Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

TUBERKULOSIS PARU
OLEH

Siti Sarah , S.Ked

17174065

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


ABULYATAMA ACEH 2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya, sehingga
pada akhirnya Saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang berjudul. TUBERCULOSIS
PARU

Tidak lupa Saya mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Saya


dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini sejak awal hingga
selesainya tugas ini.

Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam kegiatan kepaniteraan
klinik senior dibagian Ilmu Kesehatan Masyarakat RSUD DATU BERU ACEH TENGAH.

Saya menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu
Saya sangat mengharapkan bantuan dan partisipasi teman sejawat untuk memberikan masukan
dan saran guna menyempurnakan referat ini di masa mendatang.

Akhir kata Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya atas perhatian dan
dukungannya, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh ,04 oktober 2019

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Definisi ..............................................................................................................3

2.2 Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis Paru................................................3

2.3 Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis...............................6

2.4 Patogenesis.........................................................................................................7

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis...................................................................................10

2.6 Diagnosis..........................................................................................................13

2.7 Pengobatan Tuberkulosis.................................................................................19

BAB 3. PENUTUP.................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................39
BAB I

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 60 Tahun

Alamat : A.Tengah

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tgl masuk : 08 februari 2020

I.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 30 menit SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD DATU BERU di atar oleh keluarga dengan dengan keluhan sesak
napas sejak. Sesak napas dirasakan ± 30 menit SMRS. Sesak dirasakan hilang timbul dan
bertambah berat pada saat pasien batuk. Sesak timbul secara perlahan dan tidak menetap.
Keluhan sesak disertai dengan napas berbunyi dan terbangun pada malam hari disangkal. Pasien
masih dapat tidur dengan meggunakan 1 bantal. Pasien juga mengeluh nyeri dada yang tidak
menjalar ke bagian lainnya. Keluhan bengkak pada kelopak mata, kaki dan di perut disangkal.
Pasien mengeluhkan batuk sejak 1 tahun yang lalu, batuk disertai dengan dahak berwarna
putih kehijauan. Pasien mengaku pernah batuk disertai dengan darah. Pasien juga mengeluhkan
sering berkeringat pada saat malam hari dan penurunan napsu makan dan berat badannya
semakin menurun.

Pasien mengeluhkan demam yang dirasakan hilang timbul dan tidak terlalu tinggi dan
demam tidak disertai dengan menggigil . Buang air besar dan buang air kecil dalam batas
normal. Pasien mengaku sebagai perokok aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pengobatan paru sebelumnya diakui pasien 1,5 tahun yang lalu namun hanya
berlangsung 3 bulan pengobatan. Os mengaku tidak meneruskan pengobatan karena alasan
masalah keluarga sehingga tidak dapat memperhatikan dan meneruskan pengobatan penyakit
parunya.

Riwayat asma, kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung maupun penyakit kuning
disangkal.

Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit serupa dengan pasien disangkal.
Namun pasien mengaku adanya keluhan serupa pada teman dilingkungan kerjanya.

Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal pasien

I.3 Pemeriksaan Fisik (diperiksa tgl 2 April 2014)


Keadaan umum : Tampak sesak kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5
Tampak Sakit sedang

Berat Badan : 47 kg

Tinggi Badan : 160 cm

BMI : 18,36 (status gizi kurang)

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,7oC

Pernafasan : 28x/menit

Kepala

Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pupil bula isokor,
RCL +/+, RCTL +/+

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), Epistaksis (-), secret (-)

Telinga : Gangguan pendengaran (-), Perdarahan dari liang telinga (-)

Mulut : Bibir kering (-), Perdarahan gusi (-), Hipertrofi gusi (-)

Leher

Tekanan vena jugularis (JVP) : 5 – 2 cmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Getah Bening Submandibula, Leher, Supraklavikula, Ketiak dan Paha tidak ada
pembesaran.

Thorax
Inspeksi : simetris hemitorak kanan-kiri, depan-belakang saat statis dan dinamis, dan
tidak ada kelainan kulit

Palpasi : Tidak teraba adanya masa ataupun benjolan, tidak terdapat nyeri tekan dan
nyeri lepas, fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan kiri.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan, depan-belakang. Peranjakan paru
(+)

Auskultasi : Vesikuler +/+ (paru-paru depan-belakang), Ronkhi +/+ basah kasar,


Wheezing -/-,

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea midclavicula dextra

Batas jantung kiri ICS VI line midclavicula sinistra

Batas pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak membuncit dan tidak ada luka

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Terdengar suara timpani di seluruh kuadran abdomen, Shifting dullness (-),
ketok CVA (-)

Palpasi :Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas di seluruh 4 kuadran abdomen,
Pembesaran hepar, lien, ginjal, kandung kemih tidak teraba,Undulasi (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, edema -/-.

