PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kejiwaan pada waktu itu; umumnya factor niat atau kenekatanlah yang
diperlukan. Sebuah pepatah latin yang dinyatakan oleh Edward Coke sudah
merumuskan semua ini - actus non facit reum, nisi mens sit rea – tindakan
itu sendiri tidak berarti salah, kecuali dilakukan dengan rasa bersalah.
Tindakan yang dianggap melanggar hukum itu adalah actus reus dan keadaan
mens rea. Perlu diingat kalau 2 istilah ini hanyalah label praktis yang
tersebu tidak berarti apa-apa bila hanya sendiri. Pengertian dan arti dari Actus
Reus dan Mens Rea juga akan berbeda-beda pada setiap tindakan kriminal
yang ada.
bahwa istilah ini tidak bersifat pasti dalam menentukan. Meskipun kata bijak
latin ini berguna, kata tersebut bukanlah kebenaran yang mutlak. Ada banyak
1
berkenaan dengan peraturan yangtidak membutuhkan Mens Rea. Hal ini
di bagian 4.2 post). Pada kasus-kasus seperti ini, Mens Rea tidaklah
Penggunaan istilah latin Actus Reus dan Mens Rea menuai kritikan.
latin yang sembarangan. Alangkah lebih baik apabila kita berpikir dan
pada saat ia melakukannya, daripada berbicara mengenai actus reus dan mens
rea” (parafrase)
menggunakan istilah Actus Reus dan Mens Rea, ada beberapa jenis kejahatan
dimana konsep tersebut melebur. Ada juga tindak kejahatan dimana Actus
Reus hanya bisa dibuktikan dengan membuktikan Mens Rea. Contoh: seksi 1
(1) dari Prevention of Crime Act 1953 menyatakan kalau seseorang dianggap
wewenang dan alasan yang masuk akal. Seksi 1 (4) mendefinisikan “senjata
gagang kampak ke area umum, isu mengenai apakah tindakan tersebut dapat
dianggap sebagai Actus Reus tergantung dari niat sang tertuduh saat itu
2
karena alat tersebut tidak memenuhi 2 kriteria yang ada (dibuat/digunakan
untuk tujuan melukai). Apabila tidak ada tujuan untuk melukai, alat tersebut
ini tidak bisa dikategorikan sebagai senjata mematikan dan maka dari itu
tidak dapat dikategorikan sebagai Actus Reus. Pada contoh lain, Actus Reus
obat terlarang seperti heroin atau kanabis yang berlawanan dengan seksi 5
tahu sifat dasar dari narkoba tersebut (lihat DPP vs. Brooks (1974) AC 862;
barang tersebut adalah suatu hal yang tidak mungkin, maka tidak adanya
elemen kejiwaan tersebut (yaitu “mengetahui”) berarti tidak ada Actus Reus.
B. Identifikasi Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Elemen-Elemen dari Tindakan Kriminal
melakukan tindak kriminal apabila kita dapat membuktikan adanya Actus Reus
dari sang tertuduh disertai dengan Mens Rea yang tepat. Hal ini mengabaikan
tersebut yang lebih dikenal sebagai Pembelaan dapat membentuk jadi suatu
kriminalitas adalah antara Actus Reus atau Mens Rea dengan menyatakan:
“Actus Reus merangkum bukan saja hanya situasi objektif yang harus
Revisited (1976) Crim LR 276, bahwa tindakan criminal terdiri dari 3 elemen,
yaitu: Actus Reus, Mens Rea, dan (elemen negatif) absennya pembelaan diri yang
valid. Pandangan mana yang benar tidaklah penting; boleh dibilang kedua
pembelaan diri dan alasan dapat ditarik. A.T.H. Smith, “On Actus Reus and Mens
4
Rea” yang terdapat di Reshaping the Criminal Law (ed. Glazebrook, 1978)
tindakan kriminal”
Against the Person Act 1861, D bisa mengakui bahwa ia memang melukai V dan
memang berniat untuk melakukan itu, tetapi D tidak akan dihukum apabila ia
melukai V untuk membela dirinya ketika ia diserang dengan niat membunuh oleh
V. Hal ini akan dianggap tidak melanggar hukum dan dibenarkan sebagai “bela
diri”. Karena tindakan melukai tersebut tidak dianggap melanggar hukum, dapat
dibilang bahwa tidak ada Actus Reus pada kasus ini; D hanya melukai V
namun D dapat membela dirinya karena ia diancam, dan dengan itu, ia dapat
5
B. Kelakuan (conduct) haruslah dengan Sengaja
tidak bisa mengontrol mobilnya. Ia hanya bisa terhenyak dan kakinya terus
menginjak gas dan menembus lampu merah sehingga ia menabrak mobil E yang
atau tindakan dari si pelaku, bila hal ini tidak dilakukan dengan sengaja, tertuduh
tidak dapat dikenakan sangsi. Mereka hanya bisa dihukum apabila tindakan
mereka dilakukan dengan sengaja; tidak cukup dari apa yang mereka lakukan
secara fisik saja. Bratty v A-G for Northern Ireland (1963) AC 386 (at p. 409)
segala macam tindakan criminal, tidak hanya pembunuhan saja”. Pada tindakan
criminal yang membutuhkan Mens Rea, apabila tidak disengaja, maka tertuduh
tidak akan memiliki Mens Rea. Sekalipun tindakan criminal yang ada sangatlah
terlarang dan tidak membutuhkan Mens Rea, factor sengaja atau tidak dari
Pada contoh diatas, melanggar lampu merah adalah tindakan criminal yang
jelas, tidak perlu dibuktikan lagi bahwa D melihat lampu merah menyala dan
6
tersebut. Namun ia tidak melakukannya dengan sengaja karena ia sedang terkena
serangan jatung dan tidak dapat berbuat apapun, sehingga tidak ada Actus Reus.
Tuduhan menyetir sembarangan juga akan lepas. Apabila D sadar akan gejala-
gejala saat terkena serangan jantung namun tetap menyetir, ia mungkin bisa
dihukum, apalagi apabila ia sudah tahu karena pernah terkena sebelumnya. Pada
kasus Kay vs. Butterworth (1945) 173 LT 191 (lihat juga kasus Hil vs Baxter
menyatakan:
bukan karena salahnya sendiri seperti kena timpuk batu atau sakit seharusnya
Dalam Bell (1984) 3 all ER 842, diberikan lagi contoh situasi dimana
seseorang seharusnya tidak akan dihukum karena tidak sengaja dalam berbuat,
jahat nan sinting, atau ia kehilangan kesadaran karena pingsan, atau mungkin
mobilnya mendadak mengalami kerusakan seperti ban bledos atau rem blong”
7
terhadap mobilnya yang berada di luar control E (lihat Leicester vs Pearson
Contoh yang melibatkan D dan Eberbeda dalam satu hal dimana tindakan
sedang mengukir ketika Bmeraih tangan A yang sdang memegang pisau dan
secara fisik ketika ia sedang kehilangan kesadaran. Hal ini disebut sebagai
sedang gegar otak atau tidur sambil berjalan, atau ketika sedang kejang-kejang.
offences)
melarang adanya suatu keadaan (state of affairs). Contoh yang diberikan di atas
(seksi 4(2)dari Road Traffic Act1988) dimana dilarang berkemudi apabila tidak
layak karena sedang dibawah pengaruh alcohol dan narkoba. Actus Reus akan
8
untuk tetap dapat berkemudi (lihat Shippam (1971) RTR 209; Pugsley vs Hunter
dibawa ke rumah sakit dengan tandu. Ia didiagnosa hanya mabuk biasa dan
mobil polisi. W dituduh mabuk di jalan raya yang melanggar seksi 12 dari
Lisencing Act 1872. The Divisional Court menganggap kata “ditemukan mabuk”
berbasiskan bahwa hal ini dilakukan untuk mengurus hal-hal yang menganggu
dari kasus mabuk di tempat umum; bagaimana ia bisa ada disana tidaklah
rumah sakit. Kalau ia ditemukan sedang terkapar di jalanan, maka tidak aka nada
keluhan. Namun, keputusan yang ditarik bersifat sengatlah luas dan dapat
sakit dan menariknya ke jalan raya sehingga mereka memiliki izin untuk
9
Keputusan Winzar dapat dibandingkan secara berlawanan dengan Marton v
State 31 Ala. App. 334, 17 So. 2nd 427 (1944) dimana Court of Appeals di
Alabama mencabut hukuman tertuduh mabuk di jalan raya karena bukti bahwa
tertuduh dengan sengaja muncul ke jalan raya diperlukan. Sang tertuduh sedang
mbuk dirumahnya sendiri ketika polisi secara paksa memasuki rumahnya dan
inggris, keputusan di kasus Winzar bisa berbalik 180 derajat. Diharapkan pada
sengaja mereka dalam melakukan ini tidaklah terlalu penting. Yang penting,
kemungkinan terjadinya kasus state of affairs dapat diduga dari kelakuan tertuduh
saat itu. Bila semisalnya tertuduh mabuk di tempat umum (bar), ada cukup
minumnya tutup, atau ketika ia pergi atau diusir. Namun apabila ia sedang minum
di rumah, kemungkinan ia pergi ke luar tentunya kecil. Maka, jika Winzar sedang
kehilangan kesadaran dan ada orang luar (third party) yang menelpon ambulans
untuk membawanya ke rumah sakit, hal ini tentunya tidak bisa diduga dengan
berjalan ke jalan raya tentunya tidak bisa diduga saat ia sedang minum-minum.
oleh dewan untuk menyelamatkan siapaun yang sedang mengalami kesulitan juga
10
mengabaikannya. E, ayah dari A juga mengabaikannya, karena ia berpikir inilah
saat bagi anaknya yang cengeng untuk belajar berenang atay tenggelam sekalian.
menyelamatkannya. Bila memang ada pelanggaran hukum di kasus ini, hal ini
sehingga hal itu akhirnya terjadi. Beberapa tindakan criminal tidak dapat
Pada contoh diatas, D dan E dapat dihukum apabila Mens Rea mereka dapat
dibawah kontrak (lihat Pitwood (1902) 19 TLR 37.2.5..2.2.1 post) dan kewajiban
sebagai orang tua untuk menjaga dan menjauhkan buah hati mereka dari bahaya
(lihat Gibbins and Proctor (1918) 13 Cr App R 134, 2.5.2.2.2 post). Masalahnya
adalah D dan E tidak bertanggung jawab atas kematian B dalam arti bagaimana
sebab dan akibat dari kasus itu dimengerti secara umum (lihat 2.6 post).
Pengadilan nampaknya tidak begitu mengurusi prinsip dari sebab dan akibat
11
The Law of Comission pada Draft Criminal Code Bill (Law Com no. 117) secara
spesifik menyinggung isu ini di klause 17(1) yang menyatakan kalau “seseorang
menyebabkan sesuatu hasil ketika ia (b) ia tidak melakukan tindakan yang dapat
mencegah terjadinya hasil itu dan ketika ia secara hukum wajib mencegah hal
tersebut terjadi”.
yang baik”. Posisi dari Common Law diringkas di Lord Maculay’s Works (ed.
dalam menjalankan kewajiban moralnya adalah hal yang absurd. Kita harus
melakukan sesuatu yang secara moral dapat dibilang menjijikkan dan kita harus
puas dengan menghukum mereka yang sudah jelas saja bersalah secara hukum
dalam situasi tertentu. Individu yang gagal bertindak dalam situasi tertentu
tersebut akan dianggap melanggar hukum. Pelanggaran hukum yang serius pada
12
kasus ini adalah ketika seseorang tidak memberikan informasi penting dibuat di
membantu Inter Alia dalam mencegah aksi terorisme atau dalam penangkapan,
prosekusi, atau penghukuman teroris, tetapi orang tersebut tidak memberikan info
tersebut ke yang berwenang dalam waktu yang logis, maka ia bersalah secara
hukum.
kelalaian dan penelantaran tersebut haruslah salah dalam arti tanpa alasan atau
mematikan, hukum akan mewajibkan siapa yang berada di bawah kontrak tersbut
untuk bertindak. Kontrak tersebut berlaku juga untuk mereka yang jiwanya dapat
13
terancam. Pada Pitwood (1902) 19 TLR 37, tertuduh dituntut secara hukum
tertutup jika kereta akan lewat. Pada saat kejadian, tertuduh tidak berada di
posnya dan gerbang dibiarkan terbuka. Kelalaian dia sungguhlah fatal dan
dengan public dihiraukan karena ia dibayar untuk meemastikan gerbang itu tutup
Secara hukum, sudah secara umum diterima oleh masyarakat (walau yang
melindungi anaknya dan suami istri haruslah saling mendukung. (lihat Smith
(1979) Crim LR 251, 2.5.2.2.3 post). Pada Gibbins and Proctor (1918) 13 Cr App
R 134, seorang pria dan wanita ditangkap atas tuduhan membunuh anaknya
dengan membuatnya mati kelaparan karena ia tidak diberi makan. Pada kasus ini,
anaknya
14
Bila seseorang mengambil kewajiban untuk menjaga mereka yang tidak bisa
mengurus diri sendiri lagi, seperti bayi atau mereka yang memiliki kelainan jiwa
dan lain-lain, orang tersebut wajib merawat mereka. Di kasus setelahnya, D yang
tinggal bersama tantenya diwajibkan untuk menjaganya ketika ia jatuh sakit dan
menjaga tantenya.
Perihal yang menjadi masalah adalah apabila seseorang yang sakit dan tak
mampu mengurus dirinya menolak bantuan dari mereka yang berkewajiban untuk
tanggung jawabnya atau tidak. Contohnya, apabila seseorang ingin mati dan
bertanggung jawab untuk mencegah hal tersebut dan harus tetap menolongnya
meskipun ia tak mau? Pada Smith (1979) Crim LR 251, S dituduh melakukan
pembunuhan tidak langsung ketika istrinya meninggal. Istrinya benci dokter dan
membuktikan bahwa apabila pada awalnya pertolongan medis diminta, sang istri
15
“mempertimbangkan keputusan untuk menjalankan keinginan istri dalam
permohonanya masih cukup logis. Namun apabila ia terlihat jelas sakit, apapun
pembunuhan tidak langsung dan akan dibebaskan dari membuat keputusan juri.
Saat seseorang secara tidak sengaja dan tanpa Mens Rea yang cocok
ikut-campuri akan menyebabkan bahaya kepada orang lain atau property, orang
kejadian ia tahu akan apa yang telah ia lakukan dan dengan Mens Rea yang
cocok ia gagal bertindak, maka ia dapat dituntut secara hukum. Yang berwenang
dalam prinsip ini adalah Miller (1983) 2 AC 161. D, seorang gelandangan yang
sedang tertidur di dalam rumah orang, terbangun ketika ia sadar bahwa kasur
16
malah pindah ke kamar lain sehingga rumah itu terbakar. D dituduh melakukan
pembakaran rumah dengan sengaja yang melanggar seksi 1(1) dan (3) dari
dirinya karena saat D sadar akan apa yang telah ia perbuat, ia wajib bertindak
ia timbulkan adalah sesuatu yang logis pada situasi seperti itu. Jelas ia tidak
E. Sebab-Akibat (Causation)
membunuh atau gagal bertindak sehingga korbannya mati. Dalam kasus Result
Crime yang liabilitasnya tinggi, sebab dan akibat dapat disusun, meskipun
tertuduh memang tidak berniat, tidak tahu, atau tidak lalai dalam berbuat (lihat
Southern Water Authority v Pegrum and PEgrum (1989) Crim LR 442; National
17
Masalah dari sebab dan akibat adalah urusan para juri. Kasus-kasus
sebab dan akibat jarang menjadi masalah dan bagaimana korban mati umumnya
tidak dipertanyakan. Saat memang ada yang dipermasalahkan, itu adalah tugas
hakim untuk mengarahi para juri dengan ke prinsip legal yang berhubungan
dengan sebab akibat, namun apakah terdapat hubungan kausal antara kelakuan
tertuduh dengan konsekuensi terlarang telah tersusun atau tidak adalah tugas para
juri. Biasanya para juri cukup diarahkan bahwa “sudah hukumnya kalau tindakan
tertuduh tidak harus menjadi satu-satunya penyebab atau bahkan sebab utama
dari kematian korban, asal ada tindakannya (atau kegagalan bertindaknya) sudah
R 279, per Robert Goff LJ) Kadang, apabila ada masalah-masalah tertentu yang
berhubungan dengan sebab akibat, seperti apakah ada orang ketiga yang
menyebabkan putusnya rantai dari sebab akibat yang ada, ini adalah (per Robert
Goff LJ di p. 290):
sesuai dengan prinsip legal yang ada dan yang harus mereka aplikasikan.
Kemudian, apakah isu-isu factual yang relevan yang dikenal oleh prinsip legal
tersebut mengarah ke konklusi bersalah atau tidaknya tertuduh adalah tugas para
juri”
2 prinsip dari sebab akibat dimana tertuduh hanya dapat dituntut secara hukum
apabila tindakannya adalah Factual Cause dan Legal Cause dari kematian
korban. Diskusi ini akan terfokuskan di pembunuhan, tapi prinsip yang ada dapat
18
diaplikasikan ke pelanggaran hukum lainnya yang memiliki masalah dengan
sebab akibat.
Tindakan tertuduh haruslah berupa sine qua nom dari konsekuensi terlarang.
Dengan kata lain, konsekuensi tersebut harusnya tidaklah terjadi bila bukan
karena tindakan sang pelaku. Pada White (1910) 2 KB 124, D memberikan racun
meninggal karena gagal jantung, bukan karena racun. D tidak dihukum karena ia
bukanlah penyebab kematiannya dan tidak ada Actus Reus disini. Namun ia
ia berjalan melintasi taman dan terbunuh. Tentunya dalam kasus ini, A dan C
19
Legal Causation berhubungan erat dengan tanggung jawab dan kesalahan
“Saat seseorang sudah menjawab pertanyaan sebab akibat, tes lebih lanjutnya
untuk mengetahui apakah penyebab tersebut dikenali secara hukum bukanlah tes
untuk mengetahui sebab akibat, tapi reaksi moral. Pertanyaannya adalah apakah
hasil tes tersebut dapat menjadikan pembela sebagai penyebab. Bila istilah
“sebab” harus dipakai, maka istilah tersebut haruslah dalam arti bertanggung
Penyebab
itu sendiri.
atas tuduhan pembunuhan meskipun dua luka tersebut tidak mematikan apabila
hanya salah satu. Namun ada situasi dimana tindakan yang mengalahkan
kepala B dengan kampak. Pada situasi ini, C adalah penyebab utama dari
20
21
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
kejiwaan pada waktu itu; umumnya factor niat atau kenekatanlah yang
diperlukan. Sebuah pepatah latin yang dinyatakan oleh Edward Coke sudah
merumuskan semua ini - actus non facit reum, nisi mens sit rea – tindakan
itu sendiri tidak berarti salah, kecuali dilakukan dengan rasa bersalah.
Tindakan yang dianggap melanggar hukum itu adalah actus reus dan keadaan
mens rea. Perlu diingat kalau 2 istilah ini hanyalah label praktis yang
tersebu tidak berarti apa-apa bila hanya sendiri. Pengertian dan arti dari Actus
Reus dan Mens Rea juga akan berbeda-beda pada setiap tindakan kriminal
yang ada.
22
23