Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT

LEUKEMIA DAN THALASEMIA


Disampaikan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Nunung Herlina, S.Kp., M.Pd.

DISUSUN OLEH

NAMA : MUSPIRAH
NIM : 17111024110076

SI KEPERAWATAN 2B
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
TAHUN AJARAN 2017/2018
LEUKEMIA
PENGERTIAN LEUKEMIA

            Leukemia mula-mula dijelaskan oleh Virchow pada tahun 1847 sebagai “darah putih”, adalah
penyakit neoplastik yang ditandai oleh proliferasi abnormal dari sel-sel hematopoietik (Price, 1994).

            Leukemia adalah proliferase leukosit yang tidak terkontrol di dalam darah, sumsum tulang, dan
jaringan retikuloendotelial (Tuker, 1998).

            Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan (sel
muda) dari sel darah putih (SDP) (Engram, 1998).

            Leukemia merupakan proliferatif neoplastik dari perkusor sel darah putih, yang menyebabkan
penggantian difus sumsum tulang normal oleh sel leukemia dengan akumulasi sel abnormal pada darah
tepi dan infiltrasi organ misalnya hati, limpa, kelenjar limfe, meningen, dan gonad oleh sel leukemi
(Underwood, 1999).

            Leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum tulang,
mengganti elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di hati,limpa dan nodus limfatikus dan
invasi organ nonhematologis, seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal dan kulit (Smeltzer, 2001).

            Leukemia adalah penyakit mengenai sel darah putih yang mengalami pembelahan yang berulang-
ulang.penyakit ini semacam kanker yang menyerang sel-sel darah putih. Akibatnya fungsi sel darah putih
terganggu, bahkan sel-sel darah merah dapat terdesak karena pertumbuhan yang berlebihan ini jumlah sel
darah merah menurun (Irianto,2004).

            Leukemia (kangker darah) merupakan suatu penyakit yang ditandai pertambahan jumlah sel darah
putih (leukosit). Pertambahan ini sangat cepat dan tak terkendali serta bentuk sel- sel darah putihnya tidak
normal (Yatim, 2003).

            Leukemia merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan proliferasi dini yang berlebihan dari sel
darah putih (Handayani, 2008)

            Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Leukemia adalah suatu penyakit sistem
hematologi yang ditandai dengan proliferasi yang berlebihan dan tidak normal pada sel darah putih yang
mengakibatkan fungsi sel darah putih terganggu.
FAKTOR – FACTOR YANG MEMPENGARUHI

Penyebab leukemia limfosit akut sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan besar karena virus
(virus onkogenik) dan factor-faktor lain yang berperan antara lain :

1. Factor eksogen seperti sinar x, sinar radioaktif, dan bahan kimia (benzol, arsen, preparat sulfat),
infeksi (virus dan bakteri)

2. Factor endogen seperti ras

3. Factor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-kadang sering dijumpai kasus
leukemia pada kakak-adik atau kembar satu telor)

4. Factor predisposisi :

a. Factor genetic : virus tertentu yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (T
cell Leukemia-lymphoma virus / HTLV)

b. Radiasi ionisasi : lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker sebelumnya, terpapar


zat-zat kimiawi seperti benzene, arsen, klorampenicol, fenilbutazon, dan agen anti neoplastik

c. Obat-obatan imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol

d. Factor herediter missal pada kembar satu telur dan kelainan kromosom

TANDA & GEJALA

Indikasi-indikasi kanker ini juga cenderung sulit dikenali karena cenderung mirip dengan kondisi lain,
seperti flu. Karena itu, kita perlu mewaspadai gejala-gejala umum yang tidak kian membaik atau mereda,
seperti:

 Lemas atau kelelahan yang berkelanjutan.


 Demam.
 Menggigil.
 Sakit kepala.
 Muntah-muntah.
 Keringat berlebihan, terutama pada malam hari.
 Nyeri pada tulang atau sendi.
 Penurunan berat badan.
 Pembengkakan pada limfa noda, hati, atau limpa.
 Muncul infeksi yang parah atau sering terjadi.

 Mudah mengalami pendarahan (misalnya sering mimisan) atau memar.


 Muncul bintik-bintik merah pada pada kulit.

KLASIFIKASI

         Leukemia dapat diklafikasikan ke dalam :

1.     Maturitas sel :

          Akut (sel-sel asal berdiferensiasi secara buruk)

          Kronis (lebih banyak sel dewasa)

2.   Tipe-tipe sel asal

          Mielositik (Mieloblast yang dihasilkan sumsum tulang)

          Limfositik (limfoblast yang dihasilkan sistem limfatik)

Normalnya, sel asal (mieloblast dan limfoblast) tak ada pada darah perifer. Maturitas sel   dan tipe sel
dikombinasikan untuk membentuk empat tipe utama leukemia :

A.            LEUKEMIA  MIELOGENUS AKUT (LMA)

                  Leukemia Mielogenus Akut (LMA) atau leukemia mielositik akut atau dapat juga disebut
leukemia granulositik akut (LGA), mengenai sel stem hematopetik yang kelak berdiferensiasi ke semua
sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit. Dikarakteristikan
oleh produksi berlebihan dari mieloblast. Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.

B.      LEUKEMIA  MIELOGENUS KRONIS (LMK)

                           Leukemia Mielogenus Kronis (LMK) atau leukemia mielositik kronis atau leukemia
granulositik kronis (LGK), juga dimasukan dalam keganasan sel stem mieloid. Namun, lebih banyak
terdapat sel normal di banding pada bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. Abnormalitas
genetika yang dinamakan kromosom Philadelpia ditemukan 90% sampai 95% pasien dengan LMK. LMK
jarang menyerang individu di bawah 20 tahun, namun insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia.

                  Gambaran menonjol adalah :

- adanya kromosom Philadelphia pada sel – sel darah. Ini adalah kromosom abnormal
yang ditemukan pada sel – sel sumsum tulang.

- Krisis Blast. Fase yang dikarakteristik oleh proliferasi tiba-tiba dari jumlah besar mieloblast. Temuan ini
menandakan pengubahan LMK menjadi LMA. Kematian sering terjadi dalam beberapa bulan saat sel –
sel leukemia menjadi resisten terhadap kemoterapi selama krisis blast.

C.            LEUKEMIA LIMFOSITIK AKUT (LLA)

                  Leukemia Limfositik Akut (LLA) dianggap sebagai suatu proliferasi ganas limfoblas. Paling
sering terjadi pada anak-anak, dengan laki-laki lebih banyak dibanding perempuan,dengan puncak
insidensi pada usia 4 tahun. Setelah usia 15 tahun , LLA jarang terjadi.

D.            LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIS (LLK)

                  Leukemia Limfositik Kronis (LLK) cenderung merupakan kelainan ringan yang terutama
mengenai individu antara usia 50 sampai 70 tahun. Negara-negara barat melaporkan penyakit ini sebagai
leukemia yang umum terjadi. LLK dikarakteristikan oleh proliferasi dari diferensiasi limfosit yang baik
(mudah dikenali sel-sel yang menunjukkan jaringan asal).
PATHWAY

genetik

infiltrasi

Sel normal di ganti dengan sel kangker

Menekan sumsung Infiltras


metabolisme Infiltrasi ekstra
tulang SSP
madula
kekurangan Meningitis
leukimia
Pembesaran limpa
eritrosit leukosit Faktor Tekanan
pembekuan jaringan
nyeri
infeks

Terjadi pendaraha
demam
anemia

Kekurangan
trombosit

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostik yang lazim dilakukan pada anak dengan acut limphosityc
leukemia adalah:
1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):
a. Ditemukan sel blast yang berlebihan
b. Peningkatan protein
2. Pemeriksaan darah tepi
a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)
b. Peningkatan asam urat serum
c. Peningkatan tembaga (Cu) serum
d. Penurunan kadar Zink (Zn)
e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi
dalam bentuk sel blast / sel primitif
3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker ke
organ tersebut
4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum
5. Sitogenik:
50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:
a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a), hyperploid
(2n+a)
b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)
c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan
komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat
kecil

PENETALAKSANAA

      a.      Penetalaksanaan Medis


            Transfusi darah, biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6g%. Pada trombositopenia yang
berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat
diberikan heparin

            Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

            Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin), rubidomisin
(daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat efek samping berupa
alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000/mm3 pemberiannya harus hati-hati. steril).

   Imunoterapi, merupakan cara pengobatan terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah sel leukemia
cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih
dalam pengembangan).

         Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari pengalaman, tetapi prnsipnya
sama, yaitu dengan pola dasar :

1.            Induksi. Dimaksud untuk mencapai remisi dengan bebagai obat tersebut sampai sel blas dalam
sumsum tulang kurang dari 5%.

2.             Konsolidasi. Bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.

3.            Rumat. Untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama. Biasanya dengan memberikan
sitostatika setengah dosis biasa.

4.            Reinduksi. Dimaksukan untuk mencegah relaps. Biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan
pemberian obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.

5.            Mencegah terjadinya leukemia pada susunan syaraf pusat. Diberikan MTX secara intratekal dan
radiasi kranial.

6.            Pengobatan imunologik.


b.      Penatalaksanaan Keperawatan

            Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat di kamar yang suci hama/ sMasalah pasien
yang perlu diperhatikan umumnya sama dengan pasien lain yang menderita penyakit darah. Tetapi karena
prognosis pasien pada umumnya kurang menggembirakan (sama seperti pasien kanker lainnya) maka
pendekatan psikososial harus diutamakan. Yang perlu diusahakan ialah ruangan yang aseptik dan cara
bekerja yang aseptik pula. Sikap perawat yang ramah dan lembut diharapkan tidak hanya untuk pasien
saja tetapi juga pada keluarga yang dalam hal ini sangat peka perasaannya jika mengetahui penyakit
anaknya atau keluarganya. 

Beberapa cara yang bisa kita anjurkan adalah hindari menyikat gigi terlalu keras, karena bulu sikat gigi
dapat mencederai gusi. Menyarankan klien supaya berhati-hati ketika berjalan di lantai yang licin seperti
kamar mandi agar tidak jatuh. Memberikan klien dan keluarganya pendidikan kesehatan bagaimana cara
mengatasi perdarahan hidung, misalnya dibendung dengan kapas atau perban, posisi kepala menengadah.

Untuk menangani infeksi klien harus menjaga kebersihan diri, seperti mencuci tangan, mandi 3x sehari.
Menganjurkan keluarga klien untuk menjaga keersihan diri mereka, membatasi jumlah pengunjung
karena dikhawatirkan dapat menularkan penyaki-penyakit seperti flu dan batuk. Menciptakan lingkungan
yang bersih dan jika perlu pertahankan tehnik isolasi.

KEPERAWATAN DAN DATA PENDUKUNG

1. Riwayat pemajanan pada faktor-faktor pencetus, seperti pemajanan pada dosis  besar
radiasi, riwayat infeksi virus, genetik dan  penyakit herediter.

2. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan manifestasi :


Pembesaran sumsum tulang dengan sel-sel leukemia yang selanjutnya menekan fungsi sumsum tulang,
sehingga menyebabkan beberapa gejala di bawah ini:

 Sakit kepala
 Infeksi
 Pemeriksaan darah menunjukkan perubahan sel darah putih
 Anemia penurunan berat badan, kelemahan dan kelelahan, pucat, malaise, muntah
dan anoreksia.
 Trombositopenia (jumlah trombosit rendah) Petekia, Ekimosis, mudah memar,
Kencenderungan perdarahan (pada gusi)
 Netropenia Demam, berkeringat pada malam hari.

3. Infiltrasi organ lain dengan sel-sel leukemia yang menyebabkan beberapa gejala
seperti :
 Hepatomegali
 Splenomegali
 Limfadenopati
 Nyeri tulang dan sendi
 Hipertrofi gusi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL

 Nyeri
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
 Intoleransi aktivitas

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

1. Nyeri b/d efek fisiologis akibat penyakit leukemia

a) Lakukan pengkajian nyeri secara kompherensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, dan kualitas
b) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien
c) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat analgesic
d) Ajarkan factor non farmakologi
e) Tingkatkan istirahat

2. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

a. Kaji jumlah makanan dan cairan yang ditoleransi pasien


b. Berikan kebersihan oral sebelum dan sesudah makan
c. Hindari bau, parfum, tindakan yang tidak menyenangkan, gangguan pandangan
dan bunyi
d. Ubah pola makan, berikan makanan ringan dan sering, libatkan pasien dalam
memilih makanan yang bergizi tinggi, timbang BB tiap hari
e. Sajikan makanan dalam suhu dingin / hangat

3. intoleransi aktivitas b/d kelemahan

a. Kaji adanya tanda-tanda anemia: pucat, peka rangsang, cepat lelah, kadar
Hb rendah.
b. Pantau hitung darah lengkap dan hitung jenis
c. Berikan cukup istirahat dan tidur tanpa gangguan
d. Minimalkan kegelisahan dan anjurkan bermain yang tenang
e. Bantu pasien dalam aktivitas sehari-hari
f. Pantau frekuensi nadi, prnafasan, sebelum dan selama aktivitas
g. Ketika kondisi membaik, dorong aktivitas sesuai toleransi
h. Jika diprogramkan, berikan packed RBC

.
Thalasemia
1.Definisi Thalasemia
Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki makna “laut”, digunakan pada
sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang
spesifik dalam Hb (Wong, 2009). Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikkan dengan defisiensi sintesis rantai globulin spesifik molekul hemoglobin (Muscari,
2005). Penyakit darah herediter yang disertai abnormalitas sintesis hemoglobin (Suryanah, 1996).
Talasemia adalah penyakit bawaan dimana sistem tubuh penderitanya tidak mampu memproduksi
hemoglobin yang normal (Pudjilestari, 2003). Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen
kelainan mendelian yang ditandai oleh defek yang menyebabkan berkurangnya sintesis rantai α- atau β-
globin (Mitcheel, 2009).

2.Etiologi Thalasemia
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang diperlukan dalam pembentukan
hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang
harus memiliki 2 gen dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit ini. Thalasemia
digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis yang utama adalah : 1. Alfa – Thalasemia
(melibatkan rantai alfa) Alfa – Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen). 2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta – Thalasemia pada orang di daerah
Mediterania dan Asia Tenggara.
3.Tanda dan Gejala Thalasemia
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.Sebagian besar
penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya betathalasemia
mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit (ulkus, borok), batu empedu dan
pembesaran limpa. Sumsum tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang menjadi lemah dan
mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang normal

4.Klasifikasi Thalasemia

 Talasemia minor
Pada talasemia β minor, terdapat sebuah gen globin β yang normal dan sebuah gen
abnormal. Elektroforesis hemoglobin (Hb) normal, tetapi hemoglobin A2 (hemoglobin
radimeter yang tidak diketahui fungsinya) meningkat dari 2% menjadi 4-6%.
Pada talasemia α minor, elektroforesis Hb dan kadar HbA2 normal. Dianosis ditegakkan
dengan menyingkirkan talasemia β minor dan defisiensi besi.
Kedua keadaan minor ini mengalami anemia ringan (Hb 10.0-12.0 g/dL dan MCV =
6570 fL). Pasangan dari orang-orang dengan talasemia minor harus diperiksa. Karena
kerier minor pada kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan talasemia
mayor.
 Talasemia mayor
Talasemia mayor adalah penyakit yang mengancam jiwa. Talasemia mayor β disebabkan
oleh mutasi titik (kadang-kadang delesi) pada kedua gen globin β, menyebabkan
terjadinya anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal. Anak-anak yang tidak diterapi memiliki postur tubuh yang kurus,
mengalami penebalan tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik „hair on end‟ pada foto tengkorak. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan anemia mikrositik berat, terdapat sel terget dan sel darah merah berinti
pada darah perifer, dan titik terdapat HbA. Transfusi darah, untuk mempertahankan kadar
hemoglobin normal dan menekan produksi sel darah merah Kadar hemoglobin normal
dan menekan produksi sel darah merah abnormal, akan menghasilkan perkembangan
fisik yang normal. Kelebihan besi karena seringnya transfusi menyebabkan kecacatan
serius dan kematian pada usia 25 tahun, kecuali bila dicegah dengan menggunakan
desferioksamin. Kebanyakan pasien talasemia yang diterapi dengan baik bertahan sampai
usia 30 dan 40 tahun. Tranplantasi sumsum tulang depat dipertimbangkan jika ditemukan
donor saudara kandung yang cocok.
Talasemia α mayor hydrops fetalis) sering kali berakhir dengan kematian intauterin
dan disebabkan oleh delesi keempat gen globin α. Kadang-kadang, diagnosis ditegakkan
lebih awal, jika transfusi darah intrauterin dapat menyelamatkan hidup. Transfusi seumur
hidup penting seperti pada talasemia β.
 Talasemia intermedia
Tingkat keparahan dari talasemia berada diantara talasemia minor dan talasemia mayor.
Beberapa kelainan genetik yang berada mendasari keadaan ini. Yang paling sering adalah
talasemia β homozigot di mana satu atau kedua gen masih memproduksi sejumlah kecil
HbA. Delesi pada tiga dari empat gen globin α (penyakit HbH) menyebabkan gambaran
serupa, dengan anemia yang agak berat sekitar 7-9 s/dL dan splenomegali. Secara
definisi, penderita talasemia intermedia tidak tergantung kepada transfusi. Splenektomi
dapat dilakukan untuk mengurangi anemia (Patrick, 2005).

5.Pathway

Kelainan genetik

-gangguan rantai peptida

-kesalah letak asam amino


poliptida

Tidak efektif
Rantai β dalam molekul koping kelarga
hb

O3 eritrosit Mbw O2

Kompensator naik pada rantai α


β produksi terus menerus

Hb defectife

Ketidak seimbangan poliptida

Eritrosit tidak stabil

hemolisis

Suplai O2 kelenjar berkurang

Ketidakseimbangan antara Perubahan


suplay o2 dan kabut berfusi jariangan

Tidak toleransi terhadap kelemahan


aktifitas

anoreksia

Perubahan nutirisi
6. Komplikasi
Akibat anemia yang berat dan lama, sering terjadi gagal jantung. Tranfusi darah yang
berulang ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi,
sehingga di timbun dalam berbagai jarigan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung dan lain
lain. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis). Limpa yang besar
mudah ruptur akibat trauma ringan. Kadang kadang thalasemia disertai tanda hiperspleenisme
seperti leukopenia dan trompositopenia. Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal
jantung.
Hepatitis pasca transfusi biasa dijumpai, apalagi bila darah transfusi telah diperiksa terlebih
dahulu terhadap HBsAg. Hemosiderosis mengakibatkan sirosis hepatis, diabetes melitus dan
jantung. Pigmentasi kulit meningkat apabila ada hemosiderosis, karena peningkatan deposisi
melanin.

7. Penatalaksanaan

a) Transfusi sel darah merah (SDM) sampai kadar Hb sekitar 11 g/dl. Pemberian sel darah

merah sebaiknya 10 – 20 ml/kg berat badan

b) Pemberian chelating agents (Desferal) secara intravena atau subkutan. Desferiprone

merupakan sediaan dalam bentuk peroral. Namun manfaatnya lebih rendah dari desferal

dan memberikan bahaya fibrosis hati.

c) Tindakan splenektomi perlu dipertimbangkan terutama bila ada tanda –

tanda hipersplenisme atau kebutuhan transfusi meningkat atau karena sangat besarnya

limpa.

d) Transplantasi sumsum tulang  biasa dilakukan pada thalasemia beta mayor.


8. Diagnosa Keperawatan

1.      ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang

proses penyakit akibat dari penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman

O2 ke sel..

2. ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan

untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan

untuk pembentukan sel darah merah normal..

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan

1.      ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang

proses penyakit akibat dari penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman

O2 ke sel..

2. ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan

untuk mencerna atau ketidakmampuan mencerna makanan/absorbsi nutrien yang diperlukan

untuk pembentukan sel darah merah normal..

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan kebutuhan


4.      Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat, penurunan Hb,

leukopenia atau penurunan granulosit.

Intervensi

Dx. 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan kurang pengetahuan

tentang proses penyakit akibat dari penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk

pengiriman O2 ke sel.

Kriteria hasil :

1. Tidak terjadi palpitasi

2. Kulit tidak pucat

3. Membran mukosa lembab

4. Keluaran urine adekuat

5. Tidak terjadi mual/muntah dan distensil abdomen

6. Tidak terjadi perubahan tekanan darah

7. Orientasi klien baik.

Rencana keperawatan / intervensi :

1. Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna kulit/ membran mukosa, dasar

kuku.

2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra indikasi pada pasien dengan

hipotensi).
3. Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi.

4. Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, gangguan memori, bingung.

5. Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, dan tubuh hangat sesuai

indikasi.

6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll.

7. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.

8. Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi.

9. dx.2 Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakmampuan untuk mencerna dan ketidakmampuan makan, dan

ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan sel

darah merah normal

10. Kriteria hasil :

11. Menunjukkan peningkatan berat badan/ BB stabil.

12. Tidak ada malnutrisi.

13. Intervensi :

14. Kaji riwayat nutrisi termasuk makanan yang disukai.

15. Observasi dan catat masukan makanan pasien.

16. Timbang BB tiap hari.

17. Beri makanan sedikit tapi sering.

18. Observasi dan catat kejadian mual, muntah, platus, dan gejala lain yang berhubungan.

Pertahankan higiene mulut yang baik.

Kolaborasi dengan ahli gizi.

Kolaborasi Dx. Laboratorium Hb, Hmt, BUN, Albumin, Transferin, Protein, dll.
Berikan obat sesuai indikasi yaitu vitamin dan suplai min

dx.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 dan

kebutuhan

Tujuan NOC : mentoleransi aktifitas

Intervensi NIC :

1. Pantau respon kardiorespiratori pasien (misalnya, takikardia, dipsnea, diaforesis, pucat,

tekanan dan frekuensi respirasi)

2. Batasi rangsangan lingkungan (seperti cahaya dan kebisingan) untuk memfasilitasi

relaksasi.

3. Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang teknik perawatan diri yang akan

meminimalkan konsumsi oksigen.

4. Kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1994, Pedoman Diagnosis Dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Unair & RSUD
dr Soetomo, Surabaya

Robbins dan Kumar, 1995, Buku Ajar Patologi I, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Underwood, J. C. E.,1999, Patologi Umum dan Sistemik.VOL.1. Ed. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta

Ana,Edi,et al. “ASUHAN KEPERAWATAN ANAK THALASEMIADENGAN


DIAGNOSA PRIORITAS KETIDAKEFEKTIFAN PERFUSI JARINGAN PERIFER”. JURNAL
EDUNursing, Vol. 1, No. 2, September 2017

Wahidiyat, Iskandar. “Thalassemia dan Permasalahannya Di Indonesia”. Sari


Pediatri, Vol. 5, No. 1, Juni 2003: 2 - 3

Anda mungkin juga menyukai