Anda di halaman 1dari 2

Assalamu’alikum Wr Wb

Yang pertama marilah kita senantas selalu bersyukur atas kehadirat Allah SWT yang mana
hingga saat ini kita masih diberinya rahmat kesehatan dan juga keselamatan sehingga kita
masih mampu untuk berkumpul di mesjid yang sama – sama kita cintai ini.

Kemudian shalawat beriringkan salam tidak bosan – bosannya kita hadiahkan kepada roh
junjungan alam yakni nabi besar kita nabi Muhammad SAW. Semoga dengan banyaknya kita
bershalawat maka kita akan mendapatkan safaatbya diyaumul akhir kelak.

Baiklah tanpa terus memperpanjang mukodimah, langsung saja judul ceramah saya pada
malam hari ini adalah Pengaruh Dzikir Terhadap Kesehatan Jiwa.

Dalam Surat al-Ra’d / 13:28, menjeaskan bahwasanya dengan kita mengingat (dzkir) kepada
Allah maka hati akan menjadi tenteram. Dzikir merupakan salah satu metode mencapai
ketenangan hati yang dilakukan dengan tata-cara tertentu. Dzikir diajarkan dan dipahami
dengan melafazkan kalimat - kalimat thayyibah secara keras (dzikr jahr), dan menggunakan
kalimat - kalimat thayyibah yang memfokus, dari kalimat 

Hadirin yang dirahmati oleh Allah SWT


Sebenarnya hubungan antara dzikir dengan ketentraman jiwa sudah dapat dianalisis secara
ilmiah. Dzikir secara lughawi artinya menyebut atau ingat. Jika kita artikan menyebut maka
peranan lisanlah yang lebih dominan, namun jika diartikan sebagai ingat, maka kegiatan
berpikir dan merasalah (kegiatan psikologis) yang lebih dominan. Dari segi ini maka ada dua
alur pikir yang dapat diikuti:

1. Manusia memiliki potensi intelektual. Potensi ini cenderung aktif bekerja untuk
mencari jawaban atas hal - hal yang belum diketahuinya. Salah satu hal yang dapat
merangsang berpikir adalah adanya hukum kausalitas di muka bumi ini. Jika
seseorang menemukan suatu penemuan yang baru, misalnya A disebabkan oleh B,
maka selnjutnya manusia akan tertantang untuk mencari apa yang menyebabkan B.
Begitulah seterusnya hingga setiap kebenaran yang di temukan oleh potensi
intelektual manusia akan diikuti oleh penyelidikan berikutnya sampai menemukan
kebenaran baru.
2. Sebagai makhluk yang berfikir manusia selalunya tidak merasa puas terhadap
‘kebenaran ilmiah’ sampai ia berhasil menemukan kebenaran perenial dengan jalan
melalui jalan supra rasionalnya. Jika seseorang telah sampai pada kebenaran ilahiah
atau telah terpandunya dzikir dan fikir, maka ia tidak akan tergoda lagi untuk mencari
kebenaran - kebenaram yang lain, dan ketika jiwa seseorang itu menjadi tenang, tidak
ada konflik batin dan tidak gelisah. Selama seseorang masih memikirkan ciptaan
Allah SWT dengan menggunakan segala hukum-hukumnya, maka hatinya tidak
mungkin bisa tenteram dalam artian tenteram yang sebenarnya, akan tetapi jika ia
telah sampai kepada memikirkan Sang Pencipta dengan segala keagungannya, maka
manusia tidak sempat lagi untuk memikirkan hal – hal yang lain, dan ketika itulah
puncak ketenangan dan puncak kebahagiaan dicapai, dan ketika itulah tingkatan jiwa
orang tersebut telah mencapai al- nafs al-muthma’innah.

Hadirin seklian yang dirhmati oleh Allah SWT

Manusia memiliki keinginan dan kebutuhan yang tidak terbatas, padahal apa yang ia
butuhkan itu tidak akan pernah benar - benar dapat memuaskannya (terbatas). Oleh sebab itu
selama manusia masih terus memburu yang terbatas, maka tidak akan mungkin ia
memperoleh ketentraman, karena yang terbatas (duniawi) tidak akan mampu memuaskan hal
yang tidak terbatas (keinginan dan nafsu). Akan tetapi, jika yang dikejar manusia itu adalah
Allah SWT yang tidak terbatas kesempurnaan-Nya, maka dahaganya akan dapat terpuaskan.
Maka jika seseorang telah mampu selalu ingat (dzikir) kepada Allah SWT maka jiwanya
akan tenteram, karena ‘dunia’ manusia yang terbatas telah terpuaskan oleh rahmat Allah yang
tidak terbatas.
Hanya manusia yang berada pada tingkat inilah yang benar – benar layak menerima
panggilan-Nya untuk kembali kepada-Nya.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, mohon maaf atas segala kesalahan.
Wassalamu’alaikum Wr Wb

Anda mungkin juga menyukai