Anda di halaman 1dari 36

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Ameloblastoma
Ameloblastoma adalah tumor yang berasal dari jaringan
organ enamel yang tidak menjalani diferensiasi membentuk
enamel. Hal ini telah dijelaskan sangat tepat oleh Robinson
bahwa tumor ini biasanya unisentrik, nonfungsional,
pertumbuhannya bersifat intermiten, secara anatomis jinak
dan secara klinis bersifat persisten.7 Ameloblastoma adalah
tumor yang berasal dari epitelial odontogenik.
Ameloblastoma biasanya pertumbuhannnya lambat, secara
lokal invasif dan sebagian besar tumor ini bersifat jinak.

2.2 Etiologi dan Patogenesis


Pada saat ini sebagian penulis mempertimbangkan
bahwa tumor ini tumbuh dari berbagai asal, walaupun
rangsangan awal dari proses pembentukan tumor ini belum
diketahui.
Tumor ini dapat berasal dari:
Sisa sel dari enamel organ atau sisa-sisa dental lamina.
Struktur mikroskopis dari beberapa spesimen dijumpai pada
area epitelial sel yang terlihat pada perifer berbentuk
kolumnar dan berhubungan dengan ameloblast yang pada
bagian tengah mengalami degenerasi serta menyerupai
retikulum stelata.
Sisa-sisa dari epitel Malassez. Terlihat sisa-sisa epitel
yang biasanya terdapat pada membran periodontal dan
kadang-kadang dapat terlihat pada tulang spongiosa yang
mungkin menyebabkan pergeseran gigi dan menstimulasi
terbentuknya kista odontogenik
Epitelium dari kista odontogenik, terutama kista
dentigerous dan odontoma. Pada kasus yang dilaporkan oleh
Cahn (1933), Ivy (1958), Hodson (1957) mengenai
ameloblastoma yang berkembang dari kista periodontal atau
kista dentigerous tapi hal ini sangat jarang terjadi. Setelah
perawatan dari kista odontogenik, terjadi perkembangan dan
rekurensi menjadi ameloblastoma.
Basal sel dari epitelium permukaan dari tulang rahang.
Siegmund dan Weber (1926) pada beberapa kasus
ameloblastoma menemukan adanya hubungan dengan
epiteluim oral. 7,9

Gambar 1. Kemungkinan sumber penyebab ameloblastoma


(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP.
Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
2.3 Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan
antara lain tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe
ekstraosseus/periferal.1
Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik
B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP, Eversole LR,
Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)

Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal
(Sapp JP, Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd ed.
Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
2.3.1.

2.3.1. Tipe solid atau multikistik


Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur.
Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil
dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama
pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada
predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor
ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar
di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada
maksila biasanya pada regio posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil
ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran
klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau
ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat,
lesi akan tumbuh
2.3 Tipe Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan
antara lain tipe solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe
ekstraosseus/periferal.1
Gambar 2. Ameloblastoma subtipe klinis A. Tipe multikistik
B. Tipe Unikistik C. Tipe Periferal (Sapp JP, Eversole LR,
Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143.)
2.3.1. Tipe solid atau multikistik
Tumor ini menyerang pasien pada seluruh lapisan umur.
Tumor ini jarang terjadi pada anak yang usianya lebih kecil
dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi pada usia 10 sampai 19
tahun. Tumor ini menunjukan angka prevalensi yang sama
pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada
predileksi jenis kelamin yang signifikan. Sekitar 85% tumor
ini terjadi pada mandibula, paling sering pada daerah molar
di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor ini terjadi pada
maksila biasanya pada regio posterior.
Tumor ini biasanya asimptomatik dan lesi yang kecil
ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis. Gambaran
klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau
ekspansi rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat,
lesi akan tumbuh
Universitas Sumatera Utara
lambat membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan
parastesia jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar.
Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran
histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular,
pleksiform dan sel granular. Walaupun terdapat bermacam
tipe histologis tapi hal ini tidak memperngaruhi perawatan
maupun prognosis.
Tipe solid atau multikistik tumbuh invasif secara lokal
memiliki angka kejadian rekurensi yang tinggi bila tidak
diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki
kecenderungan yang rendah untuk bermetastasis.
Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini ditandai dengan
angka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca
perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau
multikistik harus dirawat secara radikal (reseksi dengan
margin jaringan normal disekeliling tumor). Pemeriksaan
rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan
untuk tipe ini.
2.3.2 Tipe unikistik
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda,
50% dari tumor ini ditemukan pada pasien yang berada pada
dekade kedua. Lebih dari 90% ameloblastoma unikisik
ditemukan pada mandibula pada regio posterior.8
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista
dentigerous secara klinis maupun secara radiografis
walaupun beberapa diantaranya tidak berhubungan dengan
gigi yang tidak erupsi..
Tipe ini sulit didiagnosa karena kebanyakan ameloblastoma
memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya menyerang
bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis
dan anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai
ameloblastoma unikistik pertama sekali disebut pada tahun
1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka melaporkan
bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyarankan
enukleasi simple sebagai perawatannya. Studi menunjukan
secara klinis enukleasi simple pada ameloblastoma tipe
unikistik sebenarnya menunjukan angka rekurensi yang
tinggi yaitu sekitar 60%. Dengan demikian enukleasi simple
merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan
perawatan yang lebih radikal dengan osteotomi periferal atau
terapi krio dengan cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai
untuk tumor ini.10
2.3.3 Tipe periferal/ekstraosseus
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama
ekstraosseus ameloblastoma atau ameloblastoma jaringan
lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa alveolar.
Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu
jaringan ikat gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang di
bawahnya. Periferal ameloblastoma ini umumnya tidak sakit,
sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya halus atau
granular.
Tumor ini diyakini mewakili 2 % sampai 10% dari seluruh
kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah
dilaporkan terjadi pada semua rentang umur dari 9 sampai 92
tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa tumor ini terjadi
kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan
1,9 dengan 1.
Universitas Sumatera Utara
70% dari ameloblastoma tipe periferal ini terjadi pada
mandibula, dari bagian ramus dari anterior mandibula sampai
foramen mandibula paling sering terkena. Beberapa penulis
lebih suka mengklasifikasikan mereka ke dalam hamartoma
daripada neoplasma dan tumor ini biasnya bersifat jinak,
tidak mengalami rekurensi setelah eksisi simpel
komplit.10,11
Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda
dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini
biasanya kecil dan bersifat lokal pada jaringan lunak
superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat dengan eksisi
lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin
jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan
periosteoum untuk menyakinkan penetrasi sel tumor ke
tulang tidak terjadi.
Gambar 3. Periferal Ameloblastoma (Sapp JP, Eversole LR,
Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 136-143)
2.4. Gambaran Histopatologis
Ameloblastoma menunjukan berbagai macam variasi pola
histologi bergantung pada arah dan derajat differensiasi sel
tumor. Klasifikasi WHO membagi ameloblastoma secara
histologis terdiri dari follikular, pleksiform, acanthomatous,
sel granular dan tipe sel basal.

2.4.1 Tipe Folikular


Ameloblastoma tipe folikular menunjukan gambaran
histologi yang tipikal dengan adanya sarang-sarang folikular
dari sel-sel tumor yang terdiri dari sebuah lapisan periferal
dari sel-sel kolumnar atau kuboidal dan sebuah massa sentral
dari sel yang tersusun jarang yang menyerupai retikulum
stellata. Degenerasi dari jaringan yang berbentuk seperti
retikulum stellata itu akan menghasilkan pembentukan kista.

Gambar 4 : Ameloblastoma tipe follikular (www.


pathologyOutlines.com)
2.4.2 Tipe Pleksiform
Ameloblastoma tipe pleksiform ditandai dengan kehadiran
sel tumor yang berbentuk seperti pita yang tidak teratur dan
berhubungan satu sama lain. Stroma terbentuk dari jaringan
ikat yang longar dan edematous fibrous yang mengalami
degenerasi kistik.

Gambar 5: Ameloblastoma tipe pleksiform (Shklar G.Oral


Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.SaundersCompany, 1984:
253)
2.4.3 Tipe Acanthomatous
Ameloblastoma tipe ini ditandai dengan karakteristik
adannya squamous metaplasia dari retikulum stelata yang
berada diantara pulau-pulau tumor. Kista kecil terbentuk di
tengah sarang sellular. Stroma terdiri dari jaringan ikat yang
fibrous dan padat.

Gambar 6: Tipe acanthomatous (Sapp JP, Eversole LR,


Wysocki GP. Contemporary Oral and Maxillofacial
Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.4.4 Tipe Sel Granular
Pada ameloblatoma tipe sel granular ditandai dengan adanya
transformasi dari sitoplasma biasanya berbentuk seperti sel
retikulum stelata, sehingga memberikan gambaran yang
sangat kasar, granular dan eosinofilik. Tipe ini sering
melibatkan periferal sel kolumnar dan kuboidal. Hartman
melaporkan 20 kasus dari ameloblastoma tipe sel granular
dan menekankan bahwa tipe sel granular ini cenderung
merupakan lesi agresif ditandai dengan kecenderungan untuk
rekurensi bila tidak dilakukan tindakan bedah yang tepat pada
saat operasi pertama. Sebagai tambahan, beberapa kasus dari
tumor ini dilaporkan pernah terjadi metastasis.

Gambar 7: Tipe sel granular (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki


GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd
ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)
2.4.5 Tipe Sel Basal

Ameloblastoma tipe sel basal ini mirip karsinoma sel basal


pada kulit. Sel epithelial tumor lebih primitif dan kurang
kolumnar dan biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran,
lebih banyak dari tumor jenis lainnya. Tumor ini merupakan
tipe yang paling jarang dijumpai.
Gambar 8: Tipe sel basal (Sapp JP, Eversole LR, Wysocki
GP. Contemporary Oral and Maxillofacial Pathology. 2nd
ed. Missouri : Mosby, 1997: 140.)

2.5. Gambaran Radiologis


Secara radiologis, gambaran ameloblastoma muncul sebagai
gambaran radiolusensi yang multiokular atau uniokular. 12
2.5.1 Multiokular
Pada tipe ini, tumor menunjukkan gambaran bagian-bagian
yang terpisah oleh septa tulang yang memperluas membentuk
masa tumor.7 Gambaran multiokular ditandai dengan lesi
yang besar dan memberikan gambaran seperti soap bubble.
Ukuran lesi yang sebenarnya tidak dapat ditentukan karena
lesi tidak menunjukkan garis batasan yang jelas dengan
tulang yang normal. Resopsi akar jarang terjadi tapi kadang-
kadang dapat dilihat pada beberapa lesi yang tumbuh dengan
cepat.
Gambar 9: Multiokular ameloblastoma
(http://www.radpod.org/2007/08/01/ ameloblastoma/)
2.5.2 Uniokular
Pada tipe lesi uniokular biasanya tidak tampak adanya
karakteristik atau gambaran yang patologis. Bagian periferal
dari lesi biasanya licin walaupun keteraturan ini tidak
dijumpai pada waktu operasi. Pada lesi lanjut akan
mengakibatkan pembesaran rahang dan penebalan tulang
kortikal dapat dilihat dari gambaran roentgen.

Gambar 10: Ameloblastoma tipe uniokular (Sapp JP,


Eversole LR, Wysocki GP. Contemporary Oral and
Maxillofacial Pathology. 2nd ed. Missouri : Mosby,1997:
136-143.)
Universitas Sumatera Utara
2.6 Perawatan

Perawatan tumor ini beragam mulai dari kuretase sampai


reseksi tulang yang luas, dengan atau tanpa rekonstruksi.
Radioterapi tidak diindikasikan karena lesi ini radioresisten.
Pada beberapa literatur juga ditemukan indikasi untuk
dielektrokauterisasi, bedah krio dan penggunaan agen
sklorosan sebagai pilihan perawatan. Pemeriksaan kembali
(follow up pasca operasi) penting karena hampir 50% kasus
rekurensi terjadi pada lima tahun pertama pasca operasi.3
Perawatan untuk tumor ini harus dieksisi dan harus meliputi
neoplasma sampai jaringan sehat yang berada di bawah
tumor. Setelah itu, harus dilanjutkan dengan elektrodesikasi
atau dengan dirawat lukanya dengan larutan Karnoy.
Kemungkinan untuk terjadi rekurensi ada dan pasien harus
diinstruksikan untuk mengikuti pemeriksaan secara berkala
sampai bertahun-tahun setelah operasi. Iradiasi paska operasi
ditujukan untuk mengurangi insidensi rekurensi dan harus
dilakukan secara rutin.14 Kebanyakan ahli bedah melakukan
reseksi komplit pada daerah tulang yang terlibat tumor dan
kemudian dilakukan bone graft. Tumor ini tidak bersifat
radiosensitif tapi Andra (1949) melaporkan bahwa terapi
dengan X-ray dan Radium mempunyai efek dalam
menghambat pertumbuhan lesi ini 9
Waldron dan Worman (1931) melakukan enukleasi pada
ameloblastoma yang kecil, sementara sebagian penulis
merekomendasikan reseksi total maupun reseksi sebagian
untuk kasus yang lebih besar. Bagaimanapun, ahli bedah
yang pertama kali melakukan operasi kasus ameloblastoma
memiliki kesempatan terbaik untuk mengobati pasien. Byars
dan Sarnat (1945) menyimpulkan bahwa
ameloblastoma harus dienukleasi bila uniokular, dikauterisasi
dengan panas atau bahan kimia dan jika multiokular direseksi
dengan mengikutkan sedikit tulang yang normal jika
ekstensif. Rankow dan Hickey (1954) meninjau ulang 29
kasus ameloblastoma dan menemukan bahwa insidensi
terjadi rekurensi sebanyak 91% jika dilakukan kuretase lokal,
sementara tidak terjadi rekurensi jika dilakukan reseksi (18
kasus). 5
Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk
mengobati ameloblastoma antara lain:
2.6.1 Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk
dilakukan. Weder (1950) pada suatu diskusi menyatakan
walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang paling
tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus
rekurensi hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah
periode laten dari pengobatan yang berbeda mungkin
memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat
meninggalkan tulang yang sudah diinvasi oleh sel tumor.5
Teknik enukleasi diawali dengan insisi, flap mukoperiostal
dibuka. Kadang-kadang tulang yang mengelilingi lesi tipis.
Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya
dapat diangkat dari tulang. Gunakan sisi yang konveks dari
kuret dengan tarikan yang lembut. Saraf dan pembuluh darah
biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada daerah
operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini
harus diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah
tumor jinak biasanya tidak diperlukan perawatan khusus. Jika
devitalisasi diperlukan, perawatan endodontik sebelum
operasi dapat dilakukan
perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.

2.6.2 Eksisi Blok


Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada
dienukleasi. Eksisi sebuah bagian tulang dengan adanya
kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan apabila
ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan
ukuran yang meliputi semua bagian yang terlibat tumor.
Insisi dibuat menjadi flap supaya tulang dapat direseksi di
bawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur ditempatkan pada
outline osteotomi, dengan bur leher panjang Henahan.
Osteotom digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah
itu, segmen tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi
yang aman dari tulang yang normal dan tanpa merusak
border tulang. Setelah meletakkan flap untuk menutup
tulang, dilakukan penjahitan untuk mempertahankan
posisinya. Dengan demikian eksisi tidak hanya mengikutkan
tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang
mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan
dengan tumor. Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara
terpisah.

Gambar 11: Eksisi Blok (Thoma KH, Vanderveen JL. Oral


Surgery. 5th Ed.Saint Louis;The C.V. Mosby Company,1969:
993)
2.6.3 Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang
diperluas yang mungkin saja melibatkan pembuangan
angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus dilakukan
pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior
mandibula sampai ke regio simfisis tanpa menyisakan border
bawah mandibula akan mengakibatkan perubahan bentuk
wajah yang dinamakan ” Andy Gump Deformity”.16
Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi
leher radikal (bila diperlukan) telah dilakukan. Akses
biasanya diperoleh dengan insisi splitting bibir bawah. 17
Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikal dibuat
sampai ke dagu. Insisi itu kemudian dibelokkan secara
horizontal sekitar ½ inchi dibawah border bawah mandibula.
Kemudian insisi diperluas mengikuti angulus mandibula
sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat foramen
mentale mungkin saja dapat terjadi pendarahan karena
adanya neurovascular.
Gambar 12: Pola Insisi pada
Hemimandibulektomi (Keith DA. Atlas of Oral and
Maxillofacial Surgery.Philadelphia;W.B.Saunder Company,
1992: 243).

Permukaan dalam mandibula secara perlahan-lahan


dibuka dengan mendiseksi mukosa oral. Dengan
menggunakan gigli saw pemotongan dilakukan secara
vertikal di daerah mentum. Hal ini akan memisahkan
mandibula secara vertikal. Mandibula terbebas dari otot yang
melekat antara lain muskulus depressor labii inferior,
depressor anguli oris dan platysma. Bagian mandibula yang
akan direseksi dibebaskan dari perlekatannya dari mukosa
oral dengan hati-hati. Setelah itu, komponen rahang yang
mengandung massa tumor dieksisi dengan margin yang
cukup.18 Bagian margin dari defek bedah harus dibiopsi
untuk pemeriksaan untuk menentukan apakah reseksi yang
dilakukan cukup atau tidak. Jika bagian itu bebas dari tumor,
bagian ramus dan kondilus mandibula harus dipertahankan
untuk digunakan pada rekonstruksi yang akan datang. Ramus
paling baik dipotong secara vertikal. Ketika mandibula
disartikulasi, maka ada resiko pendarahan karena insersi
temporalis dan otot pterygoid lateral dipisahkan. Hal ini dapat
dihindari dengan membiarkan kondilus dan prosessus
koronoid berada tetap in situ. Setelah hemimandibulektomi,
penutupan luka intraoral biasanya dilakukan dengan
penjahitan langsung. 17
Gambar 13: Tipe umum dari reseksi mandibula A.
Dengan keterlibatan kondilus

B.Tanpa pembuangan kondilus (Keith DA. Atlas of Oral and


Maxillofacial
Surgery. Philadelphia; W.B. Saunders Company, 1992: 244)
2.6.4. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasnya diperoleh dengan insisi Weber
Fergusson. Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan
pengangkatan pipi dengan insisi paranasal dan infraorbital
menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan aspek
lateral dari maksila dan dari ethmoid.
Gambar 14: Pola Insisi Weber Fergusson (Booth PW,
Schendel SA, Hausamen JE. Maxillofacial Surgery. 2nd
Ed.Missouri;Churhill Livingstone Elsevier, 2007:431)

Setelah diperoleh eksposure yang cukup, dilakukan


pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi gigi yang
diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan
oscillating saw dari lateral dinding maksila ke infraorbital
rim kemudian menuju kavitas nasal melalui fossa lakrimalis.
Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah
itu, dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian
pemotongan lateral dinding nasal yang menghubungkan
lakrimal dipotong ke nasofaring dengan mengunakan chisel
dan gunting Mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas
maksilektomi yang tepat diperlukan untuk mengkontrol
pendarahan.10
Setelah hemostasis terjadi, manajemen maksilektomi yang
tepat dapat membantu ahli prostodonsia untuk merehabilitasi
pasien. Semua bagian tulang yang tajam dihaluskan. Prosesus
koronoid harus diangkat, karena dekat dengan margin lateral
defek yang akan menyebabkan penutup protesa lepas ketika
mulut dibuka. Flap yang ada pada mukosa dikembalikan
menutupi margin medial tulang. Skin graft kemudian dijahit
ke tepi luka, lebih baik hanya lembaran tunggal. Permukaan
dibawah flap pipi, tulang, otot periorbita dan bahkan dura
semuanya ditutup. Graft dipertahankan dengan packing
iodoform gauze yang diisi benzoin tincture. Packing yang
cukup digunakan untuk mengisi kembali kontur pipi.
Obturator bedah yang sudah dibuat oleh ahli prostodonsi
direline dengan soft denture reliner sehingga dapat
mendukung packing dan menutup defek. Obturator dapat
dipasangkan ke gigi-gigi secara fixed atau tidak, tergantung
kondisi individual pasien. Flap pipi kemudian dikembalikan
dan menutup lapisan. 17 Pemasangan protesa palatal secara
imidiate telah menjadi perawatan standard setelah dilakukan
maksilektomi atau palatektomi, kecuali digunakan
rekonstruksi free flap. Cacat bedah dapat memberikan efek
samping terhadap kesehatan fungsional dan psikologis
pasien. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk
mengembalikan fungsi bicara, fungsi pencernaan,
menyediakan dukungan terhadap bibir dan pipi dan
membangun kembali proyeksi midfacial. 19
Pasien yang menjalani reseksi maksila akan direhabilitasi
dalam tiga fase masng-masing fase memerlukan protesa
obturator yang akan mendukung kesembuhan pasien. Ketiga
obturator protesa ini adalah obturator bedah, obturator
interim, dan obturator definitif.20
2.7.1.1 Obturator Bedah
Rehabilitasi prostodontik dimulai dengan obturator bedah
yang mana dimasukkan pada waktu bedah untuk membantu
mempertahankan packing, mencegah kontaminasi oral dari
luka bedah dan skin graft dan memungkinkan pasien untuk
berbicara dan menelan selama periode postoperasi inisial.21
Protesa ini akan digunakan kira-kira 5 sampai 10 hari. 20
2.7.1.2 Obturator Interim
Obturator bedah akan dikonversi menjadi obturator interim
dengan penambahan bahan-bahan lining untuk adaptasi
terhadap defek. Protesa interim ini secara periodik akan
direadaptasi dan direline kembali untuk menyesuaikan
terhadap perubahan dimensional selama proses penyembuhan
jaringan defek. Proses ini akan
Universitas Sumatera Utara
meningkatkan kenyamanan dan fungsional pasien.21 Tujuan
dari obturator ini adalah mengembalikan fungsi bicara
dengan mengembalikan kontur palatal. Protesa ini akan
digunakan sekitar dua sampai enam bulan. 20
2.7.1.3 Obturator Defenitif
Obturator defenitif akan dibuat ketika penyembuhan jaringan
dan kontraksi telah selesai. Pembuatan protesa defenitif
sebelum kontur jaringan stabil memerlukan penyesuaian
termasuk perubahan posisi gigi atau penyesuaian terhadap
bagian perifer protesa. 20
Gambar 16: Obturator A. Defek palatal, B. Obturator bedah,
C. Obturator interim, D.Obturator defenitif (Shklar G. Oral
Cancer.1st Ed. Philadelphia; W.B.Saunders Company, 1984:
219) Tujuan dari rekonstruksi mandibula adalah membangun
kontinuitas mandibula, membangun osseus alvelolar bases
dan koreksi terhadap defek jaringan lunak. Pada umumnya
kehilangan mandibula yang diakibatkan karena proses
patologis akan meninggalkan jaringan lunak yang akan
sembuh. Bila dilakukan mandibulektomi akan menghasilkan
defek tulang yang besar dan jaringan lunak. Defek pada
mandibula bagian lateral lebih dapat ditoleransi dan tidak
membutuhkan rekonstruksi. Kebalikannya defek pada
anterior mandibula akan menimbulkan kecacatan fungsional
dan kosmetik yang parah. Waktu yang tepat untuk melakukan
rekonstruksi masih diperdebatkan.22 Pada literatur
disebutkan ada berbagai macam metode yang digunakan
untuk mengembalikan defek pada mandibula. Metode ini
dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori dasar yaitu bahan
alloplastik, bahan alloplastik dengan tulang dan tulang
autogenous. Bahan alloplastik telah digunakan secara luas
pada rekonstruksi mandibula dalam bentuk kawat atau plat,
material organik (kalsium aluminat, kalsium apatit, kalsium
sulfat) dan bahan sintetik (metilmetakrilat, proplas dan
teflon). Dari semuanya, plat rekonstruksi biasanya dibuat dari
stainless steel, AO Plates (Arbeitsgemeinschaft fur
Ostheosynthefragen Plate) , vitallium dan titanium (titorp
plates). Komplikasi yang umum terjadi meliputi
ekstrusi/ekspose plat, kehilangan sekrup, dan fraktur

Anda mungkin juga menyukai