I.4 Pemeriksaan Penunjang (diperiksa tgl 2 April 2014)


Hasil sputum BTA

 Sewaktu : +++ (positif tiga)


 Pagi : tidak dilakukan
 Sewaktu : tidak dilakukan

I.5 Diagnosa Kerja

TB paru putus obat (Drop Out)

I.6 Diagnosa Banding

 Pneumonia
 Bronkhitis Kronis
 Ca Paru
I.7 Tata Laksana

 02 2-4 lpm Nasal kanul


 Diet tinggi kalori dan tinggi protein
 IVFD RL 20 gtt/i
 FDC 1X3 Tab
 Nebule ventolin /8 jam
 Dexamethason 2x1
 Levofloxacin 1x1
 Salbutamol 3x ½ tab
 Vestein 3x1
 Sucralfat 3x C1
 Vit B6 3x1

I.8 Prognosis

 Quo ad vitam : ad bonam


 Quo ad functionam : ad bonam
 Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah sangat lama
dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban,
lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra torak
yang khas TB dari kerangka yang digali di heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu
pula penemuan yang berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di mesir kuno pada tahun
2000 - 4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat dari
bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Literatur arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M) menyatakan adanya
kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi dikulit. Baru pada tahun 1882 Robert Koch
menemukan kuman penyebabnya semacam bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis
secara mikrobiologis dimulai dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896
Rontgen menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat.1
Penyakit ini kemudian dinamakan tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh manusia dapat
terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru.1
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan
banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam
22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries). Menyikapi hal tersebut,
pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).2
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat
yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug resistance
= MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan
tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. 2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di
Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk.2
1.2 Tujuan

Berdasarkan standar kompetensi dokter umum, penyakit Tuberkulosis paru tanpa


komplikasi termasuk dalam tingkat kemampuan 4 yang artinya dokter umum harus mampu
menentukan diagnosis klinik TB paru berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
serta dapat memutuskan dan mampu menangani problem TB paru tanpa komplikasi secara
mandiri hingga tuntas.

Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai salah satu tugas kepaniteraan klinik pada
stase paru, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan dokter muda khususnya penulis
tentang TB paru dan pengobatannya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.2
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal
pada manusia. Ditandai pembentukan turbekel dan cenderung meluas secara lokal. Selain itu,
juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner dan dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya.
Tuberculosis paru (TB) disebabkan oleh bakteri Mikobakterium Tuberkulosis, Bakteri ini
berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam
(BTA). 3

2.2 Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis

2.2.1 Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap
menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO mendeklarasikan
TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap sebagai masalah penting karena lebih kurang
1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB
yang tercatat diseluruh dunia.1

Sebagian besar dari kasus TB ini (95 %) dan kematiannya  (98 %) terjadi dinegara-negara

yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun.

Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB

yang baru dan kematian yang muncul di Asia.1

Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini disebabkan :

a.       Kemiskinan pada berbagai penduduk

b.       Meningkatnya penduduk dunia

c.       Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi

d.       Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB

e.       Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.1


Jumlah pasien TB paru di Indonesia diperkirakan sekitar 10 % dari total jumlah pasien

TB di dunia dan termasuk penyebab kematian utama. Hasil survey Prevalensi TB paru di

Indonesia tahun 2004 menunjukkan bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional

adalah sebesar 110 per 100.000 penduduk.3

Secara regional prevalensi TB BTA positip di Indonesia di kelompokan dalam 3 wilayah

yaitu wilayah Sumatra dengan angka prevalensi TB sebesar 160 per 100.000 penduduk, wilayah

Jawa dan Bali dengan angka prevalensi TB sebesar 110 per 100.000 penduduk, dan wilayah

Indonesia Timur dengan angka prevalensi TB sebesar 210 per 100.000 penduduk. Khusus untuk

propinsi DIY dan Bali angka prevalensi TB adalah sebesar 68 per 100.000 penduduk (Depkes,

2008).3

Gambar 1. Prevalensi Kasus TB di Indonesia Tahun 2006 dan 2007

2.2.2

Penularan Tuberkulosis
1. Cara penularan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) .
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada


dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan
selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.2

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien
tersebut. 2

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi


percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 2

2. Risiko penularan Tuberkulosis

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru
dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru
dengan BTA negatif.2

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of


Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan
perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.2

3. Risiko menjadi sakit Tuberkulosis.

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%,
diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10%
diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah
pasien TB BTA positif. 2

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya


tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).2
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit TB.
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular
immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang
bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang
terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan
TB di masyarakat akan meningkat pula.2

2.3 Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis

TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram positif, berbentuk batang

halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic.3

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau

antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.3

Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis

sangat tinggi. Pathogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan

kondisi Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah

penggunaan kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru .3

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk

transmisinya bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi congenital yang

jarang terjadi.3

Gambar 2. Morfologi Bakteri Mycobacterium


Tuberculosis
Kuman tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm, dengan
bentuk uniform, tidak berspora dan tidak bersimpai. Dinding sel mengandung lipid sehingga
memerlukan pewarnaan khusus agar dapat terjadi penetrasi zat warna. 4

Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen. Kandungan lipid pada


dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan terhadap asam basa dan tahan terhadap
kerja bakterisidal antibiotika.4

M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan antigenin yang dimiliki


mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman
terdapat pada dinding sel yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman
TB tumbuh secara obligat aerob. Pengurangan oksigen dapat menurunkan metabolisme kuman.4

Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana. CO2 dapat merangsang
pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-40C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan
mati pada suhu 600 C selama 15-20 menit. 4

2.4 Patogenesis
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan
luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu
melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel
efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe
imunitas seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan seperti keju, lesi
nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda.
Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus Gohn dan
gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
Gohn   respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali
ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila
peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir
melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah
bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ
lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh
sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak
organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke organ-organ tubuh.
   

      

2.4.1 Tuberkulosis Primer

Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer.
Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). 5

Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara5 :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu


suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus
yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.5

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau
tertelan.5

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan daya tahan
tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan
tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan
cukup gawat seperti tuberkulosis milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy.
Penyebaran ini juga dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang,
ginjal, anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir
dengan5 :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada anak


setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma ) atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.5

2.4.2. Tuberkulosis Post primer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis


primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang
bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis
menahun, dan sebagainya.5

Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah kesehatan masyarakat, karena
dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang
umumnya terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini
awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu
jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan
jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kaviti bila jaringan keju dibatukkan keluar.5

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan muncul
dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis, kemudian
dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan menjadi:

- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan
mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma. Tuberkuloma
dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadi kaviti lagi
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti menyembuh dengan
membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang
terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).5
-
Gambar 3. Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan perjalanan
penyembuhannya

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis

2.5.1 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk
pleura.5

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+).5

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif


- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan positif.5

b. Tuberkulosis paru BTA (-).5


- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinis dan kelainan
radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M. Tuberculosis.5

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe
pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan. 5

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis


dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan
hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.5

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi dicurigai lesi aktif /
perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa kemungkinan :

- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)


- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten menangani
kasus tuberkulosis.5

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak mengambil obat 2
bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.5

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada
akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir pengobatan.5

e. Kasus kronik
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan
ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.5

f. Kasus Bekas TB:

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologi
paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung.5
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat pengobatan OAT
2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.5

2.5.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.5

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi dari tempat lesi.
Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti
klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5

Gambar 4. Skema klasifikasi tuberkulosis


2.6 Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan


fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.5

2.6.1 Gejala klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratori (gejala
lokal sesuai organ yang terlibat).5

1. Gejala respiratorik :

- Batuk > 2 minggu


- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up.
Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk
membuang dahak ke luar.5

2. Gejala sistemik

- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan
menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks
dan segmen posterior (S1 dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.5

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari banyaknya cairan
di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.5

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di


daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold abscess”.5

Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

2.6.3

Pemeriksaan Bakteriologik

1. Bahan pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang
sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat
berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi
(termasuk biopsi jarum halus/BJH).5

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan),
Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi), atau setiap pagi
3 hari berturut-turut. 5

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot


yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan
tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek
(difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.5

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau
untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum
dikirim ke laboratorium.5

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak
sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang
sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.5

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan
pengiriman dahak dengan kertas saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas
saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang
tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di
dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi
kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan
jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.5

a. Pemeriksaan mikroskopik:

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen


- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin ( untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3 kali hasilnya
positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA positif. 5

Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali, kemudian bila hasilnya
1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif. Bila 3 kali negatif berarti BTA negatif.5

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi


WHO). Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) :

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

b. Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah dengan cara Egg
base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh dan Agar base media : Middle
brook.5

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat


mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga Mycobacterium other than tuberculosis
(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat
cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan
cyanogen bromide serta melihat pigmen yang timbul.5

2.6.4 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).5

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara lain; Bayangan
berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus
bawah, Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular,
Bayangan bercak milier, Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).5

Gambar 6. Gambaran Foto Rontgen TB Paru

Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif antara lain; Fibrotik ,
Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura5

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/
multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya
berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk
memastikan aktiviti proses penyakit.5

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) ; Lesi minimal bila proses mengenai
sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti. Sedangkan dikatakan
Lesi luasBila proses lebih luas dari lesi minimal.5

Gambar 7. Skema Alur Diagnosis TB Paru

2.7 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari
paduan obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan
antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat tambahan
(lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan Kuinolon.2,5

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi
yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis
kedua.2,5

Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut; OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) .
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan. 2,5

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT
= Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB
diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.2,5

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif
tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam
kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan. 2,5

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.2,5
2.7.1 Paduan OAT dan Peruntukannya

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru TB paru BTA positif.


- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru.2,5

Tabel 2. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1

b.

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).2,5

Tabel 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2


c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).2,5

Tabel 4. Dosis KDT Sisipan

2.7.2 Efek Samping OAT

Sebagaimana obat-obatan lainnya, tablet tablet TBC kadang kala dapat menimbulkan
efek sampingan, namun kebanyakan orang tidak mengalami masalah. Pasien harus memberieri
tahu dokter atau petugas kesehatan dengan segera jika muncul penyakit yang tidak diduga atau
salah satu gejala efek samping antara lain; Mual dan/atau muntah, Sakit kuning (kulit dan mata
berwarna kuning, kencing berwarna gelap), Demam yang tidak biasanya atau rasa lelah,
Kesemutan pada tangan atau kaki , sakit pada persendian, Gatal-gatal pada kulit, lebam,
Penglihatan menjadi kabur atau buta warna merah/hijau dll.6
Tabel 5. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1.      Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3.      Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses
pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.      Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan karena kerusakan
jaringan paru.
5.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6.      insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB


(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien TB di


Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah pasien
sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada
539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per
100.000 penduduk.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin,
pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei)

Gejala TB Paru antara lain Batuk > 2 minggu , Batuk darah, Sesak napas, Nyeri dada, Demam
dan Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun.

Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.
Pemeriksaan Penunjang yang membantu diagnosis antara lain pemeriksaan bakteriologik dan
pemeriksaan radiologi

Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan obat utama
(lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1 ) yang digunakan antara lain INH,
Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol. Sedangkan Obat tambahan (lini2) ntara lain
Kanamisin,

Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri mikobaktrium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang yang bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai
Basil Tahan Asam (BTA). Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia
setelah cina dan india. Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Gejala klinis berupa demam, batuk dengan atau
tampa darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan
menurun. Obat – obat anti tuberculosis terdiri dari Rifamfisin, INH, Pirazinamid, Etambutol,
Streptomicin.

DAFTAR PUSTAKA

1) World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2015.Switzerland. 2015.

2) Kemenkes RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014.Jakarta;


Kementerian Kesehatan RI. 2011.

3) Dinkes Jateng. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.Semarang; Dinas
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012.

4) World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2014. Switzerland.


2014.

5) Kemenkes RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta;Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia. 2014.

6) Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta Kemeterian Kesehatan
Republik Indonesia. 2014.

7) Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan Tahun 2014. Semarang; Dinas Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah. 2015

8) Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013. Semarang; DinasKesehatan Provinsi
Jawa Tengah. 2014.

9) Faris Muaz. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis Paru BTA
Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang Tahun 2014.2014
10) DKK semarang.Profil Kesehatan Kota Semarang 2013.Semarang; Dinas Kesehatan Kota
Semarang. 2014.

11) Tjiptoherijanto, P. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan Peran serikat
Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan.Majalah Perencanaan Pembangunan, Edisi 23.
2011.

12) Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta : FKUI. 2007. Hal
988 – 995
13) Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan Tuberkulosis. Edisi
2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2016.

14) Epidemiologi unsri.blogspot.com/2011/Tuberkulosis-paru.html

15) Chandra, budiman dr, Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: EGC.2010.
16) Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.PDPI:2016.

17) Pengobatan tuberkulosis, Departemenofhealth and community


http://www.health.nt.gov.au

Anda mungkin juga menyukai