Anda di halaman 1dari 42

Nov

16

Pestisida Nabati

PENDAHULUAN

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau bagian

tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi berbagai bentuk,

antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang merupakan hasil

pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau bagian tumbuhan dibakar

untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida (Thamrin dkk, 2005).

Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama digunakan,

bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih dilakukan secara

tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai bahan yang tersedia di alam

untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada tahun 40-an sebagian petani di

Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai pestisida, diantaranya menggunakan daun

sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan penggerek batang padi. Sedangkan petani di

India, menggunakan biji mimba sebagai insektisida untuk mengendalikan hama serangga.

Namun setelah ditemukannya pestisida sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan

tumbuhan atau bahan alami lainnya tidak digunakan lagi. (Thamrin dkk, 2005).

Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi yang sederhana yang

dikerjakan oleh kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat secara

sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan rebusan dari

bagian tanaman berupa akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila dibandingkan dengan
pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan murah. Beberapa tanaman yang

dapat digunakan sebagai pestisida nabati, yang dapat dibuat melalui teknologi yang sederhana

adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain (Rachmawaty dan Korlina, 2009).

Sampai saat ini telah terinventarisasi sebanyak 2.400 jenis tumbuhan yang terdiri dari 235

famili berpotensi sebagai bahan pestisida nabati. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan

sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae,

Rutaceae. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk ditemukannya famili tumbuhan

yang baru untuk dijadikan sebagai insektisida nabati (Rachmawaty dan Korlina, 2009).

Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan, terdapat juga senyawa

lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas ekstrak secara

keseluruhan (sinergi) sehingga sangat efektif dan cepat membunuh hama. Selain itu, serangga

tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan beberapa bahan aktif. Hal ini

disebabkan karena kemampuan serangga untuk membentuk sistem pertahanan terhadap beberapa

senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil daripada terhadap senyawa insektisida tunggal.

Selain itu cara kerja senyawa dari bahan nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil

kemungkinannya terjadi resistensi silang (Sudarmo, 2005).

Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran dengan

cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati yang umumnya

tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti berikut:

1.      Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat

2.      Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa yang

pahit

3.      Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur
4.      Racun syaraf

5.      Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga

6.      Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap

(Thamrin dkk, 2005).

Kelebihan dan Kelemahan Pestisida Nabati

Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan pestisida

nabati adalah :

-          -murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani

-         - relatif aman terhadap lingkungan

-          -tidak menyebabkan keracunan pada tanaman

-          -sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama

-          -kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain

-          -menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.

               Sementara, kelemahan pestisida nabati adalah :

-          -daya kerjanya relatif lambat

-         - tidak membunuh jasad sasaran secara langsung

-          -tidak tahan terhadap sinar matahari

-         - kurang praktis

-          -tidak tahan disimpan

-          -kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.

(Deptan, 2006).
Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit melalui

cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerja

pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :

-          -merusak perkembangan telur, larva dan pupa

-          -menghambat pergantian kulit

-          -mengganggu komunikasi serangga

-          -menyebabkan serangga menolak makan

-          -menghambat reproduksi serangga betina

-          -mengurangi nafsu makan

-          -memblokir kemampuan makan serangga

-          -mengusir serangga, dan

-          -menghambat perkembangan patogen penyakit

(Huda, 2003).

Pestisida nabati dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat semprot (sprayer) gendong

seperti pestisida kimia pada umumnya. Namun, apabila tidak dijumpai alat semprot, aplikasi

pestisida nabati dapat dilakukan dengan bantuan kuas penyapu (pengecat) dinding atau merang

yang diikat. Caranya, alat tersebut dicelupkan kedalam ember yang berisi larutan pestisida

nabati, kemudian dikibas-kibaskan pada tanaman. Supaya penyemprotan pestisida nabati

memberikan hasil yang baik, butiran semprot harus diarahkan ke bagian tanaman dimana jasad

sasaran berada. Apabila sudah tersedia ambang kendali hama, penyemprotan pestisida nabati

sebaiknya berdasarkan ambang kendali. Untuk menentukan ambang kendali, perlu dilakukan

pengamatan hama seteliti mungkin. Pengamatan yang tidak teliti dapat mengakibatkan hama
sudah terlanjur besar pada pengamatan berikutnya dan akhirnya sulit dilakukan pengendalian

(Huda, 2003).

Beberapa Tumbuhan yang digunakan sebagai Pestisida Nabati

1.      Mimba (Azidirachta indica A. Juss)

Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) tergolong dalam Famili Meliaceae dengan

tinggi pohon sampai 20 meter daunnyamajemuk berbentuk lonjong dan bergigi. Daun sangat

pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti bawang putih. Untuk buah berbentuk elips, berdaging

tebal, panjang 1,2 – 2 cm, hijau/kuning ketika masak, dengan lapisan tipis kutikula yang keras

dan daging buah berair (Wowiling, 2003).

Biji mimba memiliki kandungan bahan aktif pestisida lebih banyak dibandingkan dengan

daunnya. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain azadirachtin, salannin,

azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen. Dari beberapa komponen aktif

tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi sebagai pestisida yaitu azadirachtin,

salannin, nimbinen dan meliantriol. Lebih lanjut dilaporkan bahwa kegunaan lain dari mimba ini

adalah dapat digunakan sebagai insektisida, bakterisida, fungisida, akarisida, nematisida dan

virusida. Azadirachtin merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam biji mimba. Satu

gram biji mimba mengandundung 2-4 mg azadirachtin, dimana senyawa ini tidak mematikan

serangga secara langsung, tetapi melalui mekanisme menolak makan serta mengganggu

pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai penghambat

makan serangga. Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai antivirus. Sementara meliantriol

mempunyai daya kerja penolak serangga (Wowiling, 2003).

Berdasarkan inventarisasi beberapa pustaka, ekstrak mimba mempengaruhi serangga

melalui berbagai macam cara, antara lain : 1). Menghambat perkembangan telur, larva atau pupa;
2).Menghambat pergantian kulit pada stadium larva, 3). Mengganggu kopulasi dan komunikasi

seksual serangga, 4). Mencegah betina untuk meletakkan telur, 5). Menghambat reproduksi atau

menyebabkan serangga mandul, 6). Meracunilarva dan dewasa, dan 7). Mengurangi napsu

makan atau memblokir kemampuan makan. Hal yang sama juga didukung bahwa pestisida dari

mimba cara kerjanya dapat mempengaruhi reproduksi dan perilaku organisme penggangu

tumbuhan (OPT), dapat berperan sebagai penolak, penarik, antifeedant, menghambat

perkembangan serangga, juga baik sebagai racun perut maupun racun kontak. Hal yang sama

juga didukung oleh Indiati (2009), melaporkan bahwa cara kerja dari mimba adalah berdasarkan

kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtin meliantriol, salanin,

dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman mimba. Senyawa aktif

tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi berpengaruh terhadap daya makan,

pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, menghambat perkawinan dan komunikasi

seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga

berperan sebagai pemandul. Selain bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki

sifat sebagai fungisida, virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif

tersebut telah dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif

utama (Wowiling, 2003).

Untuk mengetahui efektivitas Serbuk biji mimba sebagai pestisida, telah dilakukan

penelitian oleh Sudarmo ( 2005), dengan mengambil dua contoh serangga uji, yaitu ulat buah

kapas Helicoverpa armigera dan ulat grayak Spodoptera litura.Kedua jenis hama tersebut

merupakan hama yang menyerang berbagai jenis tanaman, misalnya tembakau, kapas, sayuran,

kedelai, kacang hijau dan sebagainya.

Keunggulan dan kelemahan Mimba sebagai Pestisida Nabati


Pestisida dari mimba ini menurut Wiwin dkk, (2008), mempunyai keunggulan dan

kelemahannya. Untuk keunggulannya antara lain:

 Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil,

- peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa saat

menjelang panen.

-          Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)

-          Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.

Dan untuk kelemahan pestisida mimba antara lain :

-          Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis, karena

pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan

pengendalian yang maksimal.

-          Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari insektisida

sintetik.

Kendala pengembangan mimba sebagai insektisida alami

Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping

itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih

pestisida kimia dari pada nabati. Kurangnya dorongan penentu kebijakan Bahan, seperti halnya

biji mimba tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan karena biji mimba

hanya dapat dipanen setahun sekali. Frekuensi pemakaian lebih tinggi, yang disebabkan karena

sifat racunnya mudah terdegradasi Memerlukan persiapan yang agak lama, untuk mendapatkan

konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan perendaman selama 12 jam (semalam)

(Wowiling, 2003).
2. Gulma Siam (Chromolaena odorata)

C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan tumbuhan terna pemanjat

semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada tempat terbuka dan dapat mencapai dua

puluh meter apabila tumbuh memanjat pada pohon. Gulma ini dinyatakan sebagai gulma penting

karena jumlahnya/kelimpahannya sangat besar (Hidayah, 2007).

Tanaman ini mengandung senyawa metabolik sekunder yang mampu memberikan efek

kronik pada nematoda parasit (Radhopolus similis), dan beberapa jenis serangga seperti rayap,

Sitophilus zeamais, Prostephanus truncatus, Plutella xylostella, Spodoptera litura, dan

Spodoptera exigua (Haryati dkk, 2004).

Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati telah dimulai pada beberapa hama antara lain

pada ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Isoptera. Variasi aktivitasnya bisa berupa

efek insektisidal atau repelen tergantung spesies hamanya. Adanya efek biocidal dari ekstrak C.

odorata diduga karena peran dari satu atau beberapa senyawa-senyawa yang terkandung dalam

C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas,

khalkones, asam aromatik dan minyak esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga

dapat menimbulkan efek pestisidal dan nematisidal. Ditemukan juga sejenis alkaloid yang oleh

Moder (2002) cit Haryati et al.,(2004) disebut Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang dalam

kaitannya dengan serangga, PAs ini berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal.

Selain itu secara umum juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan senyawa

tersebut (PAs) dan sebagai alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai

peran yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa lain yang dikandung oleh C. odorata,

sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih komprehensif dan maju.
Di samping berefek menghambat dan insektisidal, PAs juga telah diketahui sebagai

senyawa toksik yang bisa menyebabkan efek karsinogenis dan kerusakan liver, yang reaksinya

terjadi pada penelanan dosis 10-20 mg. Reaksinya bisa berupa pembesaran sel liver dan

nukleinnya, gangguan metabolisme sel liver yang menghasilkan gangguan fungsional, timbulnya

daerah kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis 10 mg atau kurang perhari bisa

menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada hati, liver, sistem pernafasan jika digunakan

sebagai obat (Hidayah, 2007).

        Dalam kaitannya sebagai bahan pestisida nabati, hubungan PAs dan serangga mendapat

kajian yang komprehensif, karena PAs ini ternyata tidak hanya bersifat merugikan herbivor

(manusia, ternak dan serangga), tapi juga dimanfaatkan oleh beberapa serangga sebagai bagian

yang penting dan menguntungkan selama siklus hidupnya, diantaranya sebagai pelindung telur,

pelindung beberapa serangga dari serangan laba-laba predator, untuk modal kawin/menarik

pasangannya dan lain-lain. Fenomena ini disebut sebagai farmakopagi yaitu PAs digunakan

sebagai sumber nutrisi bagi serangga. Serangga farmakopagi didapati pada famili Danaidae di

Amerika Utara dan Ithomiidae di Amerika Selatan, Arctiidae dan Ctenuchidae juga Tyria

jacobea yang mengumpulkan PAs agar rasanya enak bagi predator (Hidayah, 2007).

3.    Krisan (Chrysanthenum cierarianefolium)

Merupakan tumbuhan semak dengan tinggi 20 cm ± 70 cm. Bagian tumbuhan yang

dapatdigunakan sebagai pestisida adalah bunganya dengan bahan aktif berupa piretin dengan

kandungan antara0,73 % - 2,91 %. Pestisida alami ini diperolehdengan mencampurkan satu

kilogram bubuk bungakrisan dengan 3,4 liter etanol. Dari campuran itu, dihasilkan 1,6 liter

piretrin, yaknisenyawa kimia yang dapat menyerang urat saraf pusat serangga dan tidak
berbahaya bagilingkungan di sekitarnya. Tepung bunganya pada konsentrasi 0,5 % dapat

untuk mengendalikan hama gudang (Aditya dkk, 2010).

4.    Saga (Abrus precatorius)

Merupakan tanaman perdu memanjat yang banyak tumbuh di tempat dengan ketinggian 1 m ±

1000 m dpl.Batang kecil dengan tinggi pohon mencapai 2 ± 5 m. Bijisaga mengandung bahan aktif

insektisida berupa tanin dantoksabulmin. Dengan menumbuk biji menjadi tepung terigukonsentrasi 5 %

dapat digunakan untuk mengendalikan hama gudang seperti Sitophilus sp. selama 3 bulan

(Aditya dkk, 2010).

5.    Daun Cengkeh

Seringkali petani menyimpan benih-benih palawija untuk ditanam kembali dalam waktu yang

lama,dan ketika dibuka ternyata banyak hama gudangnya. Entah itu Callusobrocus sp ataupun

Sitopylus sp. Saat ini jarang sekali petani yang memperlakukan pengendalian hama terhadap

hama gudang.Padahal ada perlakuan untuk mengendalikan hama gudang yang mudah dan

murah, Cara pembuatanya yaitu:

- Kering anginkan daun cengkeh secukupnya. Daun cengkeh dikeringkan tetapitidak dijemur

tapi cukup diangin-anginkan saja

- Potong-potong daun cengkeh tersebut mencadi ukuran kecil-kecil 0,5 cm X 0,5cm.

- Sebelum benih dimasukkan, masukkan daun cengkeh tadi sebanyak 2% dari bobot benih.

-Batasi antara daun cengkeh dan benih tadi dengan kain bekas

-Lalu masukkan benih secara perlahan-lahan

-Tutupi permukaan benih tadi dengan kain bekas yang lainnya lagi.

-Taburi daun cengkeh lagi diatas permukaan kain bekas tadi sebanyak 2% dari total bobot benih.
-Tutup rapat benih wadah benih tadi.Dengan cara tersebut aman dari hama gudang sampai saat

tiba waktunya akandigunakan. Kenapa daun cengkeh sangat efektif untuk mengendalikan hama

gudang,karena didalamnya mengandung senyawa metil eugenol dkk yang sangat beracun

bagiserangga dan bakteri. Kalau untuk penyimpanan benih untuk konsumsi penulis belum pernah

menyelidiki sejauh mana pengaruh baunya (Aditya dkk, 2010).

6. Pestisida Nabati Srikaya

Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7 meter.Tanaman

ini tumbuh baik di daerah tropis dansubtropis di tanah berbatu, kering dan terkenacahaya sinar

matahari langsung. Bagian tumbuhan yang digunakan biji, untuk mengendalikan OPT sasaran

hama gudang.

 Senyawa aktif utama yang bersifat antifeedan dan insektisida adalah asimisin

dansquamosin (golongan acetogenin. Tumbuhan dari keluarga annonaceae mengandungalkaloid,

karbohidrat, lemak (42-45%), asam amino, protein, polifenol, minyak atsiri, terpen, dan

senyawa-senyawa aromatik seperti tumbuhan pada umumnya. Senyawa-senyawa yang bersifat

bioaktif dari kelompok tumbuhan annonaceae dikenal dengannama acetogenin. Selain bijinya,

bagian tanaman lain yang mengandung bahan aktif yangefektif sebagai pestisida nabati adalah

buah mentah, daun, dan akar. Kandungan aktif  bekerja sebagai racun kontak, racun perut,

repellent, dan antifeedan. Hama yang dikendalikan Serbuk daun srikaya diketahui dapat

digunakan untuk mengendalikan hama gudang. Di Cina dan Filipina, tepung biji srikaya digunakan

sebagai bahan insektisida.Laporan lain menyatakan bahwa 1% tepung srikaya yang dicampurkan

dalam biji kacanghijau dapat mengendalikan hama gudang C  allosobruchus analis dan Tribolium

castaneum juga dapat menghambat proses peletakan telur serangga hama pada biji

kacanghijau.Cara aplikasi Biji/kulit kayu dikeringkan, dikuliti dan ditumbuk. Biji yang sudah
berupa tepungdirendam dengan pelarut aquades atau etanol dalam alat ekstraksi. Kemudian

disaring.Untuk memperoleh ekstrak 4,5 liter diperlukan 7,5 kg biji. Ekstrak biji srikaya yangdibuat

dengan eter atau petroleum eter dapat meningkatkan tingkat racunnya sampai 50-100 kali lipat.

Potensi pestisida nabati ini apabila dikembangkan akan memperoleh hasil pengendalian OPT

yang murah dan tidak menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan baik bagi pekerja, hewan,

maupun lingkungan (Aditya dkk, 2010).

7.    Serai wangi

Serai wangi dapat tumbuh di tempat yangkurang subur bahkan di tempat yang tandus.

Karenamampu beradaptasi secara baik denganlingkungannya, serai wangi tidak

memerlukan perawatan khusus. Manfaat :Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida yaitu

untuk insektisida, bakterisida,dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini berbentuk minyak

atsiri yang terdiri darisenyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena, nerol, farnesol, metil heptenol

dan dipentena.Daun dan tangkainya menghasilkan minyak asiri yang dapat digunakan untuk

mengusir nyamuk dan serangga. Secara tradisional dapat dilakukan dengan cara : Daun dan

tangkainya ditumbuk lalu direndam dalam air dengan konsentrasi 25-50gr/l; Kemudian endapkan selama

24 jam kemudian disaring agar didapat larutan yangsiap diaplikasikan; Aplikasi dilakukan

dengan cara disemprotkan atau disiramkan. Sedangkan untuk pengendalian hama gudang dilakukan

dengan cara membakar daun atau batang hingga didapatkan abu, lalu sebarkan/letakkan didekat

sarang ataudijalur hama tersebut mencari makan (Aditya dkk, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, R., Munandar, F., Valerina, Y., Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida Kimia pada
Benih. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Sumedang.
Deptan. 2006. Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman dengan Pestisida Nabati. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat.
Haryati, S., dkk. 2004. Pemanfaatan Ekstrak Gulma Siam Untuk Mengendalikan S. Exigua Pada
Pertanaman Bawang merah di Kretek Bantul. Program Kreativitas Mahasiswa. UGM.
Yogyakarta.

Hidayah, N. 2007. Prospek Gulma Siam (Chromolaena odorata) sebagai Pengendali spodoptera litura
pada Tanaman Tembakau. Diunduh dari http://UGM.ac.id (14 Juni 2012).

Huda, S. 2003. Pengendali Hayati atau Bio Pestisida Alami. Diunduh dari linksource:
http://organikhijau.com/pengendali.php (14 Juni 2012).

Rachmawaty, D dan Korlina, E. 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan Organisme
Pengganggu Tanaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Jawa Timur.
Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius.

Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis dan Budiman, A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan Rawa sebagai
Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.

Wiwin, S., R. Murtiningsih, N.Gunaeni dan T.Rubiati, 2008. Tumbuhan Bahanm Pestisida Nabati dan
cara pembuatannya untuk pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan. Diunduh dari
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php/Info-Aktual/MIMBA PESTISIDA-NABATI-
RAMAHLINGKUNGAN. html

Wowiling, J. 2003. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dalam Pengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP).
Sulawesi Utara

Diposkan 16th November 2012 oleh Rosma S.S


0

Tambahkan komentar

Rosma S.S

 Klasik
 Kartu Lipat
 Majalah
 Mozaik
 Bilah Sisi
 Cuplikan
 Kronologis

1.

Nov

16

Evaporasi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kehilangan air melalui permukaan teras atau penguapan (evaporasi) dan melalui
permukaan tanaman (transpirasi) disebut evapotranspirasi atau kadang-kadang disebut
penggunaan air tanaman (water use). Evapotranspirasi merupakan salah satu komponen
neraca air atau menjadi dua komponen bila dipilih menjadi evaporasi dan transpirasi
(Guslim, 2007).

Uap air memiliki keberagaman. Keberagaman itulah yang terkait dengan


kenyataan bahwa uap air terus-menerus ditambahkan ke dalam atmosfer oleh penguapan
dan hilang akibat pengembunan dan curahan yang menjadikannya bagian yang demikian
penting dalam udara. Segi yang paling menonjol dari cuaca (hujan, salju, hujan es, kabut,
halilintar, dan sebagainya) dihasilkan oleh adanya air dalam atmosfer (Neiburger, dkk,
1995).

Laju evapotranspirasi dinyatakan dengan banyaknya air yang hilang oleh proses
evapotranspirasi dari suatu daerah tiap satuan luas dalam satu satuan waktu. Ini dapat
pula dinyatakan sebagai volume air cair yang hilang oleh proses evapotranspirasi dari
daerah tadi dalam satu satuan waktu yang setara dengan tinggi atau tebal air cair yang
hilang tiap satu satuan waktu dari daerah yang ditinjau. Satuan waktu yang dipakai bisa
satu jam atau satu hari dan satuan tebal dapat milimeter atau sentimeter
(Prawirowardoyo, 1996).

1
 
Selama air tetap tersedia, evapotranspirasi akan memproses nilai kemungkinan
maksimum hanya tergantung pada jumlah energi yang tersedia dan kontrol terhadap
vegetasi, jika ada. Saat permukaan tanah kering atau air tanah menjadi terbatas, maka
nilai ET akan bertambah (Rosenberg, dkk, 1996).

2
 

Pada atmosfer, relatif transparent untuk radiasi, dengan hasil sinar matahari akan menuju
bumi dengan banyak reduksi tenaga. Kaca jendela biasa juga relatif transparent pada
radiasi, sehingga energi radiasi akan menembus menuju kaca dan diabsorbsi pada lantai,
dll (Pettersen, 1997).

Air evaporasi (di bawah beberapa kondisi) karena fraksi molekul menyediakan
energi yang cukup pada beberapa gerakan lambat dan tubrukan untuk menghancurkan
gerakan menarik intermolekular dan jalan keluar menuju permukaan menjadi uap air, gas
yang kering (hanya beberapa larutan yang basah)

(Cole, 1990).

Evaporasi atau penguapan merupakan pengambilan sebagian uap air yang


bertujuan utuk meningkatkan konsentrasi padatan. Salah satu tujuan lainnya adalah untuk
mengurangi volume dari suatu produk sampai batas-batas tertentu. Pengurangan volume
akan meningkatkan efisiensi penyimpanan dan dapat membantu pengawetan, atas dasar
berkurangnya jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk
kehidupannya (http://www.docstoc.com, 2010).

Tujuan Percobaan

Untuk mengetahui besarnya penguapan pada suatu periode tertentu.

