16
Pestisida Nabati
PENDAHULUAN
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian
tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk,
antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil
pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar
untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Thamrin dkk, 2005).
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan,
bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara
tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam
untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di
Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun
sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan petani di
India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga.
Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan
tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan lagi. (Thamrin dkk, 2005).
Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi yang sederhana yang
dikerjakan oleh kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat secara
sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari
bagian tanaman berupa akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila dibandingkan dengan
pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan murah. Beberapa tanaman yang
dapat digunakan sebagai pestisida nabati, yang dapat dibuat melalui teknologi yang sederhana
adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain (Rachmawaty dan Korlina, 2009).
Sampai saat ini telah terinventarisasi sebanyak 2.400 jenis tumbuhan yang terdiri dari 235
famili berpotensi sebagai bahan pestisida nabati. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan
Rutaceae. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan
yang baru untuk dijadikan sebagai insektisida nabati (Rachmawaty dan Korlina, 2009).
Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan, terdapat juga senyawa
lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara
keseluruhan (sinergi) sehingga sangat efektif dan cepat membunuh hama. Selain itu, serangga
tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif. Hal ini
disebabkan karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa
senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal.
Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil
Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan
cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya
1. Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat
2. Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang
pahit
3. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur
4. Racun syaraf
6. Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap
nabati adalah :
- -menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
(Deptan, 2006).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui
cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja
(Huda, 2003).
Pestisida nabati dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat semprot (sprayer) gendong
seperti pestisida kimia pada umumnya. Namun, apabila tidak dijumpai alat semprot, aplikasi
pestisida nabati dapat dilakukan dengan bantuan kuas penyapu (pengecat) dinding atau merang
yang diikat. Caranya, alat tersebut dicelupkan kedalam ember yang berisi larutan pestisida
memberikan hasil yang baik, butiran semprot harus diarahkan ke bagian tanaman dimana jasad
sasaran berada. Apabila sudah tersedia ambang kendali hama, penyemprotan pestisida nabati
sebaiknya berdasarkan ambang kendali. Untuk menentukan ambang kendali, perlu dilakukan
pengamatan hama seteliti mungkin. Pengamatan yang tidak teliti dapat mengakibatkan hama
sudah terlanjur besar pada pengamatan berikutnya dan akhirnya sulit dilakukan pengendalian
(Huda, 2003).
Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) tergolong dalam Famili Meliaceae dengan
tinggi pohon sampai 20 meter daunnyamajemuk berbentuk lonjong dan bergigi. Daun sangat
pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti bawang putih. Untuk buah berbentuk elips, berdaging
tebal, panjang 1,2 – 2 cm, hijau/kuning ketika masak, dengan lapisan tipis kutikula yang keras
Biji mimba memiliki kandungan bahan aktif pestisida lebih banyak dibandingkan dengan
daunnya. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain azadirachtin, salannin,
azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen. Dari beberapa komponen aktif
tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi sebagai pestisida yaitu azadirachtin,
salannin, nimbinen dan meliantriol. Lebih lanjut dilaporkan bahwa kegunaan lain dari mimba ini
adalah dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida, fungisida, akarisida, nematisida dan
virusida. Azadirachtin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam biji mimba. Satu
gram biji mimba mengandundung 2-4 mg azadirachtin, dimana senyawa ini tidak mematikan
serangga secara langsung, tetapi melalui mekanisme menolak makan serta mengganggu
pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai penghambat
makan serangga. Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai antivirus. Sementara meliantriol
melalui berbagai macam cara, antara lain : 1). Menghambat perkembangan telur, larva atau pupa;
2).Menghambat pergantian kulit pada stadium larva, 3). Mengganggu kopulasi dan komunikasi
seksual serangga, 4). Mencegah betina untuk meletakkan telur, 5). Menghambat reproduksi atau
menyebabkan serangga mandul, 6). Meracunilarva dan dewasa, dan 7). Mengurangi napsu
makan atau memblokir kemampuan makan. Hal yang sama juga didukung bahwa pestisida dari
mimba cara kerjanya dapat mempengaruhi reproduksi dan perilaku organisme penggangu
perkembangan serangga, juga baik sebagai racun perut maupun racun kontak. Hal yang sama
juga didukung oleh Indiati (2009), melaporkan bahwa cara kerja dari mimba adalah berdasarkan
kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtin meliantriol, salanin,
dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman mimba. Senyawa aktif
tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi berpengaruh terhadap daya makan,
pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi
seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga
berperan sebagai pemandul. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki
sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif
tersebut telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif
Untuk mengetahui efektivitas Serbuk biji mimba sebagai pestisida, telah dilakukan
penelitian oleh Sudarmo ( 2005), dengan mengambil dua contoh serangga uji, yaitu ulat buah
kapas Helicoverpa armigera dan ulat grayak Spodoptera litura.Kedua jenis hama tersebut
merupakan hama yang menyerang berbagai jenis tanaman, misalnya tembakau, kapas, sayuran,
Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil,
- peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa saat
menjelang panen.
- Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)
- Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.
- Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis, karena
pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan
- Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari insektisida
sintetik.
Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping
itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih
pestisida kimia dari pada nabati. Kurangnya dorongan penentu kebijakan Bahan, seperti halnya
biji mimba tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan karena biji mimba
hanya dapat dipanen setahun sekali. Frekuensi pemakaian lebih tinggi, yang disebabkan karena
sifat racunnya mudah terdegradasi Memerlukan persiapan yang agak lama, untuk mendapatkan
konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan perendaman selama 12 jam (semalam)
(Wowiling, 2003).
2. Gulma Siam (Chromolaena odorata)
C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan tumbuhan terna pemanjat
semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada tempat terbuka dan dapat mencapai dua
puluh meter apabila tumbuh memanjat pada pohon. Gulma ini dinyatakan sebagai gulma penting
Tanaman ini mengandung senyawa metabolik sekunder yang mampu memberikan efek
kronik pada nematoda parasit (Radhopolus similis), dan beberapa jenis serangga seperti rayap,
Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati telah dimulai pada beberapa hama antara lain
pada ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Isoptera. Variasi aktivitasnya bisa berupa
efek insektisidal atau repelen tergantung spesies hamanya. Adanya efek biocidal dari ekstrak C.
odorata diduga karena peran dari satu atau beberapa senyawa-senyawa yang terkandung dalam
C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas,
khalkones, asam aromatik dan minyak esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga
dapat menimbulkan efek pestisidal dan nematisidal. Ditemukan juga sejenis alkaloid yang oleh
Moder (2002) cit Haryati et al.,(2004) disebut Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang dalam
kaitannya dengan serangga, PAs ini berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal.
Selain itu secara umum juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan senyawa
tersebut (PAs) dan sebagai alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai
peran yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa lain yang dikandung oleh C. odorata,
sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih komprehensif dan maju.
Di samping berefek menghambat dan insektisidal, PAs juga telah diketahui sebagai
senyawa toksik yang bisa menyebabkan efek karsinogenis dan kerusakan liver, yang reaksinya
terjadi pada penelanan dosis 10-20 mg. Reaksinya bisa berupa pembesaran sel liver dan
nukleinnya, gangguan metabolisme sel liver yang menghasilkan gangguan fungsional, timbulnya
daerah kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis 10 mg atau kurang perhari bisa
menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada hati, liver, sistem pernafasan jika digunakan
Dalam kaitannya sebagai bahan pestisida nabati, hubungan PAs dan serangga mendapat
kajian yang komprehensif, karena PAs ini ternyata tidak hanya bersifat merugikan herbivor
(manusia, ternak dan serangga), tapi juga dimanfaatkan oleh beberapa serangga sebagai bagian
yang penting dan menguntungkan selama siklus hidupnya, diantaranya sebagai pelindung telur,
pelindung beberapa serangga dari serangan laba-laba predator, untuk modal kawin/menarik
pasangannya dan lain-lain. Fenomena ini disebut sebagai farmakopagi yaitu PAs digunakan
sebagai sumber nutrisi bagi serangga. Serangga farmakopagi didapati pada famili Danaidae di
Amerika Utara dan Ithomiidae di Amerika Selatan, Arctiidae dan Ctenuchidae juga Tyria
jacobea yang mengumpulkan PAs agar rasanya enak bagi predator (Hidayah, 2007).
dapatdigunakan sebagai pestisida adalah bunganya dengan bahan aktif berupa piretin dengan
kilogram bubuk bungakrisan dengan 3,4 liter etanol. Dari campuran itu, dihasilkan 1,6 liter
piretrin, yaknisenyawa kimia yang dapat menyerang urat saraf pusat serangga dan tidak
berbahaya bagilingkungan di sekitarnya. Tepung bunganya pada konsentrasi 0,5 % dapat
1000 m dpl.Batang kecil dengan tinggi pohon mencapai 2 ± 5 m. Bijisaga mengandung bahan aktif
insektisida berupa tanin dantoksabulmin. Dengan menumbuk biji menjadi tepung terigukonsentrasi 5 %
dapat digunakan untuk mengendalikan hama gudang seperti Sitophilus sp. selama 3 bulan
Seringkali petani menyimpan benih-benih palawija untuk ditanam kembali dalam waktu yang
lama,dan ketika dibuka ternyata banyak hama gudangnya. Entah itu Callusobrocus sp ataupun
Sitopylus sp. Saat ini jarang sekali petani yang memperlakukan pengendalian hama terhadap
hama gudang.Padahal ada perlakuan untuk mengendalikan hama gudang yang mudah dan
- Kering anginkan daun cengkeh secukupnya. Daun cengkeh dikeringkan tetapitidak dijemur
- Sebelum benih dimasukkan, masukkan daun cengkeh tadi sebanyak 2% dari bobot benih.
-Batasi antara daun cengkeh dan benih tadi dengan kain bekas
-Tutupi permukaan benih tadi dengan kain bekas yang lainnya lagi.
-Taburi daun cengkeh lagi diatas permukaan kain bekas tadi sebanyak 2% dari total bobot benih.
-Tutup rapat benih wadah benih tadi.Dengan cara tersebut aman dari hama gudang sampai saat
tiba waktunya akandigunakan. Kenapa daun cengkeh sangat efektif untuk mengendalikan hama
gudang,karena didalamnya mengandung senyawa metil eugenol dkk yang sangat beracun
bagiserangga dan bakteri. Kalau untuk penyimpanan benih untuk konsumsi penulis belum pernah
Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7 meter.Tanaman
ini tumbuh baik di daerah tropis dansubtropis di tanah berbatu, kering dan terkenacahaya sinar
matahari langsung. Bagian tumbuhan yang digunakan biji, untuk mengendalikan OPT sasaran
hama gudang.
Senyawa aktif utama yang bersifat antifeedan dan insektisida adalah asimisin
karbohidrat, lemak (42-45%), asam amino, protein, polifenol, minyak atsiri, terpen, dan
bioaktif dari kelompok tumbuhan annonaceae dikenal dengannama acetogenin. Selain bijinya,
bagian tanaman lain yang mengandung bahan aktif yangefektif sebagai pestisida nabati adalah
buah mentah, daun, dan akar. Kandungan aktif bekerja sebagai racun kontak, racun perut,
repellent, dan antifeedan. Hama yang dikendalikan Serbuk daun srikaya diketahui dapat
digunakan untuk mengendalikan hama gudang. Di Cina dan Filipina, tepung biji srikaya digunakan
sebagai bahan insektisida.Laporan lain menyatakan bahwa 1% tepung srikaya yang dicampurkan
dalam biji kacanghijau dapat mengendalikan hama gudang C allosobruchus analis dan Tribolium
castaneum juga dapat menghambat proses peletakan telur serangga hama pada biji
kacanghijau.Cara aplikasi Biji/kulit kayu dikeringkan, dikuliti dan ditumbuk. Biji yang sudah
berupa tepungdirendam dengan pelarut aquades atau etanol dalam alat ekstraksi. Kemudian
disaring.Untuk memperoleh ekstrak 4,5 liter diperlukan 7,5 kg biji. Ekstrak biji srikaya yangdibuat
dengan eter atau petroleum eter dapat meningkatkan tingkat racunnya sampai 50-100 kali lipat.
Potensi pestisida nabati ini apabila dikembangkan akan memperoleh hasil pengendalian OPT
yang murah dan tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan baik bagi pekerja, hewan,
Serai wangi dapat tumbuh di tempat yangkurang subur bahkan di tempat yang tandus.
memerlukan perawatan khusus. Manfaat :Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida yaitu
untuk insektisida, bakterisida,dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak
atsiri yang terdiri darisenyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol
dan dipentena.Daun dan tangkainya menghasilkan minyak asiri yang dapat digunakan untuk
mengusir nyamuk dan serangga. Secara tradisional dapat dilakukan dengan cara : Daun dan
tangkainya ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50gr/l; Kemudian endapkan selama
24 jam kemudian disaring agar didapat larutan yangsiap diaplikasikan; Aplikasi dilakukan
dengan cara disemprotkan atau disiramkan. Sedangkan untuk pengendalian hama gudang dilakukan
dengan cara membakar daun atau batang hingga didapatkan abu, lalu sebarkan/letakkan didekat
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, R., Munandar, F., Valerina, Y., Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida Kimia pada
Benih. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Sumedang.
Deptan. 2006. Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman dengan Pestisida Nabati. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat.
Haryati, S., dkk. 2004. Pemanfaatan Ekstrak Gulma Siam Untuk Mengendalikan S. Exigua Pada
Pertanaman Bawang merah di Kretek Bantul. Program Kreativitas Mahasiswa. UGM.
Yogyakarta.
Hidayah, N. 2007. Prospek Gulma Siam (Chromolaena odorata) sebagai Pengendali spodoptera litura
pada Tanaman Tembakau. Diunduh dari http://UGM.ac.id (14 Juni 2012).
Huda, S. 2003. Pengendali Hayati atau Bio Pestisida Alami. Diunduh dari linksource:
http://organikhijau.com/pengendali.php (14 Juni 2012).
Rachmawaty, D dan Korlina, E. 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan Organisme
Pengganggu Tanaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius.
Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis dan Budiman, A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa sebagai
Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Wiwin, S., R. Murtiningsih, N.Gunaeni dan T.Rubiati, 2008. Tumbuhan Bahanm Pestisida Nabati dan
cara pembuatannya untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan. Diunduh dari
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php/Info-Aktual/MIMBA PESTISIDA-NABATI-
RAMAHLINGKUNGAN. html
Wowiling, J. 2003. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dalam Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Sulawesi Utara
Tambahkan komentar
Rosma S.S
Klasik
Kartu Lipat
Majalah
Mozaik
Bilah Sisi
Cuplikan
Kronologis
1.
Nov
16
Evaporasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehilangan air melalui permukaan teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui
permukaan tanaman (transpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang-kadang disebut
penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen
neraca air atau menjadi dua komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi
(Guslim, 2007).
Laju evapotranspirasi dinyatakan dengan banyaknya air yang hilang oleh proses
evapotranspirasi dari suatu daerah tiap satuan luas dalam satu satuan waktu. Ini dapat
pula dinyatakan sebagai volume air cair yang hilang oleh proses evapotranspirasi dari
daerah tadi dalam satu satuan waktu yang setara dengan tinggi atau tebal air cair yang
hilang tiap satu satuan waktu dari daerah yang ditinjau. Satuan waktu yang dipakai bisa
satu jam atau satu hari dan satuan tebal dapat milimeter atau sentimeter
(Prawirowardoyo, 1996).
1
Selama air tetap tersedia, evapotranspirasi akan memproses nilai kemungkinan
maksimum hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia dan kontrol terhadap
vegetasi, jika ada. Saat permukaan tanah kering atau air tanah menjadi terbatas, maka
nilai ET akan bertambah (Rosenberg, dkk, 1996).
2
Pada atmosfer, relatif transparent untuk radiasi, dengan hasil sinar matahari akan menuju
bumi dengan banyak reduksi tenaga. Kaca jendela biasa juga relatif transparent pada
radiasi, sehingga energi radiasi akan menembus menuju kaca dan diabsorbsi pada lantai,
dll (Pettersen, 1997).
Air evaporasi (di bawah beberapa kondisi) karena fraksi molekul menyediakan
energi yang cukup pada beberapa gerakan lambat dan tubrukan untuk menghancurkan
gerakan menarik intermolekular dan jalan keluar menuju permukaan menjadi uap air, gas
yang kering (hanya beberapa larutan yang basah)
(Cole, 1990).
Tujuan Percobaan
Kegunaan Penulisan
-Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium
Agroklimatologi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan
Nilai evaporasi atau evapotranspirasi pada suatu daerah tergantung pada dua
faktor. Faktor yang pertama adalah ketersediaan kelembaban pada permukaan evaporasi
saat atmosfer mampu untuk menguapkan air dan menghapusnya dan mentransportasikan
air evaporasi ke atas. Faktor yang kedua dari evaporasi atau evapotranspirasi, yaitu fungsi
dari beberapa faktor termasuk radiasi surya, temperatur, kecepatan angin, dan
kelembaban (Ayoade, 1983).
3
4
Tekanan uap air dalam fase cair adalah tekanan uap jenuh pada temperatur air
yang bersangkutan. Selama tekanan uap air di dalam air melebihi tekanannya di udara,
evaporasi akan berjalan terus. Angin turbulensi yang kuat mendorong evaporasi yang
cepat, sebab angin itu membawa uap air yang baru saja dievaporasikan dari permukaan,
sehingga tetap ada perbedaan tekanan uap air (gradien) antara udara dan air (Trewartha
dan Horn, 1995).
5
Laju evapotranspirasi ditentukan oleh dua pengendali atau kontrol utama. Yang
pertama ialah ketersediaan air pada permukaan daerah tersebut dan kontrol kedua ialah
kemampuan atmosfer mengevapotransporasikan air dari permukaan dan memindahkan
uap airnya ke atas. Kalau banyaknya air yang tersedia tak terbatas, maka evapotranspirasi
akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan tersebut. Akan tetapi pada
umumnya banyaknya air pada permukaan tidaklah selalu tersedia. Kedua kontrol utama
evapotranspirasi merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti radiasi matahari, suhu,
laju angin, dan kelembaban (Prawirowardoyo, 1996).
Evaporasi air dari manapun asalnya, memiliki efek dalam menyejukkan udara,
jadi telah diduga bahwa dengan vegetasi yang padat atau sekitar permukaan air, udara
akan disejukkan tapi dengan kelembaban yang relatif tinggi. Jauh dari tanah terbuka
relatif, evaporasi dari kelembaban tanah bisa menggunakan energi radiasi, dimana
biasanya masih banyak kemungkinan untuk mencapai temperatur yang tinggi (Griffiths,
1966).
Persamaan neraca air terdiri atas enam komponen, yaitu hujan (dan irigasi bila
digunakan), evapotransporasi potensial sebenarnya penyimpanan air dalan tanah, surplus,
dan defisit. Setiap periode tertentu evapotransporasi berlangsung dengan mengambil
penyimpanan air tanah sedangkan hujan merupakan penambahan. Hujan yang lebih besar
daripada kapasitas penyimpanan air dalam tanah, dianggap sebagai surplus yang bisa
berupa limpasan atau proklasi
6
dalam. Bila neraca air mencapai nol, terjadi kekeringan dan evapotransporasi berhenti
(Guslim, 2007).
Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan
bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan
bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.
Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan udara, kedalaman air dan
kualitas air. Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan
udara, kedalaman air dan kualitas air. Kedalaman air juga mempengaruhi evaporasi,
karena untuk menaikkan temperatur air yang mempunyai lapisan tebal (dalam) lebih
banyak diperlukan panas dari pada yang mempunyai lapisan tipis (dangkal). Untuk
penyinaran matahari yang sama maka akan lebih banyak menaikkan temperatur air yang
dangkal dari pada yang dalam, hingga evaporasi pada air yang dangkal lebih banyak
(http://www.scribd.com, 2010).
BAHAN DAN METODE
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air sebagai bahan untuk
dievaporasikan.
Alat
- Panci penguapan sebagai alat untuk mengukur banyaknya air yang menguap
- Evaporimeter sebagai alat untuk mengukur penguapan yang terjadi
- Silinder kuningan sebagai alat untuk mengukur penguapan yang terjadi
Gambar Alat
2. Evaporimeter
3. Silinder Kuningan
8
7
Prosedur Percobaan
1. Evaporimeter
- Diletakkan air pada silinder besar
- Disesuaikan jarum pias dengan kertas pias pada angka
- Dikunci silinder besar dengan memutar silinder kuningan, lalu ditutup
- Dibawa alat ke lapangan dan diletakkan di dalam sangkar meteo
2. Silinder kuningan dan panci penguapan
- Dibawa panci penguapan ke lapangan dan diisi aquades secukupnya
- Diletakkan silinder kuningan di panci penguapan dengan ujung jangkar mengenai
batas permukaan aquades
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
9
8
Tanggal Pengamatan : 28-10-2010
Pembahasan
Dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai evaporasi tertinggi adalah
96,2 mm pada tanggal 23 September 2010 pada pukul 15:16 WIB. Evaporasi merupakan
hilangnya air lewat penguapan. Hal ini menunjukkan bahwa evaporasi terjadi dengan
syarat ketersediaan air dan kondisi udara yang mendukung agar evaporasi bisa terjadi.
Hal ini sesuai dengan literatur Prawirowardoyo (1996) yang menyatakan bahwa
ketersediaan air pada permukaan daerah dan kemampuan atmosfer
mengevapotransporasikan air dari permukaan dan memindahkan uap airnya ke atas akan
memungkinkan evaporasi berlangsung. Kalau banyaknya air yang tersedia tak terbatas,
maka evapotranspirasi akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan
tersebut.
Nilai evaporasi terendah adalah 29,08 mm pada tanggal 04 November 2010 pada
pukul 16:05 WIB. Jam ini lebih sore daripada pengamatan pada pukul 15:16 WIB dimana
didapat data nilai evaporasi yang tertinggi. Semakin sore, kelembaban udara akan
semakin relatif tinggi. Kelembaban udara berpengaruh pada laju penguapan. Hal ini
sesuai dengan literatur literatur Prawirowardoyo (1996) yang menyatakan bahwa
kelembaban udara menentukan kapasitas atau kemampuan udara menampung uap air.
Makin besar kelembaban udara, makin kecil kemampuannya untuk menampung uap air
dan sebaliknya.
Nilai evaporasi berubah-ubah pada tiap keadaan dan kondisi tertentu. Faktor yang
paling banyak mempengaruhi evaporasi adalah dari atmosfer bumi sendiri. Hal ini sesuai
dengan literatur Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang
mempengaruhi evaporasi, yaitu faktor-faktor meteorologi yang meliputi radiasi matahari,
suhu udara dan permukaan, kelembaban, angin, dan tekanan barometer ; faktor-faktor
geografi yang meliputi kualitas air, jeluk tubuh air, dan ukuran dan bentuk permukaan
air ; faktor-faktor lainnya yang meliputi kandungan lengas tanah, jeluk muka air tanah,
warna tanah, tipe, kerapatan, dan tingginya vegetasi, dan ketersediaan air dari hujan,
irigasi, dll.
Dari per
12
cobaan ini diketahui bahwa telah proses evaporasi merupakan suatu proses yang
membutuhkan waktu singkat untuk bisa diukur nilainya. Evaporasi merupakan suatu
kejadian terjadinya penguapan. Hal ini menunjukkan bahwa penguapan merupakan suatu
proses yang terkait antara udara dan air. Hal ini sesuai dengan literatur
http://www.scribd.com (2010) yang menyatakan bahwa evaporasi atau penguapan adalah
proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka
tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bangunan atau tanaman menjadi
molekul uap air di atmosfer.
Metode pengukuran evaporasi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan
panci penguapan. Prinsipnya adalah dengan mengukur pengurangan tinggi di muka air
dalam panci. Metode ini dinilai yang sangat mudah untuk digunakan mengukur evaporasi
. Hal ini sesuai dengan literatur Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa panci penguapan
merupakan metode yang sangat sederhana dan paling sering digunakan.
KESIMPULAN
1. Nilai evaporasi tertinggi adalah 96,2 mm pada tanggal 23 September 2010 pada
pukul 15:16 WIB
2. Nilai evaporasi terendah adalah 29,08 mm pada tanggal 04 November 2010 pada
pukul 16:05 WIB
4. Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan
bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas
permukaan bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.
5. Metode pengukuran evaporasi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan
panci penguapan yang dapat mengukur pengurangan tinggi di muka air dalam panci
Diposkan 16th November 2012 oleh Rosma S.S
Lihat komentar
1.
Balas
2.
Nov
16
Pestisida Nabati
PENDAHULUAN
Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau
bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi
berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang
merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau
bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida
Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama
digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih
dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai
bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada
tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai
pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan
penggerek batang padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai
sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya
yang dikerjakan oleh kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat
secara sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan
rebusan dari bagian tanaman berupa akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila
dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan
murah. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati, yang dapat
dibuat melalui teknologi yang sederhana adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain
Sampai saat ini telah terinventarisasi sebanyak 2.400 jenis tumbuhan yang terdiri
dari 235 famili berpotensi sebagai bahan pestisida nabati. Famili tumbuhan yang
Asteraceae, Piperaceae, Rutaceae. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
ditemukannya famili tumbuhan yang baru untuk dijadikan sebagai insektisida nabati
Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan, terdapat juga
senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas
ekstrak secara keseluruhan (sinergi) sehingga sangat efektif dan cepat membunuh hama.
Selain itu, serangga tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan
beberapa bahan aktif. Hal ini disebabkan karena kemampuan serangga untuk membentuk
sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil
daripada terhadap senyawa insektisida tunggal. Selain itu cara kerja senyawa dari bahan
nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil kemungkinannya terjadi resistensi
dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati
yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti
berikut:
1. Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat
2. Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa
yang pahit
3. Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur
6. Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap
- -menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.
(Deptan, 2006).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit
melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara
(Huda, 2003).
gendong seperti pestisida kimia pada umumnya. Namun, apabila tidak dijumpai alat
semprot, aplikasi pestisida nabati dapat dilakukan dengan bantuan kuas penyapu
(pengecat) dinding atau merang yang diikat. Caranya, alat tersebut dicelupkan kedalam
ember yang berisi larutan pestisida nabati, kemudian dikibas-kibaskan pada tanaman.
Supaya penyemprotan pestisida nabati memberikan hasil yang baik, butiran semprot
harus diarahkan ke bagian tanaman dimana jasad sasaran berada. Apabila sudah tersedia
kendali. Untuk menentukan ambang kendali, perlu dilakukan pengamatan hama seteliti
mungkin. Pengamatan yang tidak teliti dapat mengakibatkan hama sudah terlanjur besar
pada pengamatan berikutnya dan akhirnya sulit dilakukan pengendalian (Huda, 2003).
dengan tinggi pohon sampai 20 meter daunnyamajemuk berbentuk lonjong dan bergigi.
Daun sangat pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti bawang putih. Untuk buah
berbentuk elips, berdaging tebal, panjang 1,2 – 2 cm, hijau/kuning ketika masak, dengan
lapisan tipis kutikula yang keras dan daging buah berair (Wowiling, 2003).
Biji mimba memiliki kandungan bahan aktif pestisida lebih banyak dibandingkan
dengan daunnya. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain
Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi
sebagai pestisida yaitu azadirachtin, salannin, nimbinen dan meliantriol. Lebih lanjut
dilaporkan bahwa kegunaan lain dari mimba ini adalah dapat digunakan sebagai
merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam biji mimba. Satu gram biji
serangga secara langsung, tetapi melalui mekanisme menolak makan serta mengganggu
serangga melalui berbagai macam cara, antara lain : 1). Menghambat perkembangan
telur, larva atau pupa; 2).Menghambat pergantian kulit pada stadium larva, 3).
Mengganggu kopulasi dan komunikasi seksual serangga, 4). Mencegah betina untuk
meletakkan telur, 5). Menghambat reproduksi atau menyebabkan serangga mandul, 6).
Meracunilarva dan dewasa, dan 7). Mengurangi napsu makan atau memblokir
kemampuan makan. Hal yang sama juga didukung bahwa pestisida dari mimba cara
serangga, juga baik sebagai racun perut maupun racun kontak. Hal yang sama juga
didukung oleh Indiati (2009), melaporkan bahwa cara kerja dari mimba adalah
berdasarkan kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtin
meliantriol, salanin, dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman
mimba. Senyawa aktif tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi
berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit,
menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan
menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga berperan sebagai pemandul. Selain
bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida,
virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif tersebut telah
dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif
dilakukan penelitian oleh Sudarmo ( 2005), dengan mengambil dua contoh serangga uji,
yaitu ulat buah kapas Helicoverpa armigera dan ulat grayak Spodoptera litura.Kedua
jenis hama tersebut merupakan hama yang menyerang berbagai jenis tanaman, misalnya
Pestisida dari mimba ini menurut Wiwin dkk, (2008), mempunyai keunggulan dan
1. Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil,
- peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa
- Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)
- Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.
- Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis,
karena pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai
- Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari
insektisida sintetik.
Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping
itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih
pestisida kimia dari pada nabati. Kurangnya dorongan penentu kebijakan Bahan, seperti
halnya biji mimba tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan
karena biji mimba hanya dapat dipanen setahun sekali. Frekuensi pemakaian lebih tinggi,
yang disebabkan karena sifat racunnya mudah terdegradasi Memerlukan persiapan yang
agak lama, untuk mendapatkan konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan
C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan tumbuhan terna
pemanjat semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada tempat terbuka dan
dapat mencapai dua puluh meter apabila tumbuh memanjat pada pohon. Gulma ini
(Hidayah, 2007).
efek kronik pada nematoda parasit (Radhopolus similis), dan beberapa jenis serangga
Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati telah dimulai pada beberapa hama
antara lain pada ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Isoptera. Variasi
aktivitasnya bisa berupa efek insektisidal atau repelen tergantung spesies hamanya.
Adanya efek biocidal dari ekstrak C. odorata diduga karena peran dari satu atau beberapa
senyawa-senyawa yang terkandung dalam C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil
ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas, khalkones, asam aromatik dan minyak
esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga dapat menimbulkan efek pestisidal
dan nematisidal. Ditemukan juga sejenis alkaloid yang oleh Moder (2002) cit Haryati et
al.,(2004) disebut Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang dalam kaitannya dengan serangga,
PAs ini berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal. Selain itu secara umum
juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan senyawa tersebut (PAs)
dan sebagai alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai peran
yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa lain yang dikandung oleh C. odorata,
sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih komprehensif dan maju.
sebagai senyawa toksik yang bisa menyebabkan efek karsinogenis dan kerusakan liver,
yang reaksinya terjadi pada penelanan dosis 10-20 mg. Reaksinya bisa berupa
pembesaran sel liver dan nukleinnya, gangguan metabolisme sel liver yang menghasilkan
gangguan fungsional, timbulnya daerah kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis
10 mg atau kurang perhari bisa menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada hati,
Dalam kaitannya sebagai bahan pestisida nabati, hubungan PAs dan serangga
mendapat kajian yang komprehensif, karena PAs ini ternyata tidak hanya bersifat
merugikan herbivor (manusia, ternak dan serangga), tapi juga dimanfaatkan oleh
beberapa serangga sebagai bagian yang penting dan menguntungkan selama siklus
Fenomena ini disebut sebagai farmakopagi yaitu PAs digunakan sebagai sumber nutrisi
bagi serangga. Serangga farmakopagi didapati pada famili Danaidae di Amerika Utara
dan Ithomiidae di Amerika Selatan, Arctiidae dan Ctenuchidae juga Tyria jacobea yang
mencampurkan satu kilogram bubuk bungakrisan dengan 3,4 liter etanol. Dari campuran
itu, dihasilkan 1,6 liter piretrin, yaknisenyawa kimia yang dapat menyerang urat saraf
pusat serangga dan tidak berbahaya bagilingkungan di sekitarnya. Tepung bunganya pada
mengandung bahan aktif insektisida berupa tanin dantoksabulmin. Dengan menumbuk biji
yang lama,dan ketika dibuka ternyata banyak hama gudangnya. Entah itu Callusobrocus
sp ataupun Sitopylus sp. Saat ini jarang sekali petani yang memperlakukan pengendalian
hama terhadap hama gudang.Padahal ada perlakuan untuk mengendalikan hama gudang
bobot benih.
-Batasi antara daun cengkeh dan benih tadi dengan kain bekas
-Tutupi permukaan benih tadi dengan kain bekas yang lainnya lagi.
-Taburi daun cengkeh lagi diatas permukaan kain bekas tadi sebanyak 2% dari total bobot
benih.
-Tutup rapat benih wadah benih tadi.Dengan cara tersebut aman dari hama gudang
sampai saat tiba waktunya akandigunakan. Kenapa daun cengkeh sangat efektif untuk
dkk yang sangat beracun bagiserangga dan bakteri. Kalau untuk penyimpanan benih untuk
dkk, 2010).
Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7
meter.Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dansubtropis di tanah berbatu, kering dan
minyak atsiri, terpen, dan senyawa-senyawa aromatik seperti tumbuhan pada umumnya.
dengannama acetogenin. Selain bijinya, bagian tanaman lain yang mengandung bahan
aktif yangefektif sebagai pestisida nabati adalah buah mentah, daun, dan akar.
Kandungan aktif bekerja sebagai racun kontak, racun perut, repellent, dan antifeedan.
Hama yang dikendalikan Serbuk daun srikaya diketahui dapat digunakan untuk
mengendalikan hama gudang. Di Cina dan Filipina, tepung biji srikaya digunakan sebagai
dalam biji kacanghijau dapat mengendalikan hama gudang C allosobruchus analis dan
Tribolium castaneum juga dapat menghambat proses peletakan telur serangga hama pada
biji kacanghijau.Cara aplikasi Biji/kulit kayu dikeringkan, dikuliti dan ditumbuk. Biji
yang sudah berupa tepungdirendam dengan pelarut aquades atau etanol dalam alat
ekstraksi. Kemudian disaring.Untuk memperoleh ekstrak 4,5 liter diperlukan 7,5 kg biji. Ekstrak
biji srikaya yangdibuat dengan eter atau petroleum eter dapat meningkatkan tingkat
racunnya sampai 50-100 kali lipat. Potensi pestisida nabati ini apabila dikembangkan akan
memperoleh hasil pengendalian OPT yang murah dan tidak menimbulkan dampak negatif
yang tidak diinginkan baik bagi pekerja, hewan, maupun lingkungan (Aditya dkk, 2010).
yaitu untuk insektisida, bakterisida,dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini
berbentuk minyak atsiri yang terdiri darisenyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena,
nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena.Daun dan tangkainya menghasilkan minyak
asiri yang dapat digunakan untuk mengusir nyamuk dan serangga. Secara tradisional
dapat dilakukan dengan cara : Daun dan tangkainya ditumbuk lalu direndam dalam air dengan
konsentrasi 25-50gr/l; Kemudian endapkan selama 24 jam kemudian disaring agar didapat
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, R., Munandar, F., Valerina, Y., Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida
Kimia pada Benih. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran. Sumedang.
Huda, S. 2003. Pengendali Hayati atau Bio Pestisida Alami. Diunduh dari linksource:
http://organikhijau.com/pengendali.php (14 Juni 2012).
Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis dan Budiman, A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan
Rawa sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.
Tambahkan komentar
Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.