INSIDEN
Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per
100.000 penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina
dan India. Di Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini
ditemukan pada 10-15%dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih
banyak dengan rasio laki-lakibanding wanita sebesar 2:1. 2
Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan
perbandingan antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada
tahun 2000 adalah 0,3 per100.000 penduduk.
Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid, frontal
dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun. Karsinoma sel skuamosa
merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh persen tumor
sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga nasal,
10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan
frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor
maligna muncul di dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1%
di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.2
ANATOMI
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka yang
paling besar dan kuat. Mandibula merupakan satu – satunya tulang pada
tengkorak yang dapat bergerak. Mandibula dapat ditekan dan diangkat pada waktu
membuka dan menutup mulut. Dapat ditonjolkan, ditarik ke belakang dan sedikit
digoyangkan dari kiri ke kanan dan sebaliknya sebagaimana terjadi pada waktu
mengunyah.3
Pada perkembangannya tulang ini terdiri dari dua belahan tulang yang
bersendi di sebelah anterior pada simpisis mental, persatuan kedua belahan tulang
ini terjadi pada umur dua tahun membentuk sebuah korpus yang letaknya
horisontal dan berbentuk seperti tapal kuda, menjorok ke muka serta mempunyai
dua buah cabang yang menjorok ke atas dari ujung posterior korpus.3
B. Ramus
Ramus terdiri dari dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus (lateralis)
Permukaan ini kasar dan datar. Bagian posterior atas licin yang berhubungan
dengan glandula parotis. Sisa dari permukaan merupakan insersio dari muskulus
masseter.3
2) Permukaan internus (medialis)
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang merupakan awal dari
kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus dentalis dan pembuluh – pembuluh
darahnya.3
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis
dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer
berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian
tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.5
Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa
yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik.6
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber
(1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan
epiteluim oral. 7,9
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997:
136-143.)
Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.7
Gambar Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi
pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama
pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis
kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling
sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi
pada maksila biasanya pada regio posterior.8
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah
pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat,
lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia
jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.8
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi
dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam
tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun prognosis.8
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka kejadian
rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini
memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.8
Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor
ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara
klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi..9
Tipe periferal/ekstraosseus
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian
ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena.
Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi
bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO
membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform,
acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.12
Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan
adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan
periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan
yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan
kista.12
Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista
kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang
fibrous dan padat..12
Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran roentgen.14
Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-
143.)
2.6 PENATALAKSANAAN
Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena
lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.17
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi.
Iradiasi paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus
dilakukan secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada
daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini
tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-
ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi.17
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun
reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang
pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan
terbaik untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa
ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau
bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang
yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus
ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91%
jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan
reseksi (18 kasus).
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan
tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan
tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak
biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan,
perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
Eksisi Blok
Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V.
Mosby Company,1969: 993)
Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump
Deformity”.16
Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid
berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral
biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.17
Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus
Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial
Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)
Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA, Hausamen
JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007:432)
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung
kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator
interim, dan obturator definitif.18
Obturator Bedah
Obturator Interim
Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek
jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena
proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila
dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan
jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan
tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula
akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang
tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.19
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan
untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan
dalam 3 kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang
dan tulang autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada
rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium
aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat,
proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari
stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) ,
vitallium dan titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi
ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.19
DAFTAR PUSTAKA
1.Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose
andThroat. 3rdElsevier, New Delhi 2007 ; p. 192-198
7.Bull, PD. Carcinoma Of The Maxillary Antrum. In : Bull, PD. Diseases of the
Ear, Noseand Throat. 9thEd
8.Greene, FL et al., Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In: Greene, FL et al.,
(Eds) AJJCancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer, Springer.
America 2006; pp.53-609.Bailey JB.Neoplasms of the Nose and Paranasal
Sinuses. In : Bailey Jb (Ed) Head andNeck Surgery – Otolaryngology. 4thEd,
Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins,Philadephia 2006 pp: 1481-
148813.
9. Maxillary Ameloblastoma, available at : http://www.cancer.org