Kegunaan Penulisan

-Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium
Agroklimatologi, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas
Sumatera Utara, Medan

-Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan


TINJAUAN PUSTAKA

Kehilangan air melalaui evaporasi mempunyai akibat terhadap fisiologi tanaman


secara tidak langsung, seperti mempercepat penerimaan kadar air pada lapisan atas dan
memodifikasi iklim mikro di sekitar tanaman. Beberapa usaha untuk mengurangi
evaporasi tanah telah dilakukan seperti penggunaan mulsa dan pengatur populasi tanaman
atau jarak tanaman yang efisien. Usaha tersebut disertai dengan pemilihan kultivar yang
mempunyai efisien transpirasi tinggi (Guslim, 2007).

Nilai evaporasi atau evapotranspirasi pada suatu daerah tergantung pada dua
faktor. Faktor yang pertama adalah ketersediaan kelembaban pada permukaan evaporasi
saat atmosfer mampu untuk menguapkan air dan menghapusnya dan mentransportasikan
air evaporasi ke atas. Faktor yang kedua dari evaporasi atau evapotranspirasi, yaitu fungsi
dari beberapa faktor termasuk radiasi surya, temperatur, kecepatan angin, dan
kelembaban (Ayoade, 1983).

Ketegangan uap air hanya tergantung pada temperatur di permukaan udara.


Konsep ini berdasarkan pada pengukuran yang dibuat di ruang tertutup. Ketergantungan
tekanan uap air terhadap temperatur merupakan karakter yang khusus. Hal ini tergantung
pada tekanan gas-gas yang berada pada atmosfer. Telah ditetapkan bahwa secara empiris
baik untuk fase larutan dan fase padat air berada pada keseluruhan daerah temperatur
(Byers, 1959).

3
 

Kontrol utama evapotranspirasi merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti


radiasi matahari, suhu, laju angin, dan kelembaban. Kalau data radiasi tidak tersedia,
maka sebagai petunjuk dari banyaknya energi ini dapat digunakan suhu udara. Laju angin
atau turbulensi udara memindahkan uap air di atas permukaan penguapan dan
menggantinya dengan udara segar yang nisbi kering dan dengan demikian
melangsungkan proses penguapan. Kelembaban udara berpengaruh pada laju penguapan.
Hal ini disebabkan oleh kelembaban udara menentukan kapasitas atau kemampuan udara
menampung uap air. Makin besar kelembaban udara, makin kecil kemampuannya untuk
menampung uap air dan sebaliknya (Prawirowardoyo, 1996).

4
 

Faktor-faktor utama yang mempengaruhi evaporasi, yaitu faktor-faktor


meteorologi yang meliputi radiasi matahari, suhu udara dan permukaan, kelembaban,
angin, dan tekanan barometer ; faktor-faktor geografi yang meliputi kualitas air, jeluk
tubuh air, dan ukuran dan bentuk permukaan air ; faktor-faktor lainnya yang meliputi
kandungan lengas tanah, jeluk muka air tanah, warna tanah, tipe, kerapatan, dan
tingginya vegetasi, dan ketersediaan air dari hujan, irigasi, dll (Seyhan, 1990).

Tekanan uap air dalam fase cair adalah tekanan uap jenuh pada temperatur air
yang bersangkutan. Selama tekanan uap air di dalam air melebihi tekanannya di udara,
evaporasi akan berjalan terus. Angin turbulensi yang kuat mendorong evaporasi yang
cepat, sebab angin itu membawa uap air yang baru saja dievaporasikan dari permukaan,
sehingga tetap ada perbedaan tekanan uap air (gradien) antara udara dan air (Trewartha
dan Horn, 1995).

Metode-metode dalam pengukuran evaporasi antara lain, yaitu atmometer dan


panci penguapan. Atmometer adalah alat-alat kecil dan mengukur kapasitas penangkapan
udara untuk air (kemampuan udara untuk mengeringkan). Alat ini bermacam-macam
seperti atmometer piche dan atmometer livingstone. Sedangkan panci penguapan
merupakan metode yang sangat sederhana dan paling sering digunakan. Evaporasi
permukaan air bebas secara langsung diukur dengan mencatat pengurangan tinggi di
muka air dalam panci (Seyhan, 1990).

5
 

Laju evapotranspirasi ditentukan oleh dua pengendali atau kontrol utama. Yang
pertama ialah ketersediaan air pada permukaan daerah tersebut dan kontrol kedua ialah
kemampuan atmosfer mengevapotransporasikan air dari permukaan dan memindahkan
uap airnya ke atas. Kalau banyaknya air yang tersedia tak terbatas, maka evapotranspirasi
akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan tersebut. Akan tetapi pada
umumnya banyaknya air pada permukaan tidaklah selalu tersedia. Kedua kontrol utama
evapotranspirasi merupakan fungsi dari berbagai faktor seperti radiasi matahari, suhu,
laju angin, dan kelembaban (Prawirowardoyo, 1996).

Evaporasi air dari manapun asalnya, memiliki efek dalam menyejukkan udara,
jadi telah diduga bahwa dengan vegetasi yang padat atau sekitar permukaan air, udara
akan disejukkan tapi dengan kelembaban yang relatif tinggi. Jauh dari tanah terbuka
relatif, evaporasi dari kelembaban tanah bisa menggunakan energi radiasi, dimana
biasanya masih banyak kemungkinan untuk mencapai temperatur yang tinggi (Griffiths,
1966).

Persamaan neraca air terdiri atas enam komponen, yaitu hujan (dan irigasi bila
digunakan), evapotransporasi potensial sebenarnya penyimpanan air dalan tanah, surplus,
dan defisit. Setiap periode tertentu evapotransporasi berlangsung dengan mengambil
penyimpanan air tanah sedangkan hujan merupakan penambahan. Hujan yang lebih besar
daripada kapasitas penyimpanan air dalam tanah, dianggap sebagai surplus yang bisa
berupa limpasan atau proklasi
6
 

dalam. Bila neraca air mencapai nol, terjadi kekeringan dan evapotransporasi berhenti
(Guslim, 2007).

Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan
bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan
bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.

Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan udara, kedalaman air dan
kualitas air. Penguapan juga dipengaruhi oleh kelembaban udara, tekanan

udara, kedalaman air dan kualitas air. Kedalaman air juga mempengaruhi evaporasi,

karena untuk menaikkan temperatur air yang mempunyai lapisan tebal (dalam) lebih

banyak diperlukan panas dari pada yang mempunyai lapisan tipis (dangkal). Untuk

penyinaran matahari yang sama maka akan lebih banyak menaikkan temperatur air yang

dangkal dari pada yang dalam, hingga evaporasi pada air yang dangkal lebih banyak

(http://www.scribd.com, 2010).
BAHAN DAN METODE

Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air sebagai bahan untuk
dievaporasikan.

Alat

Adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:

-            Panci penguapan sebagai alat untuk mengukur banyaknya air yang menguap
-            Evaporimeter sebagai alat untuk mengukur penguapan yang terjadi
-            Silinder kuningan sebagai alat untuk mengukur penguapan yang terjadi

Gambar Alat

1.        Panci penguapan

2.             Evaporimeter

 
3.        Silinder Kuningan

8
  7
 
Prosedur Percobaan

1.        Evaporimeter
-        Diletakkan air pada silinder besar
-        Disesuaikan jarum pias dengan kertas pias pada angka
-        Dikunci silinder besar dengan memutar silinder kuningan, lalu ditutup
-        Dibawa alat ke lapangan dan diletakkan di dalam sangkar meteo
2.        Silinder kuningan dan panci penguapan
-       Dibawa panci penguapan ke lapangan dan diisi aquades secukupnya
-       Diletakkan silinder kuningan di panci penguapan dengan ujung jangkar mengenai
batas permukaan aquades
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tanggal Pengamatan : 26-08-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 16:05 88,26 mm
2 16:25 88,26 mm
3 16:45 86,5 mm

Tanggal Pengamatan : 02-09-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:50 60,48 mm
2 16:25 59,36 mm

Tanggal Pengamatan : 23-09-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 14:57 58,6 mm
2 15:07 58,4 mm
3 15:16 96,2 mm
4 15:26 95,8 mm

Tanggal Pengamatan : 30-09-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:20 49,5 mm
2 15:30 48,6 mm
3 15:40 77,0 mm

Tanggal Pengamatan : 21-10-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:30 77,44 mm
2 15:37 45,12 mm
3 15:49 30,5 mm

9
  8
 
Tanggal Pengamatan : 28-10-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:00 36,8 mm
2 15:20 35,84 mm

Tanggal Pengamatan : 04-11-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:35 29,16 mm
2 16:05 29,08 mm

Tanggal Pengamatan : 18-11-2010

No Waktu Pengamatan Hasil Pengamatan


1 15:30 68 mm
2 15:40 65 mm
3 15:50 60 mm
10
 

Pembahasan

Dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa nilai evaporasi tertinggi adalah
96,2 mm pada tanggal 23 September 2010 pada pukul 15:16 WIB. Evaporasi merupakan
hilangnya air lewat penguapan. Hal ini menunjukkan bahwa evaporasi terjadi dengan
syarat ketersediaan air dan kondisi udara yang mendukung agar evaporasi bisa terjadi.
Hal ini sesuai dengan literatur Prawirowardoyo (1996) yang menyatakan bahwa
ketersediaan air pada permukaan daerah dan kemampuan atmosfer
mengevapotransporasikan air dari permukaan dan memindahkan uap airnya ke atas akan
memungkinkan evaporasi berlangsung. Kalau banyaknya air yang tersedia tak terbatas,
maka evapotranspirasi akan berlangsung dengan laju maksimum untuk lingkungan
tersebut.

Nilai evaporasi terendah adalah 29,08 mm pada tanggal 04 November 2010 pada
pukul 16:05 WIB. Jam ini lebih sore daripada pengamatan pada pukul 15:16 WIB dimana
didapat data nilai evaporasi yang tertinggi. Semakin sore, kelembaban udara akan
semakin relatif tinggi. Kelembaban udara berpengaruh pada laju penguapan. Hal ini
sesuai dengan literatur literatur Prawirowardoyo (1996) yang menyatakan bahwa
kelembaban udara menentukan kapasitas atau kemampuan udara menampung uap air.
Makin besar kelembaban udara, makin kecil kemampuannya untuk menampung uap air
dan sebaliknya.

Nilai evaporasi berubah-ubah pada tiap keadaan dan kondisi tertentu. Faktor yang
paling banyak mempengaruhi evaporasi adalah dari atmosfer bumi sendiri. Hal ini sesuai
dengan literatur Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang
mempengaruhi evaporasi, yaitu faktor-faktor meteorologi yang meliputi radiasi matahari,
suhu udara dan permukaan, kelembaban, angin, dan tekanan barometer ; faktor-faktor
geografi yang meliputi kualitas air, jeluk tubuh air, dan ukuran dan bentuk permukaan
air ; faktor-faktor lainnya yang meliputi kandungan lengas tanah, jeluk muka air tanah,
warna tanah, tipe, kerapatan, dan tingginya vegetasi, dan ketersediaan air dari hujan,
irigasi, dll.

Dari per

12
 

cobaan ini diketahui bahwa telah proses evaporasi merupakan suatu proses yang
membutuhkan waktu singkat untuk bisa diukur nilainya. Evaporasi merupakan suatu
kejadian terjadinya penguapan. Hal ini menunjukkan bahwa penguapan merupakan suatu
proses yang terkait antara udara dan air. Hal ini sesuai dengan literatur
http://www.scribd.com (2010) yang menyatakan bahwa evaporasi atau penguapan adalah
proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka
tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bangunan atau tanaman menjadi
molekul uap air di atmosfer.

Metode pengukuran evaporasi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan
panci penguapan. Prinsipnya adalah dengan mengukur pengurangan tinggi di muka air
dalam panci. Metode ini dinilai yang sangat mudah untuk digunakan mengukur evaporasi
. Hal ini sesuai dengan literatur Seyhan (1990) yang menyatakan bahwa panci penguapan
merupakan metode yang sangat sederhana dan paling sering digunakan.

KESIMPULAN

1.        Nilai evaporasi tertinggi adalah 96,2 mm pada tanggal 23 September 2010 pada
pukul 15:16 WIB
2.        Nilai evaporasi terendah adalah 29,08 mm pada tanggal 04 November 2010 pada
pukul 16:05 WIB

3.        Faktor-faktor utama yang mempengaruhi evaporasi, yaitu faktor-faktor meteorologi


yang meliputi radiasi matahari, suhu udara dan permukaan, kelembaban, angin, dan
tekanan barometer ; faktor-faktor geografi yang meliputi kualitas air, jeluk tubuh air,
dan ukuran dan bentuk permukaan air; faktor-faktor lainnya yang meliputi
kandungan lengas tanah, jeluk muka air tanah, warna tanah, tipe, kerapatan, dan
tingginya vegetasi, dan ketersediaan air dari hujan, irigasi, dll

4.        Evaporasi atau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan
bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas
permukaan bangunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer.

5.        Metode pengukuran evaporasi yang digunakan pada percobaan ini adalah dengan
panci penguapan yang dapat mengukur pengurangan tinggi di muka air dalam panci

 
Diposkan 16th November 2012 oleh Rosma S.S

Lihat komentar

1.

nia nafiah10 November 2014 23.07

lebih baik lagi kalau dikasih daftar pustaka :)

Balas

2.

Nov
16

Pestisida Nabati

PENDAHULUAN

Pestisida nabati adalah pestisida yang bahan aktifnya berasal dari tumbuhan atau

bagian tumbuhan seperti akar, daun, batang atau buah. Bahan-bahan ini diolah menjadi

berbagai bentuk, antara lain bahan mentah berbentuk tepung, ekstrak atau resin yang

merupakan hasil pengambilan cairan metabolit sekunder dari bagian tumbuhan atau

bagian tumbuhan dibakar untuk diambil abunya dan digunakan sebagai pestisida

(Thamrin dkk, 2005).

Pestisida dari bahan nabati sebenarnya bukan hal yang baru tetapi sudah lama

digunakan, bahkan sama tuanya dengan pertanian itu sendiri. Sejak pertanian masih

dilakukan secara tradisional, petani di seluruh belahan dunia telah terbiasa memakai

bahan yang tersedia di alam untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman. Pada

tahun 40-an sebagian petani di Indonesia sudah menggunakan bahan nabati sebagai

pestisida, diantaranya menggunakan daun sirsak untuk mengendalikan hama belalang dan

penggerek batang padi. Sedangkan petani di India, menggunakan biji mimba sebagai

insektisida untuk mengendalikan hama serangga. Namun setelah ditemukannya pestisida

sintetik pada awal abad ke-20, pestisida dari bahan tumbuhan atau bahan alami lainnya

tidak digunakan lagi. (Thamrin dkk, 2005).


Pestisida nabati dapat dibuat dengan menggunakan teknologi yang sederhana

yang dikerjakan oleh kelompok tani atau petani perorangan. Pestisida nabati yang dibuat

secara sederhana hasilnya dapat berupa larutan hasil perasan, rendaman, ekstrak dan

rebusan dari bagian tanaman berupa akar, umbi, batang, daun, buah dan biji. Apabila

dibandingkan dengan pestisida kimia, penggunaan pestisida nabati relative aman dan

murah. Beberapa tanaman yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati, yang dapat

dibuat melalui teknologi yang sederhana adalah Mimba, biji srikaya, sirih dan lain-lain

(Rachmawaty dan Korlina, 2009).

Sampai saat ini telah terinventarisasi sebanyak 2.400 jenis tumbuhan yang terdiri

dari 235 famili berpotensi sebagai bahan pestisida nabati. Famili tumbuhan yang

dianggap merupakan sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae,

Asteraceae, Piperaceae, Rutaceae. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk

ditemukannya famili tumbuhan yang baru untuk dijadikan sebagai insektisida nabati

(Rachmawaty dan Korlina, 2009).

Selain memiliki senyawa aktif utama dalam ekstrak tumbuhan, terdapat juga

senyawa lain yang kurang aktif, namun keberadaannya dapat meningkatkan aktivitas

ekstrak secara keseluruhan (sinergi) sehingga sangat efektif dan cepat membunuh hama.

Selain itu, serangga tidak mudah menjadi resisten terhadap ekstrak tumbuhan dengan

beberapa bahan aktif. Hal ini disebabkan karena kemampuan serangga untuk membentuk

sistem pertahanan terhadap beberapa senyawa yang berbeda sekaligus lebih kecil

daripada terhadap senyawa insektisida tunggal. Selain itu cara kerja senyawa dari bahan
nabati berbeda dengan bahan sintetik sehingga kecil kemungkinannya terjadi resistensi

silang (Sudarmo, 2005).

Pada umumnya pestisida sintetik dapat membunuh langsung organisme sasaran

dengan cepat. Hal ini berbeda dengan pestisida nabati, sebagai contoh insektisida nabati

yang umumnya tidak dapat mematikan langsung serangga, biasanya berfungsi seperti

berikut:

1.      Refelen, yaitu menolak kehadiran serangga terutama disebabkan baunya yang menyengat

2.      Antifidan, menyebabkan serangga tidak menyukai tanaman, misalnya disebabkan rasa

yang pahit

3.      Mencegah serangga meletakkan telur dan menghentikan proses penetasan telur

4.      Racun syaraf

5.      Mengacaukan sistem hormon di dalam tubuh serangga

6.      Attraktan, sebagai pemikat kehadiran serangga yang dapat digunakan sebagai perangkap

(Thamrin dkk, 2005).

Kelebihan dan Kelemahan Pestisida Nabati

Pestisida nabati mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan

pestisida nabati adalah :

-          -murah dan mudah dibuat sendiri oleh petani

-         - relatif aman terhadap lingkungan

-          -tidak menyebabkan keracunan pada tanaman


-          -sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama

-          -kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain

-          -menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu pestisida kimia.

               Sementara, kelemahan pestisida nabati adalah :

-          -daya kerjanya relatif lambat

-         - tidak membunuh jasad sasaran secara langsung

-          -tidak tahan terhadap sinar matahari

-         - kurang praktis

-          -tidak tahan disimpan

-          -kadang-kadang harus disemprotkan berulang-ulang.

(Deptan, 2006).

Pestisida nabati dapat membunuh atau mengganggu serangan hama dan penyakit

melalui cara kerja yang unik, yaitu dapat melalui perpaduan berbagai cara atau secara

tunggal. Cara kerja pestisida nabati sangat spesifik, yaitu :

-          -merusak perkembangan telur, larva dan pupa

-          -menghambat pergantian kulit

-          -mengganggu komunikasi serangga

-          -menyebabkan serangga menolak makan

-          -menghambat reproduksi serangga betina

-          -mengurangi nafsu makan

-          -memblokir kemampuan makan serangga


-          -mengusir serangga, dan

-          -menghambat perkembangan patogen penyakit

(Huda, 2003).

Pestisida nabati dapat diaplikasikan dengan menggunakan alat semprot (sprayer)

gendong seperti pestisida kimia pada umumnya. Namun, apabila tidak dijumpai alat

semprot, aplikasi pestisida nabati dapat dilakukan dengan bantuan kuas penyapu

(pengecat) dinding atau merang yang diikat. Caranya, alat tersebut dicelupkan kedalam

ember yang berisi larutan pestisida nabati, kemudian dikibas-kibaskan pada tanaman.

Supaya penyemprotan pestisida nabati memberikan hasil yang baik, butiran semprot

harus diarahkan ke bagian tanaman dimana jasad sasaran berada. Apabila sudah tersedia

ambang kendali hama, penyemprotan pestisida nabati sebaiknya berdasarkan ambang

kendali. Untuk menentukan ambang kendali, perlu dilakukan pengamatan hama seteliti

mungkin. Pengamatan yang tidak teliti dapat mengakibatkan hama sudah terlanjur besar

pada pengamatan berikutnya dan akhirnya sulit dilakukan pengendalian (Huda, 2003).

Beberapa Tumbuhan yang digunakan sebagai Pestisida Nabati

1.      Mimba (Azidirachta indica A. Juss)

Tanaman mimba (Azadirachta indica A.Juss) tergolong dalam Famili Meliaceae

dengan tinggi pohon sampai 20 meter daunnyamajemuk berbentuk lonjong dan bergigi.

Daun sangat pahit dan bijinya mengeluarkan bau seperti bawang putih. Untuk buah

berbentuk elips, berdaging tebal, panjang 1,2 – 2 cm, hijau/kuning ketika masak, dengan

lapisan tipis kutikula yang keras dan daging buah berair (Wowiling, 2003).
Biji mimba memiliki kandungan bahan aktif pestisida lebih banyak dibandingkan

dengan daunnya. Biji mimba mengandung beberapa komponen aktif antara lain

azadirachtin, salannin, azadiradion, salannol, gedunin, nimbinen dan deacetyl nimbinen.

Dari beberapa komponen aktif tersebut ada empat senyawa yang diketahui berfungsi

sebagai pestisida yaitu azadirachtin, salannin, nimbinen dan meliantriol. Lebih lanjut

dilaporkan bahwa kegunaan lain dari mimba ini adalah dapat digunakan sebagai

insektisida, bakterisida, fungisida, akarisida, nematisida dan virusida. Azadirachtin

merupakan senyawa yang paling banyak terdapat dalam biji mimba. Satu gram biji

mimba mengandundung 2-4 mg azadirachtin, dimana senyawa ini tidak mematikan

serangga secara langsung, tetapi melalui mekanisme menolak makan serta mengganggu

pertumbuhan dan reproduksi serangga. Salannin mempunyai daya kerja sebagai

penghambat makan serangga. Nimbinen mempunyai daya kerja sebagai antivirus.

Sementara meliantriol mempunyai daya kerja penolak serangga (Wowiling, 2003).

Berdasarkan inventarisasi beberapa pustaka, ekstrak mimba mempengaruhi

serangga melalui berbagai macam cara, antara lain : 1). Menghambat perkembangan

telur, larva atau pupa; 2).Menghambat pergantian kulit pada stadium larva, 3).

Mengganggu kopulasi dan komunikasi seksual serangga, 4). Mencegah betina untuk

meletakkan telur, 5). Menghambat reproduksi atau menyebabkan serangga mandul, 6).

Meracunilarva dan dewasa, dan 7). Mengurangi napsu makan atau memblokir

kemampuan makan. Hal yang sama juga didukung bahwa pestisida dari mimba cara

kerjanya dapat mempengaruhi reproduksi dan perilaku organisme penggangu tumbuhan

(OPT), dapat berperan sebagai penolak, penarik, antifeedant, menghambat perkembangan

serangga, juga baik sebagai racun perut maupun racun kontak. Hal yang sama juga
didukung oleh Indiati (2009), melaporkan bahwa cara kerja dari mimba adalah

berdasarkan kandungan bahan aktifnya, biji dan daun mimba mengandung azadirachtin

meliantriol, salanin, dan nimbin, yang merupakan hasil metabolit sekunder dari tanaman

mimba. Senyawa aktif tanaman mimba tidak membunuh hama secara cepat, tapi

berpengaruh terhadap daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit,

menghambat perkawinan dan komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan

menghambat pembentukan kitin. Selain itu juga berperan sebagai pemandul. Selain

bersifat sebagai insektisida, tumbuhan tersebut juga memiliki sifat sebagai fungisida,

virusida, nematisida, bakterisida, mitisida dan rodentisida. Senyawa aktif tersebut telah

dilaporkan berpengaruh terhadap lebih kurang 400 serangga. sebagai senyawa aktif

utama (Wowiling, 2003).

Untuk mengetahui efektivitas Serbuk biji mimba sebagai pestisida, telah

dilakukan penelitian oleh Sudarmo ( 2005), dengan mengambil dua contoh serangga uji,

yaitu ulat buah kapas Helicoverpa armigera dan ulat grayak Spodoptera litura.Kedua

jenis hama tersebut merupakan hama yang menyerang berbagai jenis tanaman, misalnya

tembakau, kapas, sayuran, kedelai, kacang hijau dan sebagainya.

Keunggulan dan kelemahan Mimba sebagai Pestisida Nabati

Pestisida dari mimba ini menurut Wiwin dkk, (2008), mempunyai keunggulan dan

kelemahannya. Untuk keunggulannya antara lain:

1. Di alam senyawa aktif mudah terurai, sehingga kadar residu relatif kecil,
- peluang untuk membunuh serangga bukan sasaran rendah dan dapat digunakan beberapa

saat menjelang panen.

-          Cara kerja spesifik, sehingga aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak)

-          Tidak mudah menimbulkan resistensi, karena jumlah senyawa aktif lebih dari satu.

Dan untuk kelemahan pestisida mimba antara lain :

-          Persitensi insektisida yang singkat kadang kurang menguntungkan dari segi ekonomis,

karena pada populasi yang tinggi diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai

keefektifan pengendalian yang maksimal.

-          Biaya produksi lebih mahal, sehingga harga jualnya belum tentu lebih murah dari

insektisida sintetik.

Kendala pengembangan mimba sebagai insektisida alami

Aplikasi kurang praktis dan hasilnya tidak dapat segera dilihat, di samping

itu petani harus membuat sedia sendiri. Dengan alasan tersebut petani akan lebih memilih

pestisida kimia dari pada nabati. Kurangnya dorongan penentu kebijakan Bahan, seperti

halnya biji mimba tidak tersedia secara berkesinambungan, hal tersebut disebabkan

karena biji mimba hanya dapat dipanen setahun sekali. Frekuensi pemakaian lebih tinggi,

yang disebabkan karena sifat racunnya mudah terdegradasi Memerlukan persiapan yang

agak lama, untuk mendapatkan konsentrasi bahan pestisida yang baik harus dilakukan

perendaman selama 12 jam (semalam) (Wowiling, 2003).


2. Gulma Siam (Chromolaena odorata)

C. odorata adalah gulma siam yang masuk ke dalam golongan tumbuhan terna

pemanjat semusim yang dapat tumbuh dua sampai tiga meter pada tempat terbuka dan

dapat mencapai dua puluh meter apabila tumbuh memanjat pada pohon. Gulma ini

dinyatakan sebagai gulma penting karena jumlahnya/kelimpahannya sangat besar

(Hidayah, 2007).

Tanaman ini mengandung senyawa metabolik sekunder yang mampu memberikan

efek kronik pada nematoda parasit (Radhopolus similis), dan beberapa jenis serangga

seperti rayap, Sitophilus zeamais, Prostephanus truncatus, Plutella xylostella,

Spodoptera litura, dan Spodoptera exigua (Haryati dkk, 2004).

Pemanfaatan C. odorata sebagai pestisida nabati telah dimulai pada beberapa hama

antara lain pada ordo Lepidoptera, Coleoptera, Hemiptera dan Isoptera. Variasi

aktivitasnya bisa berupa efek insektisidal atau repelen tergantung spesies hamanya.

Adanya efek biocidal dari ekstrak C. odorata diduga karena peran dari satu atau beberapa

senyawa-senyawa yang terkandung dalam C. odorata. Dari isolasi gulma ini berhasil

ditemukan sejumlah alkohol, flavononas, flavonas, khalkones, asam aromatik dan minyak

esensial. Minyak esensial dari daun gulma ini diduga dapat menimbulkan efek pestisidal

dan nematisidal. Ditemukan juga sejenis alkaloid yang oleh Moder (2002) cit Haryati et

al.,(2004) disebut Pyrolizidine Alkaloids (PAs), yang dalam kaitannya dengan serangga,

PAs ini berfungsi sebagai penghambat makan dan insektisidal. Selain itu secara umum

juga sebagai repelen bagi hewan yang tidak teradaptasi dengan senyawa tersebut (PAs)

dan sebagai alat proteksi bagi tanaman yang memproduksinya. PAs mempunyai peran
yang lebih kompleks dibanding dengan senyawa lain yang dikandung oleh C. odorata,

sehingga kajian tentang PAs ini sudah lebih komprehensif dan maju.

Di samping berefek menghambat dan insektisidal, PAs juga telah diketahui

sebagai senyawa toksik yang bisa menyebabkan efek karsinogenis dan kerusakan liver,

yang reaksinya terjadi pada penelanan dosis 10-20 mg. Reaksinya bisa berupa

pembesaran sel liver dan nukleinnya, gangguan metabolisme sel liver yang menghasilkan

gangguan fungsional, timbulnya daerah kerusakan sel dan degenerasi lemak. Pada dosis

10 mg atau kurang perhari bisa menyebabkan sirosis hati. PAs juga berefek pada hati,

liver, sistem pernafasan jika digunakan sebagai obat (Hidayah, 2007).

        Dalam kaitannya sebagai bahan pestisida nabati, hubungan PAs dan serangga

mendapat kajian yang komprehensif, karena PAs ini ternyata tidak hanya bersifat

merugikan herbivor (manusia, ternak dan serangga), tapi juga dimanfaatkan oleh

beberapa serangga sebagai bagian yang penting dan menguntungkan selama siklus

hidupnya, diantaranya sebagai pelindung telur, pelindung beberapa serangga dari

serangan laba-laba predator, untuk modal kawin/menarik pasangannya dan lain-lain.

Fenomena ini disebut sebagai farmakopagi yaitu PAs digunakan sebagai sumber nutrisi

bagi serangga. Serangga farmakopagi didapati pada famili Danaidae di Amerika Utara

dan Ithomiidae di Amerika Selatan, Arctiidae dan Ctenuchidae juga Tyria jacobea yang

mengumpulkan PAs agar rasanya enak bagi predator (Hidayah, 2007).

3.    Krisan (Chrysanthenum cierarianefolium)


Merupakan tumbuhan semak dengan tinggi 20 cm ± 70 cm. Bagian tumbuhan

yang dapatdigunakan sebagai pestisida adalah bunganya dengan bahan aktif berupa

piretin dengan kandungan antara0,73 % - 2,91 %. Pestisida alami ini diperolehdengan

mencampurkan satu kilogram bubuk bungakrisan dengan 3,4 liter etanol. Dari campuran

itu, dihasilkan 1,6 liter piretrin, yaknisenyawa kimia yang dapat menyerang urat saraf

pusat serangga dan tidak berbahaya bagilingkungan di sekitarnya. Tepung bunganya pada

konsentrasi 0,5 % dapat untuk mengendalikan hama gudang (Aditya dkk, 2010).

4.    Saga (Abrus precatorius)

Merupakan tanaman perdu memanjat yang banyak tumbuh di tempat dengan

ketinggian 1 m ± 1000 m dpl.Batang kecil dengan tinggi pohon mencapai 2 ± 5 m. Bijisaga

mengandung bahan aktif insektisida berupa tanin dantoksabulmin. Dengan menumbuk biji

menjadi tepung terigukonsentrasi 5 % dapat digunakan untuk mengendalikan hama gudang

seperti Sitophilus sp. selama 3 bulan (Aditya dkk, 2010).

5.    Daun Cengkeh

Seringkali petani menyimpan benih-benih palawija untuk ditanam kembali dalam waktu

yang lama,dan ketika dibuka ternyata banyak hama gudangnya. Entah itu Callusobrocus

sp ataupun Sitopylus sp. Saat ini jarang sekali petani yang memperlakukan pengendalian

hama terhadap hama gudang.Padahal ada perlakuan untuk mengendalikan hama gudang

yang mudah dan murah, Cara pembuatanya yaitu:

- Kering anginkan daun cengkeh secukupnya. Daun cengkeh dikeringkan tetapitidak

dijemur tapi cukup diangin-anginkan saja


- Potong-potong daun cengkeh tersebut mencadi ukuran kecil-kecil 0,5 cm X 0,5cm.

- Sebelum benih dimasukkan, masukkan daun cengkeh tadi sebanyak 2% dari

bobot benih.

-Batasi antara daun cengkeh dan benih tadi dengan kain bekas

-Lalu masukkan benih secara perlahan-lahan

-Tutupi permukaan benih tadi dengan kain bekas yang lainnya lagi.

-Taburi daun cengkeh lagi diatas permukaan kain bekas tadi sebanyak 2% dari total bobot

benih.

-Tutup rapat benih wadah benih tadi.Dengan cara tersebut aman dari hama gudang

sampai saat tiba waktunya akandigunakan. Kenapa daun cengkeh sangat efektif untuk

mengendalikan hama gudang,karena didalamnya mengandung senyawa metil eugenol

dkk yang sangat beracun bagiserangga dan bakteri. Kalau untuk penyimpanan benih untuk

konsumsi penulis belum pernah menyelidiki sejauh mana pengaruh baunya (Aditya

dkk, 2010).

6. Pestisida Nabati Srikaya

Srikaya merupakan perdu tahunan atau berupa pohon kecil dengan tinggi 2-7

meter.Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis dansubtropis di tanah berbatu, kering dan

terkenacahaya sinar matahari langsung. Bagian tumbuhan yang digunakan biji,

untuk mengendalikan OPT sasaran hama gudang.


 Senyawa aktif utama yang bersifat antifeedan dan insektisida adalah asimisin

dansquamosin (golongan acetogenin. Tumbuhan dari keluarga annonaceae

mengandungalkaloid, karbohidrat, lemak (42-45%), asam amino, protein, polifenol,

minyak atsiri, terpen, dan senyawa-senyawa aromatik seperti tumbuhan pada umumnya.

Senyawa-senyawa yang bersifat bioaktif dari kelompok tumbuhan annonaceae dikenal

dengannama acetogenin. Selain bijinya, bagian tanaman lain yang mengandung bahan

aktif yangefektif sebagai pestisida nabati adalah buah mentah, daun, dan akar.

Kandungan aktif  bekerja sebagai racun kontak, racun perut, repellent, dan antifeedan.

Hama yang dikendalikan Serbuk daun srikaya diketahui dapat digunakan untuk

mengendalikan hama gudang. Di Cina dan Filipina, tepung biji srikaya digunakan sebagai

bahan insektisida.Laporan lain menyatakan bahwa 1% tepung srikaya yang dicampurkan

dalam biji kacanghijau dapat mengendalikan hama gudang C  allosobruchus analis dan

Tribolium castaneum juga dapat menghambat proses peletakan telur serangga hama pada

biji kacanghijau.Cara aplikasi Biji/kulit kayu dikeringkan, dikuliti dan ditumbuk. Biji

yang sudah berupa tepungdirendam dengan pelarut aquades atau etanol dalam alat

ekstraksi. Kemudian disaring.Untuk memperoleh ekstrak 4,5 liter diperlukan 7,5 kg biji. Ekstrak

biji srikaya yangdibuat dengan eter atau petroleum eter dapat meningkatkan tingkat

racunnya sampai 50-100 kali lipat. Potensi pestisida nabati ini apabila dikembangkan akan

memperoleh hasil pengendalian OPT yang murah dan tidak menimbulkan dampak negatif

yang tidak diinginkan baik bagi pekerja, hewan, maupun lingkungan (Aditya dkk, 2010).

7.    Serai wangi


Serai wangi dapat tumbuh di tempat yangkurang subur bahkan di tempat yang

tandus. Karenamampu beradaptasi secara baik denganlingkungannya, serai wangi tidak

memerlukan perawatan khusus. Manfaat :Tanaman ini dapat digunakan sebagai pestisida

yaitu untuk insektisida, bakterisida,dan nematisida. Senyawa aktif dari tanaman ini

berbentuk minyak atsiri yang terdiri darisenyawa sitral, sitronella, geraniol, mirsena,

nerol, farnesol, metil heptenol dan dipentena.Daun dan tangkainya menghasilkan minyak

asiri yang dapat digunakan untuk mengusir nyamuk dan serangga. Secara tradisional

dapat dilakukan dengan cara : Daun dan tangkainya ditumbuk lalu direndam dalam air dengan

konsentrasi 25-50gr/l; Kemudian endapkan selama 24 jam kemudian disaring agar didapat

larutan yangsiap diaplikasikan; Aplikasi dilakukan dengan cara disemprotkan atau

disiramkan. Sedangkan untuk pengendalian hama gudang dilakukan dengan cara

membakar daun atau batang hingga didapatkan abu, lalu sebarkan/letakkan didekat

sarang ataudijalur hama tersebut mencari makan (Aditya dkk, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, R., Munandar, F., Valerina, Y., Nurhani, A. 2010. Pestisida Nabati dan Pestisida
Kimia pada Benih. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Padjajaran. Sumedang.

Deptan. 2006. Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman dengan Pestisida Nabati.


Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Nusa Tenggara Barat.
Haryati, S., dkk. 2004. Pemanfaatan Ekstrak Gulma Siam Untuk Mengendalikan S.
Exigua Pada Pertanaman Bawang merah di Kretek Bantul. Program Kreativitas
Mahasiswa. UGM. Yogyakarta.

Hidayah, N. 2007. Prospek Gulma Siam (Chromolaena odorata) sebagai Pengendali


spodoptera litura pada Tanaman Tembakau. Diunduh dari http://UGM.ac.id (14
Juni 2012).

Huda, S. 2003. Pengendali Hayati atau Bio Pestisida Alami. Diunduh dari linksource:
http://organikhijau.com/pengendali.php (14 Juni 2012).

Rachmawaty, D dan Korlina, E. 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati untuk


Mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman. Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian. Jawa Timur.

Sudarmo S. 2005. Pestisida Nabati. Pembuatan dan Pemanfaatannya. Penerbit Kanisius.

Thamrin, M., Asikin, S., Mukhlis dan Budiman, A. 2005. Potensi Ekstrak Flora Lahan
Rawa sebagai Pestisida Nabati. Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa.

Wiwin, S., R. Murtiningsih, N.Gunaeni dan T.Rubiati, 2008. Tumbuhan Bahanm


Pestisida Nabati dan cara pembuatannya untuk pengendalian Organisme
Pengganggu Tumbuhan. Diunduh dari
http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/index.php/Info-Aktual/MIMBA PESTISIDA-
NABATI-RAMAHLINGKUNGAN. html

Wowiling, J. 2003. Pestisida Nabati Mimba (Azadirachta indica A. Juss) dalam


Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT). Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP). Sulawesi Utara
Diposkan 16th November 2012 oleh Rosma S.S

Tambahkan komentar

Memuat
Template Dynamic Views. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai