Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga pada akhirnya Saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini
yang berjudul. TUBERCULOSIS PARU
Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kepaniteraan klinik senior dibagian Ilmu Kesehatan Masyarakat RSUD
DATU BERU ACEH TENGAH.
Saya menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu Saya sangat mengharapkan bantuan dan partisipasi teman sejawat
untuk memberikan masukan dan saran guna menyempurnakan referat ini di masa
mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
i
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................2
2.4 Patogenesis.........................................................................................................9
2.6 Diagnosis..........................................................................................................17
BAB 3. PENUTUP.................................................................................................33
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat
tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya
penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang
digali di heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu pula penemuan yang
berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di mesir kuno pada tahun 2000 -
4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat
dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Literatur arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M)
menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi dikulit.
Baru pada tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacam
bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai
dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rontgen
menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat.1
Penyakit ini kemudian dinamakan tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh
manusia dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru.1
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada
negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high
burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).2
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat
1
kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. 2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.2
1.2 Tujuan
Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik pada stase paru, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan
dokter muda khususnya penulis tentang TB paru dan pengobatannya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2.1 Epidemiologi
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret
1993 WHO mendeklarasikan TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap
sebagai masalah penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia.1
berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang
3
Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini
disebabkan :
prevalensi TB sebesar 160 per 100.000 penduduk, wilayah Jawa dan Bali
100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi
4
5
Gambar 1. Prevalensi Kasus TB di Indonesia Tahun 2006&2007
6
setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.2
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika
terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat
pula.2
positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic.3
disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak
7
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara
dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat
Kuman
tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm,
8
mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat
terjadi penetrasi zat warna. 4
2.4 Patogenesis
9
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. 10,12
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
(lambat).10,12
10
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.13,14,
11
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). 5
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
12
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,
anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan5 :
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.5,13
13
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:
14
2.5 Klasifikasi Tuberkulosis
a. Kasus baru
15
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.5
d. Kasus gagal
Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.5
e. Kasus kronik
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto
16
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.5
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.5
17
Diagnosis
1. Gejala respiratorik :
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.5
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.
18
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5
19
2.6.3 Pemeriksaan Bakteriologik
1. Bahan pemeriksasan
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium.5
20
melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas
saring:
- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
a. Pemeriksaan mikroskopik:
21
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3
kali hasilnya positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA
positif. 5
Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali,
kemudian bila hasilnya 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif.
Bila 3 kali negatif berarti BTA negatif.5
22
2.6.4 Pemeriksaan Radiologi
23
berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.5,17
24
2.7 Pengobatan Tuberkulosis
25
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2,5
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan. 2,5
26
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).2,5
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).2,5
27
2.7.2 Efek Samping OAT
28
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Evaluasi Pengobatan
1) Evaluasi klinis
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi respon pengobatan dan
ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis6.
2) Evaluasi bakteriologi
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan). Tujuan untuk
mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi
pemeriksaan mikroskopis sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan
pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan. Bila ada
fasiliti biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi6.
3) Evaluasi radiologis
Evaluasi radiologis (0-2-6/9 bulan pengobatan). Pemeriksaan dan
evaluasi foto toraks dilakukan pada saat sebelum pengobatan, setelah 2
bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) dan pada akhir
pengobatan6.
29
4) Evaluasi efek samping secara klinis6.
a) Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati,
fungsi ginjal, dan darah lengkap.
b) Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin. Fungsi ginjal :
ureum, kreatinin, dan gula darah, serta asam urat untuk data
dasar penyakit peyerta atau efek samping pengobatan.
c) Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
d) Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol (bila ada keluhan)
e) Pasien yang mendapat streptomisin harus diuji
keseimbangan dan audiometric (bila ada keluhan)
f) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah
evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila
pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya
dan penangan efek samping obat sesuai pedoman.
5) Kriteria sembuh6:
a) BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase itensif
dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
yang adekuat.
b) Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap
sama/perbaikan.
c) Bila ada fasilitas biakan, maka criteria ditambah biakan
negatif.
30
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3, 6, 12,
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada
kecurigaan TB kambuh)6.
31
BAB III
PENUTUP
Gejala TB Paru antara lain Batuk > 2 minggu , Batuk darah, Sesak napas, Nyeri
dada, Demam dan Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun.
Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1 ) yang
digunakan antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol.
Sedangkan Obat tambahan (lini2) ntara lain Kanamisin,
33
dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah cina dan india. Penularan
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Gejala klinis berupa demam, batuk dengan atau tampa
darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat
badan menurun. Obat – obat anti tuberculosis terdiri dari Rifamfisin, INH,
Pirazinamid, Etambutol, Streptomicin.
34
BAB IV
LAPORAN KASUS
Nama : Tn. S
Umur : 60 Tahun
Alamat : A.Tengah
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
I.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan batuk sejak 1 tahun yang lalu, batuk disertai dengan
dahak berwarna putih kehijauan. Pasien mengaku pernah batuk disertai dengan
darah. Pasien juga mengeluhkan sering berkeringat pada saat malam hari dan
penurunan napsu makan dan berat badannya semakin menurun.
35
Pasien mengeluhkan demam yang dirasakan hilang timbul dan tidak
terlalu tinggi dan demam tidak disertai dengan menggigil . Buang air besar dan
buang air kecil dalam batas normal. Pasien mengaku sebagai perokok aktif.
Riwayat pengobatan paru sebelumnya diakui pasien 1,5 tahun yang lalu
namun hanya berlangsung 3 bulan pengobatan. Os mengaku tidak meneruskan
pengobatan karena alasan masalah keluarga sehingga tidak dapat memperhatikan
dan meneruskan pengobatan penyakit parunya.
Riwayat Keluarga
Riwayat Alergi
Berat Badan : 47 kg
TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,7oC
Pernafasan : 28x/menit
Kepala
36
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.
Mulut : Bibir kering (-), Perdarahan gusi (-), Hipertrofi gusi (-)
Leher
Thorax
Palpasi : Tidak teraba adanya masa ataupun benjolan, tidak terdapat nyeri
tekan dan nyeri lepas, fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan
kiri.
Jantung
37
Batas pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)
Abdomen
Foto Thorax PA
Hasil Pemeriksaan:
38
I.5 Diagnosa Kerja
• Pneumonia
• Bronkhitis Kronis
• Ca Paru
• IVFD RL 20 gtt/i
• Dexamethason 2x1
• Levofloxacin 1x1
• Salbutamol 3x ½ tab
39
• Vestein 3x1
• Sucralfat 3x C1
• Vit B6 3x1
I.8 Prognosis
40
DAFTAR PUSTAKA
35
11) Tjiptoherijanto, P. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan
Peran serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan.Majalah
Perencanaan Pembangunan, Edisi 23. 2011.
12) Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
FKUI. 2007. Hal 988 – 995
36