Anda di halaman 1dari 43

KATA PENGANTAR

Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karuniaNya, sehingga pada akhirnya Saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini
yang berjudul. TUBERCULOSIS PARU

Tidak lupa Saya mengucapkan terima kasih kepada pembimbing Saya


dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini sejak awal
hingga selesainya tugas ini.

Tujuan penulisan referat ini adalah sebagai salah satu syarat dalam
kegiatan kepaniteraan klinik senior dibagian Ilmu Kesehatan Masyarakat RSUD
DATU BERU ACEH TENGAH.

Saya menyadari bahwa penulisan tugas ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu Saya sangat mengharapkan bantuan dan partisipasi teman sejawat
untuk memberikan masukan dan saran guna menyempurnakan referat ini di masa
mendatang.

Akhir kata Saya mengucapkan terimakasih yang sebesar – besarnya atas


perhatian dan dukungannya, semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Banda Aceh ,14 februari 2020

Penulis

DAFTAR ISI

i
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Tujuan................................................................................................................2

BAB II. PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Definisi ..............................................................................................................3

2.2 Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis Paru................................................3

2.3 Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis...............................6

2.4 Patogenesis.........................................................................................................9

2.5 Klasifikasi Tuberkulosis...................................................................................14

2.6 Diagnosis..........................................................................................................17

2.7 Pengobatan Tuberkulosis.................................................................................25

BAB 3. PENUTUP.................................................................................................33

BAB 3. LAPORAN KASUS..................................................................................35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat
tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adanya
penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang
digali di heidelberg dari kuburan zaman neolitikum, begitu pula penemuan yang
berasal dari mumi dan ukiran dinding piramid di mesir kuno pada tahun 2000 -
4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan terminologi phthisis yang diangkat
dari bahasa yunani yang menggambarkan tampilan TB paru ini.1
Literatur arab: Al Razi (850-953 M) dan Ibnu Sina (980-1037 M)
menyatakan adanya kavitas pada paru-paru dan hubungannya dengan lesi dikulit.
Baru pada tahun 1882 Robert Koch menemukan kuman penyebabnya semacam
bakteri berbentuk batang dan dari sinilah diagnosis secara mikrobiologis dimulai
dan penatalaksanaannya lebih terarah. Apalagi pada tahun 1896 Rontgen
menemukan sinar X sebagai alat bantu menegakkan diagnosis yang lebih tepat.1
Penyakit ini kemudian dinamakan tuberkulosis, dan hampir seluruh tubuh
manusia dapat terserang olehnya tetapi yang paling banyak adalah organ paru.1
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB
meningkat dan banyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada
negara yang dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high
burden countries). Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).2
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan
TB. Koinfeksi TB dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara
signifikan. Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat
anti TB (multidrug resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat

1
kasus yang tidak berhasil disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan
menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit ditangani. 2
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.
Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.2

1.2 Tujuan

Berdasarkan standar kompetensi dokter umum, penyakit Tuberkulosis


paru tanpa komplikasi termasuk dalam tingkat kemampuan 4 yang artinya dokter
umum harus mampu menentukan diagnosis klinik TB paru berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan serta dapat memutuskan dan mampu
menangani problem TB paru tanpa komplikasi secara mandiri hingga tuntas.

Maka dari itu makalah ini dibuat selain sebagai salah satu tugas
kepaniteraan klinik pada stase paru, juga untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan
dokter muda khususnya penulis tentang TB paru dan pengobatannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.2
Tuberkulosis paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah
lama dikenal pada manusia. Ditandai pembentukan turbekel dan cenderung
meluas secara lokal. Selain itu, juga bersifat pulmoner maupun ekstrapulmoner
dan dapat mempengaruhi organ tubuh lainnya. Tuberculosis paru (TB) disebabkan
oleh bakteri Mikobakterium Tuberkulosis, Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). 3

2.2 Epidemiologi dan Penularan Tuberkulosis

2.2.1 Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret
1993 WHO mendeklarasikan TB sebagaiglobal health emergency. TB dianggap
sebagai masalah penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh
mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat
diseluruh dunia.1

Sebagian besar dari kasus TB ini (95 %) dan kematiannya  (98 %)

terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75 %

berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang

padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB

yang baru dan kematian yang muncul di Asia.1

3
Alasan utama yang muncul atau meningkatnya penyakit TB global ini

disebabkan :

a.       Kemiskinan pada berbagai penduduk

b.       Meningkatnya penduduk dunia

c.       Perlindungan kesehatan yang tidak mencukupi

d.       Tidak memadainya pendidikan mengenai penyakit TB

e.       Terlantar dan kurangnya biaya pendidikan.1

Jumlah pasien TB paru di Indonesia diperkirakan sekitar 10 % dari

total jumlah pasien TB di dunia dan termasuk penyebab kematian utama.

Hasil survey Prevalensi TB paru di Indonesia tahun 2004 menunjukkan

bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara Nasional adalah sebesar

110 per 100.000 penduduk.3

Secara regional prevalensi TB BTA positip di Indonesia di

kelompokan dalam 3 wilayah yaitu wilayah Sumatra dengan angka

prevalensi TB sebesar 160 per 100.000 penduduk, wilayah Jawa dan Bali

dengan angka prevalensi TB sebesar 110 per 100.000 penduduk, dan

wilayah Indonesia Timur dengan angka prevalensi TB sebesar 210 per

100.000 penduduk. Khusus untuk propinsi DIY dan Bali angka prevalensi

TB adalah sebesar 68 per 100.000 penduduk (Depkes, 2008).3

4
5
Gambar 1. Prevalensi Kasus TB di Indonesia Tahun 2006&2007

2.2.2 Penularan Tuberkulosis

1. Cara penularan Tuberkulosis

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu


batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak (droplet nuclei) . Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.2

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan


dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung
dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.2

Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. 2

Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB


ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut. 2

2. Risiko penularan Tuberkulosis

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan


dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan
risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.2

Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan


Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi
penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI
sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi

6
setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif.2

3. Risiko menjadi sakit Tuberkulosis.

Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.


Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-
rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan
menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB
BTA positif.2

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi


pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).2

HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika
terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian. Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat
pula.2

2.3 Morfologi dan Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis

TB disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis, bakteri gram

positif, berbentuk batang halus, mempunyai sifat tahan asam dan aerobic.3

Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap

disifektan kimia atau antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak

yang kering untuk jangka waktu yang lama.3

7
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara

Mycobacterium Tuberculosis sangat tinggi. Pathogenesis hampir rendah

dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi Host. Sifat

resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah

penggunaan kemoterapi modern, sehingga menyebabkan keharusan

mengembangkan obat baru .3

Umumnya sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu)

yang terinfeksi. Untuk transmisinya bisa melalui kontak langsung dan

tidak langsung, serta transmisi congenital yang jarang terjadi.3

Gambar 2. Morfologi Bakteri Mycobacterium Tuberculosis

Kuman
tuberkulosis berbentuk batang dengan ukuran 2-4 µ x 0,2-0,5µm,

8
mengandung lipid sehingga memerlukan pewarnaan khusus agar dapat
terjadi penetrasi zat warna. 4

Yang lazim digunakan adalah pengecatan Ziehl-Nielsen.


Kandungan lipid pada dinding sel menyebabkan kuman TB sangat tahan
terhadap asam basa dan tahan terhadap kerja bakterisidal antibiotika.4

M.Tuberculosis mengandung beberapa antigen dan determinan


antigenin yang dimiliki mikobakterium lain sehingga dapat menimbulkan
reaksi silang. Sebagian besar antigen kuman terdapat pada dinding sel
yang dapat menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Kuman TB
tumbuh secara obligat aerob. Pengurangan oksigen dapat menurunkan
metabolisme kuman.4

Energi diperoleh dari oksidasi senyawa karbon yang sederhana.


CO2 dapat merangsang pertumbuhan. Dapat tumbuh dengan suhu 30-
40C dan suhu optimum 37-380 C. Kuman akan mati pada suhu 600 C
selama 15-20 menit. 4

2.4 Patogenesis

9
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan,
saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi
tuberkulosis terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. 10,12
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
biasanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas
(lambat).10,12

10
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.13,14,
   

      

2.4.1 Tuberkulosis Primer

11
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan
bersarang di jaringan paru sehingga akan terbentuk suatu sarang
pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini
mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang
reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus (limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh
pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). 5

Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal


sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu
nasib sebagai berikut :

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis
fibrotik, sarang perkapuran di hilus)

3. Menyebar dengan cara5 :

a. Perkontinuitatum, menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah


epituberkulosis, yaitu suatu kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus
medius oleh kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada
saluran napas bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan
menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal
sebagai epituberkulosis.5

b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru


sebelahnya atau tertelan.5

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini berkaitan dengan


daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan dapat
sembuh secara spontan, akan tetetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosis, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga

12
dapat menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal,
anak ginjal, genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin
berakhir dengan5 :

- Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan


terbelakang pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma )
atau
- Meninggal. Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis primer.5

2.4.2. Tuberkulosis Post primer

Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian


setelah tuberkulosis primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun.
Tuberkulosis postprimer mempunyai nama yang bermacam-macam yaitu
tuberkulosis bentuk dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun,
dan sebagainya.5,13

Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah


kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan.
Tuberkulosis postprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya
terletak di segmen apikal lobus superior maupun lobus inferior. Sarang
dini ini awalnya berbentuk suatu sarang pneumoni kecil. Sarang pneumoni
ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut :

1. Diresopsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan
sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali
dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila jaringan keju
dibatukkan keluar.5,13

3. Sarang pneumoni meluas, membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti


akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya

13
berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik).
Kaviti tersebut akan menjadi:

- Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang


pneumoni ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di
atas
- memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif
kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi
- Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kaviti
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemungkinan berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut
sehingga kelihatan seperti bintang (stellate shaped).5,13

Gambar 3. Skema perkembangan sarang tuberkulosis post primer dan


perjalanan penyembuhannya

14
2.5 Klasifikasi Tuberkulosis

2.5.1 Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan


paru, tidak termasuk pleura.5

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) , TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+).5

- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA


positif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologi menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
biakan positif.5

b. Tuberkulosis paru BTA (-).5

- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran


klinis dan kelainan radiologi menunjukkan tuberkulosis aktif
- Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M.
Tuberculosis.5

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan


sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan


OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan. 5

b. Kasus kambuh (relaps)

15
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.5

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologi


dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejala klinis maka harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :

- Lesi nontuberkulosis (pneumonia, bronkiektasis, jamur, keganasan dll)


- TB paru kambuh yang ditentukan oleh dokter spesialis yang berkompeten
menangani kasus tuberkulosis.5

c. Kasus defaulted atau drop out

Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan


tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.5

d. Kasus gagal

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan) atau akhir
pengobatan.5

e. Kasus kronik

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah


selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.5

f. Kasus Bekas TB:

- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan
gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto

16
serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT
adekuat akan lebih mendukung.5
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah mendapat
pengobatan OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan
gambaran radiologi.5

2.5.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstraparu adalah tuberkulosis yang menyerang organ


tubuh lain selain paru, misalnya kelenjar getah bening, selaput otak,
tulang, ginjal, saluran kencing dan lain-lain.5

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi


anatomi dari tempat lesi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan
pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan
konsisten dengan TB ekstraparu aktif.5

Gambar 4. Skema klasifikasi tuberkulosis 2.6

17
Diagnosis

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


pemeriksaan fisis/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya.5

2.6.1 Gejala klinik

Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala


lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal
ialah gejala respiratori (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).5

1. Gejala respiratorik :

- Batuk > 2 minggu


- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada

Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada
saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi
bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.5

2. Gejala sistemik

- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.

3. Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat,


misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan

18
tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak
napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.5

2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari


organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas
kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya
tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya
terletak di daerah lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1
dan S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan mediastinum.5

Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung dari


banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada
auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang
terdapat cairan.5

Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening,


tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-
kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi “cold
abscess”.5

Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

19
2.6.3 Pemeriksaan Bakteriologik

1. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis


mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH).5

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS): Sewaktu / spot (dahak


sewaktu saat kunjungan), Pagi ( keesokan harinya ), Sewaktu / spot ( pada
saat mengantarkan dahak pagi), atau setiap pagi 3 hari berturut-turut. 5

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan


dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6
cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada
gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.5

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering


di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat
ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.5

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek
dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium,
harus dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium.5

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat


pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring

20
melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas
saring:

- Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian
tengahnya
- Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah
dari kertas saring sebanyak + 1 ml
- Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu
ujung yang tidak mengandung bahan dahak
- Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus.
- Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong
plastik kecil
- Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
- Di atas kantong plastik dituliskan nama pasien dan tanggal pengambilan
dahak
- Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.

3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain


(cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk
BJH) dapat dilakukan dengan cara mikroskopik dan biakan.5

a. Pemeriksaan mikroskopik:

- Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen


- Mikroskopik fluoresens : pewarnaan auramin-rhodamin ( untuk
screening)

21
lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila 3
kali hasilnya positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif berarti maknanya BTA
positif. 5

Bila1 kali hasilnya positif, 2 kali negatif maka ulang BTA 3 kali,
kemudian bila hasilnya 1 kali positif, 2 kali negatif berarti BTA positif.
Bila 3 kali negatif berarti BTA negatif.5

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala


IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (International Union
Against Tuberculosis and Lung Disease) :

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif


- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

b. Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional


ialah dengan cara Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan),
Ogawa, Kudoh dan Agar base media : Middle brook.5,16

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis


pasti, dan dapat mendeteksi Mycobacterium tuberculosis dan juga
Mycobacterium other than tuberculosis (MOTT). Untuk mendeteksi
MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya
pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun
pencampuran dengan cyanogen bromide serta melihat pigmen yang
timbul.5,16

22
2.6.4 Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas


indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform).5,15

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif antara


lain; Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus
atas paru dan segmen superior lobus bawah, Kaviti, terutama lebih dari
satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular, Bayangan
bercak milier, Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).5,15

Gambar 6. Gambaran Foto Rontgen TB Paru

Sedangkan gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif


antara lain; Fibrotik , Kalsifikasi, Schwarte atau penebalan pleura5,9

Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru


yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi
luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikaviti dan fibrosis
parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau penyakit hanya

23
berdasarkan gambaran radiologi tersebut. Perlu dilakukan pemeriksaan
bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit.5,17

Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan


pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut (terutama pada kasus BTA
negatif) ; Lesi minimal bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang
terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus
spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta
tidak dijumpai kaviti. Sedangkan dikatakan Lesi luas.Bila proses lebih luas
dari lesi minimal.5,17

Gambar 7. Skema Alur Diagnosis TB Paru

24
2.7 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif


(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan Obat anti
tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan obat utama (lini 1)
dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan antara lain
INH, Rifampisin, Pirazinamid , Streptomisin, Etambutol. Sedangkan
Obat tambahan (lini 2) antara lain Kanamisin, Amikasin dan
Kuinolon.2,5,8

Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan


aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak
dianjurkan diberikan kepada pasien baru tanpa indikasi yang jelas karena
potensi obat tersebut jauh lebih rendah dari pada OAT lapis
pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.2,5,8

Tabel 1. Jenis, Sifat dan Dosis OAT

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai


berikut; OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) .

25
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2,5

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan


pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,
yaitu tahap intensif dan lanjutan.2,5

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan. 2,5

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,


namun dalam jangka waktu yang lebih lama Tahap lanjutan penting untuk
membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.2,5

2.7.1 Paduan OAT dan Peruntukannya

a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

- Pasien baru TB paru BTA positif.


- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru.2,5

Tabel 2. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 1

26
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:

- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus).2,5

Tabel 3. Dosis untuk Paduan OAT KDT Kategori 2

c. OAT Sisipan (HRZE)

Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).2,5

Tabel 4. Dosis KDT Sisipan

27
2.7.2 Efek Samping OAT

Sebagaimana obat-obatan lainnya, tablet tablet TBC kadang kala


dapat menimbulkan efek sampingan, namun kebanyakan orang tidak
mengalami masalah. Pasien harus memberieri tahu dokter atau petugas
kesehatan dengan segera jika muncul penyakit yang tidak diduga atau
salah satu gejala efek samping antara lain; Mual dan/atau muntah, Sakit
kuning (kulit dan mata berwarna kuning, kencing berwarna gelap),
Demam yang tidak biasanya atau rasa lelah, Kesemutan pada tangan atau
kaki , sakit pada persendian, Gatal-gatal pada kulit, lebam, Penglihatan
menjadi kabur atau buta warna merah/hijau dll.16

Tabel 5. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

28
KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1.      Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3.      Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.      Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
6.      insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

Evaluasi Pengobatan
1) Evaluasi klinis
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama
pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan. Evaluasi respon pengobatan dan
ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.
Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisis6.

2) Evaluasi bakteriologi
Evaluasi bakteriologi (0-2-6/9 bulan pengobatan). Tujuan untuk
mendeteksi ada tidaknya konversi dahak. Pemeriksaan dan evaluasi
pemeriksaan mikroskopis sebelum pengobatan dimulai, setelah 2 bulan
pengobatan (setelah fase intensif) dan pada akhir pengobatan. Bila ada
fasiliti biakan, dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi6.

3) Evaluasi radiologis
Evaluasi radiologis (0-2-6/9 bulan pengobatan). Pemeriksaan dan
evaluasi foto toraks dilakukan pada saat sebelum pengobatan, setelah 2
bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan
keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) dan pada akhir
pengobatan6.

29
4) Evaluasi efek samping secara klinis6.
a) Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati,
fungsi ginjal, dan darah lengkap.
b) Fungsi hati : SGOT, SGPT, bilirubin. Fungsi ginjal :
ureum, kreatinin, dan gula darah, serta asam urat untuk data
dasar penyakit peyerta atau efek samping pengobatan.
c) Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid.
d) Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan
etambutol (bila ada keluhan)
e) Pasien yang mendapat streptomisin harus diuji
keseimbangan dan audiometric (bila ada keluhan)
f) Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan
pemeriksaan awal tersebut. Yang paling penting adalah
evaluasi klinis kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila
pada evaluasi klinis dicurigai terdapat efek samping, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikannya
dan penangan efek samping obat sesuai pedoman.

5) Kriteria sembuh6:
a) BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase itensif
dan akhir pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan
yang adekuat.
b) Pada foto toraks, gambaran radiologi serial tetap
sama/perbaikan.
c) Bila ada fasilitas biakan, maka criteria ditambah biakan
negatif.

6) Evaluasi pasien yang telah sembuh


Pasien TB yang telah dinyatakan sembuh sebaiknya tetap
dievaluasi minimal dalam 2 tahun pertama setelah sembuh, hal ini

30
dimaksudkan untuk mengetahui kekambuhan. Hal yang dievaluasi adalah
mikroskopis BTA dahak dan foto toraks. Mikroskopis BTA dahak 3, 6, 12,
dan 24 bulan (sesuai indikasi/bila ada gejala) setelah dinyatakan sembuh.
Evaluasi foto toraks 6, 12, 24 bulan setelah dinyatakan sembuh (bila ada
kecurigaan TB kambuh)6.

31
BAB III

PENUTUP

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh


kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya.

Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.


Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India
dan Cina dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
penduduk.

Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk


atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei)

Gejala TB Paru antara lain Batuk > 2 minggu , Batuk darah, Sesak napas, Nyeri
dada, Demam dan Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun.

Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas


bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum. Pemeriksaan Penunjang yang membantu diagnosis
antara lain pemeriksaan bakteriologik dan pemeriksaan radiologi

Paduan Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama (lini 1) dan tambahan (lini 2). Jenis obat utama (lini 1 ) yang
digunakan antara lain INH, Rifampisin, Pirazinamid, Streptomisin, Etambutol.
Sedangkan Obat tambahan (lini2) ntara lain Kanamisin,

Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


mikobaktrium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang yang bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Indonesia adalah negeri

33
dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah cina dan india. Penularan
terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara sekitar kita. Gejala klinis berupa demam, batuk dengan atau tampa
darah, sesak napas, nyeri dada, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat
badan menurun. Obat – obat anti tuberculosis terdiri dari Rifamfisin, INH,
Pirazinamid, Etambutol, Streptomicin.

34
BAB IV

LAPORAN KASUS

I.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki - laki

Umur : 60 Tahun

Alamat : A.Tengah

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Tgl masuk : 08 februari 2020

I.2 Anamnesis

Keluhan Utama

Pasien mengeluh sesak napas sejak ± 30 menit SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD DATU BERU di atar oleh keluarga dengan


dengan keluhan sesak napas sejak. Sesak napas dirasakan ± 30 menit SMRS.
Sesak dirasakan hilang timbul dan bertambah berat pada saat pasien batuk. Sesak
timbul secara perlahan dan tidak menetap. Keluhan sesak disertai dengan napas
berbunyi dan terbangun pada malam hari disangkal. Pasien masih dapat tidur
dengan meggunakan 1 bantal. Pasien juga mengeluh nyeri dada yang tidak
menjalar ke bagian lainnya. Keluhan bengkak pada kelopak mata, kaki dan di
perut disangkal.

Pasien mengeluhkan batuk sejak 1 tahun yang lalu, batuk disertai dengan
dahak berwarna putih kehijauan. Pasien mengaku pernah batuk disertai dengan
darah. Pasien juga mengeluhkan sering berkeringat pada saat malam hari dan
penurunan napsu makan dan berat badannya semakin menurun.

35
Pasien mengeluhkan demam yang dirasakan hilang timbul dan tidak
terlalu tinggi dan demam tidak disertai dengan menggigil . Buang air besar dan
buang air kecil dalam batas normal. Pasien mengaku sebagai perokok aktif.

Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pengobatan paru sebelumnya diakui pasien 1,5 tahun yang lalu
namun hanya berlangsung 3 bulan pengobatan. Os mengaku tidak meneruskan
pengobatan karena alasan masalah keluarga sehingga tidak dapat memperhatikan
dan meneruskan pengobatan penyakit parunya.

Riwayat asma, kencing manis, darah tinggi, penyakit jantung maupun


penyakit kuning disangkal.

Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang mengalami keluhan atau penyakit serupa dengan


pasien disangkal. Namun pasien mengaku adanya keluhan serupa pada teman
dilingkungan kerjanya.

Riwayat Alergi

Riwayat alergi obat dan makanan disangkal pasien

I.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : Tampak sesak kesadaran Compos Mentis, GCS E4M6V5


Tampak Sakit sedang

Berat Badan : 47 kg

Tinggi Badan : 160 cm

BMI : 18,36 (status gizi kurang)

TD : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit

Suhu : 36,7oC

Pernafasan : 28x/menit

Kepala

36
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut.

Mata : sclera ikterik (-), konjungtiva anemis (-), pupil bula


isokor, RCL +/+, RCTL +/+

Hidung : Pernapasan cuping hidung (-), Epistaksis (-), secret (-)

Telinga : Gangguan pendengaran (-), Perdarahan dari liang telinga


(-)

Mulut : Bibir kering (-), Perdarahan gusi (-), Hipertrofi gusi (-)

Leher

Tekanan vena jugularis (JVP) : 5 – 2 cmH2O

Kelenjar Tiroid : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Limfe : Tidak teraba pembesaran

Kelenjar Getah Bening Submandibula, Leher, Supraklavikula, Ketiak dan Paha


tidak ada pembesaran.

Thorax

Inspeksi : simetris hemitorak kanan-kiri, depan-belakang saat statis dan


dinamis, dan tidak ada kelainan kulit

Palpasi : Tidak teraba adanya masa ataupun benjolan, tidak terdapat nyeri
tekan dan nyeri lepas, fremitus vokal dan taktil simetris kanan dan
kiri.

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri-kanan, depan-belakang.


Peranjakan paru (+)

Auskultasi : Vesikuler +/+ (paru-paru depan-belakang), Ronkhi +/+ basah


kasar, Wheezing -/-,

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba.

Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea midclavicula dextra

Batas jantung kiri ICS VI line midclavicula sinistra

37
Batas pinggang jantung ICS III linea parasternal sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular, Gallop (-), Murmur (-)

Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak membuncit dan tidak ada luka

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi : Terdengar suara timpani di seluruh kuadran abdomen,


Shifting dullness (-), ketok CVA (-)

Palpasi :Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas di seluruh 4


kuadran abdomen, Pembesaran hepar, lien, ginjal, kandung
kemih tidak teraba,Undulasi (-)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2”, edema -/-.

I.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil sputum BTA

• Sewaktu : +++ (positif tiga)

• Pagi : tidak dilakukan

• Sewaktu : tidak dilakukan

Foto Thorax PA

Hasil Pemeriksaan:

- Bercak infiltrat lapangan kedua paru

- Cor,ukuran,bentuk,letak dalam batas normal

- Kedua sinus dan diafragma dalam batas normal

- Tulang-tulang rongga thorax dalam batas normal

Kesan: Proses spesifik aktif kedua paru.

38
I.5 Diagnosa Kerja

TB paru putus obat (Drop Out)

I.6 Diagnosa Banding

• Pneumonia

• Bronkhitis Kronis

• Ca Paru

I.7 Tata Laksana

• 02 2-4 lpm Nasal kanul

• Diet tinggi kalori dan tinggi protein

• IVFD RL 20 gtt/i

• FDC 1X3 Tab

• Nebule ventolin /8 jam

• Dexamethason 2x1

• Levofloxacin 1x1

• Salbutamol 3x ½ tab

39
• Vestein 3x1

• Sucralfat 3x C1

• Vit B6 3x1

I.8 Prognosis

• Quo ad vitam : ad bonam

• Quo ad functionam : ad bonam

• Quo ad sanationam : dubia ad bonam

40
DAFTAR PUSTAKA

1) World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report


2015.Switzerland. 2015.

2) Kemenkes RI. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-


2014.Jakarta; Kementerian Kesehatan RI. 2011.

3) Dinkes Jateng. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun


2012.Semarang; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2012.

4) World Health Organization (WHO). Global Tuberculosis Report 2014.


Switzerland. 2014.

5) Kemenkes RI. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.


Jakarta;Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014

6) Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta Kemeterian


Kesehatan Republik Indonesia. 2014.

7) Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan Tahun 2014. Semarang; Dinas


Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2015

8) Dinkes Jateng. Buku Saku Kesehatan Tahun 2013. Semarang;


DinasKesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2014.

9) Faris Muaz. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Tuberkulosis


Paru BTA Positif Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Serang Kota Serang
Tahun 2014.2014

10) DKK semarang.Profil Kesehatan Kota Semarang 2013.Semarang; Dinas


Kesehatan Kota Semarang. 2014.

35
11) Tjiptoherijanto, P. Proyeksi Penduduk, Angkatan Kerja, Tenaga Kerja, dan
Peran serikat Pekerja dalam Peningkatan Kesejahteraan.Majalah
Perencanaan Pembangunan, Edisi 23. 2011.

12) Sudoyo, Aru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 4. Jakarta :
FKUI. 2007. Hal 988 – 995

13) Aditama, Chandra Yoga dr, et all. Pedoman Nasional Penaggulangan


Tuberkulosis. Edisi 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.2016.

14) Epidemiologi unsri.blogspot.com/2011/Tuberkulosis-paru.html

15) Chandra, budiman dr, Pengantar Prinsip dan Metode Epidemiologi.


Jakarta: EGC.2010.
16) Tuberkulosis : Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia.PDPI:2016.

17) Pengobatan tuberkulosis, Departemenofhealth and community


http://www.health.nt.gov.au

36

Anda mungkin juga menyukai