Anda di halaman 1dari 28

PENDAHULUAN

Tumor mandibula merupakan tumor odontogenik yang berasal dari


epitelium yang terlibat dalam proses pembentukan gigi, akan tetapi pemicu
transformasi neoplastik pada epitel tersebut belum diketahui dengan pasti. Secara
mikroskopis, tumor mandibula tersusun atas pulau-pulau epitelium di dalam
stroma jaringan ikat kolagen. Tumor mandibula juga mempunyai beberapa variasi
dari tampilan histopatologis, akan tetapi tipe yang paling sering terlihat yaitu tipe
folikular dan pleksiform. Pada sebagian besar kasus, tumor mandibula biasanya
asimptomatik, tumbuh lambat, dan dapat mengekspansi rahang.1
Tumor maksila adalah jaringan baru (neoplasma) yang timbul dalam tubuh
akibat pengaruh berbagai faktor menyebabkan jaringan setempat pada tingkat gen
dan adanya kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya.1
Ameloblastoma ialah tumor yang berasal dari jaringan organ enamel yang
tidak menjalani diferensiasi membentuk enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat
tepat oleh Robinson bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional,
pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak dan secara klinis
bersifat persisten. Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari epitelial
odontogenik. Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara lokal
invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.1

INSIDEN
Insiden tertinggi keganasan sinonasal ditemukan di Jepang yaitu 2-3,6 per
100.000 penduduk pertahun, juga ditemukan di beberapa tempat tertentu di Cina
dan India. Di Departemen THT FKUI RS Cipto Mangunkusumo, keganasan ini
ditemukan pada 10-15%dari seluruh tumor ganas THT. Laki-laki ditemukan lebih
banyak dengan rasio laki-lakibanding wanita sebesar 2:1. 2
Insidensi di India sekitar 0,44% dari seluruh keganasan di India dengan
perbandingan antara pria dan wanita adalah 0,57% banding 0,44%. Insiden pada
tahun 2000 adalah 0,3 per100.000 penduduk.
Kebanyakan melibatkan sinus maksila diikuti dengan sinus etmoid, frontal
dan sfenoid. Penyakit ini sering pada usia 40-60 tahun. Karsinoma sel skuamosa
merupakan jenis yang paling sering ditemukan. Enam puluh persen tumor
sinonasal berkembang di dalam sinus maksilaris, 20-30% di dalam rongga nasal,
10-15% di dalam sinus etmoidalis, dan 1% di dalam sinus sfenoidalis dan
frontalis. Apabila hanya melibatkan sinus-sinus paranasal tersendiri, 77% tumor
maligna muncul di dalam sinus maksilaris, 22% di dalam sinus etmoidalis dan 1%
di dalam sinus sfenoidalis dan frontalis.2

ANATOMI
Mandibula adalah tulang rahang bawah dan merupakan tulang muka yang
paling besar dan kuat. Mandibula merupakan satu – satunya tulang pada
tengkorak yang dapat bergerak. Mandibula dapat ditekan dan diangkat pada waktu
membuka dan menutup mulut. Dapat ditonjolkan, ditarik ke belakang dan sedikit
digoyangkan dari kiri ke kanan dan sebaliknya sebagaimana terjadi pada waktu
mengunyah.3
Pada perkembangannya tulang ini terdiri dari dua belahan tulang yang
bersendi di sebelah anterior pada simpisis mental, persatuan kedua belahan tulang
ini terjadi pada umur dua tahun membentuk sebuah korpus yang letaknya
horisontal dan berbentuk seperti tapal kuda, menjorok ke muka serta mempunyai
dua buah cabang yang menjorok ke atas dari ujung posterior korpus.3

Bagian – bagian mandibula,


A. Korpus
Korpus juga mempunyai dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus
Permukaan eksternus kasar dan cembung. Pada bagian ini terdapat suatu
linea oblikum yang meluas dari ujung bawah pinggir anterior ramus menuju ke
bawah dan ke muka serta berakhir pada tuberkumum mentale di dekat garis
tengah. Dan terdapat juga foramen montale yang terletak di atas linea oblikum dan
simpisis menti yang merupakan rigi di garis tengah yang tidak nyata di bagian
atas pada tengah pada tempat persatuan dari kedua belahan foetalis dari korpus
mandibula.3
2) Permukaan internus
Permukaan internus agak cekung. Pada permukaan ini terletak sebuah
linea milohyodea, yang meluas oblik dari di bawah gigi molar ke tiga menuju ke
bawah dan ke muka mencapai garis tengah, linea milohyodea ini menjadi origo
dari muskulus milohyodeus. Linea milohyoidea membagi fossa sublingualis dari
fossa submandibularis.3
Korpus mempunyai dua buah pinggir, yaitu :

1) Pinggir atas (alveolaris)


Merupakan lekuk dari gigi geligi tetap. Terdapat delapan lekuk dari
masing – masing belahan mandibula ( dua untuk gigi seri, satu untuk gigi taring,
dua untuk gigi premolar dan tiga untuk gigi molar). Pada orang tua setelah gigi –
gigi tanggal lekuk – lekuk ini tidak tampak karena atropi tulang yang
mengakibatkan berkurangnya lebar corpus mandibula.3

2) Pinggir bawah (basis)


Pinggir ini tebal dan melengkung yang melanjutkan diri ke posterior
dengan pinggir bawah ramus. Sambungan kedua pinggir bawah ini terletak pada
batas gigi molar ke tiga, di tempat ini basis disilang oleh arteri fasialis. Fossa
digastrika yang merupakan lekukan oval terletak pada masing – masing sisi dari
garis tengah. Merupakan origo dari venter anterior muskulus digastrikus.
Sepanjang seluruh basis dilekatkan lapis dari fasia kolli dan tepat di atasnya
(superfasialis) dilekatkan platisma.3

B. Ramus
Ramus terdiri dari dua permukaan, yaitu :
1) Permukaan eksternus (lateralis)
Permukaan ini kasar dan datar. Bagian posterior atas licin yang berhubungan
dengan glandula parotis. Sisa dari permukaan merupakan insersio dari muskulus
masseter.3
2) Permukaan internus (medialis)
Pada permukaan ini terletak foramen mandibulare yang merupakan awal dari
kanalis mandibularis serta dilalui oleh nervus dentalis dan pembuluh – pembuluh
darahnya.3

Pinggir – pinggir pada ramus, yaitu :


1. Pinggir superior, merupakan insisura – insisura tajam dan cekung
mandibularis di antara prosesus – prosesus koronoideus dan prosesus
kondiloideus.
2. Pinggir anterior, melanjutkan diri ke bawah dengan garis oblik.
3. Pinggir posterior, tebal dan alur – alur merupakan permukaan medialis
dari glandula parotis.
4. Pinggir inferior, melanjutkan diri dengan pinggir inferior korpus dan
bersama – sama membentuk basis mandibula.
Etiologi dan Patogenesis

Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan bahwa tumor ini


tumbuh dari berbagai asal, walaupun rangsangan awal dari proses pembentukan
tumor ini belum diketahui.

Tumor ini dapat berasal dari:

 Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina. Struktur mikroskopis
dari beberapa spesimen dijumpai pada area epitelial sel yang terlihat pada perifer
berbentuk kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada bagian
tengah mengalami degenerasi serta menyerupai retikulum stelata.5

Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel yang biasanya terdapat pada
membran periodontal dan kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa
yang mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi terbentuknya kista
odontogenik.6
 Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista dentigerous dan odontoma.
Pada kasus yang dilaporkan oleh Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957)
mengenai ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau kista
dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah perawatan dari kista
odontogenik, terjadi perkembangan dan rekurensi menjadi ameloblastoma.

 Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang. Siegmund dan Weber
(1926) pada beberapa kasus ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan
epiteluim oral. 7,9

Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma (Sapp JP, Eversole


LR, Wysocki GP.

Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997:
136-143.)
Tipe Ameloblastoma

Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/periferal.7

Gambar Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)

Tipe solid atau multikistik

Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi
pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama
pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada predileksi jenis
kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling
sering pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi
pada maksila biasanya pada regio posterior.8

Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat
pemeriksaan radiografis. Gambaran klinis yang sering muncul adalah
pembengkakan atau ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat,
lesi akan tumbuh lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesia
jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.8

Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran histologis antara lain variasi
dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam
tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan maupun prognosis.8
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal memiliki angka kejadian
rekurensi yang tinggi bila tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini
memiliki kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.8

Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan angka terjadi rekurensi


sampai 50% selama 5 tahun pasca perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe
solid atau multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan
normal disekeliling tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur
hidup diindikasikan untuk tipe ini.8

Tipe unikistik

Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor
ini ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara
klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang tidak erupsi..9

Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma memiliki


komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang bagian posterior mandibula diikuti
dengan regio parasimfisis dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut
sebagai ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun 1977 oleh
Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang
agresif dan menyarankan enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi
menunjukan secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe unikistik
sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan
demikian enukleasi simple merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini
dan perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau terapi krio
dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.9

Tipe periferal/ekstraosseus

Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus


ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva
atau mukosa alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu
jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di bawahnya. Periferal
ameloblastoma ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik
yang biasanya halus atau granular. 10

Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh kasus


ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada semua
rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini
terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan 1,9 dengan 1.

