ANEKA TIPS:
#1 Program Akselerasi Pemulihan Bisnis Indonesia 91
#2 Cara Meningkatkan Kesejahteraan &
Produktivitas Buruh 95
#3 Sistem Kompensasi Meritokratis 100
#4 Demokrasi Tanpa Kesadaran Hukum = Anarki 105
#5 Cara Praktis Memberantas KKN 118
#6 Agama: Berkat atau Laknat? 133
#7 Agama dan Duit 138
#8 Penutup: Kiat Menikmati Hidup dalam Segala Situasi 141
vii
segala hal yang kita perlukan memang belum tentu membuat ba-
hagia. Karena itu ada yang bilang, uang memang bukan kebahagiaan,
tetapi dialah tiruannya yang terbaik.
Ketidakpunyaan uang—bisa disebut miskin—adalah suatu keadaan
yang mirip seperti kehidupan dalam penjara, yakni hilangnya atau
berkurangnya kebebasan untuk melakukan—apalagi mendapatkan
—apa yang kita inginkan, serta hilangnya atau rendahnya self respect
maupun rasa hormat dari orang lain. Jangankan ingin bersedekah
atau menolong orang lain, untuk memberi makan diri sendiri saja
susah. Bahkan seringkali orang miskin hanya bisa meratapi nasib me-
lihat orang yang dikasihinya mati oleh penyakit umum (yang se-
yogianya bisa disembuhkan) karena tidak mampu berobat atau
membeli obat; tragis!
Tujuan saya menulis buku ini adalah agar anda dan kita semua
menghargai MANFAAT UANG, karena jika anda selidiki dan amati,
esensi semua kehidupan modern ini memang .mengacu kepada man-
faat uang, sebab tanpa uang anda tidak bisa membeli atau memiliki
apa-apa. Bahkan untuk beribadah saja anda membutuhkan uang
(membeli kitab suci, mendirikan tempat ibadah, memberi persem-
bahan agar rohaniwan bisa hidup dan melayani umat, untuk biaya
menyebarkan agama, dan lain sebagainya). Bahkan krisis dan keki-
sruhan yang terjadi di negara kita sampai hari ini adalah akibat tidak
adanya uang (untuk membayar hutang, untuk membangun lapangan
kerja, untuk mendanai kesejahteraan rakyat, dan Iain-lain) sehingga
Indonesia menjadi negara miskin yang memerlukan pinjaman dan
belas kasihan negara donor lain (yang akhirnya mendikte kita, karena
mereka pun mungkin bukan tanpa pamrih menyumbang, melainkan
mempunyai kepentingan politis maupun ekonomis yang UUD—
ujung-ujungnya duit).
Saya tidak menjanjikan bahwa dengan menerapkan konsep pe-
lajaran ini anda pasti memperoleh kekayaan dan kesuksesan yang
anda inginkan (karena itu adalah pernyataan takabur), melainkan
memperbesar kemungkinan anda untuk memperolehnya, dibanding-
kan dengan jika anda tidak menerapkan konsep pelajaran ini.
Vlll
Perlu saya sampaikan bahwa saya adalah orang yang skeptis dan
pragmatis. Saya tidak percaya kepada hal-hal yang berbau takhayul
atau dongeng nenek tua. Saya akan mempertanyakan segala sesuatu,
baik yang menyangkut diri saya sendiri, orang lain, keadaan makro,
bahkan sampai isu keberadaan setan, Tuhan, dan akhirat, sehingga
anda bisa merasa tenang bahwa buku ini saya buat bukan berdasarkan
dongengan atau hal yang di luar jangkauan anda untuk mencapainya.
Selama empat puluh tahun menjadi manusia, saya tidak pernah
berhenti untuk bertanya dan belajar, siang dan malam, dari kecil
hingga sekarang, sehingga saya bisa menarik kesimpulan bahwa di
luar kelahiran dan kematian, hidup itu merupakan pilihan-pilihan.
Kita berhak dan berkewajiban untuk menjadi pribadi bermanfaat se-
perti yang kita inginkan dan percayai, yang sebaiknya adalah hidup
makmur, sejahtera, bahagia dan berguna, baik bagi diri kita sendiri,
keluarga, maupun masyarakat luas. Di luar hasrat itu bisa saya ka-
takan bahwa itu adalah kehidupan abnormal serta tidak manusiawi.
Sekalipun ada banyak hal yang tidak bisa kita ubah dengan kekuatan
kita sendiri, tak bisa disangkal bahwa juga sangat banyak hal yang
bisa kita ubah dan bisa kita dapatkan dengan kekuatan kepercayaan,
determinasi, perjuangan, kegigihan dan keuletan diri kita sendiri.
Sebagai contoh, sekalipun saya tidak bisa memilih mengapa ter-
lahir sebagai pria beretnis Tionghoa berwarganegara Indonesia, na-
mun jika mau, saya BISA mengubah warna kulit saya dari kuning
menjadi coklat dengan menggunakan teknologi sun-bathing treat-
ment. Saya bisa mengubah warna rambut saya dari hitam menjadi
kuning melalui hair-bleach coloring. Saya juga bisa memperbesar ke-
lopak mata saya dari sipit menjadi besar melalui cosmetic-surgery. Saya
juga bisa untuk. tidak bermukim di Indonesia—atau tidak menjadi
WNI—dengan menjadi imigran di negara lain. Bahkan jika mau, sa-
ya pun bisa mengubah kelamin saya dari pria menjadi wanita, bu-
kankah demikian?
Apalagi jika hanya mengubah tabiat atau sifat negatif, dari rendah
diri menjadi percaya diri, dari bodoh menjadi pintar, dari berkebiasaan
buruk menjadi positif—semua itu adalah hal yang relatif gampang.
Semua hal di atas bisa saya lakukan karena hanya menyangkut hal
IX
internal diri saya sendiri, yang masih dalam otoritas diri saya sendiri
untuk mengubahnya atau tidak.
Namun, tentu saja ada beberapa hal yang tidak bisa saya ken-
dalikan, yaitu yang berhubungan dengan faktor eksternal, misalnya
membuat orang lain mengasihi dan percaya kepada saya, mengubah
karakter buruk orang lain, mengeliminir kemiskinan sosial, meng-
hilangkan penyakit manusia, mencegah peperangan, mencegah ben-
cana alam, membuat tetap awet muda sepanjang masa, atau bahkan
hidup abadi (menangkal kematian alami).
Mengetahui batas kemampuan dan mengetahui hal apa yang bisa
diubah maupun tidak, bukan hanya memerlukan kebijaksanaan, me-
lainkan juga pikiran waras.
Common sense seperti itulah yang akan anda dapatkan melalui pe-
lajaran ini. No magic, no divine miracle. Hasil pengamatan, pem-
belajaran, riset, wawancara, dan pengalaman hidup selama 40 tahun
menjadi manusia yang mencari jawab atas pertanyaan fundamental,
"Bagaimana cara mendapat uang lebih banyak dan lebih cepat untuk
menjadikan hidup lebih indah, lebih berbahagia, dan lebih berfaedah?"
Itulah yang akan saya sampaikan.
Memang anda akan menemukan beberapa pandangan atau filo-
sofi yang mengusik kepercayaan atau pola hidup anda, karena anda
anggap terlalu keras, revolusioner, mata duitan, atau apa saja, namun
saya tidak perduli. Saya bukan hanya yakin, melainkan tahu, bahwa
konsep inilah yang nyata efektif untuk mendapatkan hampir apa saja
yang kita inginkan, khususnya uang yang lebih banyak dan lebih ce-
pat, secara halal. Dan banyak kepercayaan atau kebiasaan hidup
orang-orang yang menentang konsep pelajaran saya ini adalah kaum
marginal, hipokrit, atau utopis.
Buku ini akan menjawab hampir seniua pertanyaan, keberatan,
kritikan, bahkan hujatan siapa pun secara pragmatis-logis. Jika masih
kurang, saya mempersilahkan pendebat untuk menghubungi saya via
e-mail. Namun jika anda mau berpikiran reseptif terhadap hal baru
—sekalipun tidak sepaham dengan latar belakang kepercayaan atau
pengalaman anda—maka pelajaran ini akan sangat berguna bagi pe-
ningkatan kondisi finansial anda, baik sebagai individu, maupun se-
bagai kader masyarakat.
Anda mempunyai hak untuk menjadi kaya.
Menjadi kaya memungkinkan anda mengekspresikan diri anda lebih
lagi secara fisik maupun spiritual. Anda bisa memberi lebih kepada
diri anda sendiri, sehingga anda dapat tumbuh lebih baik dan lebih
kuat untuk mampu memberi kepada orang lain.
XI
mereka tidak mempunyai cukup uang dan kebebasan waktu, se-
dangkan orang kaya mempunyai pilihan terhadap apa yang mereka
ingin dan perlu makan, dengan merekrut juru masak yang pandai,
dengan bahan makanan sehat. Orang kaya juga mempunyai waktu
dan fasilitas untuk berolahraga dan merekrut personal trainer atau
pemijat kesehatan. Menjadi kaya, memungkinkan anda menjalani
kehidupan yang lebih sehat dan lebih stress-free.
Menjadi kaya memungkinkan anda menjadi lebih cerdas dan
benvawasan luas. Orang kaya menjadi lebih kaya karena mereka
terus belajar. Anak-anak mereka mampu menjadi kaya karena
mendapat pendidikan yang cukup. Dan pendidikan yang baik
memerlukan uang dan waktu. Orang kaya membaca buku, meng-
ikuti seminar, melakukan perjalanan dan menemukan hal baru
yang menarik. Dan semua aktivitas yang memberi nutrisi kepada
intelek dan wawasan itu memerlukan uang dan waktu, yang tidak
bisa diperoleh jika anda tidak punya uang. Itulah sebabnya orang
miskin akan cenderung tetap miskin, bahkan sampai ke anak cu-
cu mereka, sedangkan orang kaya akan bertambah kaya, bahkan
bisa sampai ke anak cucu mereka.
Menjadi kaya memungkinkan anda mengembangkan keluarga
yang kuat dan harmonis. Orang kaya mempunyai waktu dan
sumber daya untuk diberikan kepada keluarganya. Mereka bisa
memberikan biaya untuk pendidikan di sekolah yang terbaik.
Mereka dapat membayar guru terbaik untuk mengajar seni. Me-
reka dapat membelikan produk edukasi berteknologi tinggi. Me-
reka dapat mengajar anaknya tentang marine biology sambil be-
renang dengan segerombolan ikan lumba-lumba di Sea World.
Mereka dapat berlibur ke mana saja bersama keluarga. Dengan
uang, mereka dapat memberikan pengalaman yang menarik dan
bermanfaat yang akan membentuk pola pikir positif dan masa
depan cemerlang anak-anak mereka. Sedangkan, orang miskin ti-
dak mempunyai sumber daya dan waktu untuk melakukan semua
itu, karena mereka harus bekerja keras membanting tulang hanya
untuk sekedar survive, sehingga anak-anak mereka hidup terlantar.
xn
=} Menjadi kaya memungkinkan anda member! kontribusi dan
dampak positif kepada dunia. Anda mengira orang-orang yang
berkaul kemiskinan itu miskin beneran secara fisik? Mungkin ada
satu-dua, tetapi sejauh ini mayoritasnya tidak. Mother Teresa bu-
kanlah orang miskin. Organisasinya mempunyai dua buah pesawat
jet pribadi dan memiliki dana lebih dari 500 juta dollar. Dan ia
menggunakan kekayaan tersebut untuk menolong banyak orang
dan membuat dampak positif kepada dunia. Bill Gates juga telah
memberikan dana amal milyaran dollar, dan mendirikan yayasan
pendidikan sendiri; ia dermawan, dan ia sangat kaya. Anda pun
bisa menjadi kaya. Anda mempunyai tanggung jawab sosial untuk
menjadi kaya. Seberapa kayakah anda seharusnya? Sekaya mungkin
selama anda bisa. Pohon tidak akan bertanya seberapa tinggi ia
akan tumbuh, melainkan ia tumbuh saja setinggi mungkin selama
ia bisa.
Xlll
www.profitboosterindonesia.com, karena di sana ada e-mail saya.
Atau hubungilah penerbit Gramedia Pustaka Utama:
www.gramedia.com dengan e-mailnya: nonfiksi@gramedia. com
xiv
Uang, Sukses & Anda
4
Secara analogis: Jika hendak membangun rumah atau gedung kita
memerlukan fondasi yang kokoh, agar bangunan itu laik pakai serta
aman terhadap berbagai macam kemungkinan buruk. Demikian
juga jika kita hendak membangun suatu lingkungan, apakah area
industri ataukah area wisata, diperlukan infrastruktur yang mema-
dai seperti tersedianya sumber daya listrik, air, komunikasi, akomodasi,
transportasi, bahan baku, tenaga kerja, sampai sarana pendukung
lainnya yang relevan. Jika infrastruktur tidak memadai, pengembangan
area tersebut akan terkendala dan berkemungkinan besar untuk
Saya harap anda sepakat dengan saya bahwa uang adalah positif,
baik, manis, indah, dan bermanfaat; sedangkan kemiskinan atau
moneyless adalah negatif, pahit, suram, buruk, dan tidak berguna.
Untuk mempermudah, saya akan memberikan uraian tanya jawab
tentang beberapa isu mengenai uang yang seringkali dijadikan alasan
untuk mentolerir kemiskinan, dan yang sering diajarkan orang se-
cara turun-temurun serta dianggap sebagai kebenaran. Semua ini sa-
ya maksudkan agar anda mau dan mampu menata ulang atau mem-
program ulang kepercayaan dan pikiran bawah sadar anda tentang
uang, kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan:
7
2. Orang kaya itu serakah.
=> Jawaban: Sebagian dari orang kaya memang serakah, tapi demikian
juga dengan orang yang setengah kaya, atau juga orang miskin.
Keserakahan itu bukan disebabkan karena uang, melainkan me-
rupakan sifat atau tabiat perseorangan yang bisa dilakukan oleh
orang di segala golongan. Pendek kata, keserakahan bukan meru-
pakan kualitas yang menempel pada uang itu sendiri, tetapi pada
pribadi. Jadi, yang penting di sini adalah kontrol diri, dan bukan
penolakan terhadap uang. Bisa saja menjadi kaya raya tanpa jadi
serakah; tanpa jadi arogan; tanpa jadi orang yang aji mumpung.
Banyak orang kaya yang saya ketahui justru mempunyai perilaku
dermawan dan berbelaskasihan terhadap orang lain yang mem-
butuhkan pertolongan, mungkin karena orang kaya itu mem-
punyai kemampuan dan kesempatan lebih besar untuk berbuat
amal dibandingkan dengan orang miskin.
10
tidak akan dirugikan. Namun jika karena kesusahan finansial
anda menjadikan sahabat anda sebagai 'tong sampah' tempat anda
menumpahkan kekesalan dan kesumpekan hati, maka cepat atau
lambat sahabat anda akan enggan berdekatan dengan anda. Me-
ngapa? Sebab setiap manusia pasti mempunyai persoalan dan ke-
susahan hidup sendiri. Jadi seberapa lama sahabat anda mau ber-
tahan menerima beban ekstra kesusahan hati dari anda? Dan ke-
hilangan persahabatan akan dipercepat jika anda mulai sering
•meminjam uang tanpa bisa membayar kembali. Sebaliknya, jika
anda sukses secara finansial, anda akan mempunyai banyak sahabat,
minimal mereka tahu bahwa anda tidak akan menyusahkan me-
reka, dan kedua, mereka berharap bisa mendapat keuntungan—
moril ataupun materiil—dengan menjadi sahabat anda. Dengan
kelimpahan finansial, kawan yang telah menjadi lawan pun akan
mau berbaikan dengan anda kembali. Istilah "a friend in need is a
friend indeed" hanya manis dan benar sebagai pepatah, atau mak-
simal hanya berlaku untuk sementara, namun jika anda terus-
menerus "in need", maka jangankan sahabat, saudara kandung,
atau istri atau suami anda pun berkemungkinan hengkang me-
ninggalkan anda! Kalau anda membaca buku saya Manajemen
USA (Untung SayaApa), anda akan mengerti bahwa segala macam
interrelasi di atas muka bumi ini—baik antar manusia, manusia
dengan Tuhan, bahkan antar—makhluk—azasnya adalah manfaat.
Jika saling bermanfaat, hubungan itu akan harmonis dan ber-
langsung lama. Sebaliknya jika tidak, akan berlangsung singkat,
atau tidak pernah berlangsung.
11
merenggut nyawa karena menggunakan safety belt dan terlindungi
oleh body kendaraan, dibandingkan jika anda naik sepeda dan
bertabrakan dengan mobil—hampir bisa dipastikan nyawa anda
akan melayang dan berhenti menjadi makhluk hidup. Contoh
lain adalah, dengan memiliki cukup uang, anda bisa membeli
makanan atau makanan kesehatan (health-food) untuk menjaga
diri anda tetap sehat, awet muda, dan panjang uniur. Namun jika
tidak punya uang, anda makan hanya sekadarnya untuk kenyang
dan agar tetap hidup, dengan menu yang berkemungkinan kurang
gizi, sehingga anda rentan terhadap serangan penyakit, dan menjadi
nampak lebih tua dari usia biologis anda, dan juga berkemung-
kinan untuk lebih cepat mati, jika tidak ditangani dengan benar.
Jika punya uang, sekalipun anda jatuh sakit, anda bisa segera per-
gi berobat dan mendapat perawatan yang terbaik dengan bantuan
peralatan medis yang canggih—baik di dalam maupun di luar
negeri—sehingga anda berkemungkinan besar untuk lebih cepat
sembuh dan terhindar dari maut. Sebaliknya, jika anda jatuh sa-
kit dan tidak punya uang, anda harus tetap mencari nafkah untuk
membiayai hidup yang akan memperparah penyakit anda. Karena
tidak segera diobati, penyakit yang ringan bisa menjadi berat,
menjadi kronis, dan bisa merenggut nyawa.
12
tambahan?" Jadi menurut saya, kita akan lebih bisa berbuat baik
dan berguna bagi kehidupan orang banyak, jika kita mempunyai
uang, dibandingkan jika kita berkekurangan. Dan jika itu dinilai
sebagai amal ibadah yang berguna bagi pahala sorga, maka
sekalipun kita tidak boleh mengatakan mampu membeli sorga,
namun kita bisa 'berinvestasi' untuk bekal kehidupan akhirat yang
lebih baik.
13
ness, yakni kepercayaan bahwa uang itu baik dan berguna, serta anda
berhak dan berkewajiban untuk menjadi kaya, agar anda bisa men-
jadi orang yang lebih berguna bagi diri anda sendiri, keluarga, dan
masyarakat.
Sebaliknya, saya perlu menegaskan bahwa tidak ada yang bagus
apalagi berguna pada kemiskinan. Bahkan jika boleh, saya ingin
menggunakan istilah bahwa "poverty is a sin!"
Sungguh sangat gamblang untuk dipahami bahwa kemiskinan itu
nyaris mustahil untuk bisa menjadikan hidup kita bahagia; sebaliknya
akan menimbulkan perasaan tertekan, rendah diri, ketidakberdayaan,
dan mimpi buruk. Dan dengan semua itu kita tidak bisa atau se-
tidak-tidaknya kurang bisa memancarkan keindahan bagi dunia se-
kitar kita. Atau, kalau keberadaan seperti itu ada hikmahnya, hikmah
itu adalah "hikmah negatif"—yaitu merupakan contoh yang tidak
perlu ditiru atau diikuti.
Kemiskinan mempermudah orang menjadi khilaf dan berbuat
kriminal. Kemiskinan juga membuat orang mudah putus asa dan ge-
lap pikiran sehingga terlibat penyalahgunaan dan pengedaran narkoba,
menjadi pemabuk, prostitusi, bahkan bunuh diri. Tentu saja tidak
bisa dibilang bahwa orang miskin otomatis putus asa, gelap pikiran
dan kriminal. Ada banyak contoh yang menunjukkan tingginya ku-
alitas moral mereka. Tetapi, keluarga yang hidup dalam kemiskinan
cenderung kusut, sering bertengkar dan menderita, dengan anak-
anak yang kurang gizi, terlantar tidak mampu membiayai sekolah,
atau menjadi anak jalanan untuk mencari nafkahnya sendiri. Karena
anak-anak adalah tunas bangsa, bagaimanakah wajah negara kita di
masa depan jika sejak kecil banyak sekali dari rakyat Indonesia telah
kehilangan kesempatan untuk belajar dan menggunakan bakat serta
potensi dirinya secara layak?
Mari kita mulai berpikir dan percaya bahwa kemiskinan
adalah buruk, jahat dan harus dikikis dan dihapus dari kehidupan
pribadi maupun dari kehidupan masyarakat kita (ingat yang dikikis
dan dihapus adalah kemiskinan, bukan orang miskin. Kita harus
membenci kemiskinan, namun mengasihi orang miskin). Sebaliknya,
kemakmuran adalah baik dan berguna, baik bagi diri kita sendiri
14
maupun bagi masyarakat. Karenanya, orang yang tidak rindu terha-
dap kelimpahan finansial adalah abnormal. Tanpa uang, anda akan
hidup abnormal. Anda tidak akan bisa memenuhi kebutuhan fisik,
mental dan spiritual secara patut. Anda tidak bisa membiayai san-
dang, pangan, papan diri dan keluarga anda. Anda tidak bisa mem-
biayai pendidikan diri dan keluarga anda yang sangat berguna untuk
meningkatkan kecerdasan, panjang pikir dan produktivitas. Anda
tidak bisa menikmati rekreasi, mendengarkan musik, bertamasya dan
relaksasi yang berguna bagi mental refreshing, karena kekurangan
uang membuat anda pusing tujuh keliling. Bahkan mungkin saja ke-
miskinan membuat anda malas beribadah, karena anda kecewa ter-
hadap Tuhan yang tidak menjawab doa dan permohonan yang anda
panjatkan agar menolong kebutuhan finansial anda. Padahal jika kita
hidup makmur, dengan sangat mudah kita bisa mengucapkan syukur
kepada Allah dan memuji kebaikan rahmat—Nya, yang semakin me-
numbuhkan iman dan ketakwaan kita kepada—Nya.
Jadi adalah jelas dan tegas seperti siang, bahwa dengan uang kita
bisa lebih berbahagia dan lebih berguna. Dengan mempunyai lebih
banyak uang, kita akan bisa menolong lebih banyak orang. Jadi,
kekayaan dan kemakmuran kita adalah juga agar kita dapat
mempermakmur dan menolong lebih banyak orang. Ada jutaan
orang yang mati kelaparan. Ada jutaan orang yang hidup tanpa
pakaian, tanpa tempat tinggal, dan tanpa pendidikan yang patut.
Tidak perlu harus menjadi rohaniwan atau memeluk agama ter-
tentu untuk berbuat baik. Dalam kelompok agama apa pun anda,
pergunakan uang anda untuk menolong yang berkesusahan. Ya, uang
anda. JUST DUIT! Ya, dengan kelimpahan duit itu anda akan
banyak membantu sesama anda. Dan jika anda adalah orang yang
saleh, agamis, maka perbuatan baik anda menjadi cerminan dari ka-
sih dan pemeliharaan Allah yang tidak kelihatan.
15
2
Penyabot Kemakmuran
16
secara finansial, melainkan juga secara mental. Prosperity consciousness
anda akan berkembang sangat kuat.
Namun sayang, itu bukanlah cara yang diperbuat orang secara
umum. Kebanyakan orang adalah overspending dan bukan investing.
Kebanyakan orang tidak bisa mengelola keinginannya dengan bijak-
sana, sehingga membelanjakan uangnya secara boros dan ngawur
hanya untuk kemegahan semu, hanya agar nampak gagah luarnya,
padahal fondasi ekonominya keropos.
Menurut saya, menghamburkan uang demi gengsi-gengsian atau
berlagak kaya adalah perbuatan yang sia-sia dan agak bodoh. Ana-
loginya, jika anda katak, anda tidak akan bisa menjadi lembu. Untuk
menjadi lembu, minimal anda haruslah anak lembu. Maksud saya,
anda tidak akan bisa meraih simpati atau kekaguman orang dengan
berlagak seolah-olah anda adalah orang kaya, jika anda bukan orang
kaya. Bukannya kagum terhadap anda, orang malah akan merasa geli
dan mencibir anda. Maaf, dari bau anda saja sudah dapat diketahui
apakah anda orang kaya atau bukan.
Misalnya anda adalah karyawan dengan gaji sekitar satu jutaan
rupiah per bulan. Namun dalam penampilan, anda ingin nampak se-
perti orang makmur, dengan mengenakan jam tangan bermerek ma-
hal, pakaian branded, dan makan siang di kafe, padahal setiap hari
anda harus turun naik bis kota untuk ke kantor. Seperti apakah kira-
kira pandangan teman-teman sekantor anda tentang anda? Apakah
mereka akan kagum dan menganggap anda pribadi yang sukses dan
makmur? Jawabannya, jelas tidak. Sekalipun anda membeli dan me-
ngenakan produk asli, mereka akan menyangka itu adalah produk
palsu. Dan yang paling memenuhi benak mereka adalah pertanyaan:
Anda mau membohongi siapa? Orang idiot mana yang hendak anda
pikat?
Jika pada pertengahan bulan anda harus kas bon kepada per-
usahaan, dan/atau anda tidak mampu membayar tagihan biaya listrik
atau credit card, maka buyarlah semua kebanggaan semu diri anda —
seperti gelembung sabun yang pecah.
Jalan keluar untuk mengatasi kesulitan finansial adalah dengan,
pertama, cara menghapus penyabot kemakmuran, yaitu scarcity
17
consciousness yang bisa termanifestasi melalui pola hidup boros yang
membelanjakan sama atau lebih banyak dari penghasilan. Mulai hari
ini, biasakan untuk menyisihkan minimum 10% dari setiap peng-
hasilan anda untuk diinvestasikan dalam portofolio yang meng-
untungkan, atau minimum ditabung di bank.
Hal kedua adalah berusaha mendapatkan penghasilan ekstra me-
lalui side-job dan atau freelance job seperti menjadi agen asuransi,
broker properti, broker kendaraan bermotor, atau agen produk multi-
level marketing.
Semua aktivitas tersebut bisa anda lakukan bersamaan dengan ak-
tivitas utama anda, apakah sebagai pelajar/mahasiswa, karyawan atau
pengusaha. Pekerjaan itu cukup terhormat dan bisa cukup banyak
menghasilkan uang, plus memperluas networking pergaulan anda
yang mungkin saja bisa menjadi kesempatan untuk mendatangkan
uang lagi di kemudian hari. Bahkan jika anda memang menerapkan
selling skills dengan baik, side-job anda itu bisa saja memberikan
penghasilan yang jauh lebih besar daripada penghasilan utama anda!
Cobalah hubungi beberapa perusahaan asuransi besar yang mempunyai
policy merekrut freelancer. Atau bergabunglah dengan perusahaan
broker properti, baik yang non-franchise (tidak menarik fee apa pun
untuk menjadi member) atau membeli franchise property broker ter-
kemuka.
Saya perlu menyampaikan bahwa kebanyakan orang miskin tidak
melakukan hal ini. Mereka memilih untuk santai dan bermalas-ma-
lasan daripada mencari extra income. Sedangkan orang yang menjadi
kaya adalah yang mau bekerja lebih keras dan lebih banyak, asalkan
ia bisa mendapat extra income, bahkan sekalipun harus mengorbankan
kesenangannya pribadi untuk sementara waktu.
Hal ketiga adalah menginvestasikan kembali kelebihan penghasilan
anda agar menghasilkan bunga ataupun penghasilan ekstra lainnya.
Demikianlah seterusnya, uang anda beranak uang, atau uang anda
berbuah uang. Pada jumlah dan waktu tertentu, akumulasi uang
anda dalam penghasilan bergulir maupun dalam tabungan, akan
menjadikan anda kaya! Kaya nyata, dan bukan hanya nampak kaya!
18
Keempat, jika mungkin, jadilah wirausahawan. Karyawan bekerja
dan mendapatkan gaji (yang sewaktu-waktu, entah karena alasan
yang jelas maupun tidak, bisa dipecat oleh atasan atau pemilik per-
usahaan, tanpa anda bisa menolak untuk pergi), sedangkan pengusaha
bekerja dan mempekerjakan karyawan untuk menghasilkan profit,
yang nilainya bisa ratusan, ribuan bahkan jutaan kali lebih besar
daripada gaji anda. Jika tidak menduduki posisi puncak di perusahaan
besar, menurut saya cara yang paling masuk akal untuk kaya adalah
dengan cara menjadi pengusaha. Sudan cukup banyak contoh dan
fakta yang saya temukan tentang orang-orang biasa yang menjadi
kaya dengan menjadi pengusaha, sekalipun mereka tidak mempunyai
pendidikan formal yang tinggi dan atau tidak mempunyai modal be-
sar ketika memulai bisnisnya.
19
3
Cara Menjadi Kaya
20
Sebagai ilustrasi: Mengapakah dokter dibayar lebih mahal daripada
penjaga pintu hotel? Jawabannya mudah: Dokter memberi nilai
tambah lebih banyak. la telah belajar dan bekerja keras untuk men-
jadi dokter, sehingga ia bisa menolong menyembuhkan penyakit dan
membukakan pintu kehidupan. Sedangkan untuk membukakan pin-
tu hotel, siapa pun bisa melakukannya tanpa perlu belajar.
Mengapakah pengusaha yang sukses juga menjadi kaya secara
finansial dan dihormati orang? Karena mereka memberi nilai atau
manfaat tambah kepada konsumen dibandingkan dengan perusahaan
sejenis atau pengusaha lainnya.
Ada dua hal pokok yang diciptakan oleh pengusaha sukses, yaitu
yang pertama adalah kemampuannya untuk memberi manfaat yang
dapat meningkatkan kualitas hidup pelanggannya melalui penggunaan
produk/jasanya. Hal kedua adalah karena dalam menjalankan usaha-
nya, pengusaha menciptakan lapangan kerja. Karena pekerjaan itu
banyak karyawan yang bisa menyekolahkan anak-anaknya bahkan
menjadi dokter, pengacara, guru atau profesi lainnya yang bisa mem-
beri manfaat lagi kepada masyarakat yang lebih luas. Belum lagi jika
kita tambahkan bahwa keluarga karyawan yang membelanjakan gaji-
nya akan menghidupkan sektor bisnis lainnya yang menciptakan ke-
sejahteraan lain.
Ketika Ross Perot ditanya rahasia kesuksesan finansialnya, ia men-
jawab, "What I can do for this country is creating jobs. I'm pretty good at
that, and Lord knows we need them. "Pelajaran ini sederhana: Semakin
banyak anda memberikan manfaat kepada orang lain, semakin besar
anda akan dihargai dan dibayar. Dan anda tidak harus menjadi peng-
usaha untuk bisa menambah nilai/manfaat. Tapi setiap hari anda ha-
rus selalu mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan kemam-
puan untuk bisa memberi manfaat lebih. Itulah sebabnya mengapa
self-education menjadi penting.
Tanyailah diri anda setiap hari:
4 Bagaimana caranya agar saya bisa menjadi lebih bermanfaat bagi
perusahaan saya?
* Bagaimana cara saya mencapai produktivitas lebih banyak dengan
waktu yang lebih sedikit?
21
4 Adakah cara lain agar saya dapat memangkas biaya dan me-
ningkatkan kualitas?
4 Adakah sistem lain atau aplikasi teknologi lain yang me-
mungkinkan perusahaan saya lebih maju dan lebih untung?
4 Bagaimanakah cara saya lebih memuaskan pelanggan agar mereka
membeli lebih banyak dan lebih sering?
4 Dan lain sebagainya.
Jika anda bisa memberi lebih banyak manfaat kepada orang lain,
anda pun akan menerima jasa dan penghargaan finansial lebih
banyak daripada sebelumnya.
Sekalipun konsepnya sederhana, saya menyadari bahwa tidak
banyak orang yang melakukannya, sehingga tidak mengherankan
jika orang kaya itu tergolong sedikit. Satu dan lain hal adalah keper-
cayaan salah yang dimiliki banyak orang, yaitu ingin mendapat
"something for nothing", seperti mental kebanyakan karyawan yang
menginginkan gaji dan kariernya selalu naik, tanpa niemperdulikan
apakah produktivitas dan kontribusi mereka naik atau tidak. Men-
jijikkan bukan?
Kenaikan gaji apalagi promosi karier, haruslah sebelumnya dida-
hului dengan peningkatan produktivitas dan pemberian manfaat
ekstra oleh karyawan, sebab jika tidak demikian, kondisi keuangan
perusahaan bisa terganggu, karena melakukan pengeluaran biaya
ekstra tanpa disertai dengan peningkatan penghasilan.
Sebaliknya, perusahaan pun harus jeli dalam memperlakukan kar-
yawannya, karena mereka adalah aset. Jadi jika ada karyawan yang
digaji 50 juta setahun dapat memberikan penghasilan atau manfaat
senilai 500 juta, mengapa tidak menghargai karyawan tersebut
dengan memberikan bonus dan/atau pendidikan ekstra untuk me-
ningkatkan kompetensi dan motivasinya, agar di lain waktu ia bisa
memberikan penghasilan atau nilai manfaat satu milyar misalnya.
Jika anda tidak memperhatikan dan menghargai prestasi karyawan,
mereka akan meninggalkan anda!
Selanjutnya adalah mengakumulasi kekayaan anda. Sebagaimana
yang saya tulis di bab "Penyabot Kemakmuran", untuk menjadi kaya
22
tidak cukup dengan hanya terus mencari uang lebih banyak, me-
lainkan dengan cara spend less than you earn and invest the
difference. Contoh-contoh kasus sudah cukup banyak tentang ke-
hidupan orang yang berpenghasilan besar-—apakah selebriti, atlet,
profesional, ataukah pengusaha—yang segera berakhir melarat, ka-
rena gaya hidup foya-foya dengan menghamburkan uang secepat
mereka mendapatkannya. Akibatnya, jika penghasilan mereka menu-
run dan/atau jika mereka mendapat musibah yang memerlukan bi-
aya ekstra, mereka akan jatuh susah, bahkan menyusahkan orang la-
in!
Biasakanlah diri anda untuk menanyai diri sebelum berniat mem-
belanjakan uang anda:
* Do I really need this? (Apakah aku benar-benar membutuhkannya?)
* What's the minimum I can pay to get it? (Adakah cara termurah
untuk mendapatkannya?)
Saya serius dalam menekankan bahwa anda harus mau dan mam-
pu menciptakan surplus keuangan dan menginvestasikannya kembali.
Sebab jika tidak, sarnpai kapan pun anda tidak akan pernah menjadi
kaya. Mungkin anda berpenghasilan besar, bergaya hidup mewah, di-
hormati orang, namun anda tidak masuk kategori orang kaya, karena
anda tidak mempunyai harta atau tabungan atau aset yang aman dan
berjangka panjang.
Perilaku menghabiskan sebanyak penghasilan—apalagi sampai
berhutang—adalah perilaku binatang yang tak pernah memikirkan
lumbung persediaan.
Langkah selanjutnya adalah memproteksi kekayaan anda. Sangat
kasihan melihat orang kaya yang merasa tidak aman dan tidak
nyaman memikirkan keselamatan harta mereka, bahkan lebih susah
dibandingkan ketika dulu masih miskin. Banyak orang merasa kha-
watir bahwa dengan memiliki banyak harta, mereka berpotensi un-
tuk kehilangan banyak. Karena itu saran saya ialah: Don't put all
your eggs in one basket! Artinya, sebaiknya anda memilah investasi
dalam beberapa jenis portofolio, menaruh uang anda di beberapa
bank, mengembangkan bisnis anda di beberapa negara, dan me-
nyimpan barang berharga anda di safe deposit box bank dan bukan di
23
rumah, serta mengasuransikan aset anda yang relevan dan cenderung
berisiko. Dengan demikian anda tidak akan bisa seketika jatuh mis-
kin atau celaka jika terjadi peristiwa penjarahan dan pengrusakan
massal seperti yang terjadi pada tragedi medio Mei 1998 lalu.
Terakhir: Jangan lupa untuk menikmati harta anda. Banyak
orang kaya berperilaku bodoh. Mereka telah bersusah payah memberi
nilai tambah kepada orang lain sehingga mendapat kompensasi
penghasilan lebih banyak. Mereka telah menabung dan meng-
investasikan uang mereka, sehingga menjadi lebih banyak dan men-
jadi kaya setelah melewati masa sulit yang cukup panjang. Mereka
pun telah memelihara dan melindungi harta mereka dengan baik.
Namun sayang, mereka lupa menikmatinya. Mereka tetap merasa
berkekurangan, merasa khawatir, merasa hidupnya hampa dan tidak
berbahagia.
Ada hal vital yang mereka lupakan tentang uang dan manfaatnya.
Uang itu bukanlah tujuan, melainkan alat atau media untuk men-
capai tujuan. Apa tujuannya? Menjadi lebih berguna bagi diri sen-
diri, keluarga, dan orang lain! Uang itu hanya menjadi berguna jika
dipergunakan secara patut. Jika hanya disimpan atau dipandangi,
uang itu tidak ada bedanya dengan benda mati lain seperti guci, atau
lemari, atau bahkan kadal mati. Untuk memberi manfaat, uang itu
harus dibelanjakan, ditukar nilainya dengan manfaat lain, apakah
untuk membiayai pendidikan, membeli makanan, pergi bertamasya,
menyumbang panti asuhan, dan lain sebagainya.
Jika anda melupakan fungsi dan hakikat keberadaan uang, anda
adalah orang yang paling malang, bahkan lebih sial daripada orang
miskin, karena anda mempunyai banyak uang namun tetap kikir
(perlu diingat bahwa kikir dan hemat itu berbeda. Kikir itu tidak
mau mengeluarkan uang sekalipun perlu dan mampu, sedangkan he-
mat adalah tidak mau mengeluarkan uang jika tidak perlu) dan hi-
dup dalam kekurangan. Karena itu perlu saya ingatkan: Jika anda
mati, uang anda akan ditinggal untuk dinikmati oleh orang lain yang
tidak berjerih payah untuk mendapatkannya. Apakah anda rela?
Saran saya: Nikmatilah nilai tukar dari uang anda setiap waktu se-
cara bijaksana, karena itu adalah hak anda. Tidak perlu menunggu
24
sampai anda menjadi kaya, dan baru mau menikmati manfaat uang,
karena hal itu terkesan bodoh dan mendewakan uang. Ingat kata pe-
patah, "Uang itu hamba yang baik, namun tuan yang jahat!" Maka,
jadikanlah dia hamba!
Ada empat pertanyaan fundamental yang perlu anda jawab untuk
mulai mengakumulasi uang dan menjadi kaya:
Adapun tips jika anda hendak terjun ke dalam dunia bisnis, se-
baiknya adalah memasuki bisnis yang secara pribadi anda kompeten
untuk mengelolanya, agar anda dapat memulainya tanpa banyak ber-
gantung pada orang lain, dan untuk mencegah agar anda tidak di-
perdaya oleh karyawan yang menganggap anda bodoh atau tidak me-
nguasai persoalan.
Hal kedua yang paling penting untuk kesuksesan bisnis adalah
kemampuan bisnis anda untuk memberikan produk/jasa yang di-
perlukan oleh konsumen untuk meningkatkan kualitas hidupnya,
dan yang manfaatnya lebih besar dari nilai uang pembeli dan dari
nilai yang dapat diberikan oleh kompetitor. Frase "diperlukan oleh
konsumen" itu penting sekali dan perlu digarisbawahi sebagai pe-
nekanan, karena keperluan dan keinginan konsumenlah yang menjadi
25
fokus perhatian dan upaya anda untuk memenuhinya, dan bukan
keinginan atau selera anda, kecuali anda ingin membeli sendiri pro-
duk anda!
Karakteristik lain yang dibutuhkan agar menjadi pengusaha
sukses adalah:
26
tergoda oleh gaya hidup arogan yang ingin cepat besar dan nampak
hebat dengan overspending dan overexpansion, apalagi membiayai
pertumbuhan melalui hutang. Tetaplah berperilaku hemat. Ingat-
lah bahwa semangat itulah yang menjadikan anda kaya. Kesom-
bongan dan foya-foya hanya akan segera menghancurkan anda!
27
4
Anaa Aaalan Seperti
Kepercayaan Anaa
28
sendirinya. Fakta dan sejarah hidup anda akan menjadi sebagaimana
anda mengukir dan menciptakannya—apakah baik dan indah atau-
kah buruk dan menyedihkan. Hari ini adalah 'janin' bagi 'bayi' yang
akan anda lahirkan di masa depan. Anda memegang dan merancang
masa depan dengan tangan anda sendiri—yaitu pikiran dan keper-
cayaan anda. Satu hal penting ialah bahwa anda bisa mengubah
kepercayaan anda dengan kepercayaan baru, dan dengan mengubah
kepercayaan, anda mengubah segalanya.
Lantas, apakah sebenarnya kepercayaan itu?
29
ngelolanya sebagai konsep bahwa anda sexy. Segera setelah anda me-
lakukannya, anda merasa pasti tentang ide bahwa anda memang sexy,
dan mulai mempercayainya. Selanjutnya anda akan hidup dan ber-
perilaku sebagaimana yang anda percayai sebagai orang sexy.
Sekali anda mengerti proses metafora ini, anda bisa melihat ba-
gaimana cara kepercayaan terbentuk, yang tentunya dengan demikian
dapat anda ubah melalui proses yang sama.
Hal penting yang perlu dicatat ialah bahwa anda bisa mengem-
bangkan kepercayaan apa pun, jika mempunyai cukup referensi pe-
ngalaman untuk mernbangunnya. Namun sayangnya, banyak keper-
cayaan kita yang terbentuk tanpa kita sadari atau tanpa kehendak in-
dependen kita sendiri, melainkan melalui referensi pengalaman yang
terjadi begitu saja dari lingkungan pergaulan kehidupan kita, se-
hingga kita tidak mengetahui cara untuk mengelola dan mem-
bentuknya secara ideal.
Kepercayaan pribadi anda berasal dan berkembang dari keluarga
dan lingkungan hidup anda. Mereka meletakkan fondasi dengan fi-
losofi, kepercayaan, perilaku, dan tindakan mereka. Sebagaimana ja-
waban atas pertanyaan anda, "Who am 7?" datang dari anggota ke-
luarga yang merefleksikan pikiran mereka tentang siapa anda, maka
jawaban atas pertanyaan anda "What can I do? juga berasal dari me-
reka, apakah orangtua, saudara maupun kerabat anda yang berpikir
tentang kapabilitas anda.
Jika semasa kecil anda sering dimaki oleh keluarga anda atau ling-
kungan anda, "Goblok, gitu aja enggak bisa!", maka tidak meng-
herankan jika anda merasa rendah diri dan merasa bodoh sekalipun
telah berangkat dewasa. Demikian juga jika anda sering dimaki,
"Anak setan, selalu saja kamu membuat onar!", maka anda ber-
kemungkinan untuk tumbuh menjadi orang yang berkepribadian
buruk, seperti kesan yang tertanam dan menjadi kepercayaan anda.
Identitas dan kepercayaan anda selalu berkait, karena anda meng-
ekspresikan perasaan dalam diri anda melalui perbuatan, dan aksi itu
mengungkapkan tentang siapakah anda menurut pikiran anda. Se-
bagaimana keluarga anda bisa mempengaruhi atau bahkan memak-
sakan agar anda menjadi seperti yang mereka inginkan, atau me-
30
lakukan tindakan seperti yang mereka harapkan, maka pikiran dan
tindakan anda belum tentu mencerminkan apakah yang sesungguhnya
anda inginkan, karena belum tentu anda merdeka untuk melakukan
hanya yang benar-benar anda inginkan.
Secara alamiah kita tumbuh dengan melihat dan mencerna afir-
masi yang diberikan oleh anggota keluarga terhadap kemampuan
yang memberikan kita kepercayaan. Misalnya ketika kita baru bisa
berdiri dan berjalan, ketika baru mulai bersekolah, atau ketika me-
masuki masa puber dan jatuh cinta untuk pertama kalinya, atau ke-
tika baru pertama kali memasuki dunia kerja, apakah pendapat yang
diberikan oleh anggota keluarga anda tentang anda: apakah anda he-
bat, ataukah anda payah? Apakah anda berprestasi ataukah anda pe-
cundang? Semua itu akan berpengaruh terhadap self-image dan self-
esteem serta independensi anda sampai hari ini.
Jika orangtua anda sangat bersikeras untuk menjadikan anda se-
perti pribadi yang mereka inginkan, mungkin saja anda tidak ber-
tumbuh sebagaimana layaknya untuk menjadi diri anda sendiri ber-
sama faktor genetika, bakat bawaan dan sebagainya yang tentu saja
berbeda dengan orangtua anda. Jika demikian halnya, bisa saja anda
menjalani hidup yang abnormal, karena anda menjadi bukan diri an-
da^sendiri.
Pertanyaan tentang yang manakah dan apakah kepercayaan yang
benar itu? Jawabannya adalah, tidak perduli apakah atau yang ma-
nakah yang benar, melainkan kepercayaan manakah yang paling do-
minan dan mempengaruhi hidup anda? Sebab kita akan dapat me-
nemukan orang atau contoh yang bisa mendukung kepercayaan kita,
sehingga kita menjadi semakin percaya, apa pun bentuk kepercayaan
anda. Itulah yang kita namakan rasionalisasi.
Sebagai contoh: Jika anda percaya bahwa Tuhan itu ada, maka an-
da akan menemukan cara atau pengajaran, atau orang atau apa saja
yang 'membuktikan' bahwa Allah ada. Sedangkan jika anda percaya
bahwa Allah itu tidak ada,. maka anda pun akan menemukan cara,
atau pengajaran, atau orang, atau apa saja yang 'membuktikan' bah-
wa Allah itu tidak ada.
31
Contoh lain adalah: Bayangkan, anda pernah beragama "A" dan
menjadi sangat fanatik untuk membela agama tersebut, bahkan sam-
pai berdebat dan berkelahi dengan teman atau keluarga anda, karena
anda sangat percaya bahwa agama itulah yang terbaik dan terbenar
dengan segala argumen dan bukti empiris. Nah, jika karena sesuatu
hal anda berganti kepercayaan menjadi beragama "B", mungkin ka-
rena anda lebih diberkati atau mendapat pertolongan Illahi, apakah
yang akan terjadi? Dengan sama fanatiknya seperti dulu anda mem-
bela agama "A" yang bahkan kini anda hujat mungkin, anda kini
berdebat dan bahkan berkelahi demi agama "B" yang anda percayai
paling benar dan paling berguna.
Pertanyaannya: Mengapa demikian? Apakah kita ini memang ma-
nusia plin-plan, ataukah kita mempercayai hal yang salah? Ataukah
memang di dunia ini tidak ada sesuatu yang mutlak benar atau
mutlak salah, sehingga apa pun kepercayaan kita akan ada benarnya
dan ada salahnya?
Saya tidak tahu, karena saya belum menguasai ilmu segala sesuatu
yang maha tahu. Menurut pendapat saya, memang di dunia ini tidak
ada hal yang mutlak benar dan mutlak salah, atau mutlak baik dan
mutlak buruk. Sesuatu menjadi baik atau buruk tergantung keper-
cayaan kita, dan berlaku bagi diri kita sendiri serta orang yang
sepaham dengan kita.
Dan kepercayaan itu terbentuk sesuai dengan input atau referensi
pengalaman yang kita terima sebagai fakta atau kebenaran. Bagi ke-
percayaan, adalah tidak penting apakah input, atau data, atau fakta
yang kita percayai itu adalah benar atau kenyataan ataukah tidak.
Pokoknya kita berpikir, berperilaku dan hidup seperti yang kita per-
cayai, that's it! Itulah sebabnya seringkali kita melihat perilaku atau
buah pikiran orang yang bagi kita nampak gila, namun bagi orang
lain dianggap sebagai hal yang luarbiasa indah.
Karena referensi pengalaman yang membentuk kepercayaan kita
bisa saja berasal dari sumber yang faktual dan benar maupun keliru
—seperti misalnya ajaran dan teladan orangtua, atau buku, atau
filem, dan sebagainya—kita pun bisa mempercayai sesuatu hanya ber-
dasarkan ha-sil imajinasi saja. Sekalipun terdengar aneh, tapi
32
demikianlah faktanya bahwa kita sebagai manusia tidak kebal
terhadap persuasi maupun distorsi.
Jika anda secara konsisten dan sering memasukkan gambaran se-
suatu ke dalam pikiran anda, maka suatu saat anda akan bisa mem-
percayainya sebagai kebenaran dan mewujudkannya dalam kehidupan
faktual. Invasi yang dilakukan ke dalam pikiran bawah sadar kita, se-
perti misalnya dalam keadaan trance hipnosis, akan bisa menggiring
pikiran kita untuk mempercayai sesuatu sebagai kebenaran—se-
kalipun belum tentu benar—dan kita bertindak sesuai dengan ke-
percayaan itu.
Semua itu bisa terjadi karena pikiran kita tidak bisa memberitahu
perbedaan antara sesuatu yang diimajinasikan dan sesuatu yang
sungguh dialami. Semakin kuat emosi anda terlibat, dan disertai
dengan pengulangan yang berkali-kali, sistem syaraf anda akan
mengangapnya sebagai pengalaman nyata, sekalipun itu tidak atau
belum terjadi.
Para ahli hipnotis bisa mempengaruhi pikiran anda untuk mem-
percayai sesuatu yang tidak benar—misalnya mengatakan bahwa
anda seekor kucing, sehingga anda bisa berperilaku seperti seekor ku-
cing yang mengeong-ngeong jika diperintah. Anda pun bisa meng-
alami ketakutan, atau kesenangan, bahkan kenikmatan jika sedang
menggunakan "virtual reality" technology. Atau ketika anda bermimpi
sedang dikejar penjahat, anda bisa berperilaku seperti sedang berlari-
lari, berkeringat, bahkan menjerit ketakutan. Bagi pria muda yang
sedang mimpi berkencan dengan wanita, akan bisa mengalami wet
dream.
Jadi, manfaat pelajaran ini bagi anda ialah: bahwa kepercayaan itu
tidak memerlukan informasi atau pengalaman atau kebenaran untuk
bisa dipercayai dan dijadikan perilaku. Jika anda cukup sering mera-
sakannya sebagai kebenaran, cepat atau lambat anda akan mem-
percayainya sebagai kebenaran. Dengan kata lain, jika anda mem-
punyai kepercayaan dan perilaku yang buruk atau merugikan, anda
bisa mengubahnya dengan cara yang sama serta relatif mudah, yaitu
menggantikannya dengan kepercayaan lain yang lebih mengun-
tungkan!
33
5
Dampak Kepercayaan
34
bentuk segitiga itu dianggap sebagai satu-satunya bentuk yang benar
dan/atau valid dalam kehidupan ini.
Sebaliknya, pandangan atau penerimaan masyarakat dalam suatu
lingkungan, menerima dan/atau mempercayai bahwa hidup dan ke-
hidupan ini berbentuk segitiga—dan bukan oval atau kubus—ka-
rena banyak atau semua individunya percaya bahwa hidup dan ke-
hidupan ini berbentuk segitiga. Kumpulan individu-individu itu di-
namakan masyarakat. Dan kumpulan masyarakat itu bisa dinamakan
menjadi lingkungan—apakah bernama daerah, kota, atau negara.
Dari manakah datangnya keputusan atau pengertian bahwa hidup
dan kehidupan masyarakat tertentu itu berbentuk segitiga, misalnya,
dan bukan oval atau kubus? Hal itu berasal dari kepercayaan atas ide
atau pemikiran tertentu yang didapat dari penyerapan belajar dan/
atau pengalaman, baik yang dialami sendiri maupun yang "diindok-
trinasikan" oleh lingkungannya—keluarga dan masyarakat—sampai
disimpulkan bahwa hidup dan kehidupan itu, menurut orang ter-
sebut, berbentuk segitiga, dan bukan bentuk oval, trapesium, atau
bentuk lainnya.
Kalau kita ibaratkan secara praktis, yang dimaksud bentuk-ben-
tuk itu bisa berupa kepercayaan agama, idiologi, budaya, kebiasaan
hidup, karakter pribadi maupun masyarakat, sampai ke kualitas hi-
dup individu maupun masyarakat tertentu.
Nah, dari sinilah terbentuknya 'warna' masyarakat atau daerah
atau negara, yang bisa bersifat pluralistik maupun berazaskan keper-
cayaan tunggal. Hal itu bisa ditemui dalam negara atheis, atau negara
agama, atau negara liberal, juga untuk masyarakat dengan hukum
adat tertentu, atau dalam masyarakat yang masih primitif.
Nah, jika perbedaan kepercayaan itu tidak disadari sebagai hal
yang manusiawi—sehingga bersifat relatif subyektif—suatu saat dan
dalam suatu kondisi eksplosif, bisa terjadi pertentangan dan bahkan
bentrokan kepercayaan, yang menimbulkan perselisihan, permu-
suhan, maupun peperangan fisik.
Mengapa bisa terjadi pertengkaran? Karena individu atau ma-
syarakat "A" berkeyakinan bahwa hidup atau kehidupan ini adalah
35
"segitiga" misalnya sedangkan individu atau masyarakat "B" ber-
keyakinan sebagai "kubus". Jika salah satu pihak berupaya untuk me-
yakinkan kelompok lain bahwa kelompoknyalah yang benar, se-
dangkan kelompok lain salah, maka akan terjadi perselisihan. Dalam
taraf yang minor, hal itu bisa berupa kesalahpahaman; sedangkan da-
lam taraf major bisa terjadi perkelahian, baik secara individu mau-
pun masyarakat.
Contoh hal itu adalah perselisihan sampai peperangan antar—su-
ku, agama, ras, antar—golongan, baik yang terjadi di Indonesia, mau-
pun di belahan dunia lainnya. Dan itu sudah berlangsung sejak ja-
man dahulu kala.
Mengapa orang berselisih bahkan berkelahi sesama manusia
hanya karena perbedaan tersebut? Karena masing-masing pihak ber-
usaha untuk mempertahankan kepercayaannya, yang telah menjadi
faktor dominan dalam kehidupannya, apakah berupa harga diri atau-
pun jati diri, baik individu maupun masyarakat.
Faktor terselubung lainnya ialah bahwa seseorang atau masyarakat
tertentu merasa takut atau panik jika ada orang atau kelompok lain
yang bisa atau mau mengubah kepercayaan lamanya—baik secara
ilmiah faktual maupun paksaan—karena hal itu akan mengubah to-
tal paradigma maupun kebiasaan hidupnya, sehingga ia atau mereka
harus memulai lagi dari awal. Apalagi telah menjadi sifat dasar ma-
nusia bahwa manusia takut terhadap perubahan, karena membawa
serta unsur ketidakpastian. Apalagi jika perubahan kepercayaan itu
merugikan dirinya atau kelompoknya, maka bisa dipastikan bahwa ia
atau mereka akan melawan atau melakukan aksi kekerasan untuk
mempertahankan status-quo.
Nah, itulah fundamental dari kepercayaan dan perilaku individu
maupun masyarakat yang kita lihat sehari-hari. Dengan kata lain,
perbedaan-perbedaan kepercayaan, pola pikir, tradisi budaya, tingkah
laku dan kualitas hidup, serta kehidupan suatu individu maupun
masyarakat ataupun bangsa, dipengaruhi dan dibentuk oleh faktor
kepercayaan yang diterimanya dan menjadi bagian kehidupannya.
Adapun kepercayaan itu diciptakan dan dimasyarakatkan oleh se-
seorang atau sekelompok orang—pemikir, filsuf, tokoh agama, tokoh
36
masyarakat atau kepala suku, politikus, dan Iain-lain—bahkan ada
yang bersifat hikayat atau mitos, yang tidak jelas ujung pangkal his-
torisnya.
Jadi, jika seseorang atau sekelompok masyarakat dipengaruhi oleh
ide atau filosofi tertentu, misalnya dari Animisme/Dinamisme, maka
individu atau masyarakat tersebut akan hidup sebagaimana layaknya
kepercayaannya, yang dapat kita temui dalam masyarakat tradisional
atau suku yang masih primitif. Jika ada orang atau kelompok orang
yang berusaha mengubah kepercayaan itu dengan kepercayaan lain
—misalnya agama monotheis—maka pada awalnya sudah dapat di-
pastikan akan terjadi pertentangan bahkan mungkin peperangan
yang dilansir oleh kepala suku dan atau pemimpin (dukun) spiritual.
Mengapa? Karena masuknya kepercayaan baru itu bisa saja meng-
goyahkan kepercayaannya pribadi dan/atau meruntuhkan kedu-
dukannya sebagai pemimpin, yang berarti turut hilangnya berbagai
fasilitas dan keuntungannya.
Namun jika kepercayaan atau filosofi baru itu terus-menerus di-
propagandakan dan apalagi jika bisa dipaksakan untuk diterima di
suatu masyarakat tertentu, bukan mustahil bahwa suatu hari, indi-
vidu maupun masyarakat penganut Animisme/Dinamisme tersebut
akan berubah menjadi individu atau masyarakat yang Monotheisme.
Kelak, pada waktu itu jika ada individu atau kelompok yang hendak
mengubah kepercayaan monotheis mereka menjadi Animisme lagi,
maka prosesnya akan berlangsung sama seperti sebelumnya: Mereka
akan menentang dan akan berkelahi kembali. Demikian seterusnya.
Contoh lain adalah masalah ideologi negara Indonesia misalnya,
yang berazaskan Pancasila. Dulu ketika Partai Komunis Indonesia
(PKI) berniat untuk mengubahnya dengan Marxisme, Komunisme
berhadapan dengan militer dan masyarakat Indonesia yang tidak se-
tuju perubahan itu, sehingga gerakan PKI ditumpas, dan filosofi ko-
munis dilarang di bumi Indonesia.
Sebaliknya, bagi Republik Rakyat China (RRC), komunisme
adalah azas negara yang paling menguntungkan dan berguna bagi
persatuan dan kesejahteraan bangsa, dibandingkan dengan ideologi
apa pun juga (karena sejak China menjadi negara komunis, ia bisa
37
menjadi bangsa yang besar bersatu, beda dengan sebelumnya yang
terus menerus terjadi perang saudara akibat perbedaan suku, daerah,
dan kepercayaan), sehingga sekalipun mendapat tekanan dari PBB
yang dikomandoi Amerika agar RRC menjadi negara yang demokratis
(ini pun merupakan ideologi juga), ide itu ditolak mentah-mentah.
Dan barangsiapa yang terus merongrong pemerintah China akan di-
hajar.
Coba anda bayangkan sejenak, mengapa bisa terjadi hal yang se-
demikian paradoksal? Di satu pihak komunisme bagaikan momok,
dan di satu pihak bagaikan dewa penyelamat bangsa? Apakah ko-
munisme secara hakiki salah/buruk atau benar/baik?
Jawaban saya ialah: relatif. Jika anda atau sesuatu masyarakat per-
caya bahwa komunisme adalah salah dan buruk, maka ia menjadi
salah dan buruk; demikian juga sebaliknya. Hal itu terjadi akibat ke-
percayaan dan perilaku yang berbeda. Sebagai misal: Anda adalah se-
gi tiga sedangkan Komunisme adalah segi empat, maka sampai ka-
pan pun tidak akan bisa klop. Mungkin kelak jika anda bisa diya-
kinkan sehingga kepercayaan anda telah menjadi segi empat, dan/
atau komunisme telah berubah menjadi segi tiga, barulah akan ter-
jadi titik temu, atau persamaan persepsi.
Contoh yang lain adalah tentang isu demokratisasi. Di mana-
mana, di seluruh dunia, kata demokrasi dipropagandakan dan di-
paksakan pelaksanaannya, termasuk di Indonesia. Tokoh-tokoh du-
nia berkampanye di dalam negeri, maupun di negeri orang lain yang
membutuhkan bantuannya serta di Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) bahwa setiap negara seharusnya menjadi negara yang demokratis
dan menghargai Hak Azasi Manusia (HAM) jika mau diterima da-
lam pergaulan internasional (apalagi jika membutuhkan bantuan da-
na internasional, hukumnya adalah wajib). Padahal, jika ditelusuri,
demokrasi itu tetap merupakan ide atau pemikiran orang dan seke-
lompok orang yang berlangsung sejak lama. Sejak jaman Socrates,
dan yang pada abad pertengahan mulai dipopulerkan oleh para filsuf
dari mazhab eksistensialisme dan humanisme. Baru pada tahun
1960-an gerakan yang meliberalkan hak-hak individu itu menjadi
budaya masyarakat baru di Amerika dan Eropa dan terus bergulir ke
38
belahan dunia lain, khususnya negara Barat, dan sampai ke negara
Timur.
Pada hakikatnya, isu demokratisasi adalah pemberontakan melawan
tradisi atau kepercayaan lama yaitu agama dan Tuhan, serta pem-
berontakan masyarakat terhadap pemerintahan yang totaliter. Coba
perhatikan, dalam negara yang demokratis, yang ditandai dengan ke-
bebasan individu yang dikemas sebagai human right, kehidupan ma-
syarakatnya menjadi sekuler, dan tidak perduli terhadap agama mau-
pun Tuhan, dengan ekses yang paling menonjol adalah kebebasan
seksual (free-sex, homoseksual), dan degradasi moral (tentunya jika
dibandingkan dengan negara yang agamis) Jadi, apakah demokrasi
adalah ideologi yang benar dan baik atau salah dan buruk? Sekali
lagi, jawabannya adalah relatif, tergantung dari sudut pandang dan
pengelolaan masing-masing individu atau masyarakat. (Namun un-
tuk hal ini akan saya bahas lebih lanjut di bab selanjutnya)
Contoh lain adalah adanya masyarakat atau negara yang berazaskan
agama tertentu, apakah Hindu, Buddha, Kristen, Islam, Shinto atau
aliran kepercayaan. Jika dinilai dari kacamata orang atau masyarakat
yang homogen dan setuju atau sekepercayaan dengan agama yang di-
anut mayoritas tersebut, maka hal itu bersifat positif, tidak banyak
persoalan. Namun jika ada individu atau masyarakat yang berbeda
kepercayaan—atau dalam masyarakat yang heterogen—jika masya-
rakatnya tidak toleran, akan bisa terjadi konflik akibat perbedaan ke-
percayaan, kebiasaan dan prilaku antara kelompok minoritas dengan
mayoritas. Jika tidak dikelola dengan baik, bisa saja terjadi tindakan
yang jahat atau tidak bermoral—dilihat dari sudut pandang ma-
nusia normal dan netral, seperti misalnya penindasan terhadap hak
individu atau masyarakat minoritas oleh kelompok mayoritas, yang
berupa pelecehan, ancaman, penghambatan beraktivitas, pengrusakan
sampai pembinasaan fasilitas maupun individu, atau masyarakat
yang berbeda kepercayaan tersebut.
Teorinya, kelompok massa apa pun, jika menjadi mayoritas, cen-
derung menindas kelompok lainnya yang minoritas, satu dan lain hal
disebabkan karena faktor arogansi, dan keinginan untuk terus ber-
I
kuasa dan mengambil keuntungan dari statusnya tersebut (karena
jelas, sebagai mayoritas, mereka akan menjadi penguasa atas politik,
ekonomi, sosial, budaya, beserta segala fasilitasnya, yang ujungnya
adalah.. .DUIT—kenikmatan).
Nah semua contoh di atas adalah hal yang nyata terjadi dalam ke-
hidupan manusia, sejak zaman dahulu sampai sekarang, dan mungkin
sampai kapan pun jika tidak dicarikan jalan keluarnya.
Saya mencoba untuk menyampaikan alternatif solusinya, yaitu
dengan membeberkan muara atau asal atau sumber dari kenyataan
hidup itu, yakni: kepercayaan (beliefi, Kepercayaanlah yang membuat
kita berperilaku tertentu dan mempunyai kualitas serta gaya hidup
tertentu. Dan kita akan menjadi dekat atau berkawan (lebih tepatnya
bersetuju) dengan individu atau kelompok lain yang sepaham atau
sekepercayaan dengan kita, dengan hasil interrelasi yang lebih har-
monis dan meminimalkan konflik. Sebaliknya, kita akan menjadi
jauh atau berlawanan (lebih tepatnya tidak bersetuju) dengan in-
dividu atau kelompok yang berbeda kepercayaan dengan kita, yang
hasil akhirnya adalah tidak adanya interrelasi yang harmonis, atau
bahkan tidak memungkinkan adanya relasi apa pun.
Karena faktor yang menentukan hidup dan kehidupan manusia
dan masyarakat adalah kepercayaan, maka solusinya adalah juga de-
ngan membedah dan memahami tentang kepercayaan, yakni dengan
alternatif:
40
D Dalam era keterbukaan informasi global seperti sekarang ini, agak
sulit menerapkan alternatif ini, karena akan ketahuan oleh ma-
syarakat domestik maupun internasional, dan mengakibatkan ke-
caman atau bahkan serangan dari pihak luar masyarakat itu.
Namun demikian, sampai hari ini, masih saja ada orang atau ke-
lompok orang yang disebut ekstremis yang bersikeras ingin me-
nerapkan penyeragaman kepercayaan ini, baik berupa kehidupan
adat, agarna dan sektenya, atau isu 'back to the nature seperti
kaum nudist.
2. Solusi kedua adalah dengan membedah hakikat dari kepercayaan
itu sendiri, baik kepercayaan kita pribadi, maupun kepercayaan
orang lain, agar didapat pengertian yang mendalam tentang plus-
minus masing-masing kepercayaan, dan mengembangkan sikap
yang toleran. Minimal, jika kita tidak mau mengubah kepercayaan
kita dan menggantinya dengan kepercayaan orang lain, kita pun
tidak perlu repot menginginkan agar orang lain menerima keper-
cayaan kita. Dengan demikian masing-masing pihak tidak saling
mengganggu atau mempengaruhi, sehingga tidak menyinggung
perasaan orang lain. Idealnya, jika setelah dipikirkan matang-ma-
tang dan disertai bukti-bukti historis dan faktual tentang keper-
cayaan lama dengan kepercayaan baru, maka diambil manfaatnya
yang optimal, yakni: yang buruk dari kepercayaan lama dibuang,
dan yang baik dari kepercayaan baru diterima, agar dalam im-
plementasinya akan memperbaiki kualitas dan nilai hidup dan
kehidupan kita.
D Menurut hemat saya, alternatif kedua ini lebih baik dan ber-
manfaat, sehingga untuk itulah buku ini saya tulis, agar bisa
menjadi paradigma baru bagi kita dalam berpikir, berkepercayaan,
berperilaku, dan bermasyarakat, termasuk berbangsa dan bernegara
Indonesia. Premis saya adalah jelas, bahwa kepercayaan yang ada
di dunia ini bersifat relatif dan subjektif, tidak ada yang absolut
atau objektif, baik yang menyangkut kepercayaan individu, ma-
syarakat, negara atau dunia. Baik yang berkenaan dengan politik,
ekonomi, sosial, budaya, maupun agama, bahkan sampai perihal
akhirat, setan, dan Tuhan sekalipun, tidak terkecuali. Dengan
41
kata lain, apa saja yang telah sedang dan akan dipercayai manusia,
semuanya bersifat relatif. Kita tidak lagi perlu berkata benar atau
salah secara absolut, melainkan benar atau salah menurut standar
tertentu, yang kita percayai, tetapkan dan setujui bersama. Se-
bagai contoh: Sebelum isu demokrasi dan hak azasi manusia ma-
rak, adalah sah-sah saja melakukan diskriminasi dan pelecehan
golongan minoritas dan bahkan perbudakan manusia, termasuk
negara yang sekarang disebut gembongnya demokrasi yakni
Amerika; dulu pun mereka tidak demokratis dan melanggar HAM.
Namun sekarang, jika ada pejabat negara yang melanggar HAM,
bisa diadili oleh Komisi HAM, baik nasional maupun in-
ternasional, seperti kasus mengenai beberapa jendral TNI dengan
kasus Timor Timur dan/atau Aceh. Dulu, pada jaman Orde Baru,
tindakan represif dengan senjata seperti itu adalah sah-sah saja
dan tidak ada yang menggugat, namun di era Reformasi, tindakan
seperti itu menjadi salah. Pertanyaan saya: Apakah benar perilaku
represif untuk mengamankan kepentingan masyarakat yang lebih
besar serta untuk menjaga stabilitas nasional adalah salah? Apakah
dengan membebaskan orang bertindak semau-maunya dengan
alasan demokrasi atau reformasi, sehingga meresahkan masyarakat
dan berpotensi untuk menjadi amuk massa dan penjarahan adalah
benar? Nah, jawabannya tentu relatif. Tergantung apa kepercayaan
anda terhadap isu itu, dan apa kepentingan anda terhadap isu
itu.
42
berbeda taraf hidup, apalagi jika berbeda waktu hidup (misalnya a-
bad primitif dengan abad modern), dan sebagainya, maka input yang
anda terima adalah juga berbeda, yang akhirnya akan mempengaruhi
output hidup dan kehidupan anda.
Sebagai contoh: Apakah free-sex itu benar atau salah? Jika anda
orang yang taat beragama atau orang Timur yang masih memegang
teguh kepercayaan dan adat istiadat ketimuran, maka anda akan
menjawab salah! Namun jika anda orang Barat yang sekuler, atau
orang yang tidak saleh, maka anda akan menjawab benar, daripada
memperkosa atau melacur, dan mencegah kejenuhan!
Pertanyaan contoh kedua: Apakah minum alkohol itu salah atau
benar? Jika anda muslim, maka anda akan menjawab salah! Namun
jika bukan, maka anda akan menjawab boleh-boleh saja. Apalagi jika
ditambah anda orang yang hidup di negara Barat yang dingin, maka
jawabannya adalah benar dan perlu!
Bagaimana dengan makan daging babi atau makan daging sapi,
apakah benar atau salah? Jika anda muslim, maka anda akan men-
jawab bahwa makan daging babi adalah salah, dan makan daging sa-
pi adalah benar! Namun jika anda adalah orang Hindu, maka anda
akan menjawab makan daging babi adalah benar dan makan daging
sapi adalah salah!
Bisa mulai menangkap maksud saya sekarang? Benar dan salah itu
tergantung kepercayaan kita dan tergantung kepada kepercayaan ma-
syarakat tempat kita hidup, apakah yang berupa hukum moral, hu-
kum adat, atau hukum negara.
Jadi kalau anda berbeda kepercayaan dengan seseorang, yang per-
tama tama adalah jangan bersifat menghakimi atau sok benar, apalagi
berupaya untuk mengubah orang lain itu agar menjadi seperti kita.
Itu arogan dan idiot namanya! Maaf, tapi inilah faktanya: kepercayaan
anda adalah benar bagi anda, dan kepercayaan orang lain itu adalah
benar untuk orang lain tersebut. Jadi sikap yang semestinya adalah
memahami bukan menghakimi.
Kepercayaan kita sangat tergantung dari input informasi yang kita
terima dari kehidupan dan manusia lainnya, padahal kualitas dan
kuantitas informasi yang kita terima relatif masih sedikit, subjektif
43
dan belum tentu benar. Juga jenisnya pun berbeda. Jangankan ke-
percayaan yang tidak ilmiah, ilmu pengetahuan saja terus berubah
dan berkembang tergantung dari siapa yang meriset dan mem-
populerkannya. Satu ilmuwan dengan ilmuwan yang lain bisa ber-
beda pandangan, bahkan ada yang kontradiktif. Yang dianggap ke-
benaran dalam ilmu pasti pun ternyata hanya "dianggap benar sam-
pai nanti terbukti salah", apalagi soal kepercayaan yang terbentuk da-
ri informasi yang tidak berasal dari ilmu pasti itu.
Secara khusus, penekanan saya adalah dalam mengatasi perbedaan
kepercayaan dalam hal SARA (suku, agama, ras, antar—golongan)
yang masih saja berpotensi menimbulkan konflik dan perkelahian.
Untuk isu suku dan ras, sebaiknya kita masing-masing orang atau
suku atau ras memahami bahwa perbedaan latar belakang pendidikan,
budaya, kepercayaan kita telah mengakibatkan satu suku dengan su-
ku lainnya atau satu ras dengan ras lainnya mempunyai perbedaan.
Ya sudah, itu adalah hal yang positif. Janganlah suku "A" berupaya
meyakinkan suku "B" agar mengikuti kepercayaannya, atau jangan
pula terjadi suku "A" memperlakukan suku "B" dengan hal-hal (per-
kataan atau perbuatan) yang menurut kepercayaan suku "B" sebagai
hal yang salah apalagi menghina, karena hal itu akan memacu
konflik.
Hal kedua yang penting disimak adalah bahwa kita manusia tidak
dapat memilih akan menjadi suku atau ras apa; itu semua sudah
takdir, sudah dari sananya. Siapakah yang bisa memilih ketika lahir,
"Ah saya ingin menjadi suku Jawa, atau Batak. Atau, saya tidak mau
menjadi orang Cina, tapi mau jadi orang Arab saja"—bisakah?
Kalaupun bisa, menurut orang-orang dengan kepercayaan tertentu,
itu terjadi "di alam sana", sebuah kata mudah untuk tidak menyebut
"alam sini". Di "alam sini" tidak bisa begitu, dan tinggal menjalani
apa adanya. Karena itu jangan dipersoalkan. Janganlah merasa lebih
unggul ataupun lebih hina. Terlebih lagi Janganlah menghina dan
atau ikut campur terhadap kepercayaan suku atau ras lain—biarkan
saja. Semua orang punya kekhususan sendiri-sendiri, baik kekuatan
maupun kelemahannya, jadi jangan dipusingkan. Selama kita tidak
usil, atau selama pihak lain tidak merugikan kita, biarkan saja kita
44
hidup berdampingan dalam perbedaan, mengapa harus diseragamkan?
Mengapa repot?
Sekalipun untuk hal yang bisa kita pilih, yakni isu agama dan an-
tar—golongan, solusinya adalah sama: biarkan masing-masing orang
memilih agamanya atau golongannya sesuai dengan kepercayaannya
masing-masing. Adalah perbuatan mubazir, bodoh, dan mungkin ja-
hat untuk memaksa orang agar tidak menganut agama atau golongan
tertentu dan bergabung dengan agama atau golongan kita. Jika anda
lakukan, berarti anda mempunyai niat yang jahat, yakni niat mem-
perbesar agama atau golongan anda sendiri, yang mungkin bertujuan
politis atau ekonomis, yakni menjadikan agama atau golongan anda
itu sebagai 'kuda tunggang' atau 'sapi perah' anda.
Jika anda menolak tuduhan saya ini, apalagi jika anda berkilah
bahwa tujuan anda mempengaruhi agama atau golongan lain adalah
tanpa pamrih, maka saya katakan: Buktikan ucapan anda itu dengan
perbuatan, yakni stop! Pertama, untuk mencegah timbulnya konflik
dengan pihak lain. Kedua, golongan anda pun belum tentu benar,
serta belum tentu berguna bagi diri anda sendiri, orang lain, ma-
syarakat, bangsa dan negara, serta dunia ini.
Khusus untuk isu agama, saya ingin membahasnya lebih dalam,
karena hal ini merupakan isu dan faktor yang dominan yang mem-
pengaruhi hidup dan kehidupan individu serta masyarakat luas, dan
telah menumpahkan banyak sekali darah sesama manusia bahkan se-
sama anak bangsa, baik di Indonesia maupun di belahan lain dunia
ini, sehingga saya katakan, "Agama tanpa akal budi adalah terror!"
Sungguh ironis, dan sangat tragis, bahwa agama yang katanya un-
tuk memperbaiki budi pekerti, dalam prakteknya telah berubah
menjadi senjata peperangan dan malaekat pencabut nyawa yang le-
bih kejam dari bencana alam dan perang politik! Sungguh ironis dan
tragis bahwa agama yang konon memanusiawikan manusia, kadang
menjadi alasan untuk berperilaku yang sama sekali tidak manusiawi.
45
6
Mind Reprogframmingf
s-*
46
emosi anda, maka semakin mungkin bagi anda untuk memprogram
ulang sikap pikiran maupun kepercayaan anda.
Jika anda cukup sensitif, anda akan bisa merasakan seberapa besar
kebencian dan amarah saya terhadap kemiskinan, dan sebaliknya, se-
berapa besarnya kecintaan dan simpati saya terhadap kekayaan, se-
hingga saya bisa menjabarkannya melalui kata-kata dan contoh kasus
yang ekstrem. Semua itu bukan saya maksudkan untuk men-
diskreditkan—apalagi menghina—siapa pun, atau mengungkapkan
kecongkakan hati saya, bukan! Saya melakukan semua itu adalah de-
mi anda, derni kebaikan anda, demi efektivitas pelajaran yang sedang
saya sampaikan. Sebab jika saya tidak menyampaikan ide ini secara
emosional, mungkin kurang atau tidak akan bisa menyentuh emosi
anda (karena apa yang keluar dari mulut hanya sampai ke telinga,
dan apa yang keluar dari pikiran, hanya sampai ke pikiran, sedang-
kan yang keluar dari hati, akan sampai ke hati. Dan manusia adalah
makhluk yang dominan dikuasai oleh emosi). Tanpa emosi, tidak
akan ada perubahan. Tanpa emosi, buku ini hanya menjadi seperti
buku yang lain, yang akan anda simpan di lemari tanpa upaya anda
untuk menerapkan pesannya, dan sia-sialah perjuangan saya berjerih
lelah menulis buku ini, karena tidak memberi manfaat bagi siapa
pun.
Hal kedua: Ciptakanlah keraguan. Jika anda sungguh berani jujur
kepada diri anda sendiri, tentunya ada kepercayaan yang dulu biasa
anda pertahankan dan bela mati-matian, namun yang sekarang bisa
membuat anda malu untuk mengakuinya. Apa yang terjadi? Ada se-
uatu yang menyebabkan anda meragukannya: mungkin pengalaman
baru, mungkin dengan bertambahnya pengetahuan dan wawasan an-
da menemukan hal baru yang membuktikan bahwa kepercayaan an-
da yang dulu adalah salah?
Adalah vital untuk menguji kepercayaan kita beserta segala kon-
sekuensinya, untuk memastikan bahwa kepercayaan itu adalah me-
nguntungkan dan mendukung pencapaian sukses hidup kita, dan
bukan sebaliknya. Adalah perlu anda sadari bahwa di balik orang
yang sukses, pasti terdapat bentuk kepercayaan yang kondusif ter-
hadap sukses! Maaf, saya tidak bisa percaya bahwa orang yang
47
mempercayai filosofi, "Biar miskin asal bahagia" bisa menjadi orang
yang kaya. Juga agak sulit untuk mempercayai bahwa orang yang
percaya bahwa "Biar lambat asal selamat" juga bisa mengalami sukses
besar, karena kepercayaan mereka akan menghambat kecepat-tepatan
mereka untuk bertindak dan merebut peluang. Mungkin mereka
hanya bisa menang cepat melawan siput!
Janganlah takut untuk menelaah ke dalam diri anda sendiri untuk
menemukan bukti empiris tentang apakah manfaat dan kerugian
dari kepercayaan dan buah pikiran anda selama ini terhadap be-
berapa isu penting dalam hidup. Jangan membiarkan kepercayaan
salah atau mitos-mitos menghalangi anda untuk bersikap progresif
bahkan revolusioner, selama hal itu berguna bagi perkembangan diri
anda. Pergunakanlah pikiran dan kepercayaan anda untuk mendukung
anda mencapai sukses, dan bukannya malah melawan dan meng-
halangi prestasi monumental anda!
Anda bisa mengubah dan memprogram ulang pikiran dan keper-
cayaan anda, dari buruk menjadi baik, dari negatif menjadi positif,
dengan cara yang relatif mudah, percayalah.
Cobalah anda jawab berapa hasil perkalian ini: 6x6? 7x7? 9x9?
Goo<$. Bagaimana caranya anda dapat menjawab dengan cepat tepat,
bahkan sebelum jari saya menyentuh kalkulator? Hal itu karena anda
telah mengukir tabel hitungan perkalian itu dalam pikiran kesadaran
anda. Coba kenang kembali pengalaman anda sejak di sekolah dulu,
berapa kali dan berapa lama anda disuruh untuk menghafal dan
mengulang-ulangi perkalian itu, dengan cara membaca, menulis, dan
menyampaikannya di muka kelas? Nah, karena praktek seperti itulah
anda tidak akan bisa melupakan tabel perkalian itu sekalipun sudah
berpuluh-puluh tahun peristiwa itu berlalu.
Metode serupa, seperti yang anda terapkan dengan tabel perkalian,
juga dapat anda lakukan untuk mengubah bentuk pemikiran dan ke-
percayaan anda, agar menghilangkan yang satu, dan mengukir yang
lainnya dalam kesadaran pikiran, persis seperti yang anda inginkan.
Prosesnya adalah sama, menggunakan metode pengulangan (rep-
etition). Selama beberapa menit dan beberapa kali dalam sehari,
48
konsentrasikanlah perhatian anda kepada satu pernyataan sederhana,
yang anda inginkan untuk menjadi kepercayaan anda yang baru, dan
mengubah hidup anda. Misalnya, jika anda ingin mempunyai ke-
percayaan sebagai orang yang cerdas dan percaya diri, maka pernya-
taan anda ialah, "Saya cerdas, nampak cerdas, dan percaya diri."
Sambil mengulang-ulang pernyataan itu, rasakanlah getaran-ge-
taran emosi dan rasa bangga yang menyelimuti anda sebagai orang
yang cerdas dan percaya diri. Nikmatilah sensasi itu. Jika anda bisa
membayangkan kondisi dan perilaku anda menjadi orang yang cer-
das, nampak cerdas dan percaya diri, itu lebih baik. Imajinasi itu
akan meresap cepat ke dalam pikiran bawah sadar anda dan me-
nerimanya sebagai kenyataan, dan akhirnya mengubah kepercayaan
dan perilaku anda menjadi seperti yang anda inginkan. Kepercayaan
anda terhadap kecerdasan, akan menuntun kebiasaan dan perilaku
anda untuk lebih rajin belajar, sehingga anda bukan hanya nampak
cerdas, melainkan juga sungguh-sungguh cerdas dan berpengetahuan
luas.
Pengulangan pernyataan untuk mengubah kepercayaan lama
dengan yang baru, bisa kita namakan afirmasi (affirmation), yang ha-
rus dilakukan sesering dan sebanyak mungkin sampai hasil yang di-
inginkan tercapai secara permanen.
Afirmasi bekerja seperti magic, seperti mantra. Sesuai dengan "law
of attraction', apa yang anda pikirkan, akan anda tarik dan dapatkan,
entah hal positif atau negatif. Sebagai contoh, jika anda berkata,
"Saya akan jatuh sakit", maka anda sungguh akan sakit. Jika anda
berpikir, "Saya tidak mau sakit", mungkin anda akan jatuh sakit. Itu
karena anda menarik apa yang anda pikirkan. Ketika anda berkata,
"Saya tidak mau" atau "Saya butuh", maka anda akan menarik energi
yang mengandung "Kebutuhan atau ketidakmauan". Dengan kata
lain, anda tidak akan pernah mendapat yang baik.
Seharusnya anda berkata, "Saya sehat," atau "Saya sehat kuat lahir
dan batin!" Sekalipun ketika anda terbaring sakit akan merasa sedang
membohongi diri ketika mengucapkan afirmasi ini, namun teruslah
lakukan sampai pikiran anda tidak menolak, dan mulai menerima
afirmasi itu sebagai kebenaran. Dan sesuai hukum atraksi, pikiran
49
akan kesehatan dan kekuatan akan menarik kesehatan dan kekuatan,
begitulah.
Afirmasi seperti mantra, seperti doa, seperti hipnosis, yang akan
mempengaruhi pikiran bawah sadar anda dan mempercayai hal se-
perti yang anda inginkan. Ditambah dengan proses pengambaran
atau imajinasi, maka hal itu merupakan metode paling efektif untuk^
melakukan mind reprogramming. "'-
Dan sambil anda melakukan afirmasi, anda hams berperilaku se-
olah-olah semua itu benar dan telah menjadi kenyataan. Jika anda se-
dang menerapkan afirmasi kemakmuran, ketika anda menginginkan
sesuatu barang, janganlah merasa atau memikirkan kalimat: "Wah
terlalu mahal, saya tidak akan sanggup membelinya," karena hal itu
akan memberikan vibrasi scarcity consciousness yang bertabrakan de-
ngan prosperity consciousness yang sedang anda bangun. Sebagai ganti-
nya, pikirkan dan katakanlah, "Sekalipun mahal, saya akan sanggup
membeli dan memilikinya."
Anda tidak harus mengikuti afirmasi yang saya contohkan untuk
mendapatkan hasil seperti yang anda harapkan. Anda bisa meran-
cangnya sendiri dengan mudah sesuai imajinasi anda, dengan bebe-
rapa panduan sebagai berikut:
50
3. Keep them in the present. Katakanlah, "Sekarang saya bertambah
sehat dan kuat," dan bukan "Dalam beberapa minggu saya akan
bertambah sehat dan kuat" Ingat, afirmasi tidak selalu merupak-an
pernyataan kebenaran. Itu bukanlah tujuan menggunakan teknik
afirmasi. Lagipula, sebagaimana yang saya jelaskan di bab
sebelumnya, pikiran tidak memerlukan kebenaran untuk menjadi
kepercayaan. Tujuan afirmasi adalah menciptakan apa yang anda
inginkan dengan mentransformasi pikiran yang tidak kelihatan
menjadi realitas fisik, suatu kenyataan fisik yang sebelumnya belum
anda miliki. Jika hal itu sudah anda miliki, apakah anda
menggunakan afirmasi—untuk apa? Contohnya, ketika anda
menggunakan afirmasi dengan mengatakan: "Semakin hari saya
semakin kaya dan makmur", bisa saja dalam kenyataan anda
sekarang berada dalam keadaan miskin atau banyak hutang.
Namun dengan menerapkan teknik afirmasi, pikiran dan
kxeativitas anda akan secara otomatis mulai mencari jalan untuk
menciptakan kekayaan. Anda akan mulai melihat dan mengambil
peluang yang sebelumnya tidak anda perhatikan. Anda mulai
membaca buku-buku tentang cara menjadi kaya—hal yang
mungkin belum pernah anda lakukan sebelumnya. Anda mulai
mengembangkan kepercayaan tentang hal-hal yang bisa anda
lakukan. Dengan bertambahnya waktu, afirmasi ini akan
mengubah cara anda berpikir dan melihat segala sesuatu, termasuk
membimbing anda untuk memasuki lingkungan pergaulan yang
kondusif terhadap pencapaian tujuan anda, dan/atau memasukki
dunia usaha yang lebih cepat mendatangkan uang. Kepercayaan
bahwa anda pasti bisa menjadi kaya, akan mendobrak banyak
kendala yang dahulu anda biarkan membelenggu tindakan anda.
Perasaan akan kekayaan sesungguhnya menciptakan kekayaan lebih
banyak. Itulah sebabnya mengapa "the rich get richer."
51
Saya adalah financial genius.
Setiap hari saya bertambah kaya dan makmur.
Saya sukses, kaya, dan berbahagia.
Saya sehat dan kuat.
Saya cerdas dan hebat.
Saya tampan/cantik dan menarik.
Saya sexy dan sehat.
Saya langsing dan sehat.
Saya tampil memukau dan percaya diri.
Semua orang percaya dan mencintai saya.
Saya adalah pribadi kharismatik yang dipercayai semua orang.
Semua hal adalah mungkin bagi saya.
Dan lain sebagainya
52
Andar Sukses & Nasit
53
Saya mengamati dan menyelidiki bahwa faktor dominan (ke-
banyakan, dan bukan total semuanya) yang menjadikan seseorang
sukses dalam hidup memang berawal dari adanya harapan, atau tu-
juan hidup (cita-cita) yang relatif besar (apakah menjadi lebih kaya,
lebih pandai, lebih terhormat, lebih berbahagia, dan Iain-lain)
dibandingkan dengan kualitas dan nilai kehidupan sebelumnya. Dari
adanya harapan itu, timbul kemauan untuk mewujudkannya. Jika
individu tersebut percaya bahwa ia mampu nieraih cita-citanya itu, ia
akan berjuang—baik mengumpulkan informasi berupa pengetahuan
ataupun sumber dana atau sumber daya lainnya—agar harapannya
terwujud.
Jika ada kesempatan, harapan tersebut akan lebih cepat dan lebih
mudah terwujud. Jika belum ada kesempatan, konsistensi dari
perjuangan itu akan dipengaruhi oleh faktor seberapa besar keper-
cayaan individu tersebut bahwa suatu hari harapannya akan terkabul.
Jika kecil, atau bahkan jika tidak ada, bisa saja belum terbuka-
nya kesempatan itu membuat impian/harapan individu tersebut pu-
dar atau hilang, dan ia dikatakan gagal dalam mewujudkan cita-cita-
nya.
Jika kepercayaannya tetap besar, dan ia tetap konsisten mem-
perjuangkannya, bisa saja suatu hari kelak—cepat atau lambat—
kesempatan akan terbuka (atau bisa saja ia menciptakan kesempatan
atau diberikan kesempatan oleh individu lain yang terpesona karena
kegigihannya). Alternatif lain, bisa saja bahwa sampai individu ter-
sebut meninggal dunia, harapannya tetap tidak terwujud, karena
tidak ada kesempatan, bagaimanapun kerasnya ia telah percaya dan
berjuang.
Ada sekian banyak pengalaman dan sejarah kehidupan manusia
membuktikan bahwa ungkapan, "Apa yang ditabur akan dituai," se-
sungguhnya secara empiris-praktis tidak benar, atau tidak selalu
benar. Petani tentu setuju dengan pernyataan saya ini, karena bisa sa-
ja petani telah menabur benih secara benar dan mengurusnya secara
benar dengan jerih payah, namun kemudian ia tidak mendapatkan
hasil panen seperti yang seharusnya, entah karena tanamannya mati
diserang kemarau panjang atau banjir bandang, atau bencana alam
54
lainnya, atau diserang hama, atau bahkan dijarah oleh sekelompok
bandit menjelang panen! Alhasil, petani tersebut menabur, berjerih
payah, tapi tidak menuai hasil—suatu contoh kasus yang realistis
bukan?
Kalau saya boleh melenceng sedikit dari konteks, hukum 'tabur-
tuai' itu tidaklah selalu benar. Misalnya adalah tindakan kriminal
yang dilakukan oleh beberapa tipe manusia seperti misalnya koruptor,
pembunuh, pemerkosa, perampok, pencuri, penipu, penganiaya,
penjarah, provokator, dan sebagainya, yang tidak dapat dijangkau
hukum karena tidak tertangkap, ataupun sempat diadili namun bisa
bebas, atau terhukum ringan, karena menggunakan kuasa uangnya,
atau politik, atau kekuatan lain. Bahkan dalam banyak contoh, ko-
ruptor dan mafia bisa hidup nyaman, aman, dan makmur serta ter-
hormat, sekalipun mereka telah menabur kejahatan (yang terselubung
atau tidak terjangkau hukum).
Sebaliknya, orang-orang yang saleh, yang berbudi pekerti, yang
selalu berupaya menabur kebaikan dalam hidup, malahan hidup
miskin, susah, bahkan sering menjadi korban fitnah atau penipuan
dan 'kambing hitam' oleh 'orang kuat' yang jahat. Ironis bukan?
Jadi, kalau "menabur belum tentu menuai", apakah lantas lebih
baik menjarah saja—"tidak menabur, tapi menuai"? Dengan me-
ngatakan bahwa walau menabur, tapi belum tentu menuai, saya
hanya ingin mengatakan bahwa dalam proses antara menabur dan
menuai, ada sekian banyak faktor lain yang berperan, ada yang lang-
sung di bawah kontrol kita, ada yang tidak berada di bawah kontrol
kita secara perorangan.
Logika sebaliknyalah yang perlu anda perhatikan: tanpa menabur
(sendiri atau dengan menyuruh orang), tak mungkin anda menuai
sesuatu yang secara wajar menjadi hak anda. Secara logis lalu menja-
di jelas sekali, kalau mengharapkan sesuatu, mulailah berjuang un-
tuk sesuatu itu. Memang dalam perjuangan itu ada beberapa faktor
yang mungkin tidak kita kuasai yang bisa menggagalkan upaya kita;
tetapi jelas sekali bahwa tanpa perjuangan, kita tidak bisa mendapatkan
sesuatu yang kita harapkan itu secara wajar, manusiawi, dan
terhormat.
55
Dalam analog! itu, kalau kita tidak menabur tetapi menuai, na-
manya merampok. Dan itu tidak wajar, tidak manusiawi, bahkan
merendahkan kemanusiaan kita.
Kalau kita memperluas perspektif "hukum tuai-tabur" itu ke
dalam kehidupan akhirat—ke perkara sorga dan neraka—kita memi-
liki ajaran bahwa benarlah hukum itu. Artinya: sekalipun dalam ke-
hidupan dunia seseorang yang saleh tidak mendapatkan imbalan *
yang baik, mungkin kelak di akhirat ia mendapatkan kenikmatan
sorgawi atau pahala atas amal ibadahnya; sebaliknya, orang jahat
yang tidak mendapat hukuman di dunia karena kelicikan dan keku-
atan kuasanya, mungkin kelak di akhirat akan mendapatkan siksa
sengsara api neraka sebagai hukuman atas kejahatannya. Begitulah
kita diajar.
Karena dalam perjuangan itu ada faktor lain yang menentukan
keberhasilan atau kegagalannya, maka ada pepatah yang berbunyi,
"Man purposes God disposes, atau manusia berusaha Tuhan me-
nentukan". Memang begitulah kenyataannya, bagaimanapun manusia
berusaha dan berjuang, bisa saja jerih payahnya tidak membuahkan
hasil seperti yang diharapkan.
Ketidakkonsistenan itulah yang menjadi bahan renungan panjang
saya, apakah benar bahwa hukum hidup (seperti misalnya hukum ta-
bur-tuai, sebab-akibat) itu tidak konsisten, artinya tidak ada formula
sukses logisnya, sehingga kita tidak bisa memastikan bahwa setelah
"a...b...e...d..adalah e..." atau setelah "do...re...mi...fa... adalah sol..."?
Jika jawabannya adalah "Hukum hidup itu konsisten", maka apa
jawaban terhadap contoh kasus yang realistis seperti yang saya ung-
kapkan di atas tentang petani, misalnya?
Jika jawabannya adalah "Hukum hidup memang tidak konsisten,
minimal unpredictable", maka atas jawaban itu harus segera diper-
tanyakan, "Mengapa demikian? Apa alasannya? Apakah karena hidup
tidak ada hukumnya? Apakah karena keterbatasan pengetahuan dan
kekuasaan kita, atau karena intervensi 'Faktor X'?
Nah, berkenaan dengan faktor kesempatan, saya pun belum bisa
mengambil kesimpulan, apakah kesempatan itu netral—artinya, ti-
dak berpihak kepada siapa dan apa pun serta tidak berpribadi—atau
apakah yang namanya kesempatan itu adalah predeterministik, ar-
56
tinya berkaitan dengan "Faktor X" atau "Faktor Tuhan" yang bersifat
fatalis, yakni adanya skenario takdir yang menentukan sejarah ke-
hidupan dari A sampai Z tanpa bisa diganggu-gugat oleh individu
manusia. Mudahnya: Jika 'takdir' seseorang itu harus gagal atau
bangkrut dalam usahanya, apa pun juga yang dilakukannya, maka
hasil akhirnya adalah kebangkrutan. Perjuangan yang bagaimanapun
hebatnya tidak akan mampu membuka atau menciptakan kesempatan,
sehingga berakhir hidupnya di kesempitan!?
Sebaliknya, sekalipun seseorang tidak berjuang—bahkan mungkin
ada yang tidak berpengharapan atau bercita-cita apa pun—jika 'na-
sib' menentukan dirinya menjadi kaya dan atau terhormat, maka
entah bagaimana, segala macam kesempatan yang luar biasa dan
tidak pernah sekalipun terlintas di dalam benaknya atau di sejarah
keluarganya, bisa saja datang dan melimpahi hidupnya—apakah
tiba-tiba mendapat harta karun di halaman belakang rumahnya, me-
menangkan undian berhadiah, mendapat warisan dari sanak yang
jauh, atau menikahi (dinikahi) orang kaya terpandang, atau diangkat
anak atau mantu oleh pejabat tertentu, dan lain sebagainya.
Nah, sebagaimana faktor kesempatan masih menjadi tanda tanya
besar dalam pikiran saya, demikian juga faktor timbulnya pengharapan
(atau cita-cita atau keinginan)—apakah hal itu datang dari dalam
diri individu dengan sendirinya, ataukah individu itu digiring oleh
"Faktor X" sehingga mengetahui dan berinisiatif mempunyai peng-
harapan hidup tertentu, misalnya melalui pembacaan buku, men-
dengar pesan itu dari orang lain atau dari media massa, dan seba-
gainya?
Ada kenyataan bahwa sangat banyak orang yang sama sekali be-
lum pernah tahu apakah yang namanya cita-cita hidup. Mereka hi-
dup tapi tidak tahu untuk apa mereka hidup, mau jadi apa di masa
depan kehidupan mereka, dan bagaimana mereka bisa mencapai se-
mua itu. Boleh dibilang, mereka sekadar hidup. Mereka bangun ti-
dur, melakukan aktivitas rutin (apakah bekerja atau menganggur),
dan malam hari tidur lagi, demikian terus dan seterusnya, dari dulu
sampai kelak, tidak ada perubahan perilaku rhaupun kualitas ke-
hidupan yang berarti, sampai mereka meninggal dunia, tamat.
Kalau saya amati, kehidupan yang seperti itu hanya sekadar
57
berada (exist)—lahir, makan, kerja rutin, tidur; balita, remaja, de-
wasa, menikah, melahirkan, membesarkan anak, manula, mati—
tidak berbeda dengan kehidupan hewan.
Kalau saya ditanya, apakah kehidupan yang adem-ayem dan tak
bertujuan seperti itu adalah lebih benar atau lebih baik dibandingkan
dengan kehidupan yang berambisi dan penuh perjuangan, saya tidak
bisa menjawab. Menurut hemat saya, itu tergantung pada individu
masing-masing, karena kedua-duanya tidak bisa dikatakan benar
atau salah, baik atau buruk, melainkan lebih tepatnya, cocok atau ti-
dak cocok dengan kepribadian masing-masing individu. Ada individu
yang lebih senang dengan kehidupan model floating atau ala kadar-
nya, karena lebih tenteram dan sedikit gejolak. Ada individu yang
gemar tantangan, serta menikmati gejolak romantika kehidupan de-
mi obsesi mencapai tujuan besar tertentu dalam kehidupannya.
Adapun mengenai "Faktor Kesempatan", saya cenderung menga-
takannya sebagai sesuatu yang lebih dominan dipengaruhi oleh fak-
tor eksternal, yakni yang melibatkan pihak lain, baik itu berupa ma-
nusia lain, hukum manusia, hukum alam, sumber daya, dan sebagai-
nya, yang celakanya tidak banyak yang bisa kita kuasai atau ken-
dalikan dengan kekuatan individu manusia sendiri.
Kalau saya umpamakan bahwa hidup itu seperti bermain biliar
(bola sodok), maka jika pemainnya hanya satu orang, orang itu bisa
menghitung dan menganalisis efek pantulan bola atas sodokan bola
putih secara matematis, misalnya apakah bola nomor lima belas akan
masuk lobang atau tidak jika bola nomor satu di sebelahnya dibentur
oleh bola putih; namun jika bola-bola di meja biliar itu dibentur
oleh banyak bola putih (seharusnya hanya ada satu bola putih yang
disodok secara bergantian, namun dalam analogi ini saya contohkan
demikian) oleh banyak pemain yang mempunyai minat dan ke-
mampuan yang berbeda-beda sekaligus, maka pemain andal kelas
dunia sekalipun tidak lagi bisa memprediksi bola mana yang akan
masuk atau tidak masuk lobang atas sodokannya, karena bisa saja se-
belum ia menyodok, bola putihnya telah terbentur bola lain entah
dari arah mana dan oleh siapa.
58
Itulah mungkin asumsi yang bisa saya berikan tentang alasan me-
ngapa kita tidak bisa memastikan hasil akhir dari setiap upaya kita
agar sesuai persis seperti yang kita rencanakan, yakni karena kita ti-
dak hidup sendirian, dan tidak sedang bermain biliar sendirian.
Kesimpulan sementara saya ialah, bahwa kita manusia bisa me-
ngatur kehidupan kita secara relatif independen sampai pada faktor-
faktor harapan, kemauan, kepercayaan, perjuangan, karena kebanyakan
hanya terkait dengan faktor internal individu, atau dalam hal ini
hanya melibatkan faktor "pengetahuan dan kemauan". Kalau individu
bisa dan mau, biasanya ia bisa melakukannya; atau yang bisa kita na-
makan sebagai "kategori satu".
Namun untuk faktor kesempatan, yang bisa kita namakan sebagai
"kategori dua", kita tidak banyak bisa berperan apalagi memastikan
hasilnya, karena terkait dengan faktor eksternal yaitu banyak pihak
lain yang tidak kita ketahui siapa, apa, di mana, bilamana, bagai-
mana, bahkan mengapanya.
Karena itu, apa saja yang diajarkan oleh para pakar (filsuf, il-
muwan, positive thinker, public motivator, hipnotisme atau spiri-
tualisme, atau teknik apa saja) untuk 'mengubah nasib' seseorang, itu
semua hanya bisa mengubah keadaan pada "kategori satu". Misalnya:
Bagaimana berhenti kebiasaan merokok, atau menurunkan berat ba-
dan, atau teknik meningkatkan kepercayaan dan citra diri, mening-
katkan IQ atau EQ, dan sejenisnya.
Itu semua relatif mudah. Asal anda tahu apa persoalannya, ba-
gaimana cara mengatasinya, dan anda percaya kepadanya, serta be-
rani 'membayar harganya yakni berjuang untuk mewujudkannya,
anda pasti berhasil! Mengapa? Karena 'faktor satu' tidak melibatkan
pihak eksternal, melainkan hanya faktor internal diri anda sendiri. Ji-
ka anda berhasil, itu karena anda memang telah melakukan hal yang
benar secara benar. Namun jika anda gagal, maka itu karena anda
kurang tahu, atau kurang mau, atau melakukannya secara tidak te-
pat. Kegagalan anda adalah karena kelemahan atau kesalahan diri an-
da sendiri, tidak ada urusannya dengan pihak mana pun juga, baik
manusia lain, alam, setan, atau Tuhan!
59
Nah, untuk "kategori dua" yakni tema yang berkaitan dengan
"Sukses dan Kaya" misalnya, semua itu tidak ada formula suksesnya.
Yang ada hanyalah pedoman, asumsi, rencana, strategi, program,
dengan persyaratan tertentu. Misalnya: Jika semua faktor terpenulii,
maka kemungkinan besar teori ini akan berhasil.
Secara logis-empiris, tidak ada seorang pun yang bisa memastikan
bahwa seseorang akan bisa sukses dan kaya, misalnya, dengan mene-
rapkan "resep ABC" tanpa syarat, karena faktor sukses dan kaya itu
terkait dengan "Faktor Kesempatan", yang melibatkan banyak pihak
eksternal.
Jangan mudah diperdaya oleh teori atau guru mana pun yang me-
ngajarkan bahwa "hanya dengan kemauan atau kekuatan pikiran
atau kepercayaan yang kuat akan kesuksesan dan kekayaan, maka an-
da akan sukses dan kaya!" Itu omong kosong. Mau membohongi si-
apa? Yang benar adalah "dengan kemauan atau kekuatan pikiran atau
kepercayaan yang kuat akan kesuksesan dan kekayaan" anda akan le-
bih mudah dan lebih cepat mencapai kesuksesan itu dibandingkan
jika anda tidak/kurang percaya, namun tidak pasti atau tidak mutlak
begitu.
Kalau hanya dengan kekuatan spiritual seseorang bisa mendapatkan
apa saja yang diinginkannya, maka formula yang sama tentunya bisa
diterapkan oleh beberapa orang untuk mendapatkan hasil yang juga
sama. Jika semua orang bisa mendapatkan apa saja yang diinginkannya
dengan metode itu, apakah anda masih percaya bahwa 'wajah' dunia
dan kehidupan ini masih sedemikian jeleknya? Mengapa masih se-
demikian banyak orang miskin, sakit, menderita, bodoh, dan mati
celaka? Bukankah kalau benar begitu, setiap orang yang mempercayai
teori spiritualisme itu telah mencapai sukses, kaya, sehat, bahagia ba-
gi dirinya sendiri, atau keluarganya, atau lingkungannya? Tapi, apa
kenyataannya?
No way! Sampai buku ini saya tulis, belum ada satu formula suk-
ses yang bisa menjamin seseorang pasti sukses menciptakan atau
mengubah "Faktor Kesempatan" atau "kategori dua". Sampai saat
ini, yang bisa kita lakukan adalah mencoba, berusaha, atau mem-
60
pengaruhi, agar "Faktor Kesempatan" berpihak kepada kita, atau mi-
nimal tidak melawan kita, namun basil akhirnya tetap: "Walahualam".
Apakah dengan demikian kita harus give-up dan tidak perlu mem-
punyai pengharapan akan hidup yang sukses dan berbahagia?
Apakah kita tidak lagi perlu berjuang untuk mewujudkan kehidupan
yang lebih baik, hanya karena kita tidak bisa memastikan hasilnya?
Terserah kepribadian anda. Jika anda pemalas, atau pesimis,
mungkin anda memilih tidur saja dan menunggu nasib baik. Namun
menurut saya, kita tetap perlu bertujuan hidup yang besar dan mu-
lia, tetap perlu berkemauan dan berkepercayaan yang kuat bahwa hal
itu bisa terwujud, serta harus terus berjuang mengupayakan realisasinya
tanpa mengenal kata menyerah.
Biarlah "Faktor Kesempatan" melakukan hukumnya sendiri, ka-
rena sesungguhnya meskipun hukum tabur-tuai tidak sepenuhnya
benar, namun secara logis-empiris, jika kita tidak menabur jelas se-
kali bahwa kita tidak akan bisa menuai secara wajar. Memang, tanpa
menabur, ada kemungkinan anda bisa menuai, tapi tidak secara
wajar—misalnya karena anda mendapat hibah atau menjarah milik
orang lain. Sebaliknya, jika kita menabur, berapapun persentasenya,
kita mempunyai harapan bahwa suatu hari—cepat atau lambat, dan
enah untuk taburan yang keberapa kali—kita akan menuai. Apalagi
menurut the law of average atau Probability Theory, semakin banyak
dan semakin sering kita menabur, maka akan semakin banyak ke-
mungkinan kita untuk menuai hasil taburan kita. Tentunya dengan
catatan bahwa kita telah menggunakan cara atau proses yang benar,
sebab jika kita menabur benih di atas permukaan kaca misalnya, ya
sampai kiamat pun tidak akan ada benih yang tumbuh, apalagi ter-
tuai!
Hal lain yang perlu saya tambahkan adalah bahwa "nasib baik"
atau "nasib buruk" itu bisa dipengaruhi oleh intensitas pengetahuan
dan wawasan anda beserta unsur kehati-hatian (prudence), dan bukan
oleh takhayul.
Sebagai contoh, dalam bisnis anda akan lebih bisa menghindari
"nasib buruk" yaitu kebangkrutan usaha dan memperlancar datangnya
"nasib baik" berupa kesuksesan usaha, jika anda mempunyai kete-
61
rampilan dan wawasan luas dalam membuat business plan sebelum
memperkenalkan suatu produk atau unit usaha, dibandingkan jika
anda memulai suatu usaha hanya berdasarkan naluri dan perkiraan
saja. Dengan adanya perencanaan dan kehati-hatian, anda pun akan
lebih mudah mendapat pendanaan dari bank atau investor, karena
anda dinilai lebih profesional dan lebih prospektif, dibandingkan
orang yang kurang pengetahuan dan kurang hati-hati.
62
8
Goal Setting
63
ditentukan oleh orang lain. Mereka tahu pasti apa yang diinginkannya
dalam kehidupan profesi maupun pribadi, dan mereka dapat men-
jelaskan rencana maupun tujuan mereka secara detail, beserta time
frame dan program pencapaiannya.
Pejamkanlah mata anda dan coba bayangkan apa yang akan ter-
jadi dalam kehidupan anda lima tahun dari sekarang. Bayangkan diri
anda sedetail mungkin seperti sedang berada di layar film: Seperti
apakah lingkungan tempat anda berada, orang-orang di sekitar anda,
pakaian yang anda kenakan, mobil anda, rumah, anda, keluarga an-
da, status sosial anda, dan sebagainya. Jangan sensor diri anda dari
apa pun gambar yang melintas dalam benak anda; proyeksikan saja
apa adanya. Anda sekarang sedang berada dalam perjalanan untuk
menjadi pribadi yang sukses dan makmur.
Beberapa pertanyaan perlu dijawab sebelum menetapkan tujuan,
untuk memudahkan anda mendapatkan pengertian yang jernih ten-
tang diri anda sendiri:
D Apakah hal yang paling ingin anda lakukan di dunia ini ketika
anda kecil dulu?
D Situasi apakah yang memberikan anda perasaan paling sakit ketika
kecil dulu?
D Apakah hal yang paling menggairahkan yang telah anda kerjakan
dalam hidup?
D Apakah hal yang anda pertimbangkan sebagai prestasi terbaik
yang anda hasilkan selama ini?
D Peristiwa apakah yang telah terjadi dan paling membahagiakan
dalam hidup anda?
D Pernahkah terjadi ketika anda mengerjakan sesuatu yang dikatakan
oleh setiap orang bahwa anda tidak bisa mengerjakannya? Apakah
hal itu?
D Bagaimanakah perasaan anda setelah anda berhasil menyelesaikan-
nya?
D Dalam hal apakah dalam hidup anda merasa sangat committed?
Apakah yang membuat anda sangat tekun dan ulet menghadapi
segala macam hambatan?
64
D Kekuatan apakah yang dikatakan orang lain ada pada anda?
D Menurut anda, hal apakah yang menjadi kekuatan anda?
D Hal apakah yang paling anda nikmati untuk dilakukan?
D Jika anda mempunyai waktu dan sumber daya yang tidak terbatas,
apakah anda akan melakukan hal di atas?
D Siapakah tiga orang yang paling memberikan dampak positif dalam
kehidupan anda?
D Kualitas karakter apakah yang ada pada mereka yang anda kagumi?
D Apakah karena karakter mereka itu yang memberi dampak besar
kepada anda?
D Mengapa mereka bisa mengembangkan pengaruhnya kepada anda?
D Aktivitas apakah yang paling anda hargai dalam kehidupan pribadi
anda?
D Bakat tersembunyi apakah yang anda miliki yang tidak diketahui
oleh orang lain?
D Apakah ada sesuatu yang untuknya anda berani mengorbankan
apa pun juga untuk mendapatkannya?
D Apakah hal itu dan mengapa demikian?
D Hal apakah yang bisa anda lakukan dengan sangat baik dan
dihargai oleh orang lain?
D Apakah anda puas dengan aktivitas yang anda lakukan dalam
physical area?.
D Prinsip apakah yang harus anda kembangkan agar mendapatkan
hasil memuaskan dalam area fisik di atas?
D Apakah anda puas dengan aktivitas yang anda lakukan dalam hal
kebutuhan dan kapasitas mental anda?
D Prinsip apakah yang harus anda kembangkan agar mendapat hasil
memuaskan dalam hal area mental di atas?
D Apakah anda puas dengan aktivitas yang anda lakukan dalam hal
kebutuhan dan kapasitas sosial anda?
D Prinsip apakah yang harus anda kembangkan agar mendapatkan
hasil memuaskan dalam area sosial di atas?
D Apakah anda puas dengan aktivitas yang anda lakukan dalam hal
kebutuhan dan kapasitas spiritual anda?
65
D Prinsip apakah yang harus anda kembangkan agar mendapatkan
hasil memuaskan dalam area spiritual di atas?
D Hasil apakah yang anda dapatkan dan menyenangkan anda baru-
baru ini?
D Hasil apakah yang anda dapatkan dan tidak menyenangkan anda
baru-baru ini?
D Apakah filosofi dasar hidup anda?
D Apakah prinsip yang menggaris bawahi filosofi anda itu?
D Apakah yang sungguh anda ingin jadikan dan lakukan dalam
hidup ini?
D Apakah prinsip penting yang mendasari keberadaan dan tindakan
anda?
Orang yang sukses percaya pada validitas impian dan tujuan me-
reka, sekalipun semua itu masih nampak samar bagi mereka. Secara
substantif, sukses itu adalah masalah internal. Sebagai individu, kita
tidak dilahirkan sama secara fisik dan atribut mental. Karena itu
banyak dari kita harus mengawali perjuangan dengan cara mengatasi
kendala yang terjadi akibat pembentukan dari lingkungan hidup ki-
ta. Namun kita semua mempunyai hak yang sama untuk merasa ber-
gairah dan termotivasi dalam mempercayai bahwa kita patut men-
dapat yang terbaik dalam kehidupan ini. Kita semua bisa mendapat
yang terbaik, tapi kita harus membuat internal commitment terlebih
dahulu untuk mempercayainya dan mencapainya.
66
waktu dalam bekerja, namun kandidat sukses tidak memberikan ba-
tas apa pun untuk mencapai sukses, sehingga seringkali mereka men-
capai prestasi pada waktu kebanyakan orang sedang beristirahat. Di
atas segalanya, kandidat sukses adalah orang yang persisten: tekun
dan ulet.
67
cobalah menciptakan cara baru untuk menyelesaikan tugas itu se-
cara lebih cepat atau lebih baik
2. Lakukan pendekatan terhadap apa pun yang biasa anda kerjakan
seolah-olah sebagai hal yang baru pertama kali anda kerjakan.
Ketika menghadapi tugas rutin, tantanglah diri anda untuk meng-
hadapinya dari sudut pandang yang berbeda. Buatlah surat me-
nyurat atau presentasi atau meeting yang berbeda, apalagi jika an-
da orang sales. Sekalipun anda sudah pernah mendengar manfaat
produk anda ratusan kali sehingga anda merasa bosan, namun
perlu diingat bahwa calon pembeli di hadapan anda baru pertama
kali mendengarnya. Gairahkan diri anda sendiri terlebih dahulu
seperti ketika pertama kali anda mendengar manfaat produk anda,
agar kegairahan itu menular kepada calon pembeli
3. Pecahkanlah rekor prestasi kerja anda sebelumnya, dengan cara
terus menantang diri anda sendiri untuk melakukan pekerjaan
dengan cara-cara yang lebih efektif dan lebih efisien agar mencapai
hasil yang lebih baik daripada sebelumnya. Dengan demikian, se-
kalipun anda sedang mengerjakan tugas rutin, tugas itu tidak
akan membosankan. Walaupun nampaknya anda sedang bermain
dan berlomba dengan diri anda sendiri, namun pihak luar
(mungkin atasan atau kolega anda) melihat anda terus maju pesat
menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih berguna, hari demi
hari. Bukan saja anda merasa senang dalam menjalani tugas sehari-
hari, bisa saja sebagai bonus anda akan menerima pujian dan
penghargaan secara moril maupun materil dari atasan anda karena
anda selalu memecahkan rekor prestasi anda sendiri.
4. Jadwalkan dan alokasikan waktu setiap hari untuk relaksasi dan
olahraga, karena hal itu merupakan sumber kreativitas dan ins-
prirasi. Mental relaxation berguna untuk menenangkan diri anda
dan mencegah stres, sedangkan physical exercise berguna untuk
melancarkan sirkulasi darah dan meningkatkan stamina. Men-
dengarkan musik serta motivational tape juga sangat bermanfaat
untuk kejernihan pikiran dan semangat hidup.
68
9
Persistensi vs Kegfagfalan
69
Jadi, yang dimaksud dengan kegagalan itu tidak ada, selama anda
terus berjuang dan mencari cara yang lebih baik untuk mencapai ke-
menangan. Lain halnya jika anda berhenti mencoba, maka pada saat
itulah anda pantas disebut sebagai orang yang gagal! Mengapa? Ka-
rena anda sudah berhenti berusaha, sehingga bisa dikatakan, "You're
finished when you stop trying!"
Seperti dikatakan President Calvin Coolidge, "Nothing in the
world can take the place of persistence. Talent will not; nothing is more
common than unsucessful men with talent. Education will not; the
world is full of educated derelects. Persistence and determination alone
are omnipotent." Tak ada yang bisa menggantikan arti pentingnya ke-
gigihan dan keuletan. Bakat pun tidak, sebab ada sekian banyak
orang yang gagal walaupun sebenarnya mereka berbakat. Pendidikan
juga tidak bisa menggantikannya, sebab lihat saja, banyak orang yang
berpendidikan tinggi yang tak bisa mencapai apa-apa kecuali ijasah-
nya yang geripis dimakan jamur dan waktu. Kegigihan, keuletan dan
tekat yang membara untuk mengejar suatu tujuan itulah yang akan
mendobrak kelembaban anda, dan mendobrak rintangan yang ada di
luar diri anda, untuk mencapai sesuatu yang anda inginkan.
Jadi, jika kekalahan demi kekalahan berusaha menjegal dan men-
jatuhkan anda, ketika segala macam upaya dan perjuangan anda un-
tuk mencapai sukses nampak semakin kabur dan nampak mustahil,
ingatlah akan pernyataan di atas, "Nothing in the world can take the
place of persistence!", tak ada yang bisa menggantikan kegigihan
dan keuletan anda.
Jika anda tidak tabah dan ulet, anda tidak akan bisa mencapai
sukses dalam bidang apa pun. Namun jika anda persisten, tanpa me-
rasa terkendala oleh adanya kekurangan baik dalam bidang pendidikan,
bakat, latar belakang, pengaruh, uang atau reputasi, maka anda bisa
dan akan sukses! Determinasi yang sedemikian kuat akan bisa meng-
ungguli segala macam kekurangan. Persistensi adalah karakteristik
yang menarik sukses.
Persistensi bisa dideskripsikan sebagai can-do attitude, suatu sikap
dasar dalam diri kita yang menyatakan bahwa "aku bisa melakukan
hal itu!" Namun banyak orang melakukan pendekatan sebaliknya
70
yakni cant-do attitude, yang merupakan jalan menuju kegagalan.
Banyak orang yang belum apa-apa sudah mengatakan "aku tidak bi-
•>•)
sa .
Bisa saja kekalahan akan menguji anda, namun anda tidak perlu
berhenti. Jangan indahkan kekalahan, kekecewaan maupun kepu-
tusasaan. Teruslah mencoba dengan cara cara yang lebih baik, dan te-
taplah konsentrasikan pikiran dan imajinasi anda kepada tujuan hi-
dup anda, yakni sukses yang segera dapat anda raih dan nikmati.
Ingatlah, "Setelah malam yang paling gelap, fajar akan segera
menyingsing!"
Tidak ada istilah setengah jalan, hangat, atau separuh hati bagi
persistensi. Ini adalah sikap keberanian, ketegasan, pantang menyerah.
Persistensi tidak pernah bimbang, melainkan langsung bertindak me-
nuju sasaran, dan terus berupaya sampai berhasil. Karena secara hu-
rufiah, kata persist bisa berarti "to refuse to give up"—menolak untuk
menyerah—serta juga berarti "continue firmly, steadily, insistenly",
terus dengan tekad bulat, terus merangsek maju.
Jadi setiap kali anda merasa gundah atau kecil hati karena belum
bisa melihat hal baik di hadapan anda, nyatakan afirmasi ini, "I refuse
to give up. I shall continue firmly, steadily, and persistently until my
good appears." Atau, "I am not discouraged: I am persistent, and I go
forward. Go! Go! Go!"
Juga sering katakan kepada diri anda sendiri, "/ am not on the way
out. I am on the way up! Yes, I'll make all my dreams come true, NOW!"
Ingatkan diri anda sendiri bahwa sukses bukanlah hanya milik
orang yang brilian atau berbakat, melainkan bagi orang yang persis-
ten, yakni orang yang tidak mengenal kata menyerah, yang terus ber-
usaha dengan cara yang lebih baik sekalipun mengalami bermacam
rintangan. Seperti kisah "Kelinci dan Kura-kura" adalah contoh yang
memenangkan persistensi melawan keunggulan alami. Seperti sang
kura-kura, anda tidak akan pernah menjadi orang gagal jika anda ti-
dak pernah menyerah!
Janganlah pernah merasa menyesal ataupun iri hati karena anda
tidak terlahir dalam keluarga kaya, atau tidak mendapat harta wa-
risan, atau tidak mendapat suami/istri kaya. Hanya ada hal yang
71
perlu anda miliki untuk sukses yakni tujuan yang jelas, persistensi
dan determinasi keras untuk mencapai tujuan tersebut.
Jika kekalahan dan kesalahan terjadi, hadapilah dengan berani
dan atasilah sebisa mungkin, kemudian teruslah berjuang melanjutkan
perjalanan menuju sukses anda. Janganlah pengalaman negatif itu
menghantui pikiran anda. Lupakanlah masa lalu yang buruk setelah
anda belajar darinya untuk menjadi lebih baik di kemudian hari.
Ingat, masa lalu itu sudah menjadi nothing karena sudah berlalu dan
tidak akan pernah kembali lagi. Jangan repotkan pikiran anda de-
ngan kenangan pahit apalagi menjadikannya trauma, karena hal itu
hanya merupakan sikap dan sifat orang cengeng dan pecundang. An-
da kandidat sukses mestinya pantang meratapi masa lalu, karena hal
itu merupakan tindakan bodoh yang menghambat daya juang dan
pencapaian tujuan sukses anda.
Bagi orang yang positif dan persisten, kekalahan pun bermanfaat
untuk mengungkapkan dan mengubah kebiasaan buruk/salah, dan
membebaskan energi anda untuk memulai kembali dengan kebiasaan
dan cara yang lebih baik. Kekalahan mengubah arogansi dan peri-
laku besar kepala menjadi kerendahan hati serta membangun hu-
bungan interrelasi yang lebih harmonis dengan orang lain. Kekalahan
menyebabkan anda harus menginventarisir semua aset dan kewajiban
anda, baik fisik maupun spiritual agar bisa bertindak optimis-rea-
listis. Kekalahan juga akan memperkuat will-power atau kekuatan ke-
hendak anda dengan memberi tantangan untuk melakukan upaya
yang lebih hebat daripada sebelumnya.
Saran saya, "Just learn from the past to make your path better, and
then forget it. Gotcha!"
10
21 Faktor Penyebab
Kegfagfalan Hidup
73
10. Hasrat mendapatkan sesuatu tanpa kesediaan untuk mengorban-
kan sesuatu, sehingga terkesan malas, egois, merugikan orang lain
dan tidak enak diajak bergaul.
11. Tidak bisa mengambil keputusan dengan cepat dan tegas sekalipun
semua fakta yang perlu telah tersedia, sehingga banyak kesempatan
emas hilang dan bahkan mengubah peluang menjadi kendala.
12. Mempunyai satu atau lebih dari ketakutan dasar secara berlebihan
seperti: kemiskinan, kritikan, sakit/penyakit, kehilangan cinta,
menjadi tua, kehilangan kemerdekaan, kematian, sehingga prila-
kunya terkesan tidak realistis, kekanak-kanakan dan aneh.
13. Salah memilih pasangan hidup, sehingga pasangan menjadi peng-
hambat yang mengecilkan hati dan/atau membuyarkan sasaran
hidup.
14. Terlalu berhati-hati sehingga terkesan bertele-tele, paranoid, dan
berjiwa kerdil.
15. Terlalu tidak berhati-hati atau ceroboh sehingga sering membuat
keputusan atau tindakan yang menimbulkan penyesalan di ke-
mudian hari karena keliru dan/atau bodoh.
16. Salah memilih bidang usaha atau pekerjaan sehingga tidak bisa
memanfaatkan bakat, pengalaman serta entusiasme secara opti-
mal.
17. Tidak bisa mengelola waktu dan uang sehingga banyak kesempatan
emas tidak tergarap dan atau tidak terdanai.
18. Tidak setia dan suka berkhianat, yang mengakibatkan hilangnya
kepercayaan orang lain, serta kepercayaan diri sendiri.
19. Kekurangan visi dan imajinasi yang menyebabkan orang tidak bi-
sa membayangkan hendak menuju ke mana dan hendak mencapai
apa dalam hidup, sehingga tidak melakukan dan mencapai yang
terbaik.
20. Sifat egois dan banyak lagak yang menjadikan kepribadian yang
tidak menyenangkan orang lain serta merugikan diri sendiri, se-
hingga menutup peluang untuk mendapat masukan dan bantuan
dari luar untuk perbaikan diri.
21. Tidak bersedia bekerja lebih keras dan/atau memberi lebih banyak
dari rata-rata, yang merupakan tabiat yang biasa ditunjukkan
74
oleh orang kerdil atau kaum marginal—yakni orang kebanyakan
yang biasa hidup ala kadarnya, karena tidak mau memberi lebih
banyak agar bisa mendapat lebih banyak.
75
11
Dua Cara Memmiat Orangf
Melakukan Apa Saja yangf
Kita In^inkan
• .
76
oleh berbagai agama dan kepercayaan, oleh pemimpin agama dan
pemimpin spiritual, oleh para dukun, oleh pemimpin politik, oleh
pemimpin masyarakat, oleh orangtua, oleh guru, oleh atasan dan pe-
mimpin perusahaan, oleh mafia, oleh aparat keamanan dan penegak
hukum, dan oleh siapa saja yang telah berhasil mempengaruhi orang
untuk melakukan dan memenuhi keinginannya, baik secara terencana
dan disadari maupun tidak.
Dalam arti dan penjabaran yang luas, rewards itu mencakup
banyak hal seperti: penghargaan, pengakuan, pujian, rayuan, janji,
promosi karier, pekerjaan, pemberian hadiah, kenaikan gaji, berkat,
kebaikan, kenyamanan, kenikmatan, keselamatan, keamanan, per-
lindungan, kesehatan, kesenangan, kedamaian, kebebasan, keba-
hagiaan, kekayaan, kedudukan, dukungan, pengharapan, persahabatan,
keceriaan, keberanian, potensi, pernikahan, keluarga, kehidupan po-
sitif, optimisme, kehidupan kekal di sorga, dan Iain-lain yang sejenis.
Sedangkan punishment mencakup hal-hal yang sebaliknya dari
penjabaran rewards seperti: hukuman, tidak diperdulikan, kritikan,
ancaman, kutukan, penurunan karier, pemecatan, pengenaan sanksi,
penurunan pangkat, laknat, kejahatan, kegelisahan, ketidaknikmatan,
kecelakaan, kerawanan, terror, penyakitan, kesedihan, keruwetan,
terpenjara, penderitaan, kemiskinan, kejatuhan, penjegalan, kepu-
tusasaan, permusuhan, kesepian, ketakutan, impotensi, perceraian,
kesendirian, kematian, negatif, pesimisme, kebinasaan kekal di ne-
raka, dan Iain-lain yang sejenis.
Itulah sebagian dari perbendaharaan kata atau istilah yang biasa
dipergunakan orang untuk membuat orang lain menuruti kemauan-
nya, baik secara halus maupun kasar. Ingat-ingatlah apa yang anda
alami dan pelajari sejak anda lahir, bertumbuh menjadi balita, men-
jadi anak-anak, menjadi remaja, ketika bersekolah atau kuliah, men-
jadi dewasa, ketika bekerja atau berwirausaha, ketika berpacaran, ke-
tika menikah, ketika mempunyai anak, ketika menjadi tua, ketika
menjelang ajal, dan ... setelah anda mati, apa yang akan terjadi me-
nurut pengajaran agama anda?
Apakah yang anda pelajari? Jauhkah dari pengertian rewards &
punishment seperti yang saya uraikan di atas? Ya, saya tahu, anda pas-
ti menjawab: No!
77
Sejak bayi, kita telah diajar dan mengalami berbagai variasi dari
perkataan dan aplikasi rewards & punishment-, bahkan lagu "Nina
bobo" saja mengandung unsur itu: "...nina bobo, oo nina bobo,
kalau tidak bobo digigit nyamuk!" Semasa kecil, kita sering men-
dengar perkataan yang kira-kira berbunyi demikian: "Hayo, kalau
anak manis, jangan menangis," atau "Hayo, jangan nakal. Kalau ti-
dak nakal, mendapat permen. Kalau nakal, mendapat jewer," atau
"Kalau naik kelas mendapat sepeda". Metode yang dipakai orangtua
untuk mendidik dan membesarkan anaknya tidak jauh dari sistern
rewards & punishment, yaitu dengan memanjakan dan menghajar de-
ngan rotan.
Bagaimanakah cara guru dan institusi pendidikan niengontrol
dan mengendalikan para siswanya agar menuruti perintah guru serta
tata tertib sekolah? Dengan cara memberikan sistern nilai atau rapor.
Warna biru dan warna merah pada rapor adalah indikator, apakah
sang murid telah menuruti pengajaran dan perintah sang guru atau
tidak. Dengan mengancam akan memberikan warna merah pada ra-
por murid yang bandel, guru berkemungkinan besar untuk mendapat
kepatuhan murid.
Bagaimanakah cara negara dan pemerintah mengontrol dan me-
ngendalikan warganya agar menjaga ketertiban dan keamanan serta
membayar pajak? Dengan membuat peraturan, undang-undang, hu-
kum, dan sanksi hukum oleh aparatur negara. Polisi direkrut untuk
menjaga keamanan, memeriksa tersangka tindak kriminal, menangkap
penjahat dan menembaknya jika perlu. Sedangkan jaksa ditugaskan
untuk menuntut tersangka tindak perdata atau pidana, dan hakim
bertugas untuk menjatuhkan hukuman denda dan/atau penjara. Un-
tuk apakah semua itu? Agar masyarakat tertib dan takut berbuat kri-
minal.
Dalam dunia usaha juga demikian. Kita menemukan janji-janji
yang dibuat oleh bagian periklanan untuk merayu, membujuk, dan
memberikan angin sorga kepada calon konsumen agar membeli pro-
duk atau jasanya jika hendak mendapat untung atau manfaat, seperti
misalnya agar menjadi lebih cantik, lebih awet muda, lebih sehat, le-
bih sukses, lebih kaya, dan sebagainya. Pesan terselubung dari iklan
tersebut adalah ancaman halus: jika anda tidak membeli atau
78
menggunakan produk/jasa kami ini, maka minimal anda tidak
mendapatkan semua manfaat yang dijanjikan. Dengan kata lain,
bukankah itu hal seba-iknya, ialah tetap tidak cantik, tetap nampak
tua, dan Iain-lain?
Sebagai karyawan, kita pun tidak terlepas dari pujian dan an-
caman. Jika produktif dan berprestasi, kita akan mendapat pujian,
penghargaan, dan bahkan peningkatan gaji atau promosi karier. Na-
mun jika tidak produktif atau gagal menjalankan tugas, kita akan
mendapat kritikan, teguran, sanksi, bahkan pemecatan.
Rewards & punishment juga diterapkan dalam kehidupan beragama
atau spiritual. Coba kita lihat cara pemimpin agama atau pemimpin
spiritual mengajar umatnya, pasti sangat ditegaskan tentang pen-
tingnya berbuat baik, berbuat amal, rajin beribadah atau menjalankan
ritual, patuh dan percaya kepada pemimpin rohaninya, memberikan
sumbangan atau persembahan kepada Tuhan yang dipercayainya,
membela dan rela berkorban untuk eksistensi dan perluasan agama
atau kepercayaannya. Barangsiapa yang patuh dan menuruti pelajaran
itu akan mendapat rewards seperti perlindungan ilahi, kesehatan,
berkat rejeki, keturunan, kedamaian, kebahagiaan, dan kelak kalau
sudah mati akan masuk ke kehidupan lain yang lebih baik dan lebih
berbahagia. Sebaliknya, barangsiapa yang membangkang apalagi
murtad, akan mendapat punishment, seperti ancaman, dikutuki, ce-
laka, melarat, sakit, menderita, dikucilkan dan bahkan dianiaya atau
dibunuh oleh pengikut yang lain, lantas jika kelak mati akan di-
ancam hukuman neraka jahanam.
Pemimpin spiritual perlu menyampaikan iming-iming janji keba-
hagiaan dan ancaman penghukuman akhirat agar pengikutnya patuh
dan memenuhi keinginan mereka. Sebab jika tanpa janji imbalan
atau ancaman hukuman, siapakah yang mau mendengarkan mereka,
apalagi berkorban bagi mereka dan organisasi agamanya?
Rewards & punishment adalah juga cara yang paling digemari oleh
mafioso. Cara mereka mencapai persetujuan orang dan/atau menda-
patkan apa saja yang mereka inginkan relatif simple. Pertama, tentu
saja memberikan rewards atau hadiah, atau uang suap kepada pejabat
pemerintahan dan aparat keamanan yang berwenang untuk mem-
79
proteksi daerah operasi mafia bersangkutan. Jika mereka menolak
untuk bekerja sama, mafia akan meningkatkan jumlah atau nilai
rewards dan janji upeti untuk meruntuhkan pertahanan moral para
pejabat dan aparatur negara. Jika mereka tetap menolak, mafia akan
mengeluarkan jurus kedua, yaitu punishment, yang berupa ancaman,
teror, tindak kekerasan, sampai pembunuhan. Mafia akan mengancam
para pejabat dan aparatur negara yang menolak bujukan, dengan
mengatakan bahwa jika mereka menolak bekerja sama, maka bukan
hanya mereka, melainkan juga anggota keluarga mereka akan di-
aniaya dan/atau dibunuh. Sebaliknya, jika mereka menerima kerja
sama, maka bukan saja mereka tidak diancam, melainkan juga
mendapatkan imbalan materi yang berlimpah-limpah, asalkan mereka
memproteksi dan mendukung operasi mafia tersebut.
Siapa pun mereka—apakah panglima perang atau kepala ke-
polisian, ataukah kepala negara—selama masih bernama manusia,
pasti mempunyai rasa takut. Bisa jadi mereka gagah-berani dan ber-
kuasa atau powerful dan terkesan untouchable ketika sedang bertugas
dan mengkomandoi suatu kekuatan bersenjata atau institusi ke-
kuasaan; namun ketika mereka sedang tidak bertugas, ketika mereka
sedang menjadi oknum pribadi, taruhlah menjadi "Si Orang" sang
suami atau sang istri, atau sang ayah atau sang ibu atau sang anak—
-pokoknya sebagai individu manusia maka setiap orang mem-
punyai ketakutan-ketakutan akan kehilangah yang dicintainya, entah
itu harta, keluarga, atau reputasi, apalagi nyawa. Sebaliknya, manusia
mempunyai pengharapan-pengharapan akan kesehatan, kesenangan,
kemewahan, kebahagiaan, panjang usia, dan segala hal yang baik.
Sebagai individu mereka tidak kebal rayuan atau limpahan hadiah
atau rewards, dan juga tidak kebal ancaman, teror, atau punishment.
Seberapa pun hebatnya seseorang atau seberapa pun seseorang ber-
kuasa, ia menyadari bahwa tidak mungkin dirinya terlindungi dan
100% aman selama 24 jam sehari, dan 365 hari setahun. Akan ada
satu hari, atau satu jam, atau satu menit, dia akan lengah dan tidak
waspada atau tidak terproteksi oleh pengawalnya atau oleh kekua-
tannya atau oleh hartanya. Dan mungkin saja itu adalah saat
80
naasnya, celah yang diincar dan ditunggu oleh musuh untuk meng-
hancurkannya, who knows?
Dengan kata lain, dalam kasus sebaliknya, jika anda menghadapi
mafia yang paling bengis dan paling berkuasa sekali pun, anda dapat
menerapkan prinsip yang sama: la hanya manusia, yang punya rasa
takut, punya kelemahan, dan tidak terproteksi 24 jam sehari dan 365
hari setahun, you can eat him/her, in the right time!
Sebagai manusia, kita senang dan mengejar pujian, rayuan, ha-
diah, dan kebaikan. Secara bersamaan, kita pun merasa takut, dan
akan berupaya menghindari ancaman, hukuman, dan kerugian.
Jika anda pandai memanfaatkan dan menyiasati kedua sifat dasar
manusia itu, bukanlah hal mustahil bahwa anda bisa meminta orang
lain untuk menuruti apa pun permintaan anda!
81
12
Membayar Pendemo Untuk
Mencapai Tujuan
82
ada orang yang memang benar-benar buruh, atau mahasiswa, yang
tampil di barisan depan, padahai mereka hanya orang bayaran.
Harap maklum, saya bukan sedang mengajarkan perbuatan jahat,
melainkan sedang menyindir orang-orang yang pernah, sedang, atau
akan melakukan tindakan demo gadungan dengan cara-cara seperti
yang saya tulis ini, agar mereka malu, dan membatalkan niatnya.
Lagipula, ini bukanlah ide saya, melainkan analisis saja, dari berbagai
aksi demo yang pernah terjadi. Sebab, jika kita dengar dari buruh pa-
brik misalnya yang sedang mendemo perusahaannya dengan ancaman,
"Naikkan gaji 200 persen atau kami mogok kerja" (atau bahkan sam-
pai merusak atau membakar pabriknya) mereka sebenarnya tidak
mau mogok destruktif, karena mereka menyadari bahwa jika mereka
mogok dan/atau pabriknya sampai tutup—apalagi bangkrut—yang
rugi adalah mereka sendiri. Mereka jadi pengangguran, dan keluarga
terlantar. Namun mereka terpaksa melakukannya, karena mungkin
saja mereka diancam oleh orang-orang tertentu untuk berdemo.
Atau mereka hanya sekadar ikut-ikutan saja.
Ada berita yang lucu-lucu di era Indonesia baru ini. Demo dan
motonya bisa salah, karena tertukar-tukar, karena organisernya pada
hari yang sama menerima jobs untuk demo di dua tempat berbeda.
Bahkan organisernya didemo oleh pendemo yang ia kerahkan, kare-
na ia belum melunasi uang demo yang dijanjikan, padahai sudah le-
wat tenggat waktu. Ya, ya, itulah ironi-ironi di zaman "Indonesia Ba-
»
ru .
Jadi, menurut saya, seperti cerita di atas, bisa saja aksi-aksi demo
yang marak dan terjadi setiap hari itu memang diorganisir oleh
orang atau kelompok tertentu, untuk menggoyahkan dan atau
menghancurkan (pemerintahan) Indonesia. Coba simak, jika kota-
kota besar di Indonesia setiap hari diricuhkan dengan aksi demo
yang menjurus ke perbuatan anarkis, misalnya melawan aparat ke-
amanan dengan kekerasan, merusak fasilitas umum, dan bahkan me-
rusak atau menjarah milik masyarakat awam, bagaimanakah orang
bisa beraktivitas dengan baik, tenang dan produktif? Pengusaha lokal
selalu was-was dalam berusaha. Pengusaha dan turis asing gentar un-
tuk datang ke Indonesia.
Jika bisnis yang adalah sumber uang tidak berjalan, bagaimana
83
roda pemerintahan bisa berjalan dengan patut? Bagaimana pengang-
guran dan kemiskinan bisa dihapus? Bagaimana utang negara dan
perusahaan swasta bisa dibayar? Jika terus hidup mengandalkan hu-
tang baru dari negara-negara asing (IMF misalnya), bagaimana kita
tidak harus mengemis dan takluk kepada kehendak mereka, karena
kita tidak mempunyai bargaining power? Jika terus bergolak dan
krisis, tidak mungkinkah akan terjadi pergolakan sosial yang dipicu
oleh provokator-provokator yang mengatasnamakan rakyat, untuk
menggulingkan pemerintahan? Jika itu terjadi, maka program
sistematis mereka tercapai! Dan kelak, jika mereka berkuasa, jangan
harapkan akan ada model demokrasi. Sebagai ganti demokrasi
mungkin akan ada pemerintahan main-kayu. Demi alasan menjaga
ketertiban dan keamanan nasional, jangan harap ada orang yang bisa
berdemo-ria dan asal bunyi lagi, jika tidak mau masuk penjara atau
makan timah panas! Mau itu terjadi? Jika tidak, sadarlah, sebelum
terlambat. Jangan mau diperalat oleh orang-orang yang haus keku-
asaan, yang tidak sabar menunggu pemilu berikutnya untuk menjadi
penguasa. Kalau saya ibaratkan nafsu birahi, mata mereka telah men-
jadi merah. Kalau ibaratnya nafsu makan, air liur mereka telah me-
ngalir deras.
Namun sialnya, kita sulit mencegah orang untuk membayar pen-
demo dan/atau sulit menghimbau agar rakyat jangan mau dibeli un-
tuk berdemo, karena mereka tidak punya uang, tidak punya peker-
jaan, dan butuh biaya hidup untuk makan.
Sebenarnya, jika kita bisa menciptakan lapangan kerja yang me-
nampung mereka agar tidak berkeliaran di jalan, tentu persoalan se-
lesai, karena mereka pasti memilih untuk bekerja dan mencari naf-
kah di sektor bisnis yang mereka ketahui arti pentingnya, yang lebih
permanen, dan tidak perlu menggadaikan harga diri maupun hati
nurani mereka dengan berdemo dan pura-pura meneriakan tuntutan
yang sebenarnya bukan keinginan mereka.
84
13
Mencapai Tujuan Gaya Maria
85
Sebagai manusia, sang pejabat yang dilimpahi kenikmatan dan
had utli seperti itu tentu jatuh hatinya, merasa menemukan best friend
yang bisa mewujudkan banyak impiannya untuk mendapat keme-
wahan hidup secara mudah.
Tahap berikutnya, setelah hubungan sang mafioso dengan sang
pejabat sudah lebih akrab, maka jika sang pejabat adalah pria
(apalagi sudah berkeluarga), sang mafia akan mengatur agar yang di-
suguhkan bukan lagi hanya hadiah materi, melainkan juga wanita
penghibur. Dengan demikian, sang pejabat bukan hanya terikat ter-
hadap kebiasaan hidup mewah dan nikmat, melainkan juga telah te-
rikat secara moral, yaitu bahwa rahasia hubungan seksualnya telah
berada di tangan best friend barunya, yang jika terbongkar, bisa saja
rumah tangganya akan pecah berantakan, atau bahkan kariernya
hancur (bahkan dalam banyak hal, bisa saja permainan seksualnya te-
lah direkam video yang akan dijadikan alat teror oleh sang mafia ji-
ka diperlukan).
Nah setelah fondasi hubungan pribadi itu terbangun, barulah
sang mafioso bersiap melaksanakan program ilegalnya, dengan cara
meminta "persetujuan" sang teman pejabat tersebut untuk menggarap
proyek tertentu (apakah yang melibatkan korupsi, penyelundupan,
perjudian, prostitusi, peredaran narkoba, peredaran uang palsu, dan
sebagainya). Karena sang pejabat sudah terlanjur "terikat", suka atau
tidak suka, ia akan membantu merealisir program tersebut. Jika sang
pejabat setuju, upeti berupa uang dan kenikmatan lain terus
mengalir lancar. Namun jika sang pejabat tidak setuju, bisa saja
terror berupa pem-bongkaran rahasia pribadi sang pejabat akan di-
lansir. Bahkan jika sang pejabat membandel, bisa saja keselamatan
karier dan keluarganya diancam akan dihancurkan. Karena itu, se-
cara logis manusiawi, sang pejabat akan dengan terpaksa memilih
untuk bekerja sama, agar kehidupannya semakin makmur atau
sekurang-kurangnya untuk menyelamatkan keluarganya—sekalipun
disadarinya bahwa tindakannya melawan hukum.
Nah, praktek selanjutnya adalah pendistribusian "dana kesejah-
teraan" yang dilakukan oleh kawanan mafia di instansi di mana
teman pejabatnya itu berkuasa, dengan cara membagi-bagikan upeti
86
(berupa uang yang dibagikan mingguan atau bulanan, bisa tunai, bi-
sa via transfer bank) kepada berbagai petugas yang relevan terhadap
kelancaran^ operasi ilegalnya.
Jika sudah terbentuk team-work seperti itu, aktivitas sang mafioso
sudah nyaris aman, karena tidak ada yang mengganggu gugat. An-
daikan, karena adanya program terpadu dari instansi pemerintah
(yang melibatkan instansi teman pejabatnya itu dengan instansi ter-
kait lain) untuk melakukan operasi pembersihan (penggrebekan)
terhadap aktivitas illegal tertentu (misalnya perjudian), maka sebelum
hal itu terlaksana, operasi itu biasanya sudah dibocorkan terlebih da-
hulu kepada sang mafioso, agar pada waktu operasi dilancarkan, ha-
silnya nihil.
Alternatif lainnya, jika tempat operasi sasaran telah menjadi ra-
hasia umum, karena sudah berlangsung lama dan nyaris terbuka,
maka akan diatur skenario agar operasi tersebut berjalan mulus de-
ngan tertangkapnya beberapa penjudi kelas teri yang notabene ada-
lah nobody, sedangkan gembongnya tersenyum simpul di belakang
layar. Tahap selanjutnya, setelah diberitakan media massa hasil kerja
yang lumayan mulus itu, adalah proses pembebasan para tersangka
bandar judi kelas teri melalui berbagai macam alasan yang malas di-
pertanyakan oleh publik. Jika ada wartawan yang penasaran untuk
mengekspos berita tersebut, maka proses "amplopisasi" (pemberian
amplop uang) pun berjalan kembali, agar oknum wartawan yang se-
dianya melawan perbuatan ilegal itu menjadi pura-pura tidak tahu
(tentunya selama amplop terus datang secara berkesinambungan).
Jika operasi gabungan semacam itu akan dilangsungkan secara te-
rus-menerus, maka team mafia itu harus melakukan lobbying persis
seperti awal cerita, dengan bantuan pejabat yang telah menjadi best
friend itu. Tentu saja, semua itu dilaksanakan secara hati-hati, taktis
dan diplomatis. Dan sebagaimana layaknya sifat manusia secara
umum, sangat sulit tawaran kemewahan dan kenikmatan itu bisa di-
hindarkan. Mungkin karena sang pejabat berpikir, "Jika saya tidak la-
kukan, maka pejabat lainlah yang akan melakukannya. Lagipula, jika
hanya mengandalkan gaji dan fasilitas halal, sampai pensiun pun sa-
ya akan tetap tidak akan pernah kaya, so why not?"
87
Proses selanjutnya adalah ekspansi usaha ilegal. Setelah satu bi-
dang atau daerah proyek ilegal berlangsung secara aman terkendali,
mafia akan mengupayakan ekspansi ke daerah lain yang lebih luas
dengan bisnis yang sama, atau menambah lini produknya, misalnya
dari hanya perjudian menjadi plus prostitusi berbentuk night club,
atau plus peredaran narkoba, atau plus penyelundupan senjata, dan
Iain-lain, dsb. Dengan demikian proyek illegal para mafia menggurita
dan merambah ke mana-mana. Semakin hari, keberadaan dan keku-
asaan mereka semakin kuat, yang meliputi bukan hanya pejabat atau
penguasa daerah, namun juga sampai ke pusat.
Jika ada orang (pejabat) baru yang mencoba menegakkan hukum,
ia akan terganjal oleh hampir semua orang di lingkungannya, baik
dengan cara membocorkan rencana operasi, atau bahkan membiarkan
tersangka target operasi meloloskan diri ketika terjadi penggerebekan,
atau bahkan memberikan telepon atau surat sakti kepada petugas pe-
negak hukum agar membebaskan tersangka, sekalipun mafia tersebut
sudah berada di tahanan. Bahkan, jika penegak hukum itu tidak bisa
atau tidak mau diajak kompromi (menerima upeti), serta tidak takut
menghadapi teror, maka mafia akan mempergunakan otoritas te-
man-teman para pejabat penguasa untuk menggusur (mencopot) pe-
negak hukum yang idealis tersebut dari jabatannya, atau memin-
dahkannya ke daerah terpencil, agar tidak merecoki teamwork mafia-
pejabat.
Ingat, dengan dananya yang melimpah dan koneksi yang luas, pa-
ra mafioso bisa dengan mudah mencopot atau menaikkan pejabat di
banyak posisi di berbagai instansi, baik pusat maupun daerah, de-
ngan cara yang klasik: Beli, sogok, para pembuat keputusan agar me-
mutuskan seperti yang mafia inginkan. Istilahnya adalah money
politics. Jumlah pejabat pembuat kebijakan itu tidak banyak. Paling
banyak 1.000 orang per institusi dan per pengambilan keputusan.
Kalau masing-masing pejabat disuap seratus juta rupiah saja, totalnya
baru Rp. 100.000.000.000,-, dan itu adalah uang kecil bagi mafia.
Bahkan sekalipun harus menyuap masing-masing satu milyar rupiah,
totalnya masih relatif kecil, yakni hanya Rp. 1.000.000.000.000,-
(satu triliun) saja. Padahal, setelah kandidat pejabat penguasa yang
88
adalah 'bonekanya' mafia tersebut berkuasa, tentunya nilai proyek
yang diberikan kepada mafia yang adalah majikannya itu jauh lebih
besar.
Nah, jika sudah demikian, perbuatan ilegal itu telah menjadi
praktik legal, dan sulit diberantas lagi, karena siapakah yang mem-
berantas siapa?
Jika ada di antara pembaca yang tidak sependapat dengan teori
(asumsi) saya di atas, dan mengatakan bahwa adalah mustahil mental
penegak hukum dan/atau pejabat pemerintah sedemikian bobroknya,
yang rela menjual rakyatnya- demi uang dan jabatan, maka saya akan
mengajak anda untuk melihat fakta sejarah.
Fakta terkini, menurut berbagai macam survei yang dilakukan
oleh badan independen, adalah bahwa Indonesia mendapat predikat
negara terkorup di Asia, dan negara terkorup ketiga di dunia. Pada-
hal, sampai buku ini ditulis, perbuatan tindak pidana korupsi belum
terjangkau hukum secara praktis, hanya retorika politik belaka.
Kalau mau ditambahkan: kasus penyalahgunaan narkoba sudah
merambah bukan hanya di kota-kota besar dan kalangan menengah
atas, melainkan juga ke daerah-daerah dan ke berbagai strata ma-
syarakat.
Apakah semua itu bisa berlangsung langgeng tanpa keterlibatan
oknum pejabat di lingkup kekuasaan yang relevan? Kita tidak tahu
jawaban persisnya, tetapi sulit untuk tidak menduga begitu.
Sebagai bangsa, Indonesia pernah dijajah oleh Belanda selama
350 tahun dengan taktik devide et impera yang menggunakan dua
metode klasik, yakni uang dan terror. Barangsiapa bisa dibeli dengan
uang dan jabatan, orang tersebut akan menjadi antek penjajah. Dan
barangsiapa tidak mau disuap, orang tersebut akan difitnah, diadu-
domba dan dibinasakan. Apakah jika strategi uang dan atau terror
itu tidak efektif, kita bisa dijajah sampai selama itu? 127.750 hari?!
Perlu diakui bahwa banyak masyarakat kita yang kurang kompak
dan mudah ditundukkan oleh uang atau teror. Semoga anda tidak!
Karena pada orang-orang seperti anda itulah tergantung kejayaan
Indonesia ini, berikut kemakmuran yang merata!
89
Dan maaf, saya tidak sedang mempromosikan cara mafia. Saya
mengajukan hal ini agar anda hati-hati terhadap jebakannya. Anda
bisa mempelajari taktiknya, dan mengawinkannya dengan moralitas
yang tinggi.
90
Tips #1
Program Akselerasi Pemulinan
Bisnis Indonesia
91
yang dilakukan di setiap kelurahan—minimal kecamatan—dengan
cara mendirikan balai pengobatan gratis (termasuk obat-obatannya),
dan/atau dapur umum untuk makan gratis bagi warganya yang
terdata sebagai keluarga tidak mampu. Ketua RT bisa memberikan
kupon atau tanda pengenal khusus agar warganya bisa mendapat
fasilitas itu.
Adapun untuk pendanaannya bisa dibantu oleh pemerintah, sum-
bangan warga yang lebih mampu, dan khususnya para pengusaha.
Sekali lagi, dana dan program ini harus bebas tindak kriminal seperti
korupsi atau diskriminasi, misalnya, melalui pemilihan pengurus
yang hati-hati serta kontrol administrasi yang ketat, dengan sebe-
lumnya memberitahukan sanksinya bagi yang melanggar, yakni di-
perrnalukan di depan umum, selain dituntut sesuai hukum.
Jika program SSC ini bisa dilaksanakan bersama program ESC,
diharapkan pertumbuhan kemampuan ekonomi masyarakat akan
berlangsung lebih cepat dan merata. Minimal, manfaatnya yang se-
gera nampak adalah penyelamatan warga yang tidak mampu ter-
hadap bahaya kelaparan, penyakit, dan tindak kriminal (mencuri
atau merampok misalnya, yang mungkin saja dilakukannya karena
terpaksa, untuk memberi makan atau pengobatan bagi keluarganya).
Dengan begitu akan tercipta iklim dan budaya tolong-menolong dan
persaudaraan sesama warga, dan sesama anak bangsa.
Sekalipun program ini berbiaya relatif besar, namun jika ditanggung
secara gotong-royong beramai-ramai, akan menjadi relatif ringan.
Percayalah bahwa perbuatan baik dan pengorbanan kita yang seperti
ini akan membuahkan hasil kebaikan juga kelak, dan yang pasti,
inilah saatnya bagi umat yang mengaku beragama—apalagi bertuhan
—untuk membuktikan imannya dengan perbuatan yang tepat man-
faat. Jangan hanya berbicara tentang agama dan Tuhan, dan juga
jangan hanya mendoakan orang yang perlu pertolongan (karena
orang lapar tidak akan menjadi kenyang dengan makan doa,
bukan?), namun berikanlah uang dan/atau tenaga/keahlian anda un-
tuk tetangga, sesama, tanpa memandang siapa atau apa SARA nya,
sekarang!!
92
Karena, jika tidak ada aksi nyata seperti SSC dan atau ESC ini,
banyak anggota masyarakat yang akan hidup dalam penderitaan pan-
jang dan dalam, berupa kemiskinan, kelaparan, dan penyakit, ter-
masuk kematian. Belum lagi mudahnya mereka terhasut untuk ber-
buat jahat, baik individu maupun sebagai kelompok massa, oleh pro-
vokator mafia atau politik, yang pada akhirnya memperburuk situasi
kondisi makro Indonesia.
Sumber dana yang paling bisa didapat dengan cepat adalah per-
tarna melalui pajak. Petugas pajak harus membudayakan dan meng-
komunikasikan kebiasan membayar pajak bagi masyarakat, agar ma-
syarakat paham arti, tujuan, dan manfaat pajak. Pengusaha wajib
memotong pajak penghasilan karyawan atas setiap pembayaran, dan
memberikan bukti penyetorannya kepada karyawan. Untuk mencegah
persekongkolan dan kolusi antara petugas pajak dan pengusaha, ma-
ka petugas pajak harus diseleksi, ditata ulang, dan diberdayakan de-
ngan tegas, serta dimonitor perilaku dan kondisi finansialnya. Jika
ada indikasi tindak kolusi atau korupsi, maka akan dilakukan Fraud
Audit. Jika terbukti, hartanya akan disita, dan pelakunya dipenjara.
Masyarakat yang mencurangi pembayaran pajak dan ketahuan, akan
didenda berat dan/atau dipenjara.
Dengan demikian, sistem itu akan meminimalkan kebocoran
akibat kecurangan dan kolusi, serta memperbesar penerimaan ne-
gara. Dan setelah itu, jangan lupa untuk mendistribusikan kembali
dana itu kepada masyarakat untuk pemerataan pembangunan dan
kesejahteraan yang lebih luas dan lebih cepat!
Cara kedua adalah dengan mencegah pemborosan anggaran pe-
merintah terhadap kebocoran: korupsi dan pemborosan. Harus ada
badan yang memonitor dan mengontrol efektivitas penggunaan ang-
garan negara. Jika ada yang melanggar, akan diaudit. Jika terbukti
melakukan tindak pidana akan dipenjara, sedangkan bagi yang bo-
doh sehingga berperilaku boros, akan dipecat.
Cara ketiga adalah dengan melakukan law enforcement dan/atau
approaching kepada para koruptor yang sekaJipun secara de jure be-
lum terbuktikan, namun secara de facto memang adalah koruptor,
terbukti dari kekayaannya yang jauh lebih besar dibandingkan
93
sumber penghasilannya yang realistis. Pergunakan sistem pembuktian
terbalik. Dan aparat negara yang terbukti korupsi, jangan hanya di-
pecat dari jabatannya (enak sekali mereka, sudah kenyang tinggal
beristirahat dan menikmati harta hasil jarahan!), melainkan juga ha-
rus ditindak secara pidana: hartanya disita, dan dimasukkan ke pen-
jara. Demikian juga bagi perseorangan atau kelompok swasta yang
berkolusi dengan pejabat untuk merugikan keuangan negara, hartanya
akan disita untuk negara, dan mereka masuk penjara.
Jika kita melakukan hal itu, dalam waktu singkat kita akan mem-
punyai dana yang besar sekali. Dan kedua, untuk selanjutnya kita ju-
ga akan mempunyai sumber dana yang tetap besar, karena risiko ke-
bocoran dan pencurian anggaran negara menjadi berkurang, karena
orang takut melakukan tindak kolusi ,atau korupsi, karena ada hu-
kumannya, yakni mendekam di penjara.
Biaya ekstra yang harus kita keluarkan adalah untuk membangun
penjara-penjara lebih banyak untuk menampung para terpidana!
94
Tips #2
Car a Meningfkatkan
Kesejanteraan & Proauktivitas
Burun
95
banyak orang yang menganggur, belum lagi ditambah meningkatnya
kriminalitas karena mereka yang menganggur jangan-jangan menjadi
penjahat untuk mencari nafkah.
Jadi perlu dibedakan dan dicermati aksi yang sering mengatas-
namakan pembela kaum buruh, namun akhirnya justru merugikan
kaum buruh. Ingat, mereka itu bisa saja individu atau kelompok ter-
organisir yang mencoba mengail di air keruh, yakni mencari ke-
untungan diri sendiri atau kelompoknya untuk mencapai tujuan
ekonomis, politis, atau ideologis. Jika kaum buruh berontak, jika
kondisi sosial politik goncang, maka lebih mudah bagi mereka untuk
menghasut massa yang lebih luas untuk melakukan makar, atau
mengkritik dan menghujat pemerintah dengan tuduhan tidak becus,
dan meminta agar MPR mengganti pemerintah yang dinilai gagal
tersebut.
Alternatif lain, bisa saja keberpihakan dan penghasutan kepada
kaum buruh itu diperluas kepada kaum mayoritas lainnya yaitu ka-
um tani, dengan menghembuskan isu kesenjangan sosial, kesengsaraan
kaum miskin dan kesewenang-wenangan kaum kaya (pertentangan
kelas), sehingga akhirnya rakyat kecil termakan hasutan bahwa ide-
ologi Pancasila adalah salah dan bobrok sehingga perlu diganti de-
ngan ideologi lain yang lebih sosialis dan "membela kaum papa",
apakah itu? Komunisme!
Nah jika itu terjadi, lebih celaka lagi negara kita. Dan metode ko-
munis untuk memanfaatkan kaum buruh itu teorinya gampang,
yakni dengan menyusupkan anggotanya di dunia kerja (menyamar
kerja sebagai buruh misalnya) agar bisa sering menghasut dan me-
ngancam kaum buruh untuk berdemonstrasi dan menuntut kenaikan
gaji yang tidak masuk akal, agar tuntutan itu tidak mungkin di-
kabulkan sehingga beralasan untuk terus mogok kerja atau merusak
fasilitas kerja!
Kita semua harus mewaspadai semua aktivitas apa pun yang me-
ngatasnamakan (padahal sebenarnya hanya memanfaatkan) organisasi
apa pun, yang membela kaum buruh dengan cara-cara seperti yang
saya sebutkan di atas, karena akibatnya jelas, yakni kebangkrutan du-
nia usaha, dan berarti kebangkrutan nasional!
96
Cara yang benar dalam memperjuangkan kesejahteraan kaum
buruh ialah dengan cara yang strategis, komprehensif, terpadu dan
simultan. Ada tiga langkah sekaligus yang harus ditempuh:
97
dengan rekan buruh lain, ia harus berproduksi melebihi kinerja
rata-rata (dengan kata lain, berapa penghasilan yang diinginkan
tergantung juga dari berapa output yang bisa dihasilkan). Dan
jika tidak bisa mencapai target kinerja standar seperti yang di-
sepakati, ya harus tahu diri: jika tidak bisa dibina (melalui pelatihan
dan motivasi), maka akan "di-bina-sakan"! (PHK). Sebab jika ti-
dak menggunakan sistem merit, tidak akan pernah ada jalan keluar
terhadap problematik kaum buruh dengan pengusaha. Jika peng-
usaha ditekan untuk membayar upah yang lebih tinggi kepada
buruh, tanpa disertai peningkatan produktivitas, tentunya hal itu
akan melemahkan daya saing produk pengusaha tersebut, di sam-
ping memperlemah kondisi keuangan perusahaan yang dibebani
biaya ekstra tanpa ada output ekstra. RRC, India, dan Pakistan
misalnya, bisa menjual produk yang lebih bagus dengan harga le-
bih rnurah karena menggunakan keunggulan biaya buruh yang
juga murah, sehingga ujung dari upaya menekan pengusaha de-
ngan cara itu bisa membahayakan eksistensi dunia usaha nasional
kita. Namun jika kaum buruh kita hanya dieksploitasi saja te-
naganya dengan upah murah dengan alasan agar produk kita bisa
berdaya saing di kancah bisnis internasional, itu pun sangat tidak
adil. Memangnya buruh kita itu budak? Atau kaum jajahan yang
boleh diperah seperti lembu? Itu tidak boleh! Sebab masih ada sa-
ja pengusaha yang bermental penjajah, rakus, dan kebinatangan,
yang bisnisnnya untung besar karena menindas pekerjanya. Mereka
hidup mewah sedangkan pekerjanya melarat.
98
secara berkala bertemu dengan para pekerjanya, baik formal mau-
pun informal. Bahkan jika mungkin adakanlah acara ramah tamah
seperti makan siang bersama, atau rekreasi bersama. Sekalipun
perusahaan akan mengeluarkan biaya ekstra, namun manfaatnya
jauh lebih besar, karena hal itu bukan hanya akan menumbuhkan
sense of belonging pekerja terhadap perusahaan, melainkan juga
suasana kekeluargaan. Hal itu akan mencegah atau mengurangi
gesekan atau konflik yang tidak perlu, baik karena kesalahpahaman
internal maupun hasutan pihak luar.
99
Tips #3
Sistem Kompensasi Meritokratis
100
produktivitas mereka ditingkatkan, mereka mulai berdalih dan balik
menuntut bahwa penghasilan Rp.lOOX seperti yang mereka terima
sekarang adalah untuk output 10X, jadi kalau perusahaan meminta
output mereka menjadi 13X, sudah sewajarnya jika penghasilan
mereka pun di-naikkan menjadi Rp.l20X, misalnya.
Itulah praktek yang sering kita lihat di dunia bisnis yang men-
jengkelkan. Jika pihak perusahaan tetap menuntut produktivitas tan-
pa memperdulikan permintaan karyawan model di atas (mungkin
ditambah dengan ancaman PHK bagi yang menolak), maka akan
terjadi friksi, yang jika diprovokasi bisa menimbulkan aksi demo,
mogok kerja, bahkan tindakan anarkis.
Sebaliknya, jika tuntutan karyawan di atas dipenuhi—penghasilan
tetapnya dinaikkan dengan harapan produktivitasnya juga naik—
hal semacam itu hanya akan berlangsung sementara. Pada waktu
penghasilan mereka naik, mereka bergairah untuk bekerja lebih keras
dan berproduksi lebih banyak, namun jika "euphoria" tersebut se-
lesai, dan mereka telah merasa "normal" kembali, maka kenaikkan
penghasilan yang telah mereka terima tidak lagi menjadi motivator
produktivitas, melainkan hal wajar yang menjadi hak mereka (tanpa
mengingat tanggung jawab yang melekat pada hak tersebut); demi-
kianlah seterusnya.
Sedangkan dengan menggunakan sistem kompensasi meritokratis,
perusahaan bukan hanya merangsang motivasi untuk berprestasi,
melainkan juga menyangga tingkat produktivitas ke level yang diha-
rapkan, dengan uang dan sistem penghargaan sebagai motivatornya.
Dengan pengeluaran nilai uang yang sama, perusahaan akan men-
dapatkan produktivitas yang lebih tinggi, dibandingkan dengan
sistem fixed income. Dan dengan penambahan pengeluaran variabel,
perusahaan akan dengan segera dan pasti, mendapatkan tambahan
produktivitas variabel dari pekerjanya.
Contoh: Jika contoh sebelumnya pekerja mendapat penghasilan
tetap Rp. 1OOX dengan output 1 OX, maka dengan sistem kompensasi
meritokratis, metodenya adalah sebagai berikut:
Gaji tetap/pokok adalah Rp.60,-
Tunjangan harian (makan, transportasi) adalah Rp.20,-
101
Tunjangan produktivitas adalah Rp.20,- (jika mencapai target
output 10X)
Tunjangan prestasi adalah Rp.5,- atas setiap penambahan IX out-
put, (dengan asumsi bahwa output ideal maksinial per pekerja
adalah 16X)
Maka jika kita kalkulasi, total biaya yang perusahaan akan dike-
luarkan untuk output per pekerja 16X adalah Rp.130,-. Sedangkan
jika pekerja tidak meningkatkan output-nya. dari target standar, per-
usahaan membayar Rp.100,- untuk output 10X.
Manfaat utama lainnya ialah bahwa jika pekerja menurunkan
produktivitasnya, misalnya dari 16X menjadi 12X, maka secara logis
dan otomatis, take-home-pay-nya. juga menurun, dari Rp.130,- men-
jadi Rp.110,-. Jika pekerja mengeluh, tinggal diingatkan, "Jangan
mengeluh kepada perusahaan, tapi beritahu dirimu sendiri, agar te-
tap perform?' Bahkan jika pekerja mangkir (tidak masuk kerja tanpa
alasan apa pun), maka tunjangan harian tidak perlu dibayarkan, ka-
rena tunjangan itu dibayarkan berdasarkan bukti kehadiran (mesin
absensi plus paraf atasan. Jangan hanya mengandalkan mesin absensi,
karena bisa dilakukan oleh rekan kerjanya).
Coba bandingkan dengan sistem sebelumnya, yang tetap membayar
pekerja Rp.100,- untuk kinerja yang tidak menentu, baik kepada pe-
kerja rajin maupun malas. Atau yang membayar Rp.120,- untuk
janji peningkatan produktivitas 13X, yang sulit bisa berlangsung la-
ma atau konsisten, karena tergantung kepada motivasi pekerja.
Sebagai tambahan upaya untuk memelihara suasana kerja yang
motivational, sebaiknya pimpinan perusahaan rnemberlakukan sistem
evaluasi kinerja dan memberikan extra reward bagi pekerja yang
memberikan kontribusi ekstra. Misalnya dibuatkan kotak saran, agar
bagi pekerja yang mempunyai ide untuk meningkatkan produktivitas
(baik kinerja individu maupun kelompok), baik mencegah kesalahan,
meningkatkan efisiensi, mengurangi pemborosan (waktu, tenaga,
material) atau ide baru lainnya, perusahaan akan memberikan peng-
hargaan, baik berupa piagam penghargaan maupun dengan pemberian
102
uang (bisa mulai Rp 50.000,- sampai sekian juta rupiah, tergantung
manfaat ide).
Hal di atas dimaksudkan untuk memastikan agar terjadi continu-
ous improvement dan continuous innovation di dalam perusahaan
secara pragmatis, yang akan meningkatkan daya saing dan profitabilitas
bisnis.
Penghargaan itu akan diberikan langsung oleh pimpinan per-
usahaan setiap kwartal atau setiap semester sekali (namun jangan se-
tahun sekali, karena terlalu lama. Bagaimana mungkin pekerja bisa
akrab dan merasa at home jika melihat pimpinannya setahun sekali?).
Andaikan perusahaan mempunyai pekerja yang banyak dan terbagi
menjadi 3 shift, pimpinan perusahaan itu juga sebaiknya melakukan
acara itu di ketiga shift. Jika perusahaan mempunyai keuntungan
yang bagus, idealnya acara temu wicara itu juga disertai dengan acara
makan bersama (pemberian nasi bungkus). Ingat, sekalipun per-
usahaan mengeluarkan biaya ekstra, namun manfaat yang akan di-
terima jauh lebih besar dibandingkan dengan pengorbanannya. Per-
tama, para pekerja akan merasa senang dan bangga karena diperhatikan
dan "dianggap" oleh pimpinan perusahaannya, sehingga bisa me-
numbuhkan sense of belonging. Kedua, bagi pekerja yang peng-
hasilannya hanya cukup untuk hidup, mendapatkan makan siang
gratis mempunyai kesenangan tersendiri, apalagi diberikan oleh pim-
pinan perusahaannya. Ketiga, jika ada pemberian penghargaan di
tengah massa oleh pimpinan perusahaan, itu adalah hal yang sangat
membanggakan bagi yang menerimanya, sehingga merangsang pekerja
lain agar di lain hari juga bisa memperolehnya juga. Keempat, tatap
muka dan komunikasi antar-pimpinan perusahaan dan karyawan se-
macam itu bisa memperakrab hubungan dan mencegah mis-
communication, sehingga menghindari provokator yang bisa menghasut
pekerja untuk demo atau mogok kerja.
Pertimbangkanlah, hanya dengan menyisihkan waktu 30 menit
sampai 60 menit waktu makan, sekali dalam satu kwartal atau sese-
mester, perusahaan (pimpinan maupun pekerja) akan mendapatkan
manfaat yang sedemikian besar.
Tetapi, bila anda seorang karyawan, cara termudah dan terbenar
untuk menjadi kaya adalah dengan menjadi pengusaha, bukan
103
menjadi karyawan. Bagaimanapun tinggi dan hebatnya posisi karya-
wan, tetap ia adalah pemakan gaji, yang tentu penghasilannya kalah
besar dengan bosnya.
104
Tips #4
Demokrasi Tanpa Kesadaran
Hukum = Anarki
105
jadi sorotan publik—khususnya masyarakat internasional—maka
dicarilah cara agar terkesan ada tindakan hukum, sekalipun
prosesnya mengambang sampai kemudian terlupakan.
3. Indonesia adalah negara agamis. Sekalipun bukan negara agama,
namun dalam praktek, isu agama sangat kental dalam kehidupan
sehari-hari, yang mempengaruhi perilaku politik maupun eko-
nomi. Sayangnya, filosofi fundamental dari azas demokrasi dan
agama sangat bertentangan. Demokrasi mempropagandakan ke-
bebasan berpikir, berpendapat dan independensi individu, tanpa
sanksi atau kutukan apa pun terhadap individu yang berani tampil
beda, termasuk memilih untuk tidak beragama atau tidak ber-
tuhan, selama tidak mengganggu orang lain. Dengan kata lain,
individu berkuasa atas filosofi, atau rakyat berkuasa atas negara.
Sedangkan agama lebih menekankan ketaatan dan keterikatan
kepada norma kepercayaan yang dianut dan kepada pemimpin
spiritualnya, serta terkesan memberangus kemerdekaan individu
ke dalam kebijakan dan kepercayaan kolektif, dengan ancaman
dan kutukan bagi pengikut yang membangkang, atau menyim-
pangkan dogma dan doktrin, apalagi murtad. Dengan kata lain,
individu dikuasai oleh filosofi, dan pemimpin adalah penguasa
umat. Menurut pengamatan saya, demokrasi dan agama seperti
air dengan minyak, ti-dak akan bisa menyatu, kecuali dilakukan
modifikasi, seperti yang akan saya sarankan di bawah ini.
106
formasi atau demokrasi ini, tindakan seperti itu nampaknya halal
saja.
Harus diingat bahwa pernyataan saya di atas amat situasional, ter-
ikat oleh kondisi konkret masyarakat kita. Artinya, pandangan ini
akan saya revisi bila kondisi masyarakat kita berubah. Dan menurut
saya, sebelum proses demokrasi digulirkan terus, perangkat hukum
dan law enforcement harus diberdayakan terlebih dahulu, kemudian
masyarakat dididik tentang apa dan bagaimana seharusnya berde-
mokrasi itu. Apa yang boleh dan patut, serta apa yang tidak boleh
dan melanggar hukum. Beritahu juga apa sanksinya jika ada orang
yang karena kebebasannya telah melanggar kebebasan orang lain,
yakni: dituntut secara hukum, dengan konsekuensi membayar denda
atau masuk bui!
Saya beri contoh kasus nyata tentang apa yang saya maksud: Pada
hari Rabu, 2 Februari 2000 di TV3 New Zealand ditayangkan acara
"Airport" yang menggambarkan aktivitas faktual badara Heathrow
London. Dalam suatu antrean di check-in counter, ada seorang pria
Iran yang karena kesal atau sedang bad-moodberkata, "Shit" kepada
pengantre di belakangnya seorang wanita kulit putih. Wanita itu
berkata kepada pria Iran itu, "You insulted me!" dan kemudian pergi
mencari polisi bandara serta menceritakan kejadian tersebut. Segera
setelah itu polisi bandara itu menghampiri pria Iran yang tetap
sedang mengantre dan berkata, "Saya mendapat laporan bahwa anda
telah menghina wanita ini, boleh lihat paspor anda?" Terlihat di layar
televisi bahwa pria itu sangat kesal dan menendang-nendang
kopernya sambil mengeluarkan perkataan dengan bahasa yang tidak
dimengerti. Polisi itu berkata kepada pria Iran itu, "Jagalah perilaku
anda. Jangan sampai saya pun menuntut anda telah menghina saya!"
Akhirnya pria Iran dan wanita yang menggugatnya berurusan
dengan hukum. Jika kasus itu diteruskan ke pengadilan, pria Iran itu
bisa dikenakan denda atau hukuman penjara maksimal dua tahun,
hanya karena telah berkata, "Shid"
Itulah salah satu contoh implementasi kehidupan dalam negara
dan masyarakat yang demokratis.
107
Jadi, jika ada orang atau sekelompok orang yang mengorganisir
pertemuan massa, apakah untuk memprotes kebijakan ataupun pe-
ristiwa tertentu, itu sah-sah saja, selama esensi aksi itu mempunyai
landasan hukum yang benar dan kuat, serta dilaksanakan secara
tertib dan tidak mengganggu orang lain. Namun jika orasi ataupun
protes tersebut tidak berdasar, hal itu bisa dikategorikan sebagai tin-
dakan memfitnah atau menghasut, sehingga pelakunya dapat dituntut
secara hukum. Bahkan jika ternyata aksi demonstrasi massa tersebut
menimbulkan ekses negatif, misalnya perkelahian massal, tindak kri-
minal seperti pembakaran dan atau penjarahan harta milik orang
lain, maka bukan hanya pelakunya yang akan diseret ke pengadilan,
melainkan juga organisernya akan dituntut pertanggungjawabannya
dengan biaya ganti rugi dan atau masuk penjara!
Dengan cara ini, setiap orang yang hendak mengerahkan massa
untuk menyampaikan aspirasinya akan berpikir tiga kali sebelum
bertindak, sebab dia/mereka harus memperhitungkan risikonya, dan
tentunya tidak lagi bisa mengkambinghitamkan provokator atau pi-
hak ketiga, dan sebagainya, untuk berdalih dan melepas tanggung ja-
wab.
Nah, agar tidak ada seorang pun yang salah kaprah terhadap arti
demokrasi, maka ada baiknya jika saya sampaikan esensinya secara
mudah.
Menurut kamus, demokrasi artinya, "pemerintahan oleh rakyat, di
mana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat atau perwakilan
yang dipilih dengan sistem bebas. " Kalau menurut Abraham Lincoln,
demokrasi adalah pemerintahan "of the people, by the people, and for
the people."
Demokrasi adalah juga kebebasan yang diinstitusionalisasikan,
yang bercirikan, pemerintahan yang konstitusional, hak asasi manusia,
dan persamaan di hadapan hukum.
Dalam masyarakat yang demokratis, peranan mayoritas harus di-
sertai garansi atas hak asasi individual, serta perlindungan hak mi-
noritas—entah etnis, agama, atau politik. Hak kaum minoritas tidak
tergantung pada itikad baik mayoritas, serta tidak bisa dieliminasi
oleh voting mayoritas. Hak minoritas diproteksi karena hukum de-
108
mokratik dan institusi memang melindungi hak-hak semua warga
negara.
Freedom of speech and expression adalah seperti aliran darah bagi
demokrasi. Untuk berdebat dan memilih, untuk berserikat dan
memprotes, untuk menjamin keadilan bagi semua, harus dapat
mengalir lancar tanpa hambatan apa pun. Jadi penekanannya ialah
kebebasan dan hak untuk berkumpul, memprotes dan menuntut
perubahan, yang semuanya dilakukan secara damai. Dan pemerintahan
demokratis tidak boleh melarang hal itu; maksimum hanya mengatur
agar hal itu terjadi secara tertib dan damai, agar tidak mengganggu
kepentingan orang lain.
Freedom of religion, artinya, tidak ada seorang pun yang boleh di-
haruskan untuk mengakui agama atau kepercayaan apa pun jika
tidak sesuai keinginannya. Dan tidak ada seorang pun yang boleh di-
hukum dengan cara apa pun oleh sebab pilihannya atas sesuatu
agama, atau jika ia memilih untuk tidak beragama. Negara yang de-
mokratis menyadari bahwa hal kepercayaan atau agama adalah ma-
salah pribadi individual. Jadi negara atau siapa pun juga tidak boleh
menyuruh seseorang untuk percaya kepada sesuatu agama, atau un-
tuk berdoa, jika hal itu bukan merupakan keinginannya pribadi; ter-
masuk di dalamnya, anak-anak pun tidak boleh dipaksa untuk ber-
sekolah di suatu sekolah agama tertentu.
The right to equality before the law, atau equal protection of the law
juga merupakan fundamental dalam negara yang adil dan demokratis.
Apakah si kaya atau si miskin, etnis mayoritas atau agama minoritas,
sekutu politik atau oposan, semuanya mendapat hak proteksi yang
sama di hadapan hukum. Tidak ada seorang pun yang superior ter-
hadap hukum. Warga negara yang demokratis tunduk kepada hu-
kum, karena mereka menyadari bahwa bagaimanapun juga secara ti-
dak langsung merekalah yang membuat hukum.
Sesungguhnya, jika menilik makna dan praktek demokrasi, yang
kita perlukan sebenarnya adalah "Demokrasi Terpimpin", atau
"Demokrasi Pancasila", dan bukan demokrasi ala Amerika. Maaf,
konsep-konsep itu terkesan sumbang karena praktek yang sebenarnya
jauh dari esensi cita-cita, tetapi sebenarnya konsep itu memiliki
109
muatan yang memang bagus dan perlu. Perlu diingat bahwa In-
donesia bukanlah Amerika. Dari banyak aspek kita nyaris berbeda
total dengan mereka. Indonesia baru merdeka setengah abad lebih
sedikit, sedangkan Amerika sudah berdiri lebih dari dua abad. Dulu
pun Amerika tidak demokratis, bahkan sangat diskriminatif rasialis.
Lagipula, apa bagusnya demokrasi jika akhirnya menjurus kepada
kebebasan amoralis? Lihatlah negara-negara Barat yang katanya
menjunjung tinggi demokrasi, bagaimana kehidupan masyarakatnya?
Dingin, individualistik, free-sex, perpecahan keluarga, drugs, dan
"nyaris tidak bertuhan"! Apakah kita mau seperti mereka?
Dengan Demokrasi Pancasila artinya, kita bebas untuk menjadi
apa saja, dan atau melakukan apa saja, selama di dalam konteks ber-
kepribadian pancasilais. Sebagai contoh, siapa pun bebas untuk
mempercayai apa saja, selama di dalam konteks ketuhanan; jadi tidak
boleh menjadi atheis, atau amoralis. Di banyak negara Barat yang ka-
tanya demokratis, orang boleh percaya Tuhan boleh tidak, bahkan
boleh percaya dan menyembah setan. Orang boleh free-sex dengan la-
wan jenis maupun sesama jenis, dan bahkan perkawinan sesama jenis
dilegalkan.
Jika anda berpikir bahwa Demokrasi Pancasila adalah seperti yang
diterapkan oleh Orde Baru, itu keliru besar. Orba memang meng-
kampanyekan Demokrasi dan Pancasila, namun hanya sebatas slogan
dan penataran, dan sama sekali tidak sampai tindakan praktis, apa-
lagi teladan dari "atas".
Sedangkan yang saya maksud dengan Demokrasi Pancasila adalah
memang benar-benar negara dan masyarakat yang berlandaskan sis-
tem demokrasi—yakni yang menghargai hak dan kebebasan individu
serta supremasi hukum—namun dalam konteks Pancasila. Artinya,
demokrasi itu harus mengacu kepada lima sila, yakni:
110
Harap diingat, beberapa pemikir dan pencetus demokrasi dan
human right itu adalah secular humanist, existentialist, yang tidak
percaya agama dan tidak perduli Tuhan.
2. Harus "Berperikemanusiaan yang adil dan beradab"; jadi tidak
boleh ada tindakan sewenang-wenang seperti hukum rimba, siapa
kuat dia menang. Jika ada yang bersalah, proses hukumlah yang
akan memutuskan status dan hukumannya. Perlu kita renungkan
dan ambil hikmahnya, bahwa sejak tragedi medio Mei 1998,
bangsa kita yang terkenal ramah, sopan dan toleran, telah men-
dapat cercaan—baik dari dalam negeri maupun luar negeri—se-
bagai bangsa yang biadab, yang masyarakatnya seolah-olah "ber-
darah dingin", yang mampu menjarah dan membakar harta orang
lain, bahkan sesamanya, sambil tertawa riang, yang mampu meng-
aniaya; bahkan memperkosa massal orang yang tidak relevan ber-
salah, dengan suka cita (semua kebiadaban itu terdokumentasi
dan ditayangkan di media cetak maupun elektronik internasional).
Itu bukanlah kemanusiaan yang adil apalagi beradab!
3. Harus "Persatuan Indonesia"; kita perlu mewaspadai siapa pun
juga—baik pihak-pihak dari luar negeri maupun tokoh-tokoh
masyarakat kita—yang berniat untuk menghancurkan bangsa kita
dengan alasan apa pun, termasuk demokrasi atau reformasi atau
federalisme. Jangan terjebak dengan isu demokrasi sehingga kita
meniru Uni Soviet, dari negara adidaya menjadi negara miskin
babak belur terpecah belah. Demokrasi memperbolehkan warga
menuntut hak atau memprotes apa saja, selama dalam konteks
persatuan Indonesia, sehingga ide untuk meminta opsi merdeka
dari negara kesatuan RI harus dilarang. Jika membandel, harus
ditindak tegas dan diperlakukan sebagai pemberontak! Dalam hal
ini, jangan takut terhadap pihak mana pun, sebab jika ada negara
asing—Amerika sekalipun—yang mengecam tindakan represif me-
nentang pemberontak, telah mengintervensi urusan dalam negeri
negara lain, dan mereka salah. Apalagi jika yang memprotes adalah
oknum DPR/MPR kita sendiri, maka orang yang memprotes itu
bisa disebut pengkhianat bangsa, dan bukan warga negara Indo-
111
nesia yang baik. Jadi demi nama rakyat Indonesia, orang itu
harus diberhentikan sebagai wakil rakyat.
4. Harus "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan"; sebagai mana halnya dalam
negara demokratis, wakil rakyat dipilih oleh rakyat. Jadi tidak ada
yang boleh menjadi wakil rakyat tanpa dipilih oleh rakyat (diangkat
misalnya); dan sesuai namanya, wakil rakyat, anggota DPR/MPR
harus berperilaku sebagaimana rakyat yang diwakilinya—jadi
jangan tunduknya kepada pimpinan partai atau atasan—agar ji-
ka masyarakat mempunyai aspirasi ataupun keluhan dapat di-
sampaikan kepada wakilnya di DPR. Sebab jika DPR mandul,
akan tinibul "Parlemen Jalanan", yang seharusnya membuat DPR/
MPR malu, karena telah terjadi distorsi antara rakyat dan "wa-
kilnya". Penting diingat bahwa DPR/MPR harus memimpin
dengan hikmat kebijaksanaan. Jadi bukan "asbun" (asal bunyi)
atau "asal" (asal vokal) atau "asin" (asal interupsi), yang meng-
indikasikan kurang hikmat. Pada jaman orba wakil rakyatnya ter-
lalu sunyi karena hanya bisa mengangguk-angguk tanda setuju
dan mengantuk, namun pada jaman reformasi terlalu nyaring se-
perti ayam jago, dan mudah tersinggung. Seharusnya sebelum
berbunyi, dipikirkan dulu benar tidaknya, relevan tidaknya, dan
untung ruginya, serta hikmat bijaksana atau tidaknya. Berhikmat
juga berarti tidak usil, tidak diskriminatif, tidak berlagak terhormat,
dan tentunya tidak arogan; yang paling penting, sebagai wakil
rakyat, janganlah mempunyai kebencian atau sentimen terhadap
rakyatnya sendiri, misalnya kelompok minoritas tertentu yang
berbeda suku, agama, ras, atau golongan politiknya. Berhikmat
juga berarti bisa berbeda dalam persamaan, dan bersama dalam
perbedaan, karena, manusia dan kehidupan bermasyarakat itu
bukan produk seragam kodian hasil konveksi.
5. Harus "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Adil artinya
tidak berat sebelah, seperti neraca adalah seimbang. Jadi peme-
rintah harus memperhatikan dan membantu bukan hanya orang
besar namun juga orang kecil, bukan hanya orang kota, namun
juga orang desa, bukan hanya pria namun juga wanita, bukan
112
hanya orang tua namun juga orang muda, bukan hanya sekutu
politik namun juga oposan, bukan hanya yang seagama namun
juga yang beragama lain, bukan hanya yang sesuku namun juga
dari suku lain. Demikian juga sebaliknya, jika ada yang bersalah
dan perlu dihukum, tidak ada lagi diskriminasi atau pilih kasih.
Kaya atau miskin, kawan atau lawan, jika bersalah harus dihukum,
dan jika benar harus dibela. Tidak ada lagi yang bisa membeli ke-
adilan dengan uang atau tekanan kekuasaan. Itulah artinya ber-
keadilan sosial, dan itulah salah satu praktek demokrasi; dan kita,
Indonesia, masih sangat jauuuuuuuhh sekali dari keadilan sosial
semacam itu (kecuali jalan Keadilan, memang dekat dengan jalan
Hayam Wuruk dan Gajah Mada di Jakarta Kota), karena kita
masih "memandang muka penguasa" dan "memandang uang".
113
memprotes siapa saja yang tidak disukainya, atau yang dipesan oleh
orang tertentu untuk melakukan demo. Bahkan pertemuan massa
merupakan event yang rawan tindak anarki.
Jika suatu negara terus-menerus diteror dengan berbagai aksi
unjuk rasa dan pernyataan-pernyataan politik yang mengiriskan hati,
bagaimana ekonomi bisa cepat pulih? Bagaimana orang mau datang
ke Indonesia dan berinvestasi? Bagaimana masyarakat bisa hidup
tenang, damai dan beraktivitas? Jika semua orang mengurung diri di
rumah—dan dananya diparkir di luar negeri—karena takut isu
kerusuhan dan/atau penjarahan, bagaimana bisnis bisa berjalan baik?
Jika tidak ada bisnis, ekonomi akan macet, karyawan di-PHK,
pengangguran meningkat, tindak kriminal meningkat, rasa aman
hilang. Ujungnya adalah kehancuran negara.
Para pemimpin negara Cina mahfum betul akan risiko itu,
sehingga sekalipun ditekan oleh Amerika agar lebih demokratis dan
lebih meningkatkan HAM, Cina bersikeras untuk menjalankan
negaranya dengan caranya sendiri. Cina bisa dan berani bertindak
seperti itu, karena Cina bangsa yang besar dengan ekonomi dan
militer yang kuat. Amerika atau negara mana pun juga akan berpikir
tigapuluh kali untuk "mengusik naga tidur". Indonesia pun sebenarnya
bisa bertindak tegas dan mandiri terhadap tekanan negara asing,
dengan syarat... jangan mengemis utang! Jadilah negara yang
berkarakter, kuat, dan punya keunggulan kompetitif global. Dengan
modal kekayaan alam dan populasi penduduk keempat terbesar di
dunia, kepemimpinan yang benefisial, serta dukungan seluruh rakyat
Indonesia, kita bisa menjadi negara hebat!!
Di bawah ini saya sampaikan kutipan artikel yang banyak
diberitakan media massa pada tanggal 31 Januari 2000:
114
Cina: AS Jangan Coba-Coba Dukung Resolusi And Cina
BEIJING — Cina memperingatkan Amerika Serikat agar negara adi-
daya ini tidak coba-coba mendukung resolusi bak asasi manusia (ELAM)
di Komisi HAM PBB di Jenewa.
Menurut wakil Menlu Wang Guangya, dialog bilateral HAM akan merig-
alami kemunduran serius jika AS mendukung resolusi HAM yang me-
ngecam pelaksanaan HAM di Cina. Resolusi ini rencananya bakal di-
ajukan ke Komisi HAM PBB Maret 2000.
"Sebuab dialog mengenai HAM antara Cina dan AS tidak akan
mungkin jika tidak ada langkab konkret yang diambil oleb AS untuk
menekan efek yang merugikan atas resolusi anti-Cina tersebut," tutur
Wang dikutip barian resmi Cina, Cbina Daily.
Menurut Wang, rencana AS untuk "mengecam" HAM Cina tidak ber-
dasarkan kebenaran. Pasalnya, kata Wang, "Cina kini berada pada situasi
HAM yang terbaik dalani sejarab."
"Warga Cina telab memiliki kebidupan bak sosial, ekonomi, dan budaya
yang lebib baik," ujarnya. Wang menuding "pasukan anti-Cina" di AS
menggunakan HAM sebagai alasan untuk merusak stabilitas politik dan
pembangunan Cina.
"Konrrontasi tidak akan menyelesaikan masalab apa pun," ujar Wang
sambil melanjutkan, "Sebarusnya tak satu pun coba-coba menjadi guru
bagi yang lainnya.
"Perbedaan antara negara maju dan negara berkembang mengenai HAM
sebarusnya tidak menjadi pengbalang bagi perkembangan bubungan me-
reka, tidak juga menjadi alat untuk mencampuri urusan dalam negeri pi-
bak lain," tegasnya.
Wang kemudian meriunjuk pada contob kasus di AS, babwa Kongres AS
masib belum meratirikasi Perjanjian Internasional atas Hak Ekonomi,
Sosial, dan Budaya. Kongres AS babkan memerlukan waktu bertabun-
tabun sebelum meratirikasi Perjanjian Hak Sipil dan Politik. Wang me-
nuding AS menetapkan standar ganda — menggunakan pasukan militer
untuk sekte pemujaan Brancb Davidian namun mengkritik aksi Cina
terbadap Falun Gong.
Pekan lalu, jurubicara AS James Rubin menyatakan HAM Cina mem-
buruk. Washington, katanya, akan mendukung resolusi yang mengkritik
Beijing di Komisi HAM PBB. Rubin menyinggung masalab sikap keras
Cina terbadap gerakan terlarang Falun Gong dan pembatasan kebebasan
berbicara, berbeda pendapat, dan beragama di negeri Tirai Bambu ini.
Beberapa tabun terakbir, AS bersikap plin-plan mengenai resolusi HAM
ini. Pada 1998, AS sempat menyatakan tidak akan mendukung resolusi
serupa karena menilai HAM di Cina mengalami perbaikan. Namun
Wasbington mendesak pengajuan resolusi tersebut meski kemudian gagal
memperoleb dukungan dari Eropa.
115
Jadi, tidaklah berlebihan jika kita sebaiknya tidak menerapkan
demokrasi ala Barat, melainkan demokrasi ala Indonesia, agar kita
tetap dapat mempertahankan nilai-nilai ketuhanan dan ketimuran
kita, sekaligus dapat menegakkan sisteni demokrasi yang menghargai
hak asasi manusia serta supremasi hukum.
Sebab, jika isu reformasi atau demokrasi yang menurut saya masih
liar itu dibiarkan tanpa kendali, maka masyarakat Indonesia bisa
rusak dan hancur. Sebab kebanyakan masyarakat kita masih hidup di
bawah garis kemiskinan dan kebodohan, apalagi di zaman krisis,
banyak orang di-PHK dan menganggur, padahal biaya hidup se-
makin melangit. Jangankan orang yang memang berwatak jahat,
orang saleh pun bisa lebih mudah khilaf dan berbuat kriminal demi
mempertahankan hidup, dan mudah pula dihasut dan ditunggangi
oleh oportunis (biasanya adalah orang, atau kakitangan orang, yang
ingin tetap berkuasa, atau yang bernafsu ingin segera berkuasa; me-
reka biasanya adalah public figure atau pemimpin organisasi tertentu,
yang bisa memanfaatkan media massa atau massa untuk menyalurkan
pendapatnya yang sering kali provokatif) yang menyalahgunakan ka-
ta demokrasi dan reformasi untuk mencapai tujuannya. Lihatlah be-
tapa takutnya masyarakat awam kita terhadap kumpulan massa, se-
bab sewaktu-waktu acara pertemuan massa apa saja (apakah agama,
apakah hiburan) bisa berakhir dengan kerusuhan, pembakaran, dan
penjarahan harta milik orang lain yang tidak ada sangkut pautnya.
Sialnya, aparat penegak hukum seperti polisi dan tentara juga te-
lah termakan teror kata demokrasi dan hak asasi manusia (HAM) se-
hingga tidak berani bertindak tegas terhadap orang konyol yang per-
nyataan dan perilakunya menjurus provokasi massa untuk memicu
instabilitas politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Jika pemerintah dan/atau aparat keamanan mulai akan bertindak
tegas, "provokator" (predikat ini bisa saja adalah orang terhormat
yang menjabat posisi penting, atau pengamat yang populer, atau si-
apa saja yang mempunyai peluang menggunakan media massa untuk
menyampaikan pernyataannya) itu mulai mengancam dengan istilah
klise, "Mau memberangus demokrasi? Ini jaman reformasi, dan bu-
kan Orba!"
116
Saran saya kepada orang yang bermain-main dengan kata de-
mokrasi, "Jangan munafik, atau jangan tolol. Belajarlah berdemokrasi.
Kalau anda hendak dihargai, hargailah juga orang lain. Janganlah ke-
bebasan anda menjarah kebebasan orang lain, itu anarkis dan bukan
demokratis!"
Bagi pakar atau aparat penegak hukum, bisakah membantu
dengan cara memikirkan, cara menyeret 'orang-orang besar dan ber-
kedudukan terhormat' yang pernyataannya sering bernada provokasi
dan menghasut masyarakat untuk menjatuhkan pemerintah tanpa
alasan sehat dan menimbulkan keresahan, agar bisa kita gugat, tang-
kap, dan masukkan penjara?!
Saya bukan pembela pemerintah, namun saya tidak suka jika pe-
merintah yang sah ini digoyang terus dengan berbagai macam isu se-
tiap hari, karena masyarakat akan terus resah, investor takut, dunia
usaha lesu, dan kita semua bisa semakin susah! Para provokator dan
oportunis politik itu memang enak. Mereka mempunyai penghasilan
dan kedudukan yang bagus, dan mempunyai cadangan dana. Seka-
lipun ekonomi Indonesia morat-marit dan situasi sosial politik gon-
jang-ganjing, mereka akan tetap bisa makan kenyang dan ter-
senyum. Tapi bagaimana dengan rakyat banyak? Apakah mereka ma-
sih kurang miskin sehingga belum perlu diberikan pekerjaan dan
penghasilan?! Apakah mereka belum cukup menderita dan tertekan,
sehingga masih perlu diteror dengan keresahan dan provokasi setiap
hari?! Tidak berhakkah rakyat sebagai pemilik tanah air dan Re-
publik Indonesia ini hidup tenang, damai, aman, tenteram dan se-
jahtera? Bisakah kita meminta bantuan insan pers agar memboikot
para provokator dan demonstran agar tidak menjadi berita, at least
untuk sementara waktu? Agar suasana terasa lebih sejuk dan kon-
dusif, at least untuk sementara waktu?
117
Tips #5
Cara Praktis Memberantas KKN
118
asistennya menjelaskan bahwa itu adalah uang tanda jasa dari pe-
ngusaha anu untuk terus menggarap proyek di area tersebut. Ketika
si "A" menolak menandatangani dokumen tersebut karena men-
curigai adanya praktek yang merugikan rakyat dan negara dari
proyek tersebut, asistennya mengingatkan, "Sebaiknya diterima saja
pak, seperti yang sudah berlangsung bertahun-tahun, agar senang sa-
ma senang, sebab jika tidak, akibatnya bisa runyam!" Namun si "A"
bersikeras menolak, bahkan berniat untuk menyelidiki kasus tersebut.
Dan apa yang terjadi? Asistennya itu melaporkan prilaku si "A" ter-
sebut kepada si pengusaha anu. Dan si pengusaha anu yang ternyata
telah mempunyai hubungan yang erat dengan gubernur yang meng-
angkat si "A", melaporkan hal tersebut untuk ditindaklanjuti. Se-
lanjutnya, gubernur itu menghubungi si walikota "A" dengan dua
permintaan: Pertama, jangan merusak sistem maupun hubungan
yang telah berlangsung sejak zaman dahulu kala dengan perilaku
'aneh-aneh', atau pilihan kedua adalah berhenti menjadi walikota!
Nah, pilihan ada pada si "A". Jika ia bersikeras menjadi idealis,
maka dengan berbagai macam alasan, secara tiba-tiba ia akan 'di-
gusur', dan posisinya akan digantikan oleh orang lain. Bagaimanapun
si "A" berupaya mengadukan nasibnya, dan/atau mem-beberkan ka-
susnya kepada pejabat yang lebih tinggi, misalnya (sekali lagi misal-
nya) kepada para pejabat tinggi negara, hal itu hanyalah menjadi se-
perti membuang garam ke laut. Bahkan andaikan si "A" mengadu
kepada wartawan dan kasusnya dimuat, baik si "A" maupun media
yang memuat berita itu akan celaka, karena bisa digugat oleh banyak
orang dengan tuduhan memfitnah, mencemarkan nama baik, dan
dituntut ganti rugi milyaran rupiah. Mengapa? Sebab kasus KKN itu
sulit dibuktikan secara legal, karena biasanya justru tidak ada bukti
yang jelas. Dan jika tanpa bukti, hal itu bisa dianggap sebagai fitnah,
bukan?
Alternatif kedua untuk menggusur si "A" adalah dengan cara me-
lakukan konspirasi. Diatur sekelompok orang yang terdiri dari ba-
wahan dan atasan si "A" serta orang bayaran lain yang menjadi peran
pengusaha, untuk membuat pengaduan atau tuduhan palsu yang
mengatakan bahwa si "A" terlibat praktek korupsi atau pemerasan.
119
Sebelumnya telah diatur agar si peran pengusaha mentransfer se-
jumlah uang ke rekening pribadi si "A" (yang nomornya telah di-
ketahui oleh bawahan "A"), dan kemudian mengadukan hal itu ke-
pada atasan si "A" yang mengatur agar kasus itu terkuak oleh media
massa. Setelah itu barulah si "A" dimintai pertanggungjawaban, baik
secara organisatoris maupun secara hukum. Sekalipun si "A" bersum-
pah demi langit atau demi bumi, atau demi apa saja, dirinya akan
kalah, karena kasusnya diberatkan oleh "saksi-saksi" yang terdiri dari
bawahannya maupun atasannya sendiri, belum lagi bukti transfer di
rekening banknya. Jika hal itu kurang kuat, bisa saja konspirasi di-
perluas sampai melibatkan aparat hukum lainnya, yang dengan se-
nang hati membantu, karena si "A" dianggap sebagai "duri dalam
daging!" oleh banyak orang.
Dan asal tahu saja, sekalipun motivasi dan tujuan si "A" adalah
baik, benar, dan mulia, yakni menegakkan keadilan dan kebenaran,
namun melawan kejahatan yang bersifat struktural memang sungguh
berat, dan jarang ada orang yang berani mendukung dan membelanya.
Pilihan yang paling manusiawi dan yang paling digemari ialah:
ikut korup! Seperti kata pepatah, "Saiki jaman edan yen ora melu
edan ora keduman'—sekarung ini jaman edan, kalau tidak ikutan edan
tak akan dapet bagian. Jika hati nurani si "A" awalnya mengingatkan
bahwa perbuatan korup adalah tidak baik, ia akan berkilah bahwa ia
tidak bisa berbuat apa-apa. la telah mencoba berbuat benar, namun
terkendala oleh banyak orang dan lingkungan, sehingga menurut-
nya ikut korup adalah alternatif terbaik.
Paling hebat, jika si "A" itu memang mempunyai karakter yang
cukup baik, ia memilih bersikap 'menutup sebelah mata atas peri-
laku korup para atasan maupun bawahannya, dan terus memper-
tahankan jabatannya sampai selesai, karena bukankah untuk mencapai
jabatan walikota itu memerlukan perjuangan keras selama bertahun-
tahun? Itulah mungkin sebabnya kenapa banyak mantan pejabat
yang ketika masih aktif tidak banyak suara, namun ketika sudah pen-
siun (atau diberhentikan) bersuara vokal mencerca atau menasihati
pejabat pemerintahan yang korup.
120
Begitulah kira-kira analogi yang bisa saya gambarkan tentang ba-
gaimana susahnya memberantas perilaku korup. Hal itu bisa ber-
tambah buruk dan kusut jika analogi skenario dibuat lebih kejam,
misalnya (sekali lagi hanya misalnya) jika cara seseorang mendapat
jabatan adalah dengan praktek upeti, atau lelang, atau politik uang
misalnya: untuk menjabat posisi "SMP" ('sekolah menengah pertama',
saya analogikan dengan istilah dunia pendidikan agar tidak me-
nyinggung siapa pun) harus memberi upeti sekian puluh juta rupiah
kepada "SMU"; sedangkan untuk menjadi "SMU" harus memberikan
upeti sekian ratus juta rupiah kepada "Bachelor"; sedangkan untuk
menjadi "Bachelor" harus memberikan upeti sekian milyar rupiah
kepada "Master", dan untuk menjadi "Master" harus memberikan
upeti sekian ratus milyar kepada "Doctor".
Karena posisi yang didapat telah mengeluarkan biaya yang tidak
sedikit, maka tidaklah mengherankan jika setelah menjabat akan se-
segera dan seserakah mungkin menumpuk kekayaan dengan praktek
KKN, karena ibarat bisnis, mereka harus mendapat ROI (return on
investment) yang memuaskan. Dan karena praktek upeti yang sede-
mikian luas dari bawah ke atas dari kiri ke kanan, maka perbuatan
korup adalah mustahil diberantas dalam waktu singkat.
Menurut hemat saya, andaikan aksi antikorupsi diberlakukan de-
ngan ketat mulai sekarang, diperlukan waktu sampai punahnya tiga
generasi (pejabat yang sekarang disebut sebagai kakek, anaknya yang
mungkin telah juga menjadi pejabat, dan cucunya yang telah belajar
atau mengamati perilaku ayah dan kakeknya) baru perilaku korup
bisa dikurangi sampai tingkat minimal. Kalau sampai hilang sama se-
kali, itu mustahil, kecuali telah tidak menjadi manusia lagi. Sistem
dan aksi pemberantasan perilaku korup hanya bisa mencegah dan
mengurangi perilaku korup, dan tidak bisa melenyapkannya sama se-
kali karena sifat itu melekat pada manusia.
Saya tidak menyinggung perihal orang swasta yang melakukan
penyuapan (kolusi atau memberikan upeti) kepada pejabat di ins-
tansi pemerintahan, karena siapa pun tidak akan bisa melakukan tin-
dak penyuapan jika tidak diijinkan atau diterima oleh sang pejabat.
Ibaratnya, pedang tidak akan mudah masuk sarung jika tidak mau
sama mau, bukan? Bahkan dalam banyak kasus, tindakan penyuapan
121
(bribery) dimaksudkan untuk mempercepat yang lambat, memudah-
kan yang susah, atau memungkinkan yang tidak mungkin. Misalnya
untuk mengurus dokumen atau hal tertentu diberlakukan aturan (re-
gulasi, prosedur) yang berbelit-belit dengan melewati banyak meja
(karena instansi tersebut terlalu banyak pegawainya sehingga perlu
diatur pembagian tugas agar semua orang kebagian pekerjaan) serta
harus menyiapkan dokumen yang tidak perlu atau semi perlu, se-
hingga dalam prosesnya memakan waktu yang lama dan melelahkan,
serta berkemungkinan besar gagal karena persyaratan yang tidak
lengkap.
Nah, untuk mempersingkat waktu, masyarakat atau pengusaha
yang berprinsip time is money memberikan "uang pelicin"-agar proses
dipercepat atau dipastikan keberhasilannya. Nah berawal dari sana,
untuk selanjutnya membudayakan perilaku "pungli" (pungutan liar)
yang "wajib" diberikan oleh masyarakat jika ingin mendapat
pelayanan dari pejabat pemerintah.
Hal itu mudah terjadi di Indonesia karena sistem remunerasi yang
buruk sehingga pegawai negeri tidak dapat hidup layak kalau hanya
mengandalkan gaji resmi. Bayangkan, bagaimanakah pelayan publik
kita (apakah pegawai negeri atau polisi atau tentara) bisa hidup te-
nang, tenteram, dan bisa melayani masyarakat jika gaji mereka kecil
dan tidak mencukupi untuk memenuhi kehidupan yang layak bagi
mereka dan keluarga? Jika mereka berbudi luhur, pilihan mereka
adalah "harus ngobyek lagi di luar jam kerja", apakah menjadi tu-
kang ojek, atau berdagang apa saja. Jika mereka manusia kebanyakan,
pilihan termudah adalah melakukan perilaku korup.
Saran saya: tingkatkan gaji dan tunjangan kesejahteraan mereka
secepatnya! Ambillah dananya dari penerimaan pajak. Seleksi ulanglah
para pelayan publik itu. Yang tidak bisa atau tidak mau melayani
masyarakat secara baik dan benar, pecatlah. Jika jumlah mereka ter-
lalu banyak, pecatlah yang tidak perlu. Dan mereka yang tinggal, ba-
yarlah dengan baik sesuai kapasitas dan kontribusi mereka. Sebab ji-
ka tidak demikian, jika pemerintah menggaji pelayan publik secara
ala kadarnya sehingga mereka hidup berkekurangan, mereka terpaksa
berperilaku korup untuk dapat hidup layak.
122
Untuk mempertahankan kebiasaan korup mereka, petugas gugus
depan (front-liner) yang menerima upeti langsung dari masyarakat
mengalokasikan persentase upeti kepada atasan-atasannya sehingga
semua orang di instansi tersebut kebagian jatah. Dengan demikian
aksi korup itu bisa berlangsung dengan aman, tertib, dan langgeng,
turun temurun.
Praktek seperti di atas, yakni dengan sengaja membuat peraturan
yang berbelat-belit agar masyarakat memberi 'pungli' untuk mem-
permudah dan mempercepat urusan dan mendapat pelayanan yang
lumayan baik, jelas merugikan masyarakat. Dan sesungguhnya ini
benar-benar ironis dan tragis karena petugas yang notabene digaji
oleh masyarakat melalui pembayaran pajak untuk melayani masyarakat
malahan melakukan 'semi pemerasan' masyarakat di saat masyarakat
memerlukan pelayanan.
Dalam banyak kasus, budaya mata duitan itu dimanfaatkan oleh
individu maupun mafia untuk praktek yang merugikan negara mau-
pun kesejahteraan bangsa secara luas, misalnya penyelundupan dan
peredaran narkoba, senjata api ilegal, pencetakan dan peredaran uang
palsu, dan sejenisnya. Karena sudah terbiasa menerima suap, maka
bisa saja pejabat yang seharusnya waspada dan memberantas terhadap
produk-produk yang membahayakan masyarakat, membiarkannya
lolos. Celaka sembilan belas!!
Jadi, jika petugas atau pejabat pemerintahan tidak mau menerima
suap, dan memperbaiki sistem prosedur kerja di instansinya agar ma-
syarakat terlayani dengan baik dan benar, apalagi jika penyuap dian-
cam tindak pidana jika melakukan suap, siapakah yang mau mela-
kukan suap?
Jadi jika ada orang yang menuduh bahwa praktek suap itu adalah
itikad dan inisiatif dari masyarakat, itu adalah pernyataan naif (atau
idiot? Atau 'maling teriak maling'?), sebab jika masyarakat bisa men-
dapatkan pelayanan yang baik dan efisien, apakah masyarakat mau
mengeluarkan uang untuk menyuap?
Kita melihat, secara pragmatis-praktis, uang rupanya lebih berkuasa
dan lebih dipuja daripada Tuhan, sehingga untuk mendapatkannya,
sangat sering orang menghalalkan segala macam cara, termasuk ko-
rupsi. (Jangankan baru orang model anda atau saya, rasul yang ber-
123
nama Yudas Iskariot saja, yang telah menjadi murid Yesus selama le-
bih dari tiga tahun, dan menjadi saksi akan perbuatan baik dan mu-
jizat yang dilakukan Yesus, bisa dibeli dengan 30 keping perak untuk
mengkhianati Yesus!)
Menurut saya, yang penting bukanlah sekadar menentang atau
memberantas korupsi, melainkan mengatur sistem yang mempersulit
timbulnya praktek korupsi, dan/atau andaikan tetap terjadi aksi ko-
rupsi, akan segera dan pasti terbongkar, dan pelakunya akan ter-
hukum tentunya!
Karenanya, pemberantasan dan pencegahan korupsi memerlukan
multi aspek seperti:
4 Harus dilakukan dari top political will secara konsisten dan kete-
ladanan. Sebab dalam banyak kasus, merajalelanya praktek korupsi
di Indonesia bukan hanya karena bawahan meniru perbuatan
atasan, melainkan juga bawahan menjalankan korupsi atas "titah"
atau restu atasannya. Ibaratnya seperti pemungut cukai zaman
dulu: jika atasan menyuruh memungut 40 persen pajak dari ma-
syarakat, maka si pemungut cukai akan mengenakan 45 persen,
sehingga yang lima persen masuk kantongnya pribadi. Dalam si-
tuasi kini, jika atasan memerlukan upeti 3 milyar rupiah, misalnya,
maka anak buah akan mencari 'dana sebesar 4 milyar, agar kecuali
atasannya senang mendapat 3 milyar, bawahan pun ikut senang
menikmati yang 1 milyar. Jadi, dalam milieu yang sudah solid se-
perti ini adalah nyaris mustahil memberantas korupsi jika tidak
dimulai dari pimpinan puncak, turun sampai ke lapisan paling
bawah. Pertama-tama dengan teladan pimpinan, bersamaan de-
ngan pengkomunikasian yang terus menerus tentang antikorupsi
dan sanksinya, cari dan hukum siapa saja yang melanggar aturan,
sampai hal itu menjadi budaya organisasi/instansi yang baru.
* Penyelenggara negara serta pejabat pelayan masyarakat harus di-
seleksi dan dididik dengan baik, serta diberi sistem remunerasi
yang memadai. Sebab jika tidak, akan mudah terjerat tindak ko-
rupsi. Saya tidak katakan bahwa jika penghasilan mereka menjadi
baik secara otomatis tabiat korup mereka menjadi berkurang atau
124
hilang, melainkan lebih rasional dan meningkatkan kemungkinan
pengurangan tindak korupsi. Sebab, jika mereka tidak bisa me-
menuhi kebutuhan minimum mereka dengan gaji, adalah logis
dan manusiawi jika mereka lebih mudah menjadi koruptor.
Badan yang bertugas menanggulangi korupsi harus independen
dan mempunyai wewenang yang penuh dalam menangani kasus-
kasus korupsi, dari penyidikan sampai penuntutan. Termasuk di
dalamnya perlindungan hukum agar bebas dari intrik atau teror
dari tersangka kasus korupsi, yang bisa saja menggunakan uang,
kekuasaan atau relasinya yang mempunyai kekuatan hukum atau
senjata, untuk menteror petugas pemberantas korupsi. Sebab jika
tidak demikian, sebagai manusia, bisa saja petugas antikorupsi itu
ciut nyali dalam menjalankan tugasnya, karena takut ancaman
Wang kuat' yang mengancam dirinya atau keluarganya. Sebagai
tambahan, petugas antikorupsi ini pun harus diawasi, agar jangan
sampai dalam menjalankan tugasnya malahan termakan suap.
Sebab bukan mustahil para koruptor yang menjadi target penyi-
dikan menggunakan uangnya untuk 'menutup mulut' orang-orang
yang bertugas menyidiknya.
Partisipasi masyarakat, lembaga-lembaga antikorupsi, media massa
harus berperan aktif mengamati dan mencegah gejala-gejala praktik
korupsi.
Peraturan perundangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan
sanksi yang menimbulkan kejeraan serta proses peradilannya yang
cepat, dan transparan.
Strategi menanggulangi korupsi haruslah secara konsepsional, kom-
prehensif mengingat sumber korupsi yang multidimensional. Apa-
lagi karena korupsi di Indonesia telah berurat-berakar dan me-
rambah ke mana-mana, sehingga diperlukan bukan hanya ilmu
hukum, melainkan juga common sense untuk mengungkap ko-
ruptor dan kaki-tangannya. Misalnya, jika ada tersangka korup-
tor kakap yang secara 'de facto" terlibat kasus korupsi dan telah
menjadi rahasia umum, namun ketika kasusnya diungkap, lantas
banyak orang penting (apakah di pemerintahan ataukah tokoh
masyarakat, atau pengamat) yang berbunyi nyaring membela ter-
sangka korupsi tersebut—tentunya dengan berbagai alasan bom-
125
bastis yang mengatasnamakan rakyat sesungguhnya patut di-
curigai bahwa orang itu telah menerima suap (walaupun tentunya
sulit dibuktikan karena sang penyuap tidak meminta kwitansi
atau mentransfer ke rekening bank, melainkan tunai). Sebab jika
tidak demikian, sebenarnya sungguh kasihan dan malang aparat
hukum yang telah bersusah payah mengusut dan membongkar
tindak korupsi itu, namun yang kemudian kasusnya dipetieskan
atau menguap entah ke mana sehingga menimbulkan frustrasi
dan apati.
Membudayakan gerakan masyarakat antikorupsi yang senantiasa
digalakkan sehingga kebiasaan-kebiasaan yang cenderung menum-
buhkan praktik kolusi dan korupsi menghilang.
Menyederhanakan, atau mengkomputerisasi, atau membuatnya
menjadi one-stop-service sistem/prosedur kerja dari petugas instansi
yang melayani masyarakat, apakah itu yang menyangkut pem-
buatan dokumen (KTP, SIM, STNK, paspor, akte-akte, dan Iain-
lain) apalagi yang berhubungan dengan bea cukai, agar masyarakat
tidak dibuat bingung serta repot karena harus melewati banyak
"meja" dan prosedur yang berbelat-belit, sehingga menyuburkan
'praktek percaloan dan pungutan liar. Berkenaan dengan hal itu,
petugas pelayan masyarakat harus bisa dan mau menyelesaikan
tugas dengan target waktu tertentu, misalnya: "Pembuatan paspor
prosedurnya adalah demikian, biayanya adalah sekian, dengan
maksimum waktu pengerjaan adalah sekian lama." Bagi pengaju
yang tidak memenuhi syarat, aplikasinya tidak akan diproses, dan
bagi yang memenuhi syarat akan mendapat hasil dalam kurun
waktu yang disyaratkan. Jika lebih dari itu, pengaju aplikasi di-
sarankan untuk mengajukan ke bagian keluhan yang akan segera
menindaklanjuti dengan solusi. Semua itu dilakukan secara pro-
fesional dan cepat, serta gratis. Pelayan masyarakat yang tidak bi-
sa atau tidak mau memenuhi target tugas di atas akan dibina agar
mau dan mampu, namun jika setelah dibina tetap tidak bisa me-
menuhi target kinerja, maka orang bersangkutan harus "dibina-
sakan"! (di-PHK). Petugas yang kinerjanya bagus akan mendapat
penghargaan berupa peningkatan gaji atau promosi karier lebih
baik dan lebih cepat dibandingkan dengan orang yang kinerjanya
marginal.
126
Saya menyadari bahwa yang sulit dari pelaksanaan semua hal di
atas bukanlah kurangnya kemampuan ataupun instrumen pendukung,
melainkan kurangnya kemauan dari hampir semua pihak, apalagi
orang di instansi terkait. Sekalipun pimpinan puncaknya diganti
oleh orang baru yang diberi tugas melakukan pembersihan, hal itu
pun masih rawan kegagalan karena dua hal: pertama, 'hero' tersebut
akan mendapatkan resistensi dari semua orang yang telah terlanjur
keenakan mempraktekkan pungli atau korupsi, sehingga program
pembenahan internal berjalan lambat dan sering macet. Kedua, 'he-
ro' tersebut akan menjadi frustrasi dan melempem dalam menjalankan
misinya. Apalagi jika terlalu sering mendengar nasihat orang di se-
kelilingnya, "Untuk apa menjadi pahlawan kesiangan? Jerih payah
anda belum tentu berhasil, dan andaikan berhasil apakah untung
anda? Lihatlah nasib para aparat negara yang jujur, yang hidup da-
lam kemiskinan serta mati sengsara tanpa ada seorang pun yang per-
duli! Mari bergabung, karni akan carikan upeti untuk anda!"
Dalam situasi kondisi yang multikorup seperti Indonesia, rasanya
diperlukan waktu yang cukup lama serta perjuangan yang keras un-
tuk menghapus korupsi, mungkin dua generasi yang sekarang harus
lenyap terlebih dahulu untuk mendapat generasi ketiga yang lebih
baik.
Dalam rangka usaha penyempurnaan sistem ini, perlu dipraktekkan
pembuktian terbalik seperti yang berlaku di Malaysia, Singapura,
dan Hong kong. Kita ambil saja contoh di Hong Kong tentang pem-
buktian terbalik ini yang tertera dalam pasal 10 (Ib) Prevention of
Bribery Ordinance 1970, Added 1974 yang berbunyi "menguasai
sumber-sumber pendapatan atau harta yang tidak sebanding dengan
gajinya pada saat ini atau pendapatan resmi di masa lalu, akan dinya-
takan bersalah melakukan pelanggaran, kecuali kalau ia dapat mem-
berikan suatupenjelasan yangmemuaskan kepada pengadilan mengenai
bagaimana ia mampu memperoleh standar hidup yang demikian itu
atau bagaimana sumber-sumber pendapatan atau harta itu dapat ia
kuasai."
Jelas ketentuan ini menganut pembuktian terbalik karena seseorang
yang berada dalam posisi demikian dinyatakan bersalah melakukan
korupsi, kecuali dia dapat membuktikan sebaliknya, yaitu mem-
127
buktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya diperoleh secara sah. Jadi
kalau ia tidak dapat membuktikannya, ia dinyatakan terbukti mela-
kukan korupsi. Berlainan dengan yang berlaku di Indonesia di mana
setiap orang meskipun telah melakukan korupsi, dianggap bersih da-
ri perbuatan itu, kecuali Jaksa Penuntut Umum dapat membuktikan
bahwa dia melakukan korupsi; padahal hampir dapat dipastikan bah-
wa kasus korupsi sulit dibuktikan karena siapakah, misalnya, yang
menyuap pejabat dengan meminta kwitansi? Bahkan hampir tidak
pernah uang korupsi dalam bentuk giro atau cek apalagi transfer ke
rekening pejabat, melainkan tunai, apakah rupiah atau dollar. Ke-
mudian dana hasil korupsi itu biasanya diinvestasikan dalam bentuk
valuta asing, atau perhiasan, atau deposito atas nama orang lain (ke-
luarga atau saudaranya), dan biasanya di bank luar negeri. Atau dana
itu dibelikan produk konsumtif (rumah atau mobil) atau dipergunakan
untuk...kawin lagi!
Dari gaya hidup glamor para pejabat kita, kita sungguh bertanya-
tanya, dari mana asal usul kekayaan mereka itu. Tidak mustahil kalau
masyarakat mencurigai mereka sebagai koruptor, karena gaya hidup
mereka tidak seimbang dengan gaji mereka. Coba kalkulasi sendiri,
jika sungguh-sungguh seorang pejabat hidup berdasarkan gaji dan
tunjangannya sebagai pejabat negara, jangankan pejabat eselon satu,
atau menteri, presiden RI saja tidak mungkin bisa jadi jutawan, apa-
lagi menjadi konglomerat; jadi, jika ada pejabat negara yang menjadi
kaya raya, apalagi dalam waktu singkat, ha..ha..ha.. pasti punya 'lam-
pu Aladdin' atau tuyul, kalau tidak boleh dibilang hasil korupsi.
Sistem pembuktian terbalik ini sangat efektif karena seseorang ta-
kut melakukan korupsi. Sebab sulit baginya memberikan penjelasan
yang memuaskan tentang sumber kekayaannya kalau memang keka-
yaan itu diperolehnya secara tidak sah. Misalnya seorang tertuduh
memberi alasan kekayaannya diperoleh melalui hasil undian, maka
dia harus membuktikan di mana dilakukan undian itu dan berapa
hasil yang diperoleh. Begitupun kalau alasan yang diberikan adalah
hibah dari mertuanya, maka mertuanya akan diperiksa apakah betul
ada hibah dan dari mana pula mertuanya memperoleh kekayaan
yang dihibahkan itu.
128
Andaikan koruptor di Indonesia belum bisa terjangkau hukum
dunia, sebenarnya praktek korupsi itu bisa terkena hukum rohani
akibat dikutuki orang yang dikorupsi. Itulah sebabnya jika ada ok-
num yang makan suap biasanya mereka berkata, "Iklas yaa?" Karena
terpaksa, korban akan menjawab, "Iklaslah!" Namun tetap, uang itu
adalah uang haram, yang disumpahin orang.
Di sebuah klinik pengobatan, saya pernah bertemu dengan se-
orang pasien yang punya penyakit tidak sembuh-sembuh sekalipun
telah berobat ke dokter maupun melakukan pengobatan tradisional.
Katanya, ia kena guna-guna, namun ketika dibawa ke 'orang pintar'
juga tidak bisa diobati. la bercerita bahwa ia dulu adalah petugas di
departemen 'basah' yang sering mendapat uang 'pungli', namun ia
mengaku sudah 'bertobat.' Karena itu ia heran, mengapa ia bisa
mendapat penyakit aneh ini.
Menurut saya, penyakit orang itu akibat sumpah serapah orang-
orang yang dipungli olehnya, dan sekalipun sekarang ia sudah ber-
tobat, namun tetap saja akibat dosanya hams ia jalani, sebab menu-
rut hukum alam maupun rohani, "apa yang ia tabur akan ia tuai."
Dalam hal koruptor, jika ia mau terbebas dari akibat perbuatan
jahatnya ketika bertobat, sekalipun hukum belum bisa menjangkau
dia (karena tidak ada bukti otentik yang bisa menjeratnya) dan seka-
lipun tidak ada orang yang menggugatnya, seharusnya ia mengem-
balikan uang haram tersebut kepada masyarakat melalui badan amal
misalnya. Sebab, jika yang dimaksud bertobat adalah berhenti ko-
rupsi karena sudah kenyang (kaya raya) dan menggunakan uang ha-
ram itu untuk usaha halal, hal itu tidak akan membebaskan dirinya
dari akibat dosa; bahkan jika ada undang-undang Anti Money
Laundering, ia pun bisa dijerat hukum!
Pertobatan tidak cukup dengan ucapan sesal dan berhenti dari
praktek itu, tetapi sedapat mungkin harus "mengembalikan" apa-apa
yang diambil dengan tidak sah. Sebab jika pertobatan cukup dila-
kukan dengan ucapan dan berhenti dari praktek lama, betapa nik-
matnya berbuat dosa: jika sudah kenyang tinggal mengaku bertobat!
Ingatlah, siapa pun juga yang menabur angin akan menuai badai, ce-
pat atau lambat, sekarang atau kelak.
129
Sebagai tambahan, untuk memberantas korupsi di Indonesia,
yang pertama, harusnya pemerintah segera menerapkan Undang-
Undang And Pencucian Uang (Anti Money Laundering), agar para
koruptor maupun penjahat lainnya (seperti mafia narkoba, perjudian,
pelacuran, penghindar pajak, koruptor, dan sebagainya) tidak lagi bi-
sa mencuci uang haram mereka melalui sistem maupun institusi ke-
uangan di negara kita. Bersamaan dengan itu perlu diterapkan sanksi
hukum yang berat bagi siapa saja yang melanggar atau membantu
penjahat pencuci uang tersebut, sebab jika tidak, bisa saja bankir ti-
dak perduli terhadap sumber uang demi mendapatkan transaksi.
Kedua, jika hukum sulit menjangkau koruptor yang 'maha kuat'
karena bisa membeli siapa saja dengan uangnya agar dirinya tidak
terjangkau hukum, lebih baik menerapkan 'gaya Pakistan' yang men-
ciduk pelaku koruptor 'de facto tanpa melalui jalur hukum, dengan
dua pilihan: pertama, kembalikan harta hasil korupsi (sebutkan
angka estimasinya) kepada negara, atau kedua, masuk penjara 30 ta-
hun sambil semua dananya disita paksa demi negara. Begitu lebih
mudah karena tidak bertele-tele, karena sesungguhnya kita sudah ta-
hu siapa saja koruptor kakap maupun teri yang ada di negara kita,
baik yang berasal dari pemerintahan maupun swasta. Tentunya
langkah pertama adalah mendata para koruptor besar-kecil secara
diam-diam dan cepat serta strictly confidential. Langkah kedua adalah
menginformasikan pejabat imigrasi untuk mencekal mereka agar ti-
dak lari ke luar negeri. Langkah ketiga adalah mengumumkan ren-
cana aksi tersebut, berbarengan dengan aksi pencidukan tersangka.
Team penciduk terdiri dari pemimpin kepolisian, militer, dan hu-
kum, yang telah diseleksi bebas KKN serta masih mempunyai ke-
kuasaan kuat (belum pensiun). Hal ini diperlukan karena mereka ha-
rus menciduk dan menghukum bukan hanya orang sipil, namun bisa
saja ada oknum polisi atau tentara berpangkat tinggi yang terlibat,
yang tentunya sulit ditangani oleh orang sipil atau polisi atau tentara
berpangkat rendah atau pensiunan.
Ketiga, segera rancang dan sahkan undang-undang atau perangkat
hukum yang memberikan sanksi hukuman mati bagi koruptor (atau
penjahat massal lainnya seperti mafia narkoba misalnya) dan berlaku
130
surut, artinya hukum itu bisa menjangkau penjahat yang kasusnya
terjadi di masa lalu, karena memang di masa kemarin itulah nyaris
semua koruptor bisa bebas merdeka dari jangkauan hukum karena
hukum diberangus. Bayangkan, sebagai negara dengan predikat ter-
korup nomor wahid di Asia, namun tidak ada seorang koruptor pun
yang dihukum berat. Aneh kan? Masak iya, di negara yang padat ko-
ruptor bisa tidak ada koruptor kakap yang dihukum?
Mudah-mudahan dengan penerapan sanksi hukuman mati, para
koruptor itu berhenti korupsi, dan 'jentik-jentik atau larva koruptor'
berhenti transformasi menjadi nyamuk koruptor. Dan saran saya, be-
gitu undang-undang itu ada, segera tangkap, adili, dan hukum mati
beberapa sampel koruptor yang paling kakap dan mencolok sebagai
shock therapy.
Saya tahu bahwa ide ini akan dikecam oleh banyak orang, antara
lain dari orang atau kelompok yang mengatasnamakan "Pembela
Hak Azasi Manusia", yang berteriak bahwa tindakan-tindakan di atas
'tidak manusiawi' atau 'melanggar hukum', atau 'tidak Pancasilais'
atau 'tidak mencerminkan perilaku orang yang beragama', atau 'tidak
demokratis', dan seterusnya.
Saya tahu bahwa perkaranya dilematis, tetapi itu memang perlu.
Dan tolong pertimbangkan, bahwa secara tidak manusiawi mereka
tega melihat rakyat—sesama manusia dan sesama saudara sebangsa
setanah air—menderita karena jatah uang untuk pemerataan pem-
bangunan dan kesejahteraan rakyat dikorupsi hanya untuk kenikmatan
diri dan kelompok kecilnya sendiri. Karena itu, koruptor kakap layak
dibinasakan.
Keempat, jika pemerintah takut atau tidak mampu menerapkan
semua sistem antikorupsi untuk menyeret koruptor masa lalu, baik
karena mereka telah terlanjur terlalu kuat, sehingga melakukan per-
lawanan melalui aksi teror yang terus-menerus meresahkan masyarakat
dan merongrong stabilitas politik-ekonomi-sosial negara, maka se-
baiknya diumumkan saja bahwa semua kisah KKN masa lalu ditutup
(diputihkan) dan dilupakan per hari ini, dan kita semua bersama-sa-
ma mulai membuka lembaran baru yakni Indonesia bersatu, untuk
mulai membangun bangsa Indonesia yang kompak dan besar. Biar-
131
kan para koruptor itu juga turut berpartisipasi melalui dunia bisnis
misalnya, apakah sebagai pengusaha maupun sekadar konsumen
yang membelanjakan uang simpanannya. Strategi ini rasanya jauh le-
bih baik daripada kita berputar-putar di lingkaran setan dalam po-
lemik pemberantasan KKN yang tidak pernah ada manfaat nyatanya.
Dengan program pemutihan (write-off) ini, minimal negara kita
membuang beban yang memusingkan kepala, dan idealnya para ko-
ruptor itu mulai memasukkan dana simpanannya di luar negeri ke
dalam negeri, yang bisa bermanfaat untuk menggulirkan roda eko-
nomi.
132
Tips #6
Agfama: Berkat atau Laknat
133
a Sebaliknya, anak si rohaniwan tadi, katakan namanya si Naif
yang terbiasa bertingkah laku baik, sopan, ramah, sabar dan saleh,
selama tiga bulan tinggal bersama dengan keluarga si Dogol, yang
setiap hari tidak pernah absen dari berjudi dan mabuk-mabukan,
pornografi dan sex bebas dilakukan dengan terbuka di rumah
maupun lingkungan sekitar. Pertanyaan saya: Apakah setelah tiga
bulan, si Naif itu tidak akan tertular kebiasaan buruk itu, mini-
mal ikut mencoba-coba, atau ia tidak terpengaruh sania sekali?
Saya tidak tahu jawaban anda, tapi kalau menurut saya, si Dogol
berkemungkinan kecil untuk berubah menjadi baik, karena ibarat
cat warna hitam seliter diberi cat warna putih lOOcc tidak akan
membuatnya menjadi abu-abu, apalagi putih. Paling hebat, si Dogol
hanya menahan diri untuk mengurangi perilaku buruknya di dalam
rumah, karena mungkin malu hati dengan keluarga rohaniwan itu,
namun tidak menjamin bahwa ia tidak akan pergi ke lingkungan bu-
ruknya ketika di luar rumah.
Namun untuk si Naif, saya sangat yakin bahwa ia akan tertular
dengan perilaku buruk keluarga si Dogol, minimal dia akan men-
coba menikmati suguhan yang ada di depan matanya dan di ling-
kungan sekitarnya, karena nampaknya enak dan nikmat. Setelah itu,
kebiasaan itu bisa menjadi permanen (ketagihan) atau bisa tidak, ter-
gantung berapa kuat karakter dan iman si Naif itu, tapi sekali lagi,
sekurang-kurangnya dia akan terlibat dalam salah satu perilaku bu-
ruk di atas, karena ibarat seliter cat berwarna putih, jika dimasukkan
lOOcc cat berwarna hitam, pasti akan menjadi berwarna gelap, mi-
nimal berwarna abu-abu.
Maknanya? Berbuat baik itu susahnya setengah mampus. Apalagi
terus bersikap konsisten sampai ajal tiba, itu perlu perjuangan dan
pengorbanan serius. Namun untuk berbuat jahat (atau amoral)
sangat mudah. Ibaratnya, jerami kering disiram bensin, kemudian
disulut api, pasti akan terbakar! Mengapa demikian? Karena satu, si-
fat dasar manusia itu jahat, atau bertendensi jahat. Kedua, tindakan
amoral itu biasanya lebih enak dan nikmat (sekalipun mungkin ber-
sifat sementara), dibandingkan berbuat saleh. Jadi, bisa saja orang
berkata, "Free sex, siapa takut?"
134
Jadi, peranan agama itu sangat penting dalam membentuk moral
pengikutnya, agar mempunyai etika dan nilai-nilai ketuhanan seperti
yang diajarkan agamanya. Namun jika agama tersebut tidak meng-
ajarkan hal kebaikan dan manfaat bagi sesama manusia, dan atau pa-
ra pemimpin atau pengajar agama tidak mencerminkannya dalam
keteladanan hidup, agama yang diejawantahkan seperti itu tidak ada
gunanya, dan bahkan bisa menjadi "Hell is your religion. (Neraka itu
adalah agamamu)".
Bahkan saya berani mengatakan bahwa "Tanpa akal budi, agama
adalah teror bagi sesama manusia!" Coba renungkan, sejak zaman ba-
heula sampai hari ini, di berbagai belahan penjuru dunia, fanatisme
buta dari pemeluk agama ataupun aliran kepercayaan telah meng-
akibatkan bencana, permusuhan, pembunuhan, kerusakan, peng-
aniayaan, kerugian materi dan moril yang tidak terbilang banyaknya,
jauh lebih banyak daripada korban yang ditimbulkan oleh bencana
alam plus perang politis plus kriminal murni.
Jika kita mau dan mampu berpikir secara pragmatis: Untuk apa-
kah semua bencana dan tragedi itu terjadi? Untuk apa mereka men-
coba menang-menangan dan/atau bermegah diri dan/atau menindas
sesamanya manusia hanya demi agama? Apakah agama bisa mem-
buatnya kenyang? Apakah agama bisa membuatnya senang? Apakah
agama bisa dikasihi dan mengasihi? Bukankah sesamanya manusia
yang bisa menolongnya di kala susah, yang menghiburnya di kala
duka dan memberinya makan secara faktual dan bukan hanya ha-
rapan utopis?? Ya ampuunn! Mereka yang berperang dan/atau meng-
aniaya sesamanya manusia hanya karena perbedaan agama adalah
orang-orang yang tolol dan jahat, sehingga mau diperdaya dan di-
hasut oleh pemimpinnya yang mau terus berkuasa dan/atau mau
tambah berkuasa atas jumlah pengikutnya. Itu namanya bukan
agama (a = tidak, gama = kacau), melainkan teror!!
Bagi pemimpin agama, harusnya, agama itu jangan hanya meng-
urusi akhirat, namun juga kehidupan jemaat; karena akhirat itu masa
depan, dan akar agama adalah masa lalu, kedua-duanya tidak ber-
faedah secara langsung bagi jemaat; namun jika kehidupan keseharian
jemaat dibina dan ditingkatkan kualitasnya, maka jemaat akan lebih
135
berguna Bagi agama, bagi saudara seiman, dan bagi orang lain, dan
bagi dunia.
Bagi pengikut agama, seharusnya memilih pemimpin yang meng-
ayomi, yang peduli, dan yang berjuang keras untuk menyejahterakan
umat, tanpa pernah menghasut untuk memusuhi kepercayaan lain.
Jika pemimpin umat hanya mementingkan perkembangan jumlah
(kuantitas) umat tanpa peduli kualitasnya, niaka perlu diwaspadai,
jangan-jangan pemimpin tersebut berniat untuk memanfaatkan be-
sarnya massa untuk kepentingannya pribadi. Sebab perlu diketahui,
ada saja orang yang menunggangi umat agamanya untuk kepentingan
politik, ekonomi, reputasi, atau bahkan sombong-sombongan saja.
Ciri ciri pemimpin seperti itu adalah jelas, yakni tidak perduli ter-
hadap kesejahteraan umatnya secara rohani maupun materi, dan ke-
dua, menggunakan isu agama untuk mengerahkan massanya melawan
pihak tertentu yang menghalangi ambisinya.
Pemimpin model itu akan panik dan ngamuk, jika ada orang
yang "mengambil" jemaatnya, misalnya pindah aliran agama lain.
Mengapa? Bukan karena pemimpin itu sayang kepada jemaat ter-
sebut, melainkan karena merasa bahwa kekuatannya berkurang, dan
mungkin saja 'penghasilannya' berkurang, sebab bukankah jumlah
umat adalah aset? (bisa untuk pasukan tempur, dan bisa untuk di-
mintai sumbangan). Mengapa saya katakan demikian? Sebab, jika je-
maatnya diayomi dan disejahterakan, tidak mungkin umat akan per-
gi ke tempat lain; namun jika jemaat ditelantarkan dan mungkin
hanya dimanfaatkan untuk kepentingan pemimpin, lantas mengapa
heran jika umat minggat?
Namun pemimpin egois model itu tidak akan menerima jika di-
suruh introspeksi. Mereka bukannya menyadari kekurangannya, ma-
lahan akan mencari "kambing hitam" agar bisa melampiaskan den-
dam kesumatnya.
Kalau orang yang mengaku taat beragama dan cinta setengah
mati kepada Tuhannya, namun dalam kehidupan sehari hari tidak
menjadi manfaat bagi orang lain—apalagi jika ia menjadi pembenci
orang lain—maka menurut saya, tidak ada gunanya dia beragama
atau bertuhan. Itu hanya omong kosong belaka.
136
Bayangkan, sesamanya manusia yang kelihatan batang hidungnya
saja tidak bisa ia pelihara dan sayangi, bagaimana katanya ia bisa me-
ngasihi Tuhan yang tidak kelihatan, dan bahkan tidak pernah di-
lihatnya, sekalipun dalam mimpi.
Menurut saya, orang yang bertengkar apalagi berkelahi gara-gara
perbedaan agama bukan hanya salah dan jahat, melainkan juga idiot,
karena tidak mengetahui beberapa alasan:
137
Tips #7
Agf ama & Duit
S atu hal penting yang saya ingin tekankan dalam ulasan tentang
agama adalah kaitannya dengan uang. Bagi pembaca buku ini,
perlu diwaspadai adanya pengajaran munafik yang mengatakan bah-
wa "uang itu jahat", atau "orang kaya sulit niasuk sorga", atau "orang
miskin itu dikasihi Tuhan", karena itu SALAH dan JAHAT!
Siapa saja yang mengajarkan hal itu adalah orang yang munafik,
atau bodoh, atau frustrasi, atau ketiga-tiganya sekaligus!
Yesus memang pernah mengatakan bahwa "orang kaya sulit ma-
suk kerajaan surga", tetapi dari konteksnya jelas bahwa yang di-
maksud adalah orang kaya yang mengandalkan diri pada kekayaannya,
dan mengesampingkan Tuhan. Jadi masalahnya bukan "orang kaya"
itu sendiri, tapi "tidak mengandalkan Tuhan". Jadilah orang kaya
yang sekaligus mengandalkan Tuhan, berserah diri kepada Tuhan,
mencintai-Nya dan mewujudkan cinta kepada Tuhan itu dengan
cinta kepada sesama (tidak hanya sesama manusia, tetapi sesama
makhluk, hormat terhadap alam, tidak merusaknya).
Uang itu netral, tidak baik dan tidak pula jahat, seperti pisau atau
cangkul atau benda lainnya. Pisau bisa dipergunakan untuk memotong
buah mangga yang akan kita hidangkan kepada tetangga, atau bisa
juga dipakai untuk menusuk perut orang. Cangkul bisa dipakai un-
tuk mengolah tanah atau dipakai memukul kepala orang. Demikian
juga dengan uang, bisa dipergunakan untuk membeli keperluan hi-
dup, menolong orang miskin, dan bisa juga dipergunakan untuk
membiayai aksi kejahatan. Jadi, yang baik atau jahat itu bukan uang,
melainkan orang yang menggunakan uang itu.
138
Jika dikatakan bahwa orang kaya sulit masuk sorga, itu merupakan
generalisasi yang naif. Urusan masuk sorga atau tidak—menurut
agama—bukanlah soal kaya atau miskin, melainkan persoalan amal
ibadah, amal sosial. Jika seseorang rajin beramal ibadah, beramal so-
sial, maka kelak di akhirat akan mendapat pahala, entah ia orang
miskin ataupun orang kaya.
Bahkan menurut akal sehat, orang kaya akan bisa beramal ibadah
dan beramal sosial dengan lebih banyak dan lebih bagus, dibandingkan
jika seseorang miskin. Orang kaya mempunyai sumber daya dan
sumber dana yang jauh lebih besar untuk memberi, menyumbang,
menolong orang lain secara materiil maupun moril. Sebaliknya,
orang yang miskin lebih terkendala dalam berbuat amal ibadah dan
amal sosial karena tidak punya uang, sehingga ia akan kekurangan
fasilitas dan mobilitas dalam menolong orang lain. Karena tak punya
uang, kepusingan dan penderitaan yang melilit kehidupan dirinya
dan rumah tangganya akan sangat mengurangi kemampuan dan ke-
mauannya untuk beramal ibadah, karena menurut mereka, "Jangankan
menolong orang lain, menolong diri saya sendiri saja sudah pusing
tujuh keliling!"
Adapun pendapat bahwa Tuhan lebih mengasihi orang miskin
daripada orang kaya adalah juga pendapat yang diskriminatif dan
self-proudness. Kalau menurut kepercayaan agama, Tuhan itu mengasihi
semua orang yang saleh, entah ia miskin atau kaya. Bahkan men-
cintai semua orang, entah ia saleh atau tidak! Dan secara logis, ten-
tunya Tuhan akan lebih mengasihi orang yang lebih berguna dan bi-
sa meningkatkan reputasi-Nya, yakni orang yang lebih mampu dan
mau beramal ibadah dan berguna bagi sesamanya manusia—yaitu,
siapa lagi kalau bukan orang kaya yang saleh?
Hal kedua yang perlu diwaspadai adalah pengajaran yang mene-
kankan bahwa "sebentar lagi hari kiamat!", karena itu merupakan
racun yang melemahkan perjuangan hidup. Sebab, apa perlunya lagi
kita berjerih lelah membanting tulang untuk mengejar cita-cita dan
menjadi kaya, jika sebentar lagi dunia khiamat? Untuk apakah harta
dan reputasi yang dikumpulkan dengan susah payah? Akibatnya?
Orang menjadi letih lesu dan apatis, kurang semangat "hidup.
139
Kerjanya hanya berharap sebentar lagi hari khiamat dan mereka ter-
bebas dari kesulitan dan menikmati kebahagiaan kekal di akhrat. Pa-
dahal, lihatlah, dari dulu sampai sekarang ada orang-orang yang me-
ramalkan akan segera datangnya hari kiamat. Itu pengetahuan Tuhan
dan bukan hak kita untuk mengetahuinya; karena itu sekurang-ku-
rangnya dalam agama Kristen dan Islam, meramal-ramal itu dilarang
oleh Tuhan.
Saya perlu mengingatkan bahwa dengan atau tanpa anda dan ke-
percayaan anda, the world is going on. Kehidupan berjalan terus, ke-
majuan dan penemuan baru terus berlangsung, mulai dari manusia
menjelajah ruang angkasa sampai teknologi cloning. Orang-orang
yang tegar, realistis, dan positif terus berjuang untuk memperbaiki
kualitas kehidupan manusia melalui pekerjaan dan penemuan ilmiah
serta keberhasilan finansial, sedangkan orang-orang yang teracuni
dan mengidap kegilaan hari kiamat terus merenung durja dan hidup
dalam tempurung mengharapkan hari segera kiamat. Dan isu ten-
tang hari menjelang khiamat itu sudah berlangsung sejak beribu ta-
hun yang lalu sampai hari ini, tapi dunia masih oke-oke saja. Me-
ngapa anda mau menyia-nyiakan waktu dan kesempatan hanya de-
ngan bermimpi buruk? BANGUN!
Padahal, orang yang mengajarkan semua itu juga sangat rajin
mengajarkan kepada pengikutnya agar mereka rajin menyumbangkan
uang, harta benda, waktu dan tenaganya kepada organisasi. Luar
biasa! Organisasi dan para pemimpinnya makmur dan berduit, se-
dangkan pengikutnya diiming-imingi dengan janji-janji utopis tentang
akhirat yang antah berantah!
140
Tips #8
Kiat Menikmati Hidup
aalam Segfala Kondisi
141
untuk meraih sukses, dan setelah anda menyusun tujuan hidup serta
program aksi untuk mencapainya, saya akan memberikan kiat atau
tips, agar anda dapat menjalani hidup sehari hari dengan lebih nik-
mat, lebih senang, lebih relaks, lebih berbahagia, dan lebih sukses,
apa pun situasi kondisi anda saat sekarang.
Sebagaimana saya sampaikan sebelumnya, hidup itu relatif. Ke-
percayaan dan bahkan pengalaman hidup anda relatif. Definisi dan
manfaat kekayaan atau kemiskinan juga relatif. Kesenangan dan ke-
susahan juga relatif. Bahkan benar dan salah juga relatif. Semua itu
tergantung kepada di mana, kapan, dan siapa yang melihat, meng-
alami, atau menilainya. Asalkan anda telah memiliki prosperity
consciousness, anda telah berada di jalur yang benar untuk dapat hi-
dup sukses, kaya, dan bahagia. Nah sambil menjalani kehidupan ke-
seharian anda dalam mencapai cita-cita, maka anda harus bisa me-
nyiasati setiap keadaan dengan benar dan bermanfaat.
Dalam hal menganut kepercayaan—entah agama, entah falsafah
hidup, entah apa saja—selama anda secara pribadi merasa bahwa hi-
dup anda menjadi lebih baik, lebih nyaman, lebih enak, lebih se-
nang, lebih merdeka, lebih damai, lebih beruntung, lebih berbahagia,
dan lebih berguna bagi orang lain, maka anda harus terus me-
nganutnya tanpa perlu memperdulikan pendapat atau kritik orang
umum atau mayoritas. Ingat, karena kebenaran itu relatif, dan juga
pendapat mayoritas itu belum tentu benar, maka parameter perilaku
anda adalah kebergunaan: Selama apa yang anda lakukan adalah
menguntungkan diri anda dan keluarga anda, serta tidak merugikan
orang lain—dan lebih-lebih kalau juga berguna bagi masyarakat atau
dunia—itu adalah hal yang bagus, dan boleh dilakukan. Anda tidak
perlu harus disetujui atau diterima—apalagi disukai—oleh 100%
orang, itu mustahil. Selalu akan ada yang pro dan atau kontra ter-
hadap anda. Tuhan saja yang katanya maha baik, masih saja ada mu-
suhnya yaitu setan dan antek-anteknya, apalagi kita?
Tentu saja, jika perilaku anda hanya menguntungkan diri sendiri
namun merugikan orang lain, itu mengindikasikan bahwa ada yang
salah dan/atau bahwa anda egois, sehingga harus ditinjau ulang dan
diralat, agar anda tidak dimusuhi dan dihajar orang karena kesalahan
anda sendiri.
142
Jika sekarang anda masih hidup susah, tidak punya cukup uang
dan miskin, misalnya, jangan putus asa dan jangan kecewa. Anda
adalah kandidat sukses, dan saat sekarang pun anda masih berhak
untuk hidup enak dan menikmati kesenangan, dengan apa yang ada
pada diri anda. Jika anda belum bisa membeli kesenangan dengan
uang, carilah alternatif untuk menikmati kesenangan yang tidak me-
merlukan uang atau hanya membutuhkan sedikit uang.
Lihat kehidupan orang miskin yang tinggal di kolong jembatan.
(Anda pasti dalam keadaan yang lebih baik dari mereka, sebab jika
tidak, anda pasti tidak sedang membaca buku ini.) Setelah seharian
mencari nafkah secara sangat keras—mungkin dengan menjadi pe-
mulung, mungkin pedagang asongan, mungkin mengamen, mungkin
mengemis—mereka dapat bercengkerama dengan sesama temannya.
Kadang ada seorang yang bermain gitar atau sekadar menabuh em-
ber plastik. Mereka bisa bernyanyi dan menari dengan gembira. Bi-
asanya setelah lelah bekerja dan sedang menikmati waktu senggang,
mereka tinggal memutar radio yang mendendangkan lagu dangdut,
dan mereka bisa berjoget ria bersama. Setelah larut malam, mereka
masuk ke dalam gubuk kardus dan pergi tidur. Mungkin mereka ber-
mimpi indah, sampai esok pagi terbangun dan kembali menjalani
hidup. Satu hari demi satu hari mereka lewati dengan apa adanya.
Mereka adalah orang sederhana, tidak banyak maunya, dan bisa
mencukupi diri dengan apa yang ada pada mereka. Jika tidak ada na-
si, mereka bisa makan ubi atau singkong—yang penting kenyang.
Jika tidak ada lauk ikan, mereka bisa makan sepiring penuh nasi
hanya dengan tahu atau tempe dan cabai rawit.
Apakah yang sedang saya maksudkan, apakah saya menyamakan
anda dengan mereka? Ataukah saya sedang menyanggah premis saya
sendiri bahwa tidak ada yang baik atau enak dari kemiskinan? Tentu
saja tidak!
Yang saya coba sampaikan ialah suatu ilustrasi bahwa hidup itu
indah, yang dapat dinikmati oleh siapa pun juga dalam segala situasi.
Kedua adalah pesan bahwa hidup itu adil, bahwa tersedia sumber
daya dan kesempatan yang berlimpah pada alam dan keadaan untuk
dinikmati, baik oleh orang kaya maupun miskin.
143
Yang ketiga adalah pengulangan pesan, bahwa hidup itu relatif.
Kaya atau miskin, senang atau susah itu adalah relatif, tergantung
dari siapa yang menilainya. Bagi seseorang, mempunyai uang satu ju-
ta rupiah mungkin sudah dianggapnya kaya, sedangkan Bagi orang
yang lain, uang satu juta adalah peanut yang tidak mencukupi untuk
membeli selembar gaun pun. Bagi seseorang, mendengarkan radio
dengan musik dangdut sambil berjoget bersama teman adalah ke-
senangan, sedangkan bagi orang lain yang disebut kesenangan ialah
bisa berdansa di ballroom hotel niewah bersama teman-teman jetset.
Yang keempat adalah pesan inti bahwa baik-buruknya hidup atau
senang-susahnya suatu kondisi itu tergantung pada persepsi atau ke-
percayaan anda.
Nah bagi anda harusnya berlaku hukum manfaat, yaitu bahwa
anda mau dan mampu menikmati hidup ini setiap hari dan setiap sa-
at dengan senang, relaks, bahagia serta penuh harapan. Sekalipun
mata dan imajinasi anda terus membayangkan masa depan yang gi-
lang-gemilang, kaya serta sukses, namun kaki anda harus tetap me-
mijak bumi, dengan bekerja melakukan yang terbaik dengan lebih
baik lagi setiap harinya. Bersamaan dengan itu anda tidak lupa untuk
menikmati dan memanfaatkan setiap peristiwa, aktivitas, dan sumber
daya serta hubungan interrelasi dengan keluarga dan sesama anda se-
cara senang dan tenang, serta apa adanya.
Anda tidak mau menjadi orang bodoh yang kegembiraan serta
gairah hidupnya terpenjara dengan kenangan masa lalu, sehingga ti-
dak mau atau tidak mampu menikmati hari ini. Mungkin kalimat
gombalnya berbunyi, "Kegembiraan saya telah terkubur di masa
lalu." Anda pun tidak mau menjadi orang bodoh yang hidup dalam
impian masa depan yang utopis, sehingga tidak mau dan tidak mam-
pu menikmati hari ini. Mungkin kalimat neurotisnya berbunyi,
"Saya baru akan bergembira jika semua keinginan saya tercapai."
Janganlah menunda atau menunggu untuk bertindak dan me-
nikmati hidup apa adanya HARI INI, SEKARANG. Saya ingatkan
bahwa hari kemarin itu nothing dan hari esok juga nothing. Hari ini-
lah yang bisa kita sebut hidup dan everything.
144
Tanpa hari ini, anda sudah mati. Jika anda hanya hidup di hari
kemarin, maka anda bernama "almarhum atau almarhumah", karena
anda hanya tinggal kenangan, masa lalu. Jika anda hanya hidup di
hari depan, anda bernama "konsep" atau "fetus, bakal janin", karena
anda belum ada dan belum hidup, baru mungkin akan ada. Jadi se-
sungguh-sungguhnya yang bisa disebut hidup dan ada atau being
atau exist itu adalah hari ini, SEKARANG!
Karena itu saudaraku, sebelum kita berpisah menjalani kehidupan
kita masing-masing menuju kehidupan yang lebih baik dan lebih
berbahagia serta lebih bermanfaat, maka pesan saya ialah: Nikmatilah
hari ini sebebas-bebasnya, sesenang-senangnya, sepuas-puasnya, sebatas
anda bisa sesuai dengan sumber daya dan kesempatan yang ada, asal-
kan tidak menghambat pencapaian tujuan hidup anda yang lebih
berguna dan lebih sukses di kemudian hari, serta tidak merugikan
orang lain.
Nikmatilah setiap detik yang anda miliki dengan senang dan nya-
man, jangan menundanya sampai besok. Demikian juga jika kega-
galan, kekecewaan, kesedihan atau keputusasaan datang menerjang
dan berusaha menghancurkan impian serta hidup anda, hadapilah
dengan tegar dan berani; atasilah segera; bangkitlah kembali dan ber-
juanglah kembali. Ingat, tidak ada barang satu pun yang perlu anda
takuti dalam hidup ini. Seburuk-buruknya penderitaan atau mala-
petaka, ujungnya hanya mati, dan kematian bukanlah hal yang perlu
di takuti. Bagi orang yang tidak takut hidup, juga tidak akan takut
mati, karena hidup itu jauh lebih kompleks daripada mati, nampaknya,
Baiklah saudaraku, sudah waktunya kita berpisah. Namun demi-
kian, jika anda mengalami kendala dalam menerapkan konsep yang
ada pada buku ini, dan/atau anda hendak berbagi cerita dengan saya,
jangan sungkan untuk menghubungi saya via penerbit Gramedia,
atau via email. Asalkan anda tidak tergesa-gesa, saya bersedia men-
jawab email atau surat anda.
145
TENTANG PENULIS
147