Anda di halaman 1dari 29

SMF/BAGIAN PENYAKIT SARAF LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2019


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

STROKE NON HEMORAGIK

Disusun Oleh :

Maria Roberty Tressy Da Helen

(1308011002)

Pembimbing:

dr. Johana Herlin, Sp.S

dr. Imelda Ora Adja, Sp.S

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK


SMF/ BAGIAN PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. DR. W.Z JOHANNES
KUPANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah defisit neurologis fokal (atau global) yang terjadi mendadak,
berlangsung lebih dari 24 jam dan disebabkan oleh faktor vaskular. Stroke merupakan
kondisi dimana terjadi kehilangan perfusi ke pembuluh darah otak secara akut yang
menimbulkan kehilangan fungsi neurologis secara cepat. 1Stroke dengan defisit
neurologis yang terjadi tiba-tiba dapat disebabkan oleh iskemia atau perdarahan
otak.1,2

Stroke merupakan penyebab kematian kedua di dunia setelah penyakit jantung


iskemik/koroner, dengan angka kematian sebesar 6,15 juta jiwa. Menurut American
Heart Association tahun 2015 Stroke merupakan penyebab kematian nomor 5 di
Amerika Serikat dimana setidaknya dalam setiap 4 menit terdapat satu orang yang
meninggal akibat stroke. Strokepun tidak hanya terjadi oleh orang yang berusia tua
namun juga dapat terjadi pada usia muda dimana tercatat sebanyak 6,4 per 100.000
anak berusia dibawah 15 tahun telah mengalami serangan stroke.3

Menurut data Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, kementerian


kesehatan Indonesia tahun 2014, stroke merupakan penyebab kematian nomor satu di
Indonesia baik pada laki-laki maupun perempuan. Menurut Yayasan Stroke
Indonesia, diperkirakan setiap tahun 500.000 penduduk terkena serangan stroke
sekitar 25% atau 125.000 orang meninggal dan sisanya mengalami kecacatan.4
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn. YM
Umur : 54 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Bangsa : Indonesia
Suku : Alor
Agama : Kristen
Alamat : Bakunase
Perawatan : R. Komodo
Tanggal MRS : 10-02-2019
Tanggal Pemeriksaan : 12-02-2019

2.2 Anamnesis
Autoanamnesis dengan pasien dan heteroanamnesis dengan keluarga pasien :
1. Keluhan utama :
Bicara tidak jelas
2. Keluhan berhubungan dengan keluhan utama: kram-kram pada wajah sebelah
kiri
3. Perjalanan penyakit :

Pasien datang ke IGD RSUD Prof. Dr.W.Z.Johannes Kupang dengan keluhan


bicara tidak jelas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan dirasakan secara tiba-tiba saat
pasien sedang di kantor daan menetap hingga saat ini. Pasien juga mengeluh
keram pada wajah sebelah kiri yang dirasakan sejak 1 jam sebelum masuk
rumah sakit. Keram pada wajah sebelah kiri juga dirasakan secara tiba-tiba saat
pasien sedang membersihkan bak kamar mandi sehingga pasien panik dan
langsung ke IGD. Pasien baru pertama kali merasakan keluha seperti ini.
Keluhan nyeri kepala (-), muntah (-), pusing (-), pingsan (-), demam (-), riwayat
jatuh disangkal , BAB dan BAK dalam batas normal.

4. Riwayat penyakit dahulu :


riwayat penyakit hipertensi sejak 2 tahun lalu namun tidak minum obat teratur
Riwayat penyakit Diabetes Melitus dan penyakit jantung disangkal.
5. Riwayat stroke (-)
6. Riwayat kesehatan keluarga :
Tidak ada keluarga yang memiliki riwayat penyakit sejenis.

2.3 Pemeriksaan Fisik


2.3.1 Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
 Kesadaran : GCS: E4 V5M6 (Compos mentis)
 Tanda vital :
- Tekanan darah :
o Kanan :180/100 mmHg
o Kiri : 170/100 mmHg
- Nadi :
o Kanan : 88 x/menit
o Kiri : 80 x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit teratur
- Suhu : 36,80C
 Kepala : dalam batas normal; deformitas (-)
 Mata : konjungtiva anemis (-/-); sclera ikterik (-/-)
 Mulut : mukosa bibir sembab; sianosis (-/-)
 Leher : Palpasi pembesaran kelenjar getah bening (-)
 Thoraks : Inspeksi : bentuk dada simetris kiri dan kanan, gerakan dada
simetris; Palpasi : massa (-), Perkusi : sonor pada paru kiri dan kanan
 Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat; Palpasi : tidak terdapat
kelainan, dalam batas normal; Perkusi : pekak (+)
 Abdomen : Inspeksi : perut tampak datar; Palpasi : hepar dan lien tidak
teraba, Perkusi : timpani (+); Auskultasi : bising usus (+) kesan normal

 Ekstremitas
Superior
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Akral : hangat
Inferior
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Akral : hangat
2.3.2 Status Neurologis
1. Tanda Rangsangan Selaput Otak :
Kaku kuduk : -
Kernig’s sign : -
Brudzinski I : -
Brudzinski II : -
Brudzinski III : -
Brudzinski IV : -
2. Saraf Kranialis :
a. Nervus I (Olfactorius)
Subjektif : Sulit dievaluasi
Objektif : Sulit dievaluasi
b. Nervus II (Opticus)
Visus : (1/60) (1/60)
Kampus : sulit dievaluasi
Hemianopsia : Sulit dievaluasi
Melihat warna : Sulit dievaluasi
Funduskopi : tidak dievaluasi
Skotom : tidak dievaluasi
c. Nervus III (Oculomotoriua), Nervus IV (Trochlearis), Nervus VI (Abducen)
Kedudukan bola mata : ditengah/ditengah
Pergerakan bola mata ke :
- Nasal :normal
- Temporal : normal
- Atas : normal
- Bawah : normal
- Temporal bawah : normal
Eksoftalmus : -/-
Celah mata (Ptosis) : -/-
Pupil :
- Bentuk : bulat
- Ukuran : 3 mm/3 mm
Reaksi Pupil :
Refleks cahaya langsung : +/+
Refleks cahaya konsensuil : +/+
d. Nervus V (Trigeminus)
Cabang Motorik :
- Otot masetter : +/+
- Otot temporal : +/+
Sensibilitas : normal/normal
Refleks Kornea :
- Langsung: +/+
- Tidak langsung : +/+
Reflex masseter: normal
Trismus : negatif
Reflex menetek : Tidak dievaluasi
Nyeri tekan : +/+
e. Nervus VII (Facialis)
Otot wajah saat istirahat :
Kerutan dahi : simetris
Tinggi alis : sama tinggi
Lipatan nasolabias : dangkal pada sudut nasolabial sisi kiri
Saat digerakkan :
Mengerutkan dahi : sama tinggi
Menutup mata :+/+
Meringis : -/+
Bersiul : mencong ke kanan
Gerakan involunter :
- Tic :-
- Spasmus : -
Sekresi air mata : tidak dievaluasi
Refleks glabella : kesan normal
f. Nervus VIII (Vestibulocochlearis)
Mendengarkan gerakan jari tangan : Sulit dievaluasi
Tes garpu tala: Sulit dievaluasi
Tinnitus : Sulit dievaluasi
Keseimbangan : sulit dievaluasi
Vertigo : Sulit dievaluasi
g. Nervus IX (Glossopharyngeus), Nervus X (Vagus)
Langit-langit lunak : normal
Menelan :+
Refleks muntah : tidak dievaluasi
Disfoni :-
Indera pengecap : tidak dievaluasi
h. Nervus XI (Accesorius)
Mengangkat bahu : simteris
Memanlingkan kepala : normal/normal
i. Nervus XII (Hypoglossus)
Disarti :-
Lidah
- Tremor : -
- Atrophy : kesan normal
- Fasikulasi : -
Ujung lidah saat istirahat : tertarik ke kanan
Ujung lidah saat dijulurkan : terdorong ke kiri
3. Pemeriksaan Motorik
a. Ekstremitas superior
- Tenaga
M. Deltoid :5/4
M. Bisep : 5/4
M. Trisep : 5/4
Fleksi pergelangan tangan : 5/4
Ekstensi pergelangan tangan : 5/4
Membuka jari tangan : 5/4
Menutup jari tangan : 5/4
- Trofik : -/-
- Reflex :
Bisep : + 2/+2
Trisep : + 2/+ 2
Radius : +2/+2
Ulna : +2/+2
Leri : tidak dievaluasi
- Sensibilitas :
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Perasa proprioseptif : normal
Perasa vibrasi : normal
Streognosis : normal
Barognosis : normal
Diskriminasi dua titik : normal
Grafestesia : normal
Topognosi : normal
Parestesia : normal
- Koordinasi :
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dievaluasi
Tes telunjuk hidung : Tidak dievaluasi
Tes hidung telunjuk : Tidak dievaluasi
Tes pronasi-supinasi : Tidak dievaluasi
Tes tepuk lutut : Tidak dievaluasi
Dismetris : Tidak dievaluasi
- Vegetatif :
Vasomotorik : +/+
Sudomotorik : +/+
Pilo-arektor : +/+
- Gerakan involunter :
Tremor :-
Khorea :-
Atetosis :-
Balismus :-
Mioklonus :-
Distonia :-
Spasmus :-
- Tes Phalen :-
- Nyeri tekan pada saraf : -
b. Badan
- Keadaan kolumna vertebralis : sulit dievaluasi
- Refleks dinding perut atas : +
- Reflex dinding perut bawah : +
- Reflex kremaster : tidak dievaluasi
- Sensibilitas :
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : tidak dievaluasi
- Vegetatif :
Kandung kemih : tidak dievaluasi
Rektum : tidak dievaluasi
Genitalia : tidak dievaluasi
Gerakan involunter : -
c. Ekstremitas inferior
- Simetri : kesan normal
- Tenaga :
Fleksi panggul : 5/4
Ekstensi panggul : 5/4
Fleksi lutut : 5/4
Ekstensi lutut : 5/4
Plantar fleksi kaki : 5/4
Dorsofleksi kaki : 5/4
- Refleks :
Lutut : + 2/+2
Achiles : +2/+2
Supinasi fleksi kaki : tidak dievaluasi
Babinski : -/-
Openheim :-/-
Chaddok : -/-
Gordon : -/-
Schaeffer : -/-
Starnsky : -/-
Gonda : -/-
Bing : -/-
Mendel-Bechtrew : -/-
Rosolimo : -/-
- Klonus : -/-
Paha : -/-
Kaki : -/-
- Sensibilitas :
Perasa raba : normal
Perasa nyeri : normal
Perasa suhu : tidak dievaluasi
Perasa proprioseptif : normal
Perasa vibrasi : normal
Streognosis : tidak dievaluasi
Barognosis : tidak dievaluasi
Diskriminasi dua titik : tidak dievaluasi
Grafestesia : tidak dievaluasi
Topognosis : tidak dievaluasi
Parestesia : tidak dievaluasi Koordinasi
Tes tumit-lutut-ibu jari kaki : Tidak dievaluasi
Tes ibu jari kaki-telunjuk : Tidak dievaluasi
Berjalan menuruti garis lurus : Tidak dievaluasi
Berjalan memutar : tidak dievaluasi
Berjalan memutar : tidak dievaluasi
Lari ditempat : tidak dievaluasi
Langkah gaya jalan : tidak dievaluasi
- Vegetatif
Vasomotorik : sulit dievaluasi
Sudomotorik : +
Pilo-arektor : tidak dievaluasi
- Gerakan involunter
Tremor :-
Khorea :-
Atetosis :-
Balismus :-
Mioklonus :-
Distonia :-
Spasmus :-
- Tes Romberg: tidak dievaluasi
- Nyeri tekan pada saraf : tidak dievaluasi
4. Fungsi Luhur
Afasia motorik :-
Afasia sensorik :-
Afasia anomik :-
Afasia konduksi : -
Afasia global :-
Agrafia :-
Aleksia :-
Apraksia :-
Agnosia :-
Akalkulia :-
5. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2.3.1 Hasil Laboratorium
Hemoglobin 11,4 g/dL
Eritrosit 4,97 x10^6
Hematokrit 34,3 %
MCV 69,0 fL
MCH 22,9 pg
Leukosit 5,35 x10^3
Trombosit 157 x 10^3
BUN 10,0 mg/dL
Kreatinin 0,83 mg/dL
GDS 95 mg/dL
Natrium 142 mmol/L
Kalium 3,6 mmol/L

6. CT-Scan
2.3.3 Diagnosis
1. Diagnosis Klinis :
- Parese Nervus VII sinitra tipe sentral
- Hemiparese sinistra
2. Diagnosis topis :
A. Cerebri Media
3. Diagnosis Etiologi :
Stroke Non hemorrhagic

RESUME
Pasien datang dengan keluhan bicara tidak jelas sejak 1 hari yang lalu. Keluhan
dirasakan secara tiba-tiba saat pasien sedang di kantor daan menetap hingga saat ini.
Pasien juga mengeluh keram pada wajah sebelah kiri yang dirasakan sejak 1 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keram pada wajah sebelah kiri juga dirasakan secara
tiba-tiba saat pasien sedang membersihkan bak kamar mandi. Pasien baru pertama
kali merasakan keluha seperti ini. Keluhan nyeri kepala (-), muntah (-), pusing (-),
pingsan (-), demam (-), riwayat jatuh disangkal , BAB dan BAK dalam batas normal.
Status Generalis:
 TD kanan: 180/100mmHg Nadi kanan: 88x/menit reguler
 TD kiri : 170/100 mmHg Nadi kiri : 80x/menit reguler
Status Neurologis:
 GCS: E4V5M6 (Compos Mentis)
 Motorik 555 444
 555 444
 Paresis N.VII sinistra tipe sentral
 Refleks Fisiologis
 BPR : +2/+2 KPR: +2/+2
 TPR : +2/+2 ACR: +2/+2
 Patologis Patologis:
Babinski dan variannya : -/-

2.3.4 Penatalaksanaan
- Breathing: jalan napas pasien patent, tidak ada sumbatan dan laju pernapasan
baik sehingga tidak diberikan oksigen
- Blood: untuk mengontrol tekanan darah diberikan captopril 3 x 25 mg PO dan
- Brain: diberikan neuroprotektor untuk melindungi penumbra sehingga diberikan
piracetam 3x1 ampul.
- Bladder: dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal untuk pengobatan jangka panjang
- Bowel: Nutrisi yg cukup atau optimal sehingga pasien tidak kekurangan energy
protein dan dilakukan diet rendah garam.

Nonmedikamentosa:

- Dilakukan Head Up 30o head dilakukan untuk mengurangi tekanan vena untuk
menurunkan tekanan intracranial dimana tekanan vena berkontribusi
didalamnya.
2.3.5 Prognosis

Ad Vitam : Dubia ad Bonam

Ad Funtionam : Dubia ad bonam

Ad sanationam: Dubia ad bonam


BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,


dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan pasien menderita stroke non
hemoragik/iskemik.

ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
hemiparase sinistra, bicara tidak jelas, dan bibir miring ke kanan yang tiba-
tiba tanpa didahului trauma, nyeri kepala hebat, muntah-muntah, dan
penurunan kesadaran.
Dari anamnesis juga ditemukan faktor resiko stroke seperti gender
(laki-laki) dan hipertensi yang tidak terkontrol.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja adalah
bukti hipertensi pada pemeriksaan tanda vital. Hipertensi merupakan salah
satu faktor resiko penyebab tersering serangan stroke non hemoragik.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai
mengisi ventrikel. Dari pemeriksaan nervus kranialis didapatkan kesan lesi
pada N.VII sinistra tipe sentral dan N.XII sinistra. Hal ini membantu
memperkirakan letak lesi iskemik. Dari pemeriksaan motorik didapatkan
kekuatan otot penuh (nilai: 5) pada ektremitas bagian kanan dan kekuatan otot
dapat bergerak dan dapat melawan hambatan ringan (nilai :4) pada
ekstremitas bagian kiri.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CT-
scan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
 Siriraj skor

Skor Stroke Siriraj


Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) – (3 x penanda ateroma) – 12
Keterangan :
Derajat 0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran 2 = sopor/koma

Muntah 0 = tidak ada; 1 = ada


Nyeri kepala 0 = tidak ada; 1 = ada
Ateroma 0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)
Hasil :
Skor > 1 Perdarahan supratentorial
Skor < 1 Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 0) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 100) - (3 x 1) – 12 = -5

→ Stroke non hemoragik

Stroke Non Hemoragik


Stroke non hemoragik merupakan penyakit yang mendominasi kelompok usia
menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian
arterosklerosis (thrombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetuskan oleh
adanya faktor predisposisi hipertensi. Oklusi pembuluh darah otak dapat disebabkan
oleh suatu emboli, thrombus antegrad atau penyakit intrinsik pembuluh darah otak
sendiri.1
Berdasarkan perjalanan klinisnya, ada beberapa istilah dalam (Coronary Vascular
Disease) CVD tipe ini yaitu Transient Ischaemic Attack (TIA) yang merupakan
tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari suatu disfungsi
serebral fokal akibat gangguan vaskuler, dengan lama serangan sekitar 2-15 menit
sampai paling lama 24 jam. Bila gejala dan tanda tersebut berlangsung lebih dari 24
jam dan kemudian pulih kembali disebut RIND (Reversible Ischaemic Neurological
Defisit). Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam lebih,
disebut juga sebagai Stroke in Evolution atau Progressing Stroke, sebaliknya lesi-lesi
yang stabil selama periode waktu 18-24 jam, tanpa adanya agresivitas lanjut, disebut
Complette stroke. 1
Evolusi gejala-gejala stroke trombo-embolik sangat bervariasi dan biasanya diawali
dengan adanya serangan gangguan neurologis seperti kelumpuhan yang mendadak
sementara kesadaran masih tetap baik dan tidak disertai nyeri kepala. Salah satu
karateristik stroke ini adalah bentuk defisit yang intermiten untuk beberapa saat dan
berakhir sebagai defisit yang persisten. Investigasi untuk menunjukkan infark serebri
adalah dengan pemeriksaan CT scan otak, selain untuk memperjelas diagnosis
banding antara infark serebri dengan perdarahan otak. 1

PENATALAKSANAAN

Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1

1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)


Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal dengan:1

Terapi 5B
o Breathing: terjamin jalan napas bebas, memperhatikan saturasi O2-
PAO2, PACO2
o Blood: dijaga agar tekanan darah tetap cukup (tinggi) untuk perfusi
ke otak dan menjamin sirkulasi umum jantung, TD, Hb, viskositas,
intake cairan, asam-Basa, K; N; Ca untuk metabolisme otak.
o Brain: Kesadaran menurun atau koma dipantau, apabila kejang
diberikan anti Konvulsan, kadar gula darah yang tinggi diturunkan
perlahan, balance cairan, elektrolit dikoreksi, kadar asam-basa
dipantau.
o Bladder:Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, gangguan
balance elektrolit, pH, air, dan sebagainya, Atasi retensi atau
inkontinensi, apabila menggunakan kateter diganti berkala.
o Bowel: Nutrisi yg cukup atau optimal, fungsi TGI baik, atasi
obstipasi (retensi alvi) dan inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi,
dll.
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih
menimbulkan perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk
mengatasi stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik

Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang


diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi
plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3
jam setelah onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg)
dan 10% dari dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang
sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah
pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya
minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.7

2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan
stroke yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah
antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah terjadi,
baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif
dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan
heparin adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis
dan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan yang
terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral
karena pemberian heparin tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
 Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara
menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang
mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan
obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi
1.300 mg/hari. Obat ini sering dikombinasikan dengan
dipiridamol. Aspirin harus diminum terus, kecuali bila terjadi
reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah
diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise
ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein
plasma: 50-80%. Waktu paro (half time) plasma: 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan
glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH.Sekitar 85% dari
obat yang diberikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis.
Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan,
hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom Reye.8
 Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat
ini bereaksi dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan
melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi membran
platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet.
Berdasarkan sejumlah 7 studi terapi tiklopidin, disimpulkan
bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo, aspirin
maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke
iskemik. Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen)
dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3
bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah
purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8
b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per
infuse 1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan
manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45
tahun, maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya
membatasi sejauh mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental,
dengan fisioterapi, terapi wicara, dan psikoterapi.1
 Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-
faktor resiko stroke seperti:
 Pengobatan hipertensi
 Mengobati diabetes mellitus
 Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
 Berolahraga teratur 1
e. Terapi 5B
- Breathing: terjamin jalan napas bebas, memperhatikan saturasi O2- PAO2,
PACO2
- Blood: dijaga agar tekanan darah tetap cukup (tinggi) untuk perfusi ke otak dan
menjamin sirkulasi umum jantung, TD, Hb, viskositas, intake cairan, asam-Basa,
K; N; Ca untuk metabolisme otak.
- Brain: Kesadaran menurun atau koma dipantau, apabila kejang diberikan anti
Konvulsan, kadar gula darah yang tinggi diturunkan perlahan, balance cairan,
elektrolit dikoreksi, kadar asam-basa dipantau.
- Bladder:Fungsi ginjal dipelihara; hindari infeksi, batu, gangguan balance
elektrolit, pH, air, dan sebagainya, Atasi retensi atau inkontinensi, apabila
menggunakan kateter diganti berkala.
- Bowel: Nutrisi yg cukup atau optimal, fungsi TGI baik, atasi obstipasi (retensi
alvi) dan inkontinensi alvi, dispepsi dikoreksi, dll.

f. Posisi kepala pasien


Posisi kepala dielevasi 25-30 derajat untuk melancarkan drainase vena serebral tetapi
aliran darah otak (ADO) masih relatif tetap sehingga dapat diharapkan meminimalkan
kontribusi tekanan vena serebral terhadap tekanan tinggi intrakranial (TIK).
g. Pengontrolan gula darah
Kadar gula darah lebih dari 180 mg/dl pada stroke akut harus diobati dengan titrasi
insulin. Target yang harus dicapai yaitu normoglikemi. Hipoglikemik berat
(<50mg/dl) harus diobati dengan dekstrosa 40% intravena ataun infuse glukosa 10-
20%.
h. Pengontrolan kejang
Jika kejang, diberi diazepam 5-20mg IV bolus lambat dan diikuti oleh fenitoin
loading dose 15-20mg/kg bolus dengan kecepatan maksimal 50 mg/menit
i. Pengontrolan edema serebri
Jika didapatkan peningkatan tekanan intrakranial diberi manitol bolus IV 0,25-
50g/kgBB selama >20 menit diulangi setiap 4-6 jam dengan target < 310 mOsrn/L.
j. Pengendalian suhu tubuh
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5°C. Pada pasien febris atau
berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan kultur dan diberikan antibiotik.
1. Penatalaksanaan khusus
Pengobatan spesifik untuk perdarahan intraserebral ialah anti fibrinolitik seperti asam
traneksamat 1 g/4 jam/iv pelan-pelan selama 3 minggu kemudian tappering off (cegah
perdarahan ulang). Sedangkan untuk perdarahan
subarachnoid setelah fase akut dapat dianjurkan angiografi untuk operasi bedah saraf
(kliping, ligasi, dan sebagainya).
a. Neuroprotektor
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebellum berdiameter > 3cm, hidrosefalus akut
akibat perdarahan intraventrikel atau serebellum.
b. Penatalaksanaan hipertensi
Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila Tekanan Darah Sistolik
(TDS) > 200 mmHg atau Mean Arterial Preasure (MAP) > 150 mmHg, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi melalui intravena secara
kontinu dengan pemantauan tekanan darah setiap lima menit. Apabila TDS >180
mmHg atau MAP >130 mmHg disertai gejala dan tanda peningkatan tekanan
intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau intermiten
dengan pemantauan tekanan perfusi serebral > 60 mmHg.
Apabila TDS > 180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda,
tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena kontinyu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah setiap 15
menit, hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90 mmHg.
Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg, penurunana
tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman. Pemakaian obat
antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labetalol dan esmolol), penyekat
kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
Pada perdarahan subaraknoid (PSA), tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160
mmHg. Sedangkan TDS 160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam
mencegah terjadinya risiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual,
tergantung pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
kormobiditas kardiovaskular. Calsium channel blocker
(nimodipin) telah diakui dalam panduan penatalaksanaan PSA karena dapat
memperbaiki keluaran fungsional pasien apabila vasospasme serebral telah terjadi.
3. Rehabilitasi10

a. Rehabilitasi stadium akut

Rehabilitasi stadium akut biasanya dimulai sesudah prosesnya stabil, 24-72 jam
sesudah serangan, kecuali pada perdarahan. Sejak awal diikutsertakan untuk melatih
otot-otot menelan yang biasanya terganggu pada stadium akut.
b. Rehabilitasi stadium subakut
Pada stadium ini kesadaran membaik, penderita mulai menunjukkan tanda-tanda
depresi, fungsi bahasa dapat lebih terperinci. Memperbaiki dengan pengaturan posisi,
stimulasi kondisi pasien.
c. Rehabilitasi stadium kronik
Terapi ini biasanya sudah dapat dimulai pada akhir stadium subakut. Keluarga
penderita banyak dilibatkan dan psikolog harus lebih aktif.
Intervensi rehabilitasi pada stroke fase subakut ditujukan untuk:
1) Mencegah timbulnya komplikasi akibat tirah baring

2) Menyiapkan atau mempertahankan kondisi yang memungkinkan pemulihan


fingsional yang paling optimal

3) Mengembalikan kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari

4) Mengembalikan kebugaran fisik dan mental.


DAFTAR PUSTAKA

1. Umbas, DG. Aplikasi Sistem Skor Stroke Dave dan Djoenaidi untuk
Membedakan Stroke Hemoragik dan Stroke Iskemik. CDK, Vol. 42 no. 9, tahun
2015
2. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Revisi 2014. Jakarta; 2014.
3. Setyopranoto, I. Continuing Medical Education. Stroke: Gejala dan
Penatalaksanaan. [Online]. Mei-Juni 2011 [cited 2016 Juni 12]. Available:
www.kalbemed.com/Portals/6/105185Strokegejalapenatalaksanaan.pdf
4. Satyanegara. Editor. Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama; 2010
5. Anonim. Prevalence of stroke. American heart association :2015 copy right from:
http://circ.ahajournals.org/content/early/2017/01/25/CIR.0000000000000485
6. Badan Penelitian dan Penegembangan kesehatan. Prevalensi Stroke di Indonesia.
Kementrian Kesehatan RI:2004
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat; 2011.
8. Snell, RS. Neuroanatomi Klinik. Ed 7. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:
2011
9. Baehr M, Frotscher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. 4th ed. Jakarta: EGC;
2010.
10. Gofir, Abdul. Evidence Based Medicine Manajemen Stroke. Edisi 1. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press; Agustus 2009. hal 19-27, 45-52, 55-75,85, 165-173
11. Machpoed M, Hamdan M, Machin A, RI W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf.
Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan UNAIR; 2011
12. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Standar Pelayanan Medik.
Available from : http://kniperdossi.org/index.php/2013-10-21-11-57-
48/download/doc_download/5-spm-neurologi
13. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Guideline
Stroke 2011. Edisi Revisi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia:
Jakarta, 2011.
14. Sheerwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Ed 6. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta: 2002

Anda mungkin juga menyukai