Anda di halaman 1dari 5

PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Hukum Pidana adalah hukum yang mengurus perbuatan-perbuatan yang melanggar


kepentingan umum yang diancam oleh hukuman dan dilarang oleh undang-undang dan
harus diterapkan . Ancaman hukum pidana berlaku untuk siapa saja yang melanggar .

SEJARAH HUKUM PIDANA


 Masa sebelum penjajahan Belanda
Sebelum kedatangan Belanda oleh Vasco da Gamma pada tahun 1596, orang
Indonesia telah mengenal dan memberlakukan hukum pidana adat. Hukum pidana adat
yang mayoritas tidak tertulis ini bersifat lokal, artinya hanya di berlakukan di wilayah
adat tertentu.

Hukum pidana adat sangat dipengaruhi dengan agama yang dipeluk oleh mayoritas
penduduk, pada umumnya hukum adat tidak berupa tulisan. Aturan-aturan  mengenai
hukum pidana ada karena dijaga secara turun-temurun melalui cerita, atau pelaksanaan
hukum pidana yang ada diwilayah tersebut. Namun dibeberapa wilayah adat nusantara,
hukum adat juga ada yang terjaga dalam bentuk tertulis, sehingga dapat dibaca oleh
khalayak umum. Sebagai contoh dikenal adanya Kitab Kuntara Raja Niti yang berisi
hukum adat Lampung, Simbur Tjahja yang berisi hukum adat Sumatra Selatan dan
Kitab Adigama yang berisi hukum adat Bali.

 Masa Sesudah Kedatangan Penjajahan Belanda


1. a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie ( VOC )
Tahun 1602 – 1799
Setelah Belanda dating ke Indonesia berlakulah hukum pidana Barat , hukum pidana ini
dibentuk setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yang ditandai dengan
diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC. VOC sebenarnya adalah kongsi
dagang Belanda yang diberikan “kekuasaan wilayah” di Nusantara oleh pemerintah
Belanda. Hak keistimewaan VOC berbentuk hak Octrooi Staten General yang
meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan
perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara dan  mencetak uang. Dalam
usahanya untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan-aturan yang
dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi.
Dalam perkembangannya, salah seorang Gubernur Jendral VOC yaitu Pieter Both juga
diberikan kewenangan untuk memutuskan perkara-perkara pidana yang terjadi di
peradilan-peradilan adat. Bentuk campur tangan VOC dalam hukum pidana adat adalah
terbentuknya Papakem Cirebon yang digunakan para hakim dalam peradilan pidana
adat.
Pada tanggal 31 Desember 1799, VOC dibubarkan oleh pemerintah Belanda dan
pendudukan wilayah Nusantara diduduki oleh Inggris dengan tidak mengadakan
perubahan-perubahan dengan hukum yang sudah berlaku saat itu.

2. Masa Besluiten Regeling ( 1864 – 1855 )


Setelah Inggris meninggalkan Nusantara pada tahun 1810, Belanda menduduki kembali
wilayah Nusantara. Pada masa ini, peraturan terhadap koloni diserahkan kepada raja
sepenuhnya sebagai pengusa mutlak, bukan kepada kongsi dagang sebagaimana
terjadi pada masa VOC. Dengan dasar Besluiten Regeling, yaitu berdasarkan pasal
36 UUD Negeri Belanda, raja mempunyai kekuasaan mutlak dan tertinggi atas daerah-
daerah jajahan. Dengan demikian negara Belanda pada masa itu menggunakan sistem
pemerintahan Monarkhi Konstitusi. Raja berkuasa mutlak, namun kekuasaannya
diatur dalam sebuah konstitusi. Mereka tetap memberlakukan peraturan-peraturan yang
berlaku pada masa Inggris dan tidak mengadakan perubahan peraturan karena
menunggu terbentuknya kodifikasi hukum.
3.  Masa Regeling Regelment ( 1855 – 1926 )
Masa Regeling Regelment ( RR ) dimulai karena adanya perubahan sistem
pemerintahan di Negara Belanda, dari monarkhi konstitusi menjadi monarkhi
parlementer.perubahan ini terjadi pada tahun 1848 dengan adanya perubahan dalam
Grond Wet ( UUD ) Belanda. Perubahan ini mengakibatkan terjadinya pengurangan
kekuasaan raja.

Maka dengan begitu kekuasaan Raja Belanda terhadap daerah jajahan di Indonesia
berkurang. Peraturan-peraturan yang menata daerah jajahan tidak semata-mata di
tetapkan raja dengan Koninklijk Besluit, namun harus melalui mekanisme
perundang-undangan ditingkat parlemen.
4.  Masa Indische Staatregeling ( 1926 – 1942 )
Indische staatregeling ( IS ) adalah pembaharuan dari RR yang mulai berlaku sejak 1
januari 1926 dengan diundangkannya melalui staatblad Nomor 415 tahun 1925. Pada
masa ini, sistem hukum di Indonesia semakin jelas khususnya dalam pasal 131 Jo.
Pasal 163 IS yang menyebutkan pembagian golongan penduduk Indonesia beserta
hukum yang berlaku. Dengan dasar ini maka hukum pidana Belanda ( Wetboek van
Strafrecht voor Netherlands Indie ) tetap diberlakukan kepada seluruh penduduk
Indonesia. Pasal 131 Jo. Pasal 163 IS ini mempertegas pemberlakuan hukum pidana
Belanda semenjak di berlakukan 1 januari 1918.
5. Masa Pendudukan Jepang ( 1942 – 1945 )
Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum pidana
yang berlaku  diwilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Pemerintahan bala tentara Jepang memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda
dahulu.

Pada masa ini, Indonesia telah mengenal dualisme  hukum pidana karena wilayah
Hindia Belanda dibagi menjadi dua bagian wilayah dengan penguasaan militer yang
tidak saling membawahi.
 Masa Setelah Kemerdekaan
Masa pemberlakuan hukum pidana di Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, dibagi menjadi 4 masa sebagaimana sejarah dalam tata hukum
Indonesia yang didasarkan pada berlakunya empat konstitusi Indonesia
yaitu pertama masa pasca kemerdekaan dengan konstitusi UUD 1945 kedua masa
setelah Indonesia menggunakan konstitusi negara serikat ( konstitusi RIS ) ketigamasa
Indonesia menggunakan konstitusi sementara (UUDS 1950 ) dan keempat masa
Indonesia kembali kepada UUD 1945.

Sumber-Sumber Hukum Pidana


Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber
hukum yang tidak tertulis. Di Indonesia, kita belum memiliki Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana warisan dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapun sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana antara lain :

 Buku I Tentang Ketentuan Umum (Pasal 1-103).


 Buku II Tentang Kejahatan (Pasal 104-488).
 Buku III Tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Dan juga ada beberapa Undang-undang yang mengatur tindak pidana khusus yang
dibuat setelah kemerdekaan antara lain :

 UU No. 8 Drt Tahun 1955 Tentang tindak Pidana Imigrasi.


 UU No. 9 Tahun 1967 Tentang Norkoba.
 UU No. 16 Tahun Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.

Macam-Macam Pidana
Hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang telah bersalah melanggar
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang hukum pidana, dalam Pasal 10 KUHP
ditentukan macam-macam hukuman yang dapat dijatuhkan, sebagai berikut:

 Hukuman mati, hukuman mati adalah hukuman yang paling berat untuk seorang
yang melanggar hukum .
 Hukuman penjara, yaitu masa tahanannya 1 tahun sampai waktu yang sudah
ditentukan oleh hakim .
 Hukuman kurungan, hukuman ini kondisinya tidak seberat hukuman penjara
karena masa tahanannya hanya 1 hari sampai 12 bulan .
 Hukuman denda, Dalam hal ini terpidana boleh memilih sendiri antara denda
dengan kurungan. Jika tidak bisa bayar dendanya diganti masa tahanan
ditambah 1/3 .
 Hukuman tutupan, hukuman ini untuk para tahanan politik terhadap orang-orang
yang telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara oleh
KUHP.
 Hukuman Tambahan Hukuman tambahan tidak dapat dijatuhkan secara
tersendiri melainkan harus disertakan hukuman pokok, hukuman tambahan
tersebut antara lain:

1. Pencabutan hak-hak tertentu.


2. Penyitaan barang-barang tertentu.
3. Pengumuman keputusan hakim.

SEJARAH KUHP DI INDONESIA


Sejarah hukum pidana tertulis yang berlaku di Indonesia dimulai saat Belanda membuat
kitab Undang-undang Hukum Pidana sendiri yang disebut Nedelansch Wetboek van Starft
recht’. Perundang-undangan hukum pidana dibuat berdasarkan asas konkordinasi, ialah
bahwa perundangan-undangan Indonesia harus seberapa boleh sesuai dengan hukum
pidana negara Belanda.

Saat itu untuk penduduk Indonesia dibuatlah kitab undang-undang Hukum Pidana sendiri-
sendiri yaitu: 1. Wothoe Straftracht Voor Nederlandsch India untuk golongan Eropa
kejahatan-kejahatan saja. 2. Wethoek Van Straftrech Voor Nederlandsch India’ untuk
penduduk golongan Indonesia dan Timur Asing berisi kejahatan-kejahatan saja.
3. Algemene Politie Srafreglement’ untuk penduduk golongan Eropa berisi pelanggaran-
pelanggaran saja, dan 4. Algemene Politie Strfregment’untuk penduduk Indonesia dan
Timur Asing berisi pelanggaran-pelanggaran saja. Keempat buku ini diganti kitab undang-
undang Hukum Pidana (Wethoek van Strftrech voor Nederlanszh Indie) yang mulai berlaku
1 Januari 1918.

Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 kitab undang-undang hukum pidana


tersebut masih dipakai terus, kemudian pada tanggal 26 Februari 1946 disahkan isinya
diubah disesuaikan menurut keadaan dan suasana Indonesia, dengan ditetapkannya
undang-undang pidana tersebut, maka terdapat dua jenis kitab undang-undang hukum
pidana yaitu : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menurut undang-undang nomor 1
tahun 1946 Republik Indonesia dan 2. Wethoek van Strftrech voor Nederlanasch Indle
Stol 1915 732.
Berlakunya dua kitab undang-undang hukum pidana dianggap suatu keganjilan, maka
untuk menghilangkan keganjilan tersebut, maka pada tahun 1958 ditetapkanlah undang-
undang nomor 73 tentang menyatakan berlakunya undang-undang Nomor 1 Tahun 1946
Republik Indonesia, dengan adanya satu saja kitab undang-undang hukum Pidana jelas
pula bekas KUHP kita menganut unifikasi, yaitu satu KUHP untuk semua golongan
penduduk.

Anda mungkin juga menyukai