70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula, dari bagian
ramus dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling sering terkena.

Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda dengan


perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan bersifat lokal
pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi
lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin jaringan yang normal.
Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel
tumor ke tulang tidak terjadi.11
Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,
1997: 136-143)

Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola histologi
bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel tumor. Klasifikasi WHO
membagi ameloblastoma secara histologis terdiri dari follikular, pleksiform,
acanthomatous, sel granular dan tipe sel basal.12

Tipe Folikular
Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran histologi yang tipikal dengan
adanya sarang-sarang folikular dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan
periferal dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral dari sel
yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum stellata. Degenerasi dari jaringan
yang berbentuk seperti retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan
kista.12

Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www. pathologyOutlines.com)


Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran sel tumor yang
berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan berhubungan satu sama lain. Stroma
terbentuk dari jaringan ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik. 12

Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar G.Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia;


W.B.SaundersCompany, 1984: 253

Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik adannya squamous
metaplasia dari retikulum stelata yang berada diantara pulau-pulau tumor. Kista
kecil terbentuk di tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang
fibrous dan padat..12
Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary
Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

Tipe Sel Granular

Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya transformasi


dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel retikulum stelata, sehingga
memberikan gambaran yang sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering
melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman melaporkan 20 kasus
dari ameloblastoma tipe sel granular dan menekankan bahwa tipe sel granular ini
cenderung merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk rekurensi
bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada saat operasi pertama. Sebagai
tambahan, beberapa kasus dari tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.13

Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral
and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

Tipe Sel Basal


Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal pada kulit. Sel
epithelial tumor lebih primitif dan kurang kolumnar dan biasanya tersusun dalam
lembaran-lembaran, lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan
tipe yang paling jarang dijumpai.13
Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.5. Gambaran Radiologis


Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai gambaran
radiolusensi yang multiokular atau uniokular.
Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian yang terpisah
oleh septa tulang yang memperluas membentuk masa tumor.7 Gambaran
multiokular ditandai dengan lesi yang besar dan memberikan gambaran seperti
soap bubble. Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena lesi tidak
menunjukkan garis batasan yang jelas dengan tulang yang normal. Resopsi akar
jarang terjadi tapi kadang-kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh
dengan cepat.14
Gambar 9: Multiokular ameloblastoma (http://www.radpod.org/2007/08/01/
ameloblastoma)

Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya karakteristik atau
gambaran yang patologis. Bagian periferal dari lesi biasanya licin walaupun
keteraturan ini tidak dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang kortikal dapat dilihat
dari gambaran roentgen.14
Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997: 136-
143.)
2.6 PENATALAKSANAAN

Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai reseksi tulang
yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi. Radioterapi tidak diindikasikan karena
lesi ini radioresisten. Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen sklorosan sebagai pilihan
perawatan. Pemeriksaan kembali (follow up pasca operasi) penting karena hampir
50% kasus rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.17

Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi neoplasma
sampai jaringan sehat yang berada di bawah tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan
dengan elektrodesikasi atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus diinstruksikan untuk
mengikuti pemeriksaan secara berkala sampai bertahun-tahun setelah operasi.
Iradiasi paska operasi ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus
dilakukan secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan reseksi komplit pada
daerah tulang yang terlibat tumor dan kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini
tidak bersifat radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi dengan X-
ray dan Radium mempunyai efek dalam menghambat pertumbuhan lesi.17
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada ameloblastoma
yang kecil, sementara sebagian penulis merekomendasikan reseksi total maupun
reseksi sebagian untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah yang
pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma memiliki kesempatan
terbaik untuk mengobati pasien. Byars dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa
ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi dengan panas atau
bahan kimia dan jika multiokular direseksi dengan mengikutkan sedikit tulang
yang normal jika ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29 kasus
ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi terjadi rekurensi sebanyak 91%
jika dilakukan kuretase lokal, sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan
reseksi (18 kasus).
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain:
Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Weder
(1950) pada suatu diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan
prosedur yang paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari
pengobatan yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor
dapat meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadang-
kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada
periosteum, maka harus dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi
biasanya dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari kuret dengan
tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan
tidak berada pada daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah
ini harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak
biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan,
perawatan endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
Eksisi Blok

Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi


sebuah bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin
direkomendasikan apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa
dengan ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat
menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di bawah tepi yang terlibat tumor.
Lubang bur ditempatkan pada outline osteotomi, dengan bur leher panjang
Henahan. Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu,
segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang
yang normal dan tanpa merusak border tulang. Setelah meletakkan flap untuk
menutup tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan posisinya. Dengan
demikian eksisi tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang
normal yang mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan
dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.

Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V.
Mosby Company,1969: 993)
Hemimandibulektomi

Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang
mungkin saja melibatkan pembuangan angulus, ramus atau bahkan pada beberapa
kasus dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan ” Andy Gump
Deformity”.16

Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher radikal


(bila diperlukan) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi splitting
bibir bawah. 17 Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat sampai
ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara horizontal sekitar ½ inchi dibawah
border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen mentale mungkin saja
dapat terjadi pendarahan karena adanya neurovascular.
Gambar 12: Pola Insisi pada
Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial
Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company, 1992: 243).

Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan dibuka dengan


mendiseksi mukosa oral. Dengan menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan
secara vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan mandibula secara
vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang melekat antara lain muskulus
depressor labii inferior, depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula
yang akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa oral dengan hati-
hati. Setelah itu, komponen rahang yang mengandung massa tumor dieksisi
dengan margin yang cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi
untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang dilakukan cukup atau
tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor, bagian ramus dan kondilus mandibula
harus dipertahankan untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus
paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula disartikulasi, maka ada
resiko pendaraha temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan.

Hal ini dapat dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus koronoid
berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi, penutupan luka intraoral
biasanya dilakukan dengan penjahitan langsung.17

Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A. Dengan keterlibatan kondilus

B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and Maxillofacial

Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)


Hemimaksilektomi

Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.


Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi
paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek
lateral dari maksila dan dari ethmoid.

Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW, Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial
Surgery. 2nd Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)

Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan pemotongan jaringan


lunak dan ekstraksi gigi yang diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan
dengan oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital rim kemudian
menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju
alveolar ridge. Setelah itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian
pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke
nasofaring dengan mengunakan chisel dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan
pemotongan posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi
yang tepat diperlukan untuk mengkontrol pendarahan.17

Gambar 15: Pemotongan tulang pada subtotal maksilektomi (Booth PW, Schendel SA, Hausamen
JE. Maxillofacial Surgery. 2nd Ed Missouri; Churhill Livingstone Elsevier, 2007:432)

Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang tepat dapat


membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi pasien. Semua bagian tulang
yang tajam dihaluskan. Prosesus koronoid harus diangkat, karena dekat dengan
margin lateral defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika mulut
dibuka. Flap yang ada pada mukosa dikembalikan menutupi margin medial
tulang. Skin graft kemudian dijahit ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran
tunggal. Permukaan dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura
semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing iodoform gauze yang diisi
benzoin tincture. Packing yang cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur
pipi. Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi direline dengan soft
denture reliner sehingga dapat mendukung packing dan menutup defek. Obturator
dapat dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung kondisi
individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan dan menutup lapisan. 17
REKONTRUKSI PASCA BEDAH

Pemakaian protesa obturator

Pemasangan protesa palatal secara imidiate telah menjadi perawatan


standard setelah dilakukan maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan
rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat memberikan efek samping terhadap
kesehatan fungsional dan psikologis pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk
mengembalikan fungsi bicara, fungsi pencernaan, menyediakan dukungan
terhadap bibir dan pipi dan membangun kembali proyeksi midfacial.9

Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi dalam tiga fase
masng-masing fase memerlukan protesa obturator yang akan mendukung
kesembuhan pasien. Ketiga obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator
interim, dan obturator definitif.18

Obturator Bedah

Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah yang mana


dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu mempertahankan packing,
mencegah kontaminasi oral dari luka bedah dan skin graft dan memungkinkan
pasien untuk berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21 Protesa
ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 18

Obturator Interim

Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim dengan


penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi terhadap defek. Protesa interim
ini secara periodik akan direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan
terhadap perubahan dimensional selama proses penyembuhan jaringan defek.
Proses ini akan meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21 Tujuan dari
obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara dengan mengembalikan kontur
palatal. Protesa ini akan digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 19
Obturator Defenitif

Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan dan


kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif sebelum kontur jaringan stabil
memerlukan penyesuaian termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian
terhadap bagian perifer protesa. 19
Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah, C. Obturator interim, D.Obturator
defenitif (Shklar G. Oral Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984: 219)

Pengunaan plat
Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun kontinuitas
mandibula, membangun osseus alvelolar bases dan koreksi terhadap defek
jaringan lunak. Pada umumnya kehilangan mandibula yang diakibatkan karena
proses patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan sembuh. Bila
dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan defek tulang yang besar dan
jaringan lunak. Defek pada mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan
tidak membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada anterior mandibula
akan menimbulkan kecacatan fungsional dan kosmetik yang parah. Waktu yang
tepat untuk melakukan rekonstruksi masih diperdebatkan.19
Pada literatur disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan
untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini dapat diklasifikasikan
dalam 3 kategori dasar yaitu bahan alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang
dan tulang autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas pada
rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat, material organik (kalsium
aluminat, kalsium apatit, kalsium sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat,
proplas dan teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari
stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur Ostheosynthefragen Plate) ,
vitallium dan titanium (titorp plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi
ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur plat.19
DAFTAR PUSTAKA

1.Dhingra PL. Neoplasms of Nasal Cavity. In : Dhingra PL, Diseases of Ear, Nose
andThroat. 3rdElsevier, New Delhi 2007 ; p. 192-198

2.Roezin, A, Armiyanto. Tumor Hidung dan Sinonasal.Dalam Soepardi, EA et al.,


(Eds)Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed
6 BalaiPenerbit FKUI, Jakarta 2009; p.178-181

3.Tjahdewi, S, Wiratno. Tumor Ganas Hidung Dan Sinus Paranasal Analisa


Klinik Pada 55 Penderita. Dalam Kumpulan Naskah Ilmiah Kongress XII. Balai
Penerbit UniversitasDiponegoro, Semarang 1999; p. 984-992

4.Soetjipto, D, Mangunkusumo, E.Sinus Paranasal. Dalam Soepardi, Efiaty


Arsyad, et al.,(Eds) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala & Leher. ed 6 BalaiPenerbit FKUI, Jakarta 2009; p.145-149

5.Cancer Institute Stanford Medicine. Diagnosis and Treatment of Cancer in the


Maxillary Sinuses. Stanford Cancer Institute, California 2010.
Availablehttp://cancer.stanford.edu/headneck/sinus/sinus_max.htm (Accessed :
April 5th2012).6.Barnes, L et al., Head and NeckTumours. In : Barnes, L et al.,
(Eds) Tumours of theNasal Cavity and Paranasal Sinuses. World Health
Organization Classification ofTumours. Pathology and Genetics. Lyon,
IARCPress 2005; pp. 12-25

7.Bull, PD. Carcinoma Of The Maxillary Antrum. In : Bull, PD. Diseases of the
Ear, Noseand Throat. 9thEd

Blackwell Publishing Company, UK 2002; p.95-96

8.Greene, FL et al., Nasal Cavity and Paranasal Sinuses. In: Greene, FL et al.,
(Eds) AJJCancer Staging Atlas. American Joint Committee on Cancer, Springer.
America 2006; pp.53-609.Bailey JB.Neoplasms of the Nose and Paranasal
Sinuses. In : Bailey Jb (Ed) Head andNeck Surgery – Otolaryngology. 4thEd,
Volume Two, Lippincott Williams and Wilkins,Philadephia 2006 pp: 1481-
148813.
9. Maxillary Ameloblastoma, available at : http://www.cancer.org

10. Rosai, Juan, Ackerman’s Surgical Pathology, 8th edition, Mosby, 1996, p.


271-4.

11. Odontogenic Tumor, available at : http://www.OdontTumors.pdf

12.Odontogenic Adenomatoid Tumor (Adenoameloblastoma), available


at : http://www.chapter14OdontogenicBenignTumorsoftheJaw.com

14.Kissane, John M., Anderson’s Pathology, volume II, ninth edition, Mosby,


1985, p. 1121-2.

15.Orell, Svante R. et all, Fine Needle Aspiration Cytology, fourth edition,


Elsevier, 2005, p. 52.

16.Maxillary Ameloblastoma, available at : http://www.bcm.edu./

17.Gowing, N.F.C., A Colour Atlas of Tumour Histopathology, Wolfe, 1980,


p.29.

18.Rubin, Emanuel, Pathology, volume II, third edition, Lippincott Williams &


Wilkins, 1999, p.1310-1.

19.Mills, Stacey E., Stenberg’s Diagnostic Surgical Pathology, fourth edition,


volume 1B, Lippincott Williams & Wilkins, 2004, p. 922-4.

Anda mungkin juga menyukai