Anda di halaman 1dari 20

PROSES PERUMUSAN DASAR NEGARA DAN PENGESAHAN PANCASILA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Pendidikan Pancasila

Dosen Pengampu:
Puji Lestari, S.Pd., M.Si
Iwan Hardi Saputro, S.Pd., M.Si

Disusun Oleh:
Heina Anggina Sanggradewi
7101416215
Pendidikan Administrasi Perkantoran

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


2017
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Setiap pemikiran, sikap, dan tindakan berbangsa dan bernegara


haruslah berlandaskanazas-azas Negara. Kita sebagai warga Negara
Indonesia yang taat azas harus mampu memahami dan menjiwai serta
mampu mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sosial politik
dimanapun dan kapanpun. Pancasila dan UUD 1945 merupakan landasan
nyata dalam membangun Negara Republik Indonesia yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil serta makmur. Maka dari itu setiap warga Negara
harus memahami dan menerapkan nilai-nilai landasan Negara secara
nyata, terutama Pancasila.
Pada zaman modern ini, banyak ditemukan masyarakat yang tidak
begitu memahami makna dan hakekat Pancasila. Masyarakat mengaku
telah menerapkan nilai-nilai Pancasila. Namun secara kasat mata masih
ditemukan banyak sikap dan tindakan yang menyimpang jauh dari dasar
ideologi bangsa ini. Terjadinya kasus HAMBALANG, kasus
penyalahgunaan pengadaan haji, dan kasus simulator SIM yang
merupakan contoh kongkrit kejahatan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang
terjadi di Negara kita menjadi salah satu bukti bahwa ideologi Pancasila
tidak dimaknai dengan hati dan tidak diterapkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, baik rakyat kecil maupun pejabat tinggi
Negara. Penyimpangan dasar ideologi Pancasila juga seringkali terjadi
dalam lingkup terkecil masyarakat, hal-hal sepele yang dilakukan generasi
muda seperti mencontek dalam ujian, pelanggaran lalu lintas, tawuran
antar pelajar, dan konvoi rusuh yang mengganggu ketertiban umum ikut
menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila tidak benar-benar dikenal oleh
masyarakat.
Pengenalan dan penanaman nilai-nilai Pancasila secara perlahan
dan konsisten dapat meminimalisir tindakan penyimpangan dan kejahatan
ideologi dalam masyarakat. Tidak hanya isi atau butir-butir, sangat
diperlukan pula pengenalan sejarah terbentuknya Pancasila baik dari segi
proses perumusan hingga pengesahan agar masyarakat terutama
generasi muda dapat benar-benar memahami, menghargai,dan
mengamalkan Pancasila yang disusun tidak hanya dengan tinta, namun
dengan darah dan keringat para pahlawan pendiri tanah air Indonesia.
Proses perumusan Pancasila memiliki alur yang panjang dan rumit, begitu
pula proses pengesahannya. Oleh sebab itu, sudah selayaknya sebagai
warga Negara Republik Indonesia untuk mengetahui dan mempelajari
sejarah perumusan serta pengesahan Pancasila sebagai bentuk
penghargaan kepada para penyusun Pancasila dan kepada ideologi
Pancasila itu sendiri.
Tujuan
Mengetahui dan memahami proses perumusan, pengesahan dan
perkembangan Pancasila.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana perumusan pancasila?
2. Bagaimana pengesahan pancasila?
3. Bagaimana perkembangan pancasila?
BAB II
PEMBAHASAN

PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sejak awal kelahirannya (1 Juni 1945), Pancasila dimaksudkan


sebagai dasar falsafah Negara Kesatuan Republik Indonesia, atau lebih
dikenal sebagai Dasar Negara (Philosofische grondslag). Hal ini dapat
diketahui pada saat Soekarno diminta oleh ketua Dokuritsu Zyunbu
Tyoosakai untuk berbicara didepan sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 1 Juni 1945, menegaskan
bahwa beliau akan memaparkan dasar Indonesia Merdeka, sesuai
dengan permintaan ketua. Menurut Soekarno, pembicara-pembicara
terdahulu belum menyampaikan dasar Indonesia Merdeka. Bahkan
Soekarno menyatakan:
“Maaf, beribu maaf! Banyak anggota yang telah berpidato, dan
dalam berpidato mereka itu diutarakan hal-hal yang sebenarnya bukan
permintaan Paduka Tuan Ketua yang mulia, yaitu bukan dasarnya
Indonesia Merdeka. Menururt anggapan saya yang diminta oleh Paduka
Tuan Ketua yang mulia ialah, dalam bahasa Belanda: “Philosofische
gronslag” daripada Indonesia Merdeka. Philosofische grondslag itulah
pundamental, filsafat, pemikiran yang sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat,
yang sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia
Merdeka yang kekal dan abadi” (Sekretariat Negara, 1995:63)
Pada bagian pidato berikutnya, Soekarno menyatakan, bahwa
philosofische grondslag diatas mana kita mendirikan negara Indonesia,
tidak lain adalah Weltanschauung. Bahkan Soekarno lebih menegaskan
lagi Weltanschauung yang kita harapkan tidak lain adalah Persatuan
Philosofisce grondslag.
Pada paparan berikutnya Soekarno menyatakan filosofisch
prinscipe yang kedua adalah Internasionalisme. Soekarno menyatakan
bahwa internasionalisme bukanlah berarti kosmopolitisme, yang menolak
adanya kebangsaan. Pada saat menjelaskan prinsip yang dasar ketiga,
Soekarno menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara “semua
buat semua, satu buat semua, semua buat satu”, oleh karenanya “saya
yakin bahwa syarat yang mutlak untuk kuatnya negara Indonesia ialah
permusyawaratan-perwakilan”. Demikian berikutnya untuk prinsip dasar
negara yang keempat Soekarno mengusulkan prinsip kessejahteraan
ialah prinsip tidak akan ada kemiskina didalam Indonesia Merdeka.
Prinsip dasar kelima adalah prinsip Indonesia Merdeka dengan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Prinsip-prinsisp filsafati yang
dijelaskan oleh Soekarno tersebut di atas merupakan Dasar Negara.
Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk
seorang teman kita ahli bahasa-namanya ialah Panca Sila. Sila artinya
asas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita mendirikan Negara
Indonesia, kekal dan abadi. (Sekretariat Negara 1995:81).
Prinsip-prinsip filsafati pancasila sejak awal kelahirannya diusulkan
sebagai Dasar Negara (Philosofische grondslag, Weltanschauung)
Republik Indonesia, yang kemudian diberi status (kedudukan) yang tegas
dan jelas dalam alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
(18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia). Hal ini mengandung konsekuensi dalam bidang hukum
negara, bahwa Pancasila merupakan Dasar Hukum, Dasar Moral, Kaidah
Fundamental bagi peri kehidupan bernegara di Indonesia dari tingkat
pusat sampai ke tingkat daerah. (Notonagoro, tt, Dardjidarmodihardjo, tt,
Soegito A.T., 1978: 16; Soegito A.T., 1982: 4).
Pancasila dalam pengertiannya yang umum, abstrak atau
universal, mempunyai hakekat isi yang mutlak, bersifat tetap dan tidak
berubah. Oleh karena itu untuk merealisasikan pelaksanaannya
memerlukan pengkhususan, dengan cara mentrasformasikan pengertian
umum, abstrak atau universal menjadi pengertian umum kolektif dan
khusus konkrit. Adapun proses transformasi itu adalah sebagai berikut
Pancasila
Dasar Falsafah Negara

Hakekat isi
Umum abstrak/Universal Pancasila sebagai Dasar
Falsafah Nggara Mutlak dan
Obyektif

Realisasi dalam Bentuk dan


Isi

Pancasila sebagai pedoman


Umum Kolektif penyelenggara negara

Pancasila sebagai pelaksana


Khusus Konkrit politik negara

Pendidikan Pancasila ( A.T.Soegito, dkk, 2015:53)

Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi


pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah
negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu
landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur
negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya
yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya
seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan
seluruh kehidupan negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan
Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan.
Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan Pancasila sebagai dasar negara yang
berarti melaksanakan nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah seharusnya
semua peraturan perundang-undangan di negara Republik Indonesia
bersumber pada Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara Republik
Indonesia mempunyai implikasi bahwa Pancasila terikat oleh suatu
kekuatan secara hukum, terikat oleh struktur kekuasaan secara formal,
dan meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang menguasai
dasar negara (Suhadi, 1998). Cita-cita hukum atau suasana kebatinan
tersebut terangkum di dalam empat pokok pikiran Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 di mana keempatnya sama hakikatnya dengan
Pancasila. Empat pokok pikiran Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tersebut lebih lanjut terjelma ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar
1945. Barulah dari pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 itu diuraikan
lagi ke dalam banyak peraturan perundang-undangan lainnya, seperti
misalnya ketetapan MPR, undang-undang, peraturan pemerintah dan lain
sebagainya.
Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. (Suwarno,P.J,hlm. 12)

Kedudukan dan fungsi Pancasila yang pokok yaitu sebagai dasar


negara Indonesia dan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia.
Pandangan hidup masyarakat dituangkan dan dilembagakan menjadi
pandangan hidup bangsa Indonesia (nasional). Pandangan hidup bangsa
Indonesia dilembagakan menjadi pandangan hidup negara Indonesia.
Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi
negara nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dan menjelma
menjadi pandangan hidup bangsa yang telah dirintis sejak zaman
sriwijaya, majapahit, kemudian Sumpah Pemuda.lalu diangkat dan
dirumuskan oleh para pendiri Negara dalam siding-sidang, BPUPKI,
Panitia Sembilan, serta siding PPKI dan disepakati sebagai dasar negara
dan dalam pengertian inilah maka Pancasila sebagai pandangan hidup
negara sekaligus sebagai ideology negara. Pancasila sebagai ideologi
yang bersifat dinamis, terbuka, dan reformatif.
Suatu ideologi suatu bangsa memiliki ciri khas masing-masing. Namun
ada juga yang dipaksakan ideologinya sehingga tak mencerminkan
kepribadian dan karakteristik bangsa tersebut. Negara Indonesia
berdasarkan filsafat pancasila yaitu suatu Negara persatuan,kebangsaan
serta bersifat integralistik. Negara Pancasila adalah Negara kebangsaan
yang berketuhanan Yang Maha Esa dan berkedailan sosial
Pendidikan Pancasila (Dr.H.Kaelan,M.S, 2004:16)

KRONOLOGI PERUMUSAN DASAR PANCASILA

Keterbatasan Jepang dalam perang Dunia II membawa sejarah


baru dalam kehidupan bangsa indonesia yang dijajah Belanda ratusan
tahun lamanya. Bersamaan dengan masuknya tentara Jepang tahun
1942 di Nusantara, berakhir pula suatu sistem penjajahan bangsa Eropa
dan kemudian digantikan dengan penjajahan baru yang secara khusus
diharapkan dapat membantu mereka yang terlibat perang.
Menjelang akhir tahun 1944, bala tentara Jepang secara terus
menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian
membawa perubahan perang dari sekutu. Hal ini kemudian membawa
perubahan baru bagi pemerintah Jepang di Tokyo dengan janji
kemerdekaan yang diumumkan Perdana Menteri Koiso tanggal 7
September 1944 dalam sidang istimewa Parlemen Jepang (Teikoku Gikai)
ke-85. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal Kumakhichi
Harada tanggal 1 Maret 1945 yang merencanakan pembentukan Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Sebagian relialisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepala
pemerintahan Jepang untuk Jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI
dengan anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakil atau
mencerminkan suku/golongan yang tersebar di wilayah indonesia yang
mewakili pemerintahan Jepang Tuan Hachibangase. Dalam
melaksanakan tugasnya dibentuk beberapa panitia kecil, antara lain
panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam
sejarah perumusan Pancasila sebagai dasar negara.
Pendidikan Kewarganegaraan.(Budiyanto,Penerbit erlangga)

Rapat dibuka pada tanggal 28 mei 1945 dan pembahasan dimulai


keesokan harinya 29 mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada rapat
pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang
dasar negara. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan
pendapatnya tentang dasar negara.
Pada tanggal 29 mei 1945, Mr. Muhammad Yamin dalam pidato
singkatnya mengemukakan lima asas, yaitu:
1. Peri kebangsaan
2. Peri kemanusiaan
3. Peri ketuhanan
4. Peri kerakyatan
5. Peri kesejahteraan rakyat
Selain usulan lisan Muh Yamin tercatat menyampaikan usulan tertulis
mengenai rancangan dasar negara. Usulan tertulis yang disampaikan
kepada BPUPKI oleh Muh Yamin berbeda dengan rumusan kata-kata dan
sistematikanya dengan yang dipresentasikan secara lisan,yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pada tanggal 31 mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo mengusulkan lima
asas, yaitu:
1. Persatuan
2. Keseimbangan lahir bathin
3. Kekeluargaan
4. Keadilan rakyat
5. Musyawarah
Selain Muh Yamin, beberapa anggota BPUPKI juga menyampaikan
usul dasar negara, diantaranya adalah Ir Sukarno. Usul ini disampaikan
pada 1 Juni 1945 yang kemudian dikenal sebagai hari lahir Pancasila.
Usul Sukarno sebenarnya tidak hanya satu melainkan tiga buah usulan
calon dasar negara yaitu lima prinsip, tiga prinsip, dan satu prinsip.
Sukarno pula- lah yang mengemukakan dan menggunakan istilah
“Pancasila” (secara harfiah berarti lima dasar) pada rumusannya ini atas
saran seorang ahli bahasa (Muh Yamin) yang duduk di sebelah Sukarno.
Oleh karena itu rumusan Sukarno di atas disebut dengan
Pancasila,Trisila, dan Ekasila.
Rumusan Pancasila: :
1. Nasionalisme dan kebangsaan Indonesia
2. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
3. Mufakat atau demokrasi
4. Kesejahteraan sosial
5. .ke-Tuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Trisila
1. Socio-nationalisme
2. Socio-demokratie
3. Ketuhanan yang berkebudayaan
Rumusan Ekasila
1. Gotong-Royong
Tokoh-tokoh Perumus Pancasila
1. Ir. Soekarno
2. A.A. Maramis
3. Mr. Kasman Singodimedjo
4. Ko Bagoes Hadikoesoemo
5. Agus Salim
6. Abikoesno Tjokrosoejoso
7. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim
8. Prof. K.H. Abdul Kahar Moedzakir
9. Dr. Moch.Hatta
10. Muhammad Yamin

Usulan-usulan blue print Negara Indonesia telah dikemukakan


anggota-anggota BPUPKI pada sesi pertama yang berakhir tanggal 1 Juni
1945. Selama reses antara 2 Juni – 9 Juli 1945, delapan orang anggota
BPUPKI ditunjuk sebagai panitia kecil yang bertugas untuk menampung
dan menyelaraskan usul-usul anggota BPUPKI yang telah masuk.
Pada 22 Juni 1945 panitia kecil tersebut mengadakan pertemuan
dengan 38 anggota BPUPKI dalam rapat informal. Rapat tersebut
memutuskan membentuk suatu panitia kecil berbeda (kemudian dikenal
dengan sebutan “Panitia Sembilan”) yang bertugas untuk menyelaraskan
mengenai hubungan Negara dan Agama.
Dalam menentukan hubungan negara dan agama anggota BPUPKI
terbelah antara golongan Islam yang menghendaki bentuk teokrasi Islam
dengan golongan Kebangsaan yang menghendaki bentuk negara sekuler
dimana negara sama sekali tidak diperbolehkan bergerak di bidang
agama. Persetujuan di antara dua golongan yang dilakukan oleh Panitia
Sembilan tercantum dalam sebuah dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar”. Dokumen ini pula yang disebut Piagam Jakarta (Jakarta
Charter) oleh Mr. Muh Yamin. Adapun rumusan rancangan dasar negara
terdapat di akhir paragraf keempat dari dokumen “Rancangan Pembukaan
Hukum Dasar” (paragraf 1-3 berisi rancangan pernyataan
kemerdekaan/proklamasi/declaration of independence). Rumusan ini
merupakan rumusan pertama sebagai hasil kesepakatan para “Pendiri
Bangsa”.
Adapun bunyi lengkapnya “Piagam Jakarta” adalah sebagai berikut:
Mukaddimah
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan,
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa
menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu
dalam suatu Hukum Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilam, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta, 22-6-2605
Ir. Soekarno
Drs. Muh. Hatta
Mr. A.A. Maramis
K.H. Wachid Hasjim
Abdul Kahar Muzakkir
H. Agus Salim
Abikusno Tjokrosujoso
Mr. Ahmad Subardjo
Mr. Muhammad Yamin
Rumusan kalimat
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

Alternatif pembacaan
Alternatif pembacaan rumusan kalimat rancangan dasar negara pada
Piagam Jakarta dimaksudkan untuk memperjelas persetujuan kedua
golongan dalam BPUPKI sebagaimana terekam dalam dokumen itu
dengan menjadikan anak kalimat terakhir dalam paragraf keempat
tersebut menjadi sub-sub anak kalimat.
“… dengan berdasar kepada: ke-Tuhanan
1. dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-
pemeluknya, menurut dasar,
2. kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. persatuan Indonesia, dan
4. kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan[;] serta
5. dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Rumusan dengan penomoran (utuh)
1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya
2.Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5.Serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Rumusan populer
Versi populer rumusan rancangan Pancasila menurut Piagam Jakarta
yang beredar di masyarakat adalah:

1.Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-


pemeluknya
2.Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5.Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (Dr. K. H. Abdul Hamid,dkk,
2012:85)
Sidang BPUPKI ke-2 (10-16 Juli 1945)
Ada tambahan 6 anggota pada siding BPUPKI kedua ini. Selain itu
Ir Soekarno juga melaporkan hasil pertemuan panitia Sembilan yang telah
mencapai suatu hasil yang baik yaitu suatu modus atau persetujuan
antara golongan Islam dengan golongan kebangsaan. Peretujuan tersebut
tertuang dalam suatu rancangan Pembukaan hukum dasar, rancangan
preambul Hukum dasar yang dipermaklumkan oleh panitia kecil Badan
Penyelidik dalam rapat BPUPKI kedua tanggal 10 juli 1945. Panitia kecil
badan penyelidik menyetujui sebulat-bulatnya rancangan preambule yang
disusun oleh panitia Sembilan tersebut.
Dalam sidang ini istilah hukum dasar diganti dengan istilah
Undang-Undang Dasar. Keputusan penting dalam rapat ini anara lain:
tanggal 10 juli diambil keputusan tentang bentuk Negara. Dari 64 suara
yang pro republik 55 orang yang meminta bentuk kerajaan 6 orang adapu
bentuk lain dan blanko 1 orang. Tanggal 11 juli keputusan tentang luas
wilayah Negara. Sebanyak 39 suara memilih daerah Hindia Belanda
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (borneo Inggris), Irian timur,
Timor Portugis dan Pulau-pulau sekitanya.
Keputusan-kepuusan lain yaitu membentuk panitia perancangan
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membentuk
panitia ekonomi dan keuangan yang diketuai oleh Drs. Moh. Hatta, dan
juga membentuk panitia pembelaan tanah air diketuai oleh Abikusno
Tjokrosoejoso. Dan pada tanggal 14 Juli Badan Penyelidik bersidang lagi
dan Panitia Perancanga Undang-Undang dasar yang diusulkan terdiri atas
3 bagian, yaitu: 1. Pernyataan Indonesia merdeka, yang berupa dakwaan
di muka dunia atas penjajahan Belanda 2. Pembukaan yang didalamnya
terkandung dasar Negara Pancasila dan 3. Pasal-pasal UUD
(Pringgodigdo, 1979: 169-170)

Budiono, Kabul, Pendidikan Pancasila untuk PerguruanTtinggi. 2009 , Alfabeta :


Bandung,

PROSES PENGESAHAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA RI

Pembentukan PPKI

Menyerahkan kekaisaran Jepang yang mendadak dan diikuti


dengan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diumumkan sendiri oleh
Bangsa Indonesia (lebih awal kesepakatan semula dengan Tentara
Angkatan Darat XVI Jepang) menimbulkan situasi darurat yang harus
segera diselesaikan. Karna desakan para tokoh Indonesia, akhirnya
Jepang menyetujui untuk membentuk badan persiapan kemerdekaan
dengan membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia)
pada 7 Agustus 1945 yang beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa,
3 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Sulawes, 1 orang dari Nusa
Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa).
Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut :
1. Ir. Soekarno (Ketua)
2. Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3. Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4. KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5. R. P. Soeroso (Anggota)
6. Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7. Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8. Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9. Otto Iskandardinata (Anggota)
10. Abdoel Kadir (Anggota)
11. Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12. Pangeran Poerbojo (Anggota)
13. Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14. Mr. Abdul Maghfar (Anggota)
15. Mr. Teuku Mohammad Hasan (Anggota)
16. Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17. Andi Pangerang (Anggota)
18. A.H. Hamidan (Anggota)
19. I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20. Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21. Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)

Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan


bertambah 6 yaitu:
1. Achmad Soebardjo (Penasehat)
2. Sajoeti Melik (Anggota)
3. Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4. R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5. Kasman Singodimedjo (Anggota)
6. Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)
Tanggal 8 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru,
Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk
bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak
dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi
kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan
alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat
terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Sidang PPKI Pertama (18 Agustus 1945)
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengadakan sidangnya yang
pertama. Pada sidang ini PPKI membahas konstitusi negara Indonesia,
Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, serta lembaga yang membantu
tugas Presiden Indonesia. PPKI membahas konstitusi negara Indonesia
dengan menggunakan naskah Piagam Jakarta yang telah disahkan
BPUPKI. Namun, sebelum sidang dimulai, Bung Hatta dan beberapa
tokoh Islam mengadakan pembahasan sendiri untuk mencari
penyelesaian masalah kalimat ”... dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya” pada kalimat ”Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tokoh-
tokoh Islam yang membahas adalah Ki Bagus Hadikusumo, Kasman
Singodimejo, K.H. Abdul Wachid Hasyim, dan Teuku Moh. Hassan.
Mereka perlu membahas hal tersebut karena pesan dari pemeluk agama
lain dan terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur yang merasa
keberatan dengan kalimat tersebut. Mereka mengancam akan mendirikan
negara sendiri apabila kalimat tersebut tidak diubah. Dalam waktu yang
tidak terlalu lama, dicapai kesepakatan untuk menghilangkan kalimat ”...
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.
Hal ini dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia. Kita harus menghargai nilai juang para tokoh-tokoh yang
sepakat menghilangkan kalimat ”.... dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.” Para tokoh PPKI berjiwa besar
dan memiliki rasa nasionalisme yang tinggi. Mereka juga mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Adapun tujuan diadakan pembahasan sendiri tidak pada forum
sidang agar permasalahan cepat selesai. Dengan disetujuinya perubahan
itu maka segera sidang pertama PPKI dibuka.

keputusan:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD 1945 dan UUD
1945
2. Memilih presiden dan wakil presiden (Sukarno dan Moh. Hatta)
3. Membentuk Komite Nasional Indonesia sebagai badan musyawarah
darurat.

Pancasila yang direfisi:


1. ke-Tuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia
4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
5. Serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Tim Pendidikan Pancasila Unesa. 2014. Pendidikan Pancasila. Surabaya:
UnesaUniversity Press.
PERKEMBANGAN PANCASILA
Pancasila I (menurut sidang BPUPKI):
1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalisme atau peri-kemanusiaan.
3. Mufakat atau demokrasi.
4. Kesejahteraan sosial.
5. Ke- Tuhanan.
Pancasila II (menurut Piagam Jakarta)
1. Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila III ( menurut sidang PPKI) dan dipakai sampai sekarang.
1. Ke-Tuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dan terbentuklah dasar negara Indonesia Pancasila dengan isi
yang kita ketahui sekarang. Tetapi inti dari sila pancasila merupakan
gabungan semua ideologi yang ada di dunia ini.
Tuhan, yaitu sebagai kausa prima (Agama).
Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial(Internasionalisme)
Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian tersendiri(Nasionalisme)
Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja dsn gotong royong
(Demokrasi).
Adil, yaitu memberi keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya (Sosialisme).
Dari uraian itu maka Pancasila merupakan sebuah ideologi yang lengkap
dan sempurna bagi sebuah terbentuknya negara.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pancasila
mengalami proses perumusan yang panjang dan berat, mulai dari
persidangan pertama BPUPKI hingga persidangan kedua BPUPKI.
Pancasila disahkan pada persidangan PPKI pada 18 Agustus 1945.
Rumusan Pancasila dikumandangkan kepada seluruh bangsa Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945. Perkembangan Pancasila masih terjadi
setelah proklamasi kemerdekaan. Ternyata masih banyak ditemukan
perbedaan pemahaman ideologi Pancasila dari masa ke masa

Saran
Diharapkan untuk setiap Warga Negara Indonesia untuk lebih
memahami dan mendalami hakikat Pancasila serta proses perumusan
dan pengesahan Pancasila sebagai bukti cinta tanah air dan penghargaan
terhadap perjuangan para tokoh perumus Pancasila dan terhadap ideologi
Pancasil itu sendiri.
Daftar Pustaka:

A.T.Soegito, dkk. Pendidikan Pancasila .2015


Dr.H.Kaelan,M.S. Pendidikan Pancasila. 2004
Suwarno,P.J. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia.
Budiyanto. Pendidikan Kewarganegaraan:Penerbit erlangga)
Dr. K. H. Abdul Hamid,dkk. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
2012:
Saafroedin Bahar Risalah Sidang BPUPKI-PPKI 29 Mei 1945-19 Agustus
1945. (ed). (1992)
Tim Fakultas Filsafat Pendidikan Pancasila. UGM Edisi 2:2005. Jakarta:
Universitas Terbuka
Budiono, Kabul, Pendidikan Pancasila untuk PerguruanTtinggi. 2009 ,
Alfabeta : Bandung,
Kaelan, Pedidikan Pancasila, 2003, Paradigma : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai