana fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan
reduksi terbuka, yang masing-masing dipilih bergantung sifat fraktur.
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang
keposisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual. Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi
dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
Reduksi terbuka, dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksternal atau internal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksikontinui, pin dan teknik gips atau fiksatoreksternal. Fiksasi internal
dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk
mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi dibutuhkan sesuai
lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intratrohanterik 10-12
minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
Penatalaksanaan kasus-kasus fraktur pada lansia terdiri dari:
1. Tindakan terhadap fraktur: Apakah penderita memerlukan tindakan operatif,
ataukah oleh karena suatu sebab tidak boleh dioperasi dan hanya dilakukan
tindakan konvensional. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan bagian
ortopedi.
2. Tindakan terhadap jatuh: Mengapa penderita mengalami jatuh, apa
penyebabnya, dan bagaimana agar tidak terjadi jatuh berulang.
3. Tindakan terhadap kerapuhan tulang: Apa penyebabnya, bagaimana
memperkuat kerapuhan tulang yang telah terjadi. Tindakan terhadap hal ini
biasanya tidak bisa mengembalikan tulang seperti semula, tetapi bisa
membantu mengurangi nyeri dan mempercepat penyembuhan fraktur.
4. Keperawatan dan rehabilitasi untuk mencegah komplikasi imobilitas (infeksi,
dekubitus, konfusio) dan upaya agar penderita secepat mungkin bisa mandiri
lagi.15
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. Hal 818,
821-822.
2. Pranaka, Kris. Buku Ajar BoedhiDarmojoGeriatri (ilmukesehatanusialanjut).
Edisi 4.Jakarta:BalaiPenerbitFakultasKedokteranUniversitas Indonesia
3. Setiati S, et al. (2009). Proses Menua dan Implikasi Klinisnya. Dalam Sudoyo
AW, Setiyohadi B,et al., editors. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, pp: 757-
761.
4. Helmi, ZN. (2012). Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
5. Fahra R,U. 2014. Faktor Penyebab Gangguan Sensori pada Lansia. 2015.
Universitas Jember. Diunduh melalui www.academia.edu
6. Saputra, M Dimas Y. Laporan Pendahuluan Fraktur. Klaten: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah. 2017. Diunduh dari:
https://www.academia.edu/33485909/LAPORAN_PENDAHULUAN_FRAK
TUR (diakses 02 Apr 2019)
7. Husnul, M. Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik. 2008
8. 2. Kementerian Sosial Republik Indoneis. Merencanakan Program
Rehabilitasi Lansia. 2018 (diakses pada 03 April 2019). Diunduh dari URL:
https://www.kemsos.go.id/artikel/merencanakan-program-rehabilitasi-lansia

9. Martono H. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia


Lanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.
10. Hardy winoto. 1999. Panduan gerontology tinjauan dari berbagai aspek :
menjaga keseimbangan kualitas hidup para lansia. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama.
11. Pranaka, Kris.Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri (ilmu kesehatan usia
lanjut). Edisi 4. Jakarta:Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
12. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.
13. Rosita tita, Riri maria. Mobilisasi dan timbulnya luka tekan pada pasien tirah
baring. Jakarta: Universitas Indonesia. 2014. Hal 1
14. Setiati S, Roosheroe A G. Imobilisasi pada Usia Lanjut. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi VI.Jakarta : Internal Publishing. 2014. Hal
3761
15. Martono H, 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia
Lanjut) Edisi IV. Jakarta